JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
BAB I. PENDAHULUAN
mengurangi hasil dan kualitas padi yang rentan kekurangan air (Tao et al., 2006). Tanaman
padi yang mengalami kekurangan air pada fase kritis, menyebabkan terjadi penurunan
hasil. Fase kritis merupakan fase dimana tanaman padi membutuhkan air dalam jumlah
yang besar yang diakibatkan karena meningkatnya evapotranspirasi pada tanaman padi.
Fase kritis kekuraangan air pada tanaman padi meliputi saat pembentukan anakan, inisiasi
malai, dan bunting padi (Subagyono et al., 2010). Kekeringan berdampak terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi terutama pada fase generatif (Akram et al.,
2013), yang dapat mengurangi hasil dan kualitas gabah (Tao et al., 2006).
Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan
molekular tanaman seperti tertundanya pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi
bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya stomata,
pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada kloroplas (Farooq et al.,
2009). Menurut (Ndjiondjop et al., 2010) kekeringan berpengaruh terhadap tinggi tanaman,
umur berbunga, dan hasil padi. Dampak yang ditimbulkan oleh kekeringan adalah
berkurangnya perakaran, perubahan sifat daun (bentuk, lapisan epikutikula, warna), dan
umur tanaman lebih panjang (Saxena & O’Toole, 2002). Berdasarkan penelitian (Sabetfar
et al., 2013), menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi lebih rentan terhadap
kekeringan pada fase pembentukan anakan dan inisiasi malai, dibandingkan dengan pada
fase awal berbunga 50%.
Perubahan iklim yang tidak menentu sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman padi akan terganggu apabila kekurangan air pada fase vegetatif maupun fase
generatif. Tetapi apabila kebutuhan air segera dicukupi, tanaman akan melakukan recovery
untuk tumbuh dan berkembang kembali secara normal. Recovery merupakan suatu
mekanisme dimana tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mampu memulihkan
kembali pertumbuhannya yang terhambat. Setelah melalui masa kekeringan dan
mendapatkan suplai air yang cukup, recovery dapat terjadi sesaat. Kemampuan recovery
setelah cekaman kekeringan selama fase vegetatif sangat penting dalam menentukan
produksi gabah tanaman padi (Dien et al., 2017).
Kemampun recovery pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan dapat
ditingkatkan dengan cara pemberian hormon atau penambahan beberapa unsur hara
(Hrishikesh et al., 2012; Vomáčka & Pospíšilová, 2003). Dari penelitian (Handoyo et al.,
2020), tanaman padi yang mengalami cekaman kekeringan pada fase vegetative (10 HST)
dan generative 1 (50 HST) kemudian diaplikasikan KCl sebanyak 100 kg/ha menghasilkan
3
1.5. Hipotesis
1. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
2. Pemupukan kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
3. Terdapat interaksi antara cekaman kekeringan dan pemupukan kalium terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
BAB II. METODE PENELITIAN
4
5
Kombinasi Perlakuan Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium KCl yang dicobakan
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Daftar Kombinasi Perlakuan Cekaman Kekeringan dan Pemupukan Kalium KCl.
Model matematika rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yhij = + ℎ+ + ℎ + + + ℎ
Dimana:
h = Banyaknya kelompok dengan h = 1, 2 dan 3
i = Taraf dari faktor kekeringan dengan i = 1, 2 dan 3
j = Taraf dari faktor pemberian pupuk kalium KCl j = 1, 2 dan 3
Keterangan:
Yhij = Hasil pengamatan pada satuan percobaan ke-1 yang memperoleh
kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor Kekeringan dan taraf ke-j dari
faktor Pemberian Pupuk Kalium KCl
= Nilai rata-rata
ℎ = Pengaruh kelompok ke-h
= Pengaruh taraf ke-I petak utama faktor (kekeringan)
ℎ = Galat petak utama
6
2.4.4. Pemupukan
Untuk pemupukan dasar digunakan pupuk Urea dan SP-36 sesuai dengan dosis
anjuran (Urea 400 kg ha-1 dan SP-36 200 kg ha-1). Pupuk kalium yang digunakan yaitu
pupuk KCl yang diberikan sesuai dosis perlakuan 50 kg/ha, 100 kg/ha dan 150 kg/ha.
Untuk pupuk KCl dan pupuk Urea diberikan tiga kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam,
sisanya diberikan pada umur 30 HST dan 45 HST. Pupuk SP-36 diberikan sekaligus pada
saat tanam.
2.4.5. Pemeliharaan
7
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyulaman tanaman yang mati atau
tanaman yang menunjukkan gejala tanaman abnormal yang dilakukan pada saat tanaman
berumur 7 HST, penyiangan gulma yang dilakukan 2 minggu sekali, dan dilakukan
penyemprotan apabila terdapat hama dan penyakit yang menimbulkan gejala sudah
mendekati ambang ekonomi.
2.4.7. Panen
Pemanenan dilakukan ketika bulir padi sudah menunjukkan masak fisiologis atau
90-95% malai telah menguning yang ditandai dengan menguningnya daun bendera.
Pemanenan ini dilakukan secara manual yaitu dengan cara memotong tangkai malai.
8
2.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada setiap minggu terhadap parameter dibawah ini:
a. Tinggi Tanaman (cm); pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur
tanaman padi dari permukaan tanah sampai ke ujung daun tertinggi yang dilakukan pada
saat tanaman padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8
MST, 9 MST, 10 MST.
b. Jumlah Anakan; pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan cara menghitung
seluruh batang pertanaman kemudian dikurangi 1 batang sebagai batang utama yang
dilakukan pada saat tanaman padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6
MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
c. Jumlah Daun; pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah
daun keseluruhan yang dilakukan pada saat padi berumur 1 MST, 2 MST, 3 MST, 4
MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
d. Panjang Daun (cm); pengamatan panjang daun dilakukan dengan mengukur daun
nomor 1,2,3,4 dalam satu rumpun yang dilakukan pada saat padi berumur 1 MST, 2
MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
e. Umur Berbunga (hari); pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara
menghitung jumlah hari dari saat semai sampai mekar bunga pertama dari 50% populasi
tanaman dalam plot telah muncul bunga diatas daun bendera.
f. Skor Daun Menggulung; pengamatan ini dilakukan setiap hari dengan melihat daun
menggulung (0 = daun sehat; 1 = daun mulai menggulung berbentuk V dangkal; 3 =
daun menggulung berbentuk V dalam; 5 = daun menggulung berbentuk U; 7 = daun
menggulung dimana tepi daun saling menyentuh berbentuk O; 9 = daun menggulung
penuh/ menggelinting) (IRRI, 2014).
g. Skor Daun Mengering; pengamatan ini dilakukan dengan melihat daun mengering (0
= tidak ada gejala; 1 = ujung daun mengering; 3 = 1/4 ujung daun mengering; 5 = 1/4-
1/2 ujung daun mengering; 7 = 1/2-2/3 ujung daun mengering; 9 = semua daun
mengering) (Dobermann, 2000)
h. Diameter Batang (cm); pengamatan diameter batang dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong. Pengukuran diameter batang dilakukan pada umur 1 MST, 2 MST, 3
MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST.
i. Panjang Malai (cm); pengamatan ini dilakukan dengan cara malai di ukur mulai dari
pangkal malai hingga ujung terpanjang dari cabang malai.
9
j. Berat Gabah Berisi (gram); pengamatan ini dilakukan setelah panen dengan cara
menimbang berat gabah berisi pada setiap sampel.
k. Berat Gabah Hampa (gram); pengamatan ini dilakukan setelah panen dengan cara
menimbang berat gabah hampa pada setiap sampel.
l. Jumlah Gabah Per Malai; pengamatan jumlah gabah dilakukan setelah panen dengan
cara menghitung jumlah gabah hampa dan gabah berisi dari setiap malai.
m. Jumlah Gabah Total; pengamatan jumlah gabah total dilakukan setelah panen dengan
cara menjumlah setiap gabah per malai.
n. Panjang Akar (cm); pengamatan ini dilakukan pada saat panen dengan mengukur
pangkal akar sampai pada ujung akar.
o. Panjang Akar Lateral (cm); pengamatan ini dilakaukan dengan mengukur panjang
akar lateral pada setiap tanaman.
p. Berat Basah Akar (gram); pengamatan berat basah akar dilakukan dengan menimbang
berat basah akar.
q. Berat Kering Akar (gram); pengamatan berat kering akar dilakukan dengan
menimbang akar yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70C
selama 24 jam sampai diperoleh berat yang konstan.
r. Rasio Akar Tajuk; pengamatan ini dilakukang dengan cara membandingkan berat
kering akar dan berat kering tajuk.
s. Potensi Hasil; pengamatan ini dilakukan dengan cara menggunakan rumus, yaitu:
Potensi hasil = Jumlah rumpun × Jumlah anakan produktif × jumlah butir permalai × berat
per 1000 butir
DAFTAR PUSTAKA
Akram, H. ., Ali, A., Sattar, A., Rehman, H. S. U., & Bibi, A. (2013). Impact of water
deficit stress on various physiological and agronomic traits of three basmati rice
(Oryza sativa L.) cultivar. The Journal Animal and Sciences, 5(23), 1415–1425.
BPS. (2020). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2019 Hasil Survey Kerangka
Sampel Area (KSA).
Dien, D. C., Yamakawa, T., Mochizuki, T., & Htwe, A. Z. (2017). Dry weight
accumulation, root plasticity, and stomatal conductance in rice (Oryza sativa L.)
varieties under drought stress and re-watering conditions. American Journal of Plant
Sciences, 8(12), 3189–3206.
Dobermann, A. (2000). Rice: Nutrient disorders & nutrient management. Int. Rice Res.
Inst.
Farooq, M., Wahid, A., Lee, D. J., Ito, O., & Siddique, K. H. M. (2009). Advances in
drought resistance of rice. Critical Reviews in Plant Sciences, 28(4), 199–217.
https://doi.org/10.1080/07352680902952173
Handoyo, T., Hakim, M. S., Dewanti, P., Hartatik, S., & Slameto, S. (2020). Application
Effect of Potassium on Rice (Oryza sativa L.) Recovery After Drought Stress. Jurnal
ILMU DASAR, 21(2), 115–122.
Haryandi. (2008). Teknologi pengelolaan beras (G. M. U. Press (ed.)).
Hrishikesh, U., Biman K, D., Lingaraj, S., & Sanjib K, P. (2012). Comparative effect of
Ca, K, Mn and B on post-drought stress recovery in tea [Camellia sinensis (L.) O
Kuntze]. American Journal of Plant Sciences, 2012.
Ndjiondjop, M.-N., Cisse, F., Futakuchi, K., Lorieux, M., Manneh, B., Bocco, R., &
Fatondji, B. (2010). Effect of drought on rice (Oryza spp.) genotypes according to
their drought tolerance level. Second Africa Rice Congress, Bamako, Mali, 1, 1.
Sabetfar, S., Ashouri, M., Amiri, E., & Babazadeh, S. (2013). Effect of drought stress at
different growth stages on yield and yield component of rice plant. Persian Gulf Crop
Protection, 2(2), 14–18.
Saxena, N. P., & O’Toole, J. C. (2002). Field Screening for Drought Tolerance in Crop
Plants with Emphasis on Rice Proceedings of an International Workshop on Field
Screening for Drought Tolerance in Rice 11-14 Dec 2000. International Crops
Research Institute for the Semi-Arid Tropics.
Selian, A. R. K. (2009). Analisa Kadar Unsur Hara Kalium (K) Dari Tanah Perkebunan
Kelapa Sawit Bengkalis Riau Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). In
Universitas Sumatera Utara.
Subagyono, K., Dariah, A., Surmaini, E., & Kurnia, U. (2010). Pengelolaan air pada tanah
Sawah. Diakses Dari: Http://Balittanah. Litbang. Deptan. Go.
Id/Dokumentasi/Buku/Tanahsawah/Tanahs Awah7.
10
11
Tao, H., Brueck, H., Dittert, K., Kreye, C., Lin, S., & Sattelmacher, B. (2006). Growth and
yield formation for rice (Oryza sativa L.) in the water-saving ground cover rice
production system (GCRPS). Field Crops Research, 1(95), 1–12.
Vomáčka, L., & Pospíšilová, J. (2003). Rehydration of sugar beet plants after water stress:
effect of cytokinins. Biologia Plantarum, 46(1), 57–62.
LAMPIRAN
12
13
Keterangan:
D0 = Tanpa kekeringan
D1 = Diberikan kekeringan pada fase vegetatif (umur 14-65 HST)
D2 = Diberikan keringan pada fase generatif (umur 66-90 HST)
K1 = 50 kg ha-1
K2 = 100 kg ha-1
K3 = 150 kg ha-1
14
Penanaman
Pemupukan
Pemeliharaan
Panen
Pengamatan
Analisis Data
Laporan Penelitian
15
Volume pot = 10 kg
= × 20.000 kg ha-1
. .
= 0.1 kg ha-1
= 100 g/pot
2. Kebutuhan pupuk kompos keseluruhan = Kebutuhan × jumlah pot
= 100 g × 81 pot
= 8100 g
= 8.1 kg
3. Kebutuhan pupuk urea per pot
= . .
× 400 kg ha-1
= 0.002 kg ha-1
= 2 g/pot
4. Kebutuhan pupuk urea keseluruhan = Kebutuhan × jumlah pot
= 2 g × 81 pot
= 162 g
= 0.162 kg
5. Kebutuhan pupuk SP-36 per pot
= × 200 kg ha-1
. .
= 0.001 kg ha-1
= 1 g/pot
16
= × 50 kg ha-1
. .
= 0.00025 kg ha-1
= 0.25 g/pot
8. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 50 kg ha-1
Kebutuhan pupuk KCl = Kebutuhan × jumlah pot
= 0.25 g × 81 pot
= 20.25 g
= 0.020 kg
9. Kebutuhan pupuk KCl per pot, dosis 100 kg ha-1
= . .
× 100 kg ha-1
= 0.0005 kg ha-1
= 0.5 g/pot
10. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 100 kg ha-1
Kebutuhan pupuk KCl = Kebutuhan × jumlah pot
= 0,5 g × 81 pot
= 40,5 g
= 0.0405 kg
11. Kebutuhan pupuk KCl per pot, dosis 150 kg ha-1
= × 150 kg ha-1
. .
= 0.00075 kg ha-1
= 0.75 g/pot
12. Kebutuhan pupuk KCl keseluruhan, dosis 150 kg ha-1
17