Oleh
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.P)
di Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan
Jurusan Pertanian
Oleh
ii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
PENGARUH SUHU PENYANGRAIAN TERHADAP
RENDEMEN, KADAR AIR, DAN WARNA BIJI
KOPI ARABIKA (Coffea arabica L var. typica)
Mengesahkan,
Tim Penguji
iii
SURAT PERNYATAAN
iv
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Dibuat di : Jember
Pada Tanggal : 3 Februari 2021
Yang menyatakan,
v
MOTTO
“I'd rather be hated for who I am, than loved for who I am not” (Kurt Cobain)
vi
PERSEMBAHAN
vii
PENGARUH SUHU PENYANGRAIAN TERHADAP RENDEMEN,
KADAR AIR,DAN WARNA BIJI KOPI ARABIKA
(Coffea arabica L var. typica)
ABSTRAK
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji kopi.
Apabila biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, tekstur, kadar air dan
struktur kimia, maka proses penyangraian akan relatif lebih mudah untuk
dikendalikan. Kegiatan ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagimana pengaruh
suhu terhadap rendemen, kadar air dan warna biji kopi arabika selama proses
penyangraian. Kegiatan ini dilakukan di Lab. Pengolahan Hasil Tanaman
Perkebunan dan Lab. Analisa Pangan Politeknik Negeri Jember menggunakan
metode deskriptif dengan parameter 1) Rendemen; 2) Kadar Air dan 3) Warna.
Perlakuaan penyangraian yang digunakan adalah suhu awal masuk biji kopi ke
mesin sangrai yaitu P1 suhu 160oC, P2 suhu 190oC, dan P3 suhu 210oC dengan
waktu sangrai 9 menit. Hasil yang didapat dari kegiatan penyangraian ini adalah
P1 rendemen 86,27 %; kadar air 1,28 %; nilai L 25,59. P2 rendemen 81,87 %;
kadar air 0,57 %; nilai L 17,19. P3 rendemen 74,13 %; kadar air 0,63 %; nilai L
11,12. Berdasarkan hasil tersebut perlakuan suhu yang terbaik adalah P1 dengan
suhu penyangraian 160oC dengan lama waktu penyangraian 9 menit.
viii
RINGKASAN
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji
kopi. Apabila biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, tekstur, kadar air
dan struktur kimia, maka proses penyangraian akan relatif lebih mudah untuk
dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi memiliki perbedaan yang sangat besar,
sehingga proses penyangraian merupakan seni dan memerlukan keterampilan dan
pengalaman sebagaimana permintaan konsumen. Kegiatan ilmiah ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu penyangraian terhadap rendemen,
kadar air dan watna biji kopi arabika selama penyangraian.
Kegiatan ilmiah ini dilakukan di Lab. Pengolahan Hasil Tanaman
Perkebunan dan Lab. Analisa Pangan Politeknik Negeri Jember menggunakan
metode deskriptif dengan parameter 1) Rendemen; 2) Kadar Air; 3) Warna.
Perlakuaan penyangraian yang digunakan adalah suhu awal masuk biji kopi ke
mesin sangrai yaitu P1 suhu 160oC, P2 suhu 190oC, dan P3 suhu 210oC dengan
waktu sangrai 9 menit.
Hasil yang didapat dari kegiatan penyangraian ini adalah P1 suhu 160oC
rendemen 86,27 %; kadar air 1,28 %; nilai L 25,59. P2 suhu 190oC rendemen
81,87 %; kadar air 0,57 %; nilai L 17,19. P3 suhu 210oC rendemen 74,13 %;
kadar air 0,63 %; nilai L 11,12. Hasil terbaik didapatkan pada P1 dengan suhu
awal 160oC.
ix
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas berkah, rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Suhu Penyangraian Terhadap Rendemen, Kadar Air, dan Warna Biji Kopi
Arabika (Coffea Arabica L Var. Typica)” dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan laporan Tugas Akhir ini penulis lakukan dengan bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Direktur Politeknik Negeri Jember.
2. Ketua Jurusan Produksi Pertanian Politeknik Negeri Jember.
3. Ketua Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan Politeknik Negeri
Jember.
4. Ir. Usken Fisdiana, M.ST selaku dosen pembimbing.
5. Ir. Dian Hartatie, M.P selaku Ketua Penguji.
6. Irma Harlianingtyas, S.Si, M.Si selaku anggota Penguji.
7. Teman-teman PTP angkatan 2017 dan semua pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan kegiatan dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan
laporan akhir ini.
Penulis menyadari, bahwa laporan akhir ini masih jauh dari sempurna,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
RINGKASAN ...................................................................................................... ix
PRAKATA ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv
xi
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ................................................................ 13
3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................. 13
3.2.1 Alat................................................................................................ 13
3.2.2 Bahan ............................................................................................ 13
3.3 Metode Kegiatan ............................................................................ 13
3.4 Pelaksanaan Kegiatan ................................................................... 14
3.4.1 Proses Penyangraian ...................................................................... 14
3.5 Parameter Pengamatan ................................................................. 15
LAMPIRAN ........................................................................................................ 24
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Standart Mutu Kopi Berdasarkan Nilai Cacat .................................................. 7
2.2 Syarat Umum Kopi Bubuk ............................................................................... 9
4.1 Rata-rata Hasil Analisa Biji Kopi Arabika Sangrai ....................................... 16
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Digi Nor-Digital Moisture .............................................................................. 15
3.2 Oven Lab Analisa Pangan .............................................................................. 15
3.3 Brightness and Colorimeter Hunter ................................................................ 16
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Dokumentasi Kegiatan ..................................................................................... 25
2.Hasil Analisa Kadar Air Laboratorium Analisis Pangan ................................... 28
3.Hasil Analisa Warna Laboratorium Analisis Pangan......................................... 29
4. Roasting Log P1 ............................................................................................... 30
5. Roasting Log P2 ............................................................................................... 31
6. Roasting Log P3 ............................................................................................... 32
xv
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
minuman akan diolah. Pengolahan biji kopi terbagi menjadi dua jenis, yaitu
pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Pengolahan sekunder berupa proses
pemanggangan, pendinginan, penggilingan dan pengemasan (Mulato, Widyotomo
dan Suharyanto, 2010)
Proses pemanggangan merupakan proses pembentukan rasa dan aroma biji
kopi. Jika ukuran, tekstur, kadar air, dan struktur kimiawi biji kopi seragam,
proses pemanggangan relatif mudah dikendalikan. Padahal biji kopi sangat
berbeda, sehingga proses pemanggangan merupakan seni yang membutuhkan
keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan oleh konsumen (Nugroho,
Lumbanbatu dan Rahayoe, 2009).
Pemanggangan adalah proses pemrosesan sekunder yang penting. Dalam
proses pemanggangan biasanya temperatur yang digunakan adalah 190°C-205°C,
dan waktu pemanggangan 7-30 menit. Ini akan menghasilkan warna kopi sangrai
ringan pada suhu 190°C-195°C, warna sedang pada suhu 200°C-205°C, dan
warna gelap pada suhu di atas 205 ° C. Namun bedanya antar penyangraian adalah
bahwa suhu penyangraian yang digunakan juga akan mempengaruhi suhu
penyangraian yang digunakan (PUSLITKOKA, 2016).
Penyangraian kopi robusta dari kelompok tani Sinar Tani, desa Suci,
kecamatan Panti, kabupaten Jember menurut Fisdiana dan Fitriyadi (2018) yang
terbaik ada pada waktu 9 menit dan dengan suhu 190⁰C dengan tingkat rendemen
87,14% ; Kadar Air 1,06%; dan Warna L 23,80 (medium roast).
Menurut Purnamayanti, Gunadnya and Arda (2017) suhu penyangraian
pada taraf kenaikan 15°C tidak berpengaruh signifikan terhadap warna dan kadar
air pada kopi arabika khususnya arabika kintamani. Dengan demikian diperlukan
penelitian lebih lanjut tentang pengaruh suhu penyangraian terhadap perubahan
rendemen, kadar air, dan warna kopi arabika pada taraf kenaikan suhu yang
berbeda.
3
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat rendemen, kadar air, dan perubahan warna biji kopi arabika setelah
penyangraian dengan tingkatan suhu yang berbeda.
1.4 Manfaat
a. Bagi pelaksana
Untuk menambah pengetahuan tentang proses penyangraian pada kopi
yang tepat dan benar sesuai suhu dan lama penyangraiannya.
b. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perubahan rendemen,
kadar air dan warna biji kopi arabika setelah disangrai dengan tingkatan
suhu yang berbeda.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4
5
dan Danarti 2012). Kulit biji atau endocarp yang keras biasa disebut sebagai kulit
tanduk.
Bentuk biji kopi Arabika agak memanjang, bidang cembung tidak terlalu
tinggi. Bagian ujung biji lebih mengkilap, tetapi jika dikeringkan berlebihan akan
terlihat retak atau pecah. Celah tengah (center cut) di bagian datar (perut) tidak
lurus memanjang ke bawah, tetapi berlekuk. Biji yang sudah dipanggang
(roasting) pada bagian celah tengah terlihat putih (Panggabean, 2011).
menggunakan bantuan alat huller. Sedangkan pada pengolahan cara basah biji
kopi yang telah disortasi langsung dilakukan hulling dengan bantuan air mengalir.
Biji kopi yang telah terpisah dengan kulit buahnya baru dilakukan pengeringan.
Pengeringan dapat dilakukan secara mekanis ataupun menggunkan sinar matahri
secara langsung (PTPN XII, 2013). Adapun standart mutu kopi berdasarkan nilai
cacat menurut BSN SNI nomor 01-2907-2008 adalah seperti tabel berikut.
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum
adalah antara 195 sampai 205o C.
c. Tingkat sangrai
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung
pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai adalah
sebagai berikut : Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat
muda), Suhu 200 – 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak
gelap) dan Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap(warna coklat tua
cenderung agak hitam). d. Pencampuran
Mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, kopi bubuk bisa diperoleh dari
campuran berbagai jenis kopi atas dasar jenisnya (Arabika, Robusta, Exelsa dll),
jenis proses yang digunakan (proses kering, semi-basah, basah), dan asal bahan
baku (ketinggian, tanah dan agroklimat). Pencampuran dilakukan dengan alat
pencampur putar tipe hexagonal.
e. Penghalusan biji kopi sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk
mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk
citarasa dan senyawa penyegar mudah larut saat diseduh ke dalam air panas.
f. Pengemasan
Biji kopi sangrai atau kopi bubuk dikemas dalam kemasan aluminium foil
dan dipress panas. Kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk atau kopi sangrai
akan terjaga dengan baik pada kemasan vakum supaya kandungan oksigen di
dalam kemasan minimal. Untuk mempermudah pemasaran dan distribusi ke
konsumen, kemasan kopi bubuk atas dasar jenis mutu, ukuran kemasan dan
bentuk kemasan dimasukkan dan dimuat di dalam kardus (karton). Kardus diberi
nama perusahan, merek dagang dan label produksi yang jelas. Tumpukan kardus
kemudian disimpan di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan dan ventilasi
yang cukup. Syarat umum kopi bubuk dapat dilihat pada tabel 2.2.
9
2.3 Penyangraian
Penyangraian adalah operasi unit kunci dalam mengubah biji kopi hijau
menjadi kopi sangrai yang nikmat. Ini adalah jantung dan jiwa dari setiap operasi
pembuatan kopi. Proses penyangraian merupakan proses di mana rasa tercipta dan
sifat fisik biji ditentukan. Penyangraian umumnya didefinisikan sebagai perlakuan
panas kering. Lebih khusus lagi, penyangraian biji kopi dengan udara panas
adalah proses termal tradisional dengan tujuan utama untuk menghasilkan kopi
sangrai dengan rasa yang diinginkan, tetapi juga untuk menghasilkan warna gelap
dan tekstur rapuh berpori yang siap untuk digiling dan diekstraksi. Selama
penyangraian, biji kopi terkena udara panas. Suhu produk yang meningkat
menyebabkan reaksi kimia yang ekstensif, dehidrasi, dan perubahan besar pada
mikrostruktur (Folmer et al., 2017).
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan
berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
10
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh
roast suhu yang digunakan 193°C sampai 199°C, medium roast suhu yang
digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Ligh
roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%
(Ridwansyah, 2003).
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang
akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem
klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika
pecah.
Tahapan roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian
100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis
terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak
10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit (Ridwansyah, 2003).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, terjadi
seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi
karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi.
Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang
sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel
atau pori-pori kopi (Ridwansyah, 2003).
Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas
yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam
sel atau pori-pori kopi (Buffo dan Cardelli-Freire, 2004). Penguapan air terjadi
pada fase endotermik dimana biji kopi menyerap panas dari drum sangrai yang
pada akhirnya menguapkan air bebas yang ada pada biji kopi (Choo, 2019).
Senyawa volatile terbentuk karena proses pencoklatan gula yang kompleks yang
disebabkan oleh perubahan gula reduksi yang dipercepat oleh asam amino (Choo,
2019). Karamelisasi karbohidrat terjadi karena pada suhu banyak reaksi yang
terjadi & mengandalkan satu sama lain sekaligus, reaksi yang terjadi antara lain
maillard + First crack + gula yang terkaramelisasi + degradasi asam organik +
pirolisis dan menghasilkan warna dan aroma biji kopi seperti roti panggang
11
(Choo, 2019). Serat kasar pada biji kopi merupakan senyawa kimia non volatile
yang berupa selulosa, penurunan serat kasar terjadi akibat dari swelling dimana
gas CO2 yang dihasilkan selama proses penyangraian mengisi ruang sel atau pori
pori kopi (Buffo dan Cardelli-Freire, 2004). Protein merupakan asam amino yang
terikat. Denaturasi protein merupakan proses pemecahan protein yang terjadi
akibat dari panas yang diserap oleh biji kopi pada saat penyangraian (Folmer et
al., 2017).
2.5 Rendemen
Menurut Mulato et al., (2010), Rendemen adalah perbandingan antara
berat kopi sangrai dibandingkan dengan berat kopi beras. Selama proses
penyangraian, berat biji kopi menyusut karena penguapan air dan senyawa-
senyawa volatil serta pelepasan kulit ari. Bersamaan dengan penguapan air,
beberapa senyawa volatil yang terkandung dalam biji kopi seperti aldehid,
12
furfural, keton, alcohol dan ester ikut teruapkan. Penentuan rendemen dapat
menggunakan rumus :
Rendemen = x 100 %
2.6 Warna
Warna merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pada saat
penyangraian biji kopi untuk menentukan tingkat sangrai yang diinginkan, ada 3
tingkatan warna sangrai kopi yang umum digunakan yaitu Light, Medium, Dark
(Choo, 2019). Tingkatan warna sangrai ini berpengaruh pada kenampakan fisik,
aroma, serta citarasa yang dihasilkan. Pengukuran warna dapat dilakukan dengan
menggunakan Brightness and Colorimeter Hunter yang ada di laboratorium
ataupun menggunakan color track khusus kopi sangrai.
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
13
14
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada kegitan ilmiah.
b. Setelah alat dan bahan sudah siap, menimbang green bean untuk menentukan
berat basahnya sebelum dimasukkan kedalam alat sangrai.
c. Sebelum mengukur kadar air dan densitas kamba, alat sangrai dipanaskan
terlebih dahulu sampai suhu P1 160oC, P2 190oC, P3 210oC.
d. Setelah alat sangrai dipanaskan, dilanjutkan dengan mengukur kadar air dan
densitas kamba. Pengukuran kadar air menggunakan Digi Nor-Digital
Moisture. Pengukuran densitas kamba dilkukan dengn cara mengisikan biji
kopi kedalm gelas ukur kapasitas 1 liter sampi penuh. Kemudian biji kopi
yang telah di masukkan ke dalam gelas ukur ditimbang beratnya
menggunakan ukuran gram dan hasilnya 654gr/L.
e. Setelah alat sangrai mencapai suhu yang ditentukan, lalu green bean
dimasukkan ke dalam alat sangrai tersebut.
f. Penyangraian green bean dilakukan dengan suhu P1 160oC, P2 190oC dan P3
210oC dengan masing masing perlakuan menggunakan waktu 9 menit dengan
airflow dibuka pada angka 4. Pada P2 dan P3 airflow dibuka penuh pada
menit ke 7 dan menit ke 6.
g. Setelah green bean mencapai waktu yang ditentukan, green bean dikeluarkan
dan dihamparkan di agitator (tempat pendingin) yang ada pada alat sangari
agar tidak over roast.
h. Setelah selesai proses pendinginan, roast bean ditimbang lagi untuk
mengetahui berat keringnya (untuk menentukan rrendemen).
i. Lalu mengambil sampel roast bean sebanyak 80gr (40gr untuk analisa kadar
air dan 40gr untuk analisa warna roast bean).
j. Roast bean yang telah di ambil sampel lalu disimpan menggunakan plastik
kedap udara.
k. Proses di atas diulang sebanyak 3 kali tiap perlakuan.
l. Sampel dibawa ke Laboratorium Analisa Pangan utnuk dianalisa kadar air
dan warnanya.
15
b. Rendemen
Menurut Mulato, Widyotomo and Suharyanto, (2010) rendemen
merupakan perbandingan berat biji kopi sesudah dan sebelum penyangraian
dengan rumus hitung sebagai berikut ː
16
Rendemen = x 100%
Keterangan :
Berat akhir = berat green bean setelah sangrai
Berat awal = berat green bean sebelum sangrai
c. Warna
Analisis warna dilakukan di Laboratorium Analisa Pangan dengan
menggunakan alat Brightnest and Colorimeter Hunter, seperti yang terlihat pada
gambar 3.3 di bawah ini.
4.1 Hasil
Kegiatan ilmiah ini dilakukan menggunakan alat tipe rotari secara tertutup
(Nor Coffee Roaster) dengan kapasitas 500 gr. Biji kopi diberi perlakuan pada
suhu penyangraiannya dengan menggunakan suhu masuk 160oC, 190oC, dan
210oC selama 9 menit. Kadar air biji kopi sebelum penyangraian P1 dan P2
12,8% dan P3 13% diukur menggunakan alat Digi Nor-Digital Moisture diulang
sebanyak 9 kali. Biji kopi yang digunakan adalah Arabika Ijen dengan densitas
kamba 654 gr/liter. Hasil analisa dari Laboratorium Analisis Pangan Politeknik
Negeri Jember dari semua parameter tersaji pada tabel 4.1 di bawah ini.
4.2 Pembahasan
Proses pengolahan kopi sekunder merupakan pengolahan lanjutan dari
pengolahan primer, pada pengolahan sekunder terdapat tahapan yang paling
penting yaitu penyangraian. Penyangraian ini penting karena pada tahap ini biji
kopi akan membentuk rasa dan aroma. Pada proses penyangraian biji kopi akan
kehilangan berat yang cukup signifikan karena penguapan kadar air yang ada pada
biji kopi. Penguapan kadar air ini disebabkan oleh perpindahan panas dari silinder
sangrai ke biji kopi (Ridwansyah, 2003).
Biji kopi yang sudah di sangrai lebih mudah mengalami perubahan aroma
dan kadar air. Sering kita jumpai kopi sangrai yang disimpan pada tempat yang
17
18
tidak kedap udara dalam beberapa hari aromanya akan menghilang, ini disebabkan
karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi (Lestari, 2016 dalam
Fisdiana dan Fitriyadi, 2018).
Kadar air pada kopi sangrai perlu untuk diketahui karena kadar air inilah
yang mempengaruhi aroma, tekstur serta citarasanya. Tabel 4.1 menunjukkan
perubahan kadar air yang terjadi pada proses penyangraian dengan menggunakan
suhu masuk yang berbeda. Pada suhu 190oC didapat kadar air 1,28%, suhu 190oC
0,57%, dan suhu 210oC 0,63% dari kadar air awal 12,8%. Perubahan kadar air ini
disebabkan karena pada proses penyangrain terdapat 3 fase yang terdiri dari fase
dehidrasi, maillard dan fase development. Fase dehidrasi ini merupakan fase
dimana biji kopi menyerap panas dari drum alat sangrai dan mendorong
kelembaban keluar dari biji kopi. Suhu awal yang digunakan membantu
menetapkan laju reaksi dari lingkungan pembakaran untuk memanggang. Pada
fase dehidrasi terdapat istilah turning point dimana pada fase ini biji kopi mulai
memanas, suhu naik, dan kadar air pada biji kopi dipaksa untuk menguap.
Penurunan kadar air pada proses penyangraian berkaitan dengan cepat rambat air
(difusi) di dalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji
kopi, kecepatan penguapan air menurun karena posisi molekul air terletak makin
jauh dari permukaan biji (Sivetz dan Foote, 1973 dalam Purnamayanti, Gunadnya
dan Arda 2017). Dengan diuapkannya kadar air dalam biji kopi membuat biji kopi
menjadi kering. Kadar air pada biji kopi sangrai dapat mempengaruhi citarasa
yang dihasilkan. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi daya tahan terhadap
mikroorganisme, semakin rendah kadar air membuat biji kopi sangrai lebih tahan
terhadap serangan mikroorganisme selama penyimpanan. Naiknya kadar air pada
P3 disebabkan karena kadar air awal dari P3 lebih tinggi yaitu 13 % daripada
kadar air awal P2 dan P1 yang mempunyai kadar air awal 12,8% dan 12,8%, hal
tersebut menyebabkan kadar air dari P3 menjadi lebih tinggi setelah dianalisa.
Selain karena perbedaan kadar air awal, pada saat penyangraian biji kopi P3 juga
menghasilkan/ mengeluarkan minyak, yang mana dengan adanya minyak
dipermukaan biji kemungkinan air terserap kembali oleh biji kopi sangrai saat
penyimpanan.
19
pada suhu 190oC biji kopi menjadi kuning pada menit ke 4 dan pada suhu 210oC
biji kopi menjadi kuning pada menit ke 3. Setelah kuning biji kopi yang disangrai
memasuki fase Bread dimana pada fase ini biji kopi mengalami proses
pencoklatan. Setelah pencoklatan biji kopi memasuki fase fisrt crack, fase
terjadinya biji kopi melepas panas dimana sebelumnya biji kopi menyerap panas
secara maksimal dan akhirnya dilepaskan kembali pada fase first crack ini (fase
eksotermik) (Choo, 2019). Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin
cepat biji kopi mencapai fase ini. Fase ini tidak terlepas dari densitas yang
digunakan dimana jika densitas <700 gram/liter membutuhkan energy panas yang
sedikit menuju first crack sedangkan jika densitas >700 gram/liter membutuhkan
energi panas yang lebih menuju fisrt crack. Semakin lama penyangraian setelah
fisrt crack menjadikan warna biji kopi menjadi semakin gelap.
Hasil kegiatan ilmiah penyangraian kopi arabika dengan variasi suhu ini
menurut penulis terdapat satu perlakuan terbaik yaitu P1 dengan suhu 160oC
dengan kadar air 1,28%, berat rendemen 86,27 %, dan nilai L 25,59. Menurut
Effendi Choo (2019) nilai L 25,59 masuk dalam kategori medium to dark. Penulis
memilih P1 dikarenakan medium to dark merupakan tipe sangrai terbaik dengan
berdasarkan pada densitas yang dimiliki biji kopi tersebut.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan penyangraian kopi arabika, dapat disimpulkan bahwa
suhu pada proses penyangraian mempengaruhi perubahan rendemen, kadar air,
dan warna pada biji kopi arabika. Dengan hasil perlakuan terbaik menggunakan
suhu 160oC didapatkan rendemen 86,27% Kadar air 1,28% dan Nilai Warna L
25,59 dengan tipe sangrai medium to dark.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil kegiatan penyangraian kopi arabika, saran yang dapat
diberikan yaitu:
a. Penggunaan suhu perlu diperhatikan untuk tidak terlalu tinggi. Suhu yang
terlalu tinggi menyebabkan penurunan kualitas roast bean.
b. Perlu dilakukan pengukuran densitas kamba pada kopi sangrai (roast bean)
21
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2016 . Syarat Umum dan Khusus Kopi beras
dan sangrai (Online). http://bsn.go.id/. [1 Juli 2020].
Folmer, B., et al. 2017. The Craft And Science Of Coffee. Elsevier.
Mulato, S., Widyotomo, S., & Suharyanto, E. 2010. Teknologi Proses dan
Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi Dan
Kakao, Jember.
Najiyati, & Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta.
22
23
24
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan tugas akhir
25
26
28
Lampiran 3. Hasil Analisa Warna Laboratorium Analisis Pangan
29
Lampiran 4. Roasting Log P1
30
Lampiran 5. Roasting Log P2
31
Lampiran 6. Roasting Log P3
32