Anda di halaman 1dari 17

1

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH

BAHAN SEMINAR PROPOSAL

Judul : Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Pemrasaran : Fahlia Ariyadi / 1605101050071
Pembimbing : 1. Ir. Cut Nur Ichsan, M.P
2. Hasanuddin, S.P., M.Si
Penguji : 1. Marai Rahmawati, S.P., M.Sc
2. Ir. Nurhayati, M.P
3. Ir. Jumini, M.P
Hari/Tgl/Jam : Selasa/ 26 januari 2021/ 10.00 WIB
Tempat : Via Zoom Meeting

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu jenis dari marga Oryza, yang termasuk
kedalam suku Poaceae (Gramineae). Padi merupakan sumber makanan pokok hampir 90%
manusia dan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan permintaan akan kebutuhan
beras yang disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah penduduk. Sebagai bahan makanan
pokok, beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55%
(Haryandi, 2008). Data yang diperoleh dari (BPS, 2020) menginformasikan bahwa di
Indonesia produksi padi sebesar 54,60 juta ton GKG dan dikonversikan menjadi beras
yaitu sebesar 31,31 juta ton atau mengalami penurunan sebanyak 2,63 juta ton atau 7,75%
dibandingkan pada tahun 2018.
Kebutuhan bahan pangan di Indonesia selalu meningkat seiring bertambahnya
jumlah penduduk. BPS mencatat data jumlah penduduk Indonesia sampai September 2020
sebanyak 270,2 juta jiwa. Terjadi peningkatan 32,57 juta jiwa dari total penduduk
Indonesia tahun 2010 yaitu 237,63 juta jiwa. Semakin pesatnya pertambahan jumlah
penduduk serta adanya alih fungsi lahan dari sektor pertanian menjadi non sektor pertanian
mempengaruhi berkurangnya lahan subur untuk pertanaman padi. Khususnya di Aceh pada
tahun 2019 produksi padi mengalami penurunan sebanyak 147,13 ribu ton atau 7,9%
dibandingkan tahun 2018 (BPS, 2020). Kondisi iklim yang tidak menentu sebagai dampak
pemanasan global menjadi permasalahan terhadap produktivitas komoditi pangan ini.
Perubahan iklim menjadi salah satu penyebab terjadinya kekeringan yang dapat
2

mengurangi hasil dan kualitas padi yang rentan kekurangan air (Tao et al., 2006). Tanaman
padi yang mengalami kekurangan air pada fase kritis, menyebabkan terjadi penurunan
hasil. Fase kritis merupakan fase dimana tanaman padi membutuhkan air dalam jumlah
yang besar yang diakibatkan karena meningkatnya evapotranspirasi pada tanaman padi.
Fase kritis kekuraangan air pada tanaman padi meliputi saat pembentukan anakan, inisiasi
malai, dan bunting padi (Subagyono et al., 2010). Kekeringan berdampak terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi terutama pada fase generatif (Akram et al.,
2013), yang dapat mengurangi hasil dan kualitas gabah (Tao et al., 2006).
Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan
molekular tanaman seperti tertundanya pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi
bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya stomata,
pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada kloroplas (Farooq et al.,
2009). Menurut (Ndjiondjop et al., 2010) kekeringan berpengaruh terhadap tinggi tanaman,
umur berbunga, dan hasil padi. Dampak yang ditimbulkan oleh kekeringan adalah
berkurangnya perakaran, perubahan sifat daun (bentuk, lapisan epikutikula, warna), dan
umur tanaman lebih panjang (Saxena & O’Toole, 2002). Berdasarkan penelitian (Sabetfar
et al., 2013), menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi lebih rentan terhadap
kekeringan pada fase pembentukan anakan dan inisiasi malai, dibandingkan dengan pada
fase awal berbunga 50%.
Perubahan iklim yang tidak menentu sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman padi akan terganggu apabila kekurangan air pada fase vegetatif maupun fase
generatif. Tetapi apabila kebutuhan air segera dicukupi, tanaman akan melakukan recovery
untuk tumbuh dan berkembang kembali secara normal. Recovery merupakan suatu
mekanisme dimana tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mampu memulihkan
kembali pertumbuhannya yang terhambat. Setelah melalui masa kekeringan dan
mendapatkan suplai air yang cukup, recovery dapat terjadi sesaat. Kemampuan recovery
setelah cekaman kekeringan selama fase vegetatif sangat penting dalam menentukan
produksi gabah tanaman padi (Dien et al., 2017).
Kemampun recovery pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan dapat
ditingkatkan dengan cara pemberian hormon atau penambahan beberapa unsur hara
(Hrishikesh et al., 2012; Vomáčka & Pospíšilová, 2003). Dari penelitian (Handoyo et al.,
2020), tanaman padi yang mengalami cekaman kekeringan pada fase vegetative (10 HST)
dan generative 1 (50 HST) kemudian diaplikasikan KCl sebanyak 100 kg/ha menghasilkan
3

kemampuan recovery terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Unsur hara


kalium dapat meningkatkan recovery tanaman. Karena kalium dapat meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan melalui manipulasi serangkaian proses
fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan proses sintesis senyawa prolin,
aktivitas antioksidan, dan fenol (Handoyo et al., 2020). Pemberian pupuk kalium pada
tanaman padi dapat meningkatkan jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas dan
bobot 1000 butir gabah (Dobermann, 2000). Fungsi utama K antara lain, membantu
perkembangan akar, membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan
tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji (Selian, 2009).

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi.
2. Bagaimana pemupukan kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi.
3. Bagaimana terjadi interaksi antara cekaman kekeringan dan pemupukan kalium
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cekaman kekeringan dan
pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah tentang
pengaruh cekaman kekeringan dan pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi. Untuk menyesuaikan tindak agronomis yang tepat jika terjadi kekeringan.

1.5. Hipotesis
1. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
2. Pemupukan kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
3. Terdapat interaksi antara cekaman kekeringan dan pemupukan kalium terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
BAB II. METODE PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas
Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, yang berlangsung dari bulan Febuari 2021 sampai
dengan Mei 2021.

2.2. Alat dan Bahan


2.2.1. Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pot untuk wadah penanaman
(diameter 45 cm), wadah plastik untuk perendaman benih, cangkul, tray semai, penggaris,
kamera, alat tulis, jangka sorong, timbangan analitik, gembor dan berbagai peralatan
lainnya yang digunakan dalam penelitian.
2.2.2. Bahan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah benih padi, tanah, pupuk
kompos, pupuk Urea 400 kg ha-1, pupuk SP-36 200 kg ha-1, pupuk KCl (sesuai dosis
perlakuan 50 ha-1, 100 ha-1 dan 150 ha-1), kertas label, dan amplop.
2.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split plot) pola rancangan
acak kelompok (RAK) (3x3) dengan 3 ulangan dan 2 faktor yang diteliti.
Faktor pertama yaitu perlakuan kekeringan (D) sebagai petak utama yang terdiri atas 3
taraf:
D0 : Tanpa kekeringan
D1 : Diberikan kekeringan pada fase vegetatif (umur 14-65 HST)
D2 : Diberikan keringan pada fase generatif (umur 66-90 HST)
Faktor kedua yaitu perlakuan pemberian pupuk kalium KCl (K) sebagai sub plot atau anak
petak yang terdiri atas 3 taraf:
K1 : 50 kg ha-1
K2 : 100 kg ha-1
K3 : 150 kg ha-1
Sehingga diperoleh 9 kombinasi dan tiga ulangan, maka diperoleh 27 satuan
percobaan dengan total 81 unit percobaan. Setiap satu unit percobaan terdiri dari 3 pot.

4
5

Kombinasi Perlakuan Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium KCl yang dicobakan
disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Daftar Kombinasi Perlakuan Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium KCl.

Kombinasi Pemberian Pupuk


No. Kekeringan
Perlakuan KCl (kg/ha)

1 D0K1 Tanpa kekeringan 50


2 D0K2 Tanpa kekeringan 100
3 D0K3 Tanpa kekeringan 150
Diberikan kekeringan pada fase
4 D1K1 50
vegetatif (umur 14-65 HST)
Diberikan kekeringan pada fase
5 D1K2 100
vegetatif (umur 14-65 HST)
Diberikan kekeringan pada fase
6 D1K3 150
vegetatif (umur 14-65 HST)
Diberikan keringan pada fase
7 D2K1 50
generatif (umur 66-90 HST)
Diberikan keringan pada fase
5 D2K2 100
generatif (umur 66-90 HST)
Diberikan keringan pada fase
6 D2K3 150
generatif (umur 66-90 HST)

Model matematika rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yhij = + ℎ+ + ℎ + + + ℎ
Dimana:
h = Banyaknya kelompok dengan h = 1, 2 dan 3
i = Taraf dari faktor kekeringan dengan i = 1, 2 dan 3
j = Taraf dari faktor pemberian pupuk kalium KCl j = 1, 2 dan 3
Keterangan:
Yhij = Hasil pengamatan pada satuan percobaan ke-1 yang memperoleh
kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor Kekeringan dan taraf ke-j dari
faktor Pemberian Pupuk Kalium KCl
= Nilai rata-rata
ℎ = Pengaruh kelompok ke-h
= Pengaruh taraf ke-I petak utama faktor (kekeringan)
ℎ = Galat petak utama
6

= Pengaruh taraf ke-j dari anak petak faktor (pemupukan)


= Pengaruh interaksi dari faktor taraf ke-I dan faktor taraf ke-j
ℎ = Galat anak petak

2.4. Pelaksanaan Penelitian


2.4.1. Perkecambahan benih dan persemaian
Pada persiapan benih dilakukan penyeleksian benih padi dengan cara memilih
benih padi yang bernas dan tidak cacat. Ini bertujuan agar meminimalkan resiko gagal
tumbuh pada saat disemai. Selanjutnya, dilakukan persemaian dengan menggunakan tray
semai yang sudah diisi dengan tanah yang sebelumnya sudah dilakukan pelumpuran.
Persemaian bibit diawali dengan merendam benih selama 24 jam kemudian
dikecambahkan dalam sebuah wadah selama 2 hari. Setelah benih berkecambah kemudian
dipindahkan ke tray semai yang sudah disiapkan. Persemaian bibit padi ini dilakukan
selama 15 hari.

2.4.2. Persiapan media tanam


Pada penelitian ini menggunakan media tanam campuran tanah dan pupuk kompos
dengan perbandingan 10 kg tanah + 100 gr pupuk kompos. Media tanam yang telah
dicampur dimasukkan ke dalam pot dan di isi air hingga jenuh diaduk hingga melumpur
dan dibiarkan selama 2 minggu dalam keadaan jenuh air.

2.4.3. Penanaman bibit padi


Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur lima belas hari setelah semai (HSS)
dengan cara mencabut bibit dari tempat persemaian secara hati-hati agar akar bibit tidak
rusak. Kemudian ditanam bibit berumur 15 hari 1 bibi per pot.

2.4.4. Pemupukan
Untuk pemupukan dasar digunakan pupuk Urea dan SP-36 sesuai dengan dosis
anjuran (Urea 400 kg ha-1 dan SP-36 200 kg ha-1). Pupuk kalium yang digunakan yaitu
pupuk KCl yang diberikan sesuai dosis perlakuan 50 kg/ha, 100 kg/ha dan 150 kg/ha.
Untuk pupuk KCl dan pupuk Urea diberikan tiga kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam,
sisanya diberikan pada umur 30 HST dan 45 HST. Pupuk SP-36 diberikan sekaligus pada
saat tanam.

2.4.5. Pemeliharaan
7

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyulaman tanaman yang mati atau
tanaman yang menunjukkan gejala tanaman abnormal yang dilakukan pada saat tanaman
berumur 7 HST, penyiangan gulma yang dilakukan 2 minggu sekali, dan dilakukan
penyemprotan apabila terdapat hama dan penyakit yang menimbulkan gejala sudah
mendekati ambang ekonomi.

2.4.6. Perlakuan kekeringan


Perlakuan kekeringan terdiri dari 3 taraf D0, D1, dan D2 yang merupakan petak
utama. D0 digenangi 2 cm sampai panen. D1 dikeringkan fase vegetatif di umur 14-65
HST dengan cara digenangi air, kemudian dibiarkan mengering hingga skor daun
menggulung mencapai 7. D2 dikeringkan fase generative di umur 66-90 HST digenangi air
sampai 2 cm dan dihentikan pengeringan hinggan skor daun menggulung mencapai skor 7.

2.4.7. Panen
Pemanenan dilakukan ketika bulir padi sudah menunjukkan masak fisiologis atau
90-95% malai telah menguning yang ditandai dengan menguningnya daun bendera.
Pemanenan ini dilakukan secara manual yaitu dengan cara memotong tangkai malai.
8

2.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada setiap minggu terhadap parameter dibawah ini:
a. Tinggi Tanaman (cm); pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur
tanaman padi dari permukaan tanah sampai ke ujung daun tertinggi yang dilakukan pada
saat tanaman padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8
MST, 9 MST, 10 MST.
b. Jumlah Anakan; pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan cara menghitung
seluruh batang pertanaman kemudian dikurangi 1 batang sebagai batang utama yang
dilakukan pada saat tanaman padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6
MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
c. Jumlah Daun; pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah
daun keseluruhan yang dilakukan pada saat padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4
MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
d. Panjang Daun (cm); pengamatan panjang daun dilakukan dengan mengukur daun
nomor 1,2,3,4 dalam satu rumpun yang dilakukan pada saat padi berumur 1 MST, 2
MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
e. Umur Berbunga (hari); pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara
menghitung jumlah hari dari saat semai sampai mekar bunga pertama dari 50% populasi
tanaman dalam plot telah muncul bunga diatas daun bendera.
f. Skor Daun Menggulung; pengamatan ini dilakukan setiap hari dengan melihat daun
menggulung (0 = daun sehat; 1 = daun mulai menggulung berbentuk V dangkal; 3 =
daun menggulung berbentuk V dalam; 5 = daun menggulung berbentuk U; 7 = daun
menggulung dimana tepi daun saling menyentuh berbentuk O; 9 = daun menggulung
penuh/ menggelinting) (IRRI, 2014).
g. Skor Daun Mengering; pengamatan ini dilakukan dengan melihat daun mengering (0
= tidak ada gejala; 1 = ujung daun mengering; 3 = 1/4 ujung daun mengering; 5 = 1/4-
1/2 ujung daun mengering; 7 = 1/2-2/3 ujung daun mengering; 9 = semua daun
mengering) (Dobermann, 2000)
h. Diameter Batang (cm); pengamatan diameter batang dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong. Pengukuran diameter batang dilakukan pada umur 1 MST, 2 MST, 3
MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
i. Panjang Malai (cm); pengamatan ini dilakukan dengan cara malai di ukur mulai dari
pangkal malai hingga ujung terpanjang dari cabang malai.
9

j. Berat Gabah Berisi (gram); pengamatan ini dilakukan setelah panen dengan cara
menimbang berat gabah berisi pada setiap sampel.
k. Berat Gabah Hampa (gram); pengamatan ini dilakukan setelah panen dengan cara
menimbang berat gabah hampa pada setiap sampel.
l. Jumlah Gabah Per Malai; pengamatan jumlah gabah dilakukan setelah panen dengan
cara menghitung jumlah gabah hampa dan gabah berisi dari setiap malai.
m. Jumlah Gabah Total; pengamatan jumlah gabah total dilakukan setelah panen dengan
cara menjumlah setiap gabah per malai.
n. Panjang Akar (cm); pengamatan ini dilakukan pada saat panen dengan mengukur
pangkal akar sampai pada ujung akar.
o. Panjang Akar Lateral (cm); pengamatan ini dilakaukan dengan mengukur panjang
akar lateral pada setiap tanaman.
p. Berat Basah Akar (gram); pengamatan berat basah akar dilakukan dengan menimbang
berat basah akar.
q. Berat Kering Akar (gram); pengamatan berat kering akar dilakukan dengan
menimbang akar yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70C
selama 24 jam sampai diperoleh berat yang konstan.
r. Rasio Akar Tajuk; pengamatan ini dilakukang dengan cara membandingkan berat
kering akar dan berat kering tajuk.
s. Potensi Hasil; pengamatan ini dilakukan dengan cara menggunakan rumus, yaitu:

Potensi hasil = Jumlah rumpun × Jumlah anakan produktif × jumlah butir permalai × berat
per 1000 butir
DAFTAR PUSTAKA

Akram, H. ., Ali, A., Sattar, A., Rehman, H. S. U., & Bibi, A. (2013). Impact of water
deficit stress on various physiological and agronomic traits of three basmati rice
(Oryza sativa L.) cultivar. The Journal Animal and Sciences, 5(23), 1415–1425.
BPS. (2020). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2019 Hasil Survey Kerangka
Sampel Area (KSA).
Dien, D. C., Yamakawa, T., Mochizuki, T., & Htwe, A. Z. (2017). Dry weight
accumulation, root plasticity, and stomatal conductance in rice (Oryza sativa L.)
varieties under drought stress and re-watering conditions. American Journal of Plant
Sciences, 8(12), 3189–3206.
Dobermann, A. (2000). Rice: Nutrient disorders & nutrient management. Int. Rice Res.
Inst.
Farooq, M., Wahid, A., Lee, D. J., Ito, O., & Siddique, K. H. M. (2009). Advances in
drought resistance of rice. Critical Reviews in Plant Sciences, 28(4), 199–217.
https://doi.org/10.1080/07352680902952173
Handoyo, T., Hakim, M. S., Dewanti, P., Hartatik, S., & Slameto, S. (2020). Application
Effect of Potassium on Rice (Oryza sativa L.) Recovery After Drought Stress. Jurnal
ILMU DASAR, 21(2), 115–122.
Haryandi. (2008). Teknologi pengelolaan beras (G. M. U. Press (ed.)).
Hrishikesh, U., Biman K, D., Lingaraj, S., & Sanjib K, P. (2012). Comparative effect of
Ca, K, Mn and B on post-drought stress recovery in tea [Camellia sinensis (L.) O
Kuntze]. American Journal of Plant Sciences, 2012.
Ndjiondjop, M.-N., Cisse, F., Futakuchi, K., Lorieux, M., Manneh, B., Bocco, R., &
Fatondji, B. (2010). Effect of drought on rice (Oryza spp.) genotypes according to
their drought tolerance level. Second Africa Rice Congress, Bamako, Mali, 1, 1.
Sabetfar, S., Ashouri, M., Amiri, E., & Babazadeh, S. (2013). Effect of drought stress at
different growth stages on yield and yield component of rice plant. Persian Gulf Crop
Protection, 2(2), 14–18.
Saxena, N. P., & O’Toole, J. C. (2002). Field Screening for Drought Tolerance in Crop
Plants with Emphasis on Rice Proceedings of an International Workshop on Field
Screening for Drought Tolerance in Rice 11-14 Dec 2000. International Crops
Research Institute for the Semi-Arid Tropics.
Selian, A. R. K. (2009). Analisa Kadar Unsur Hara Kalium (K) Dari Tanah Perkebunan
Kelapa Sawit Bengkalis Riau Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). In
Universitas Sumatera Utara.
Subagyono, K., Dariah, A., Surmaini, E., & Kurnia, U. (2010). Pengelolaan air pada tanah
Sawah. Diakses Dari: Http://Balittanah. Litbang. Deptan. Go.
Id/Dokumentasi/Buku/Tanahsawah/Tanahs Awah7.

10
11

Tao, H., Brueck, H., Dittert, K., Kreye, C., Lin, S., & Sattelmacher, B. (2006). Growth and
yield formation for rice (Oryza sativa L.) in the water-saving ground cover rice
production system (GCRPS). Field Crops Research, 1(95), 1–12.
Vomáčka, L., & Pospíšilová, J. (2003). Rehydration of sugar beet plants after water stress:
effect of cytokinins. Biologia Plantarum, 46(1), 57–62.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Situ Patenggang


Nama Seleksi : BP1153C-9-12
Asal Persilangan : Kartuna/TB47H-MR-10
Golongan : Cere
Umur Tanaman : 110-120 hari
Bentuk Tanaman : Tegak
Tinggi Tanaman : 100-110 cm
Anakan Produktif : 10-11 batang
Warna Kaki : Ungu tua
Warna Batang : Hijau tua
Warna Telinga Daun : Kuning kotor
Warna Lidah Daun : Ungu
Warna Daun : Hijau, tepi daun tua berkilau ungu
Muka Daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus
Posisi Daun : Tegak
Daun Bendera : Menyudut 35-50 derajat
Bentuk Gabah : Agak gemuk
Warna Gabah : Kuning Kotor
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur Nasi : Sedang
Kadar Amilosa : 24 %
Bobot 1000 Butir : 27 g
Rata-Rata Hasil : 4,6 t/ha
Ketahanan Terhadap
Penyakit : Tahan blas
Sifat Khusus : Aromatik, respon terhadap pemupukan, mampu dikembangkan
di sawah
Anjuran Tanam : Lahan kering musim hujan, tumpangsari, lahan tipe tanah Aluvial
dan podsolik ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl

12
13

Lampiran 2. Bagan Penelitian

Blok I Blok II Blok III

D0K1 D3K3 D2K1

D0K3 D3K2 D2K3

D0K2 D3K1 D2K1

D2K3 D1K1 D1K3

D2K1 D1K3 D1K2

D2K2 D1K2 D1K1

D1K2 D2K3 D3K1

D1K3 D2K2 D3K3

D1K1 D2K1 D2K2

Keterangan:

D0 = Tanpa kekeringan
D1 = Diberikan kekeringan pada fase vegetatif (umur 14-65 HST)
D2 = Diberikan keringan pada fase generatif (umur 66-90 HST)
K1 = 50 kg ha-1
K2 = 100 kg ha-1
K3 = 150 kg ha-1
14

Lampiran 3. Diagram Alir Penelitian

Persiapan Benih dan Persemaian

Persiapan Media Tanam

Penanaman

Pemupukan

Pemeliharaan

Panen

Pengamatan

Analisis Data

Laporan Penelitian
15

Lampiran 4. Perhitungan Pupuk


Volume 1 ha = Luas lahan x kedalaman top soil
= 10.000 m2 x 0.2 m
= 2.000 m3
= 2.000.000 kg

Volume pot = 10 kg

1. Kebutuhan pupuk kompos per pot

Kebutuhan pupuk kompos g/pot = × dosis pupuk kompos

= × 20.000 kg ha-1
. .

= 0.1 kg ha-1
= 100 g/pot
2. Kebutuhan pupuk kompos keseluruhan = Kebutuhan × jumlah pot
= 100 g × 81 pot
= 8100 g
= 8.1 kg
3. Kebutuhan pupuk urea per pot

Kebutuhan pupuk urea/pot = × dosis pupuk urea anjuran

= . .
× 400 kg ha-1

= 0.002 kg ha-1
= 2 g/pot
4. Kebutuhan pupuk urea keseluruhan = Kebutuhan × jumlah pot
= 2 g × 81 pot
= 162 g
= 0.162 kg
5. Kebutuhan pupuk SP-36 per pot

Kebutuhan pupuk SP-36/pot = × dosis pupuk SP-36 anjuran

= × 200 kg ha-1
. .

= 0.001 kg ha-1
= 1 g/pot
16

6. Kebutuhan pupuk SP-36 keseluruhan = Kebutuhan × jumlah pot


= 1 g × 81 pot
= 81 g
= 0.081 kg
7. Kebutuhan pupuk KCl per pot, dosis 50 kg ha-1

Kebutuhan pupuk KCl/pot = × dosis pupuk KCl anjuran

= × 50 kg ha-1
. .

= 0.00025 kg ha-1
= 0.25 g/pot
8. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 50 kg ha-1
Kebutuhan pupuk KCl = Kebutuhan × jumlah pot
= 0.25 g × 81 pot
= 20.25 g
= 0.020 kg
9. Kebutuhan pupuk KCl per pot, dosis 100 kg ha-1

Kebutuhan pupuk KCl/pot = × dosis pupuk KCl anjuran

= . .
× 100 kg ha-1

= 0.0005 kg ha-1
= 0.5 g/pot
10. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 100 kg ha-1
Kebutuhan pupuk KCl = Kebutuhan × jumlah pot
= 0,5 g × 81 pot
= 40,5 g
= 0.0405 kg
11. Kebutuhan pupuk KCl per pot, dosis 150 kg ha-1

Kebutuhan pupuk KCl/pot = × dosis pupuk KCl anjuran

= × 150 kg ha-1
. .

= 0.00075 kg ha-1
= 0.75 g/pot
12. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 150 kg ha-1
17

Kebutuhan pupuk KCl = Kebutuhan × jumlah pot


= 0,75 g × 81 pot
= 60.75 g
= 0.06075 kg

Anda mungkin juga menyukai