PRAKTIKUM
METALOGRAFI &
HEAT TREATMENT
Dosen Pengampu: Vina Nanda Garjati, S.T., M.T.
PENDAHULUAN
Metalografi didefinisikan sebagai pengamatan bentuk dan struktur dari material, dengan
tujuan untuk kontrol kualitas material. Metalografi secara umum dibagi menjadi:
• Pengamatan Makroskopi; pengamatan dengan perbesaran 10X - 30X atau kurang.
• Pengamatan Mikroskopi; pengamatan dengan perbesaran lebih dari 30X. Perbesarannya
tergantung sifat struktur yang akan diamati. Pengamatan dapat dilakukan dengan:
➢ Mikroskop optik (sampai 1000X),
➢ Scanning Electron Microscope (SEM) (sampai 50000X), atau
➢ Transmission Electron Microscope (sampai 500000X).
Tujuan umum penggunaan mikroskop optik adalah untuk mengamati susunan geometri dari
butir dan fasa pada material. Hasil pengamatan pada umumnya dibuat foto struktur mikro dengan
angka perbesaran yang selalu dicantumkan pada pojok kanan bawah foto atau dengan keterangan
perbesaran, misal 100X, dsb.
Pengamatan struktur mikro material sangat penting karena erat hubungannya dengan sifat
mekanis material. Sebagai contoh, A menunjukkan fasa dan struktur butir yang lebih homogen
dan halus dari material B, dapat diantisipasi material A akan menunjukkan sifat pada temperatur
ruang yang lebih tinggi dari material B.
MODUL I
PREPARASI/PERSIAPAN SAMPEL (MOUNTING, AMPLAS, POLES, DAN ETSA)
I.1 PERSIAPAN SAMPEL METALOGRAFI
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang
akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya
dapat berupa:
1. Resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan
castable resin lebih mudah dan alat yang digunaskan lebih sederhana dibandingkan
bakelit karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable
resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (bersifat lunak), sehingga kurang
cocok untuk material – material yang keras.
2. Thermosetting mounting dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam, membutuhkan alat khusus karena
membutuhkan aplikasi tekanan (± 4200 lb/in2) dan panas (± 149oC) pada mold saat
mounting.
Resin+hardener
Sampel
Tabel 1.1 Ukuran grit pada pengamplasan pertama dengan alat potong yang berbeda
Ukuran kertas amplas (grit) untuk
Jenis alat potong pengamplasan pertama
Gergaji pita 60 – 120
Gergaji abrasif 120 – 240
Gergaji kawat/intan kecepatan
rendah 320 – 400
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Dalam hal ini
air berfungsi sebagai pemindah geram dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal
lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah
yang baru adalah 45o atau 90o terhadap arah sebelumnya dengan tujuan menghilangkan goresan
pada tahap sebelumnya.
I.3.3 PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pasang kertas amplas pada mesinnya
2. Nyalakan mesin pada kecepatan rendah, kemudian tuangkan air pada
permukaan kertas amplas secara kontinyu
3. Pegang erat sampel, kemudian letakkan sampel pada permukaan kertas
amplas
4. Tambah kecepatan putaran sesuai kebutuhan
5. Ubah arah pengamplasan 45o atau 90o terhadap arah sebelumnya
6. Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga diperoleh
permukaan yang halus dan rata.
I.4 PEMOLESAN/POLISHING
I.4.1 TUJUAN PERCOBAAN
Pemolesan bertujuan untuk mendaptkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat
seperti kaca tanpa gores.
Semua prosedur persiapan sample di atas dilakukan untuk sample metalografi dan sample
Perlakuan panas yang diberikan pasa setiap peserta.
I.5 ETSA
I.5.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optik
setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel.
2. Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar
Keterangan:
1. Hindari waktu etsa yang terlalu lama (umumnya sekitar 4 – 30 detik).
2. Setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan
dengan hair dryer
Sebagai contoh, beberapa enis zat etsa yang biasa digunakan pada berbagai logam dan
paduannya, adalah sebagai berikut:
I.5.3 ALAT DAN BAHAN
I.5.3.1 Alat
1. Blower/dryer
2. Cawan gelas dan pipet.
3. Alat elektro-etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif)
I.5.3.2 Bahan
1. Zat etsa: FeCl3, Nital 2 %, HF 0.5 %, dan asam oksalat (H2C2O4) 15 g/100ml air.
2. Air, alkohol, tissue.
II.2.2 MIKROSTRUKTUR
II.2.2.1Mikrostruktur Baja Karbon
Struktur yang terdapat pada material adalah tergantung pada komposisi unsur-unsur
pembentuk, yang dapat dilihat dari diagram fasa. Berbagai fasa pada diagram fasa Fe-Fe3C dapat
diterangkan sebagai berikut:
➢ Ferrit (α) memiliki kelarutan karbon maksimal 0,022%, amat lunak.
➢ Austenite (γ) kelarutan karbon dalam baja yang terdapat pada suhu tinggi dan mengadung
karbon maksimal 2,11%.
➢ Cementite (Fe3C) suatu senyawa karbon dan baja dengan kadar karbon lebih dari 6.7%
o Pearlite (α+ Fe3C) fasa campuran dengan kadar karbon 0,77%.
Baja didefinisikan sebagai material ferrous dengan kadar karbon kurang dari 2,14%. Baja
karbon dibagi menjadi 2 yaitu, baja hipoeutektoid dan baja hipereutektoid, dengan kadar karbon
0,8% sebagai batas. Pada kadar karbon 0,8% akan terbentuk fasa perlit, yaitu fasa yang terbentuk
lamel-lamel yang merupakan paduan antara ferit sebagai matriksnya dan sementit sabagai
lamelnya. Fasa sementit merupakan fasa yang terbentuk dengan kadar karbon maksimum 6,67%.
Sementara ferit pada kadar karbon maksimum 0,02%.
Gambar. 1. Diagram Fasa Fe-Fe3C (Sumber: W.D Callister, 7th edition book)
Fasa yang ada pada temperatur ruang pada diagram tersebut didapat dengan metode
pendinginan kontinyu yang amat lambat, struktur yang terbentuk adalah struktur stabil. Fasa yang
didapat dengan pendinginan yang tidak kontinyu, akan mendapatkan struktur yang metastabil
seperti martensit atau bainit.
II.2.2.1.1 Mikrostruktur Baja Karbon hasil perlakuan panas
Perlakuan panas adalah rangkaian siklus pemanasan dan pendinginan terhadap material logam
dalam keadaan padat, yang bertujuan untuk menghasilkan sifat-sifat (mekanis, fisik, dan kimia)
yang diinginkan. Dasar dari perlakua panas baja adalah transformasi fasa dan dekomposisi
austenit. Ada beberapa macam proses perlakuan panas yaitu annealing, spheroidisasi,
normalisasi, tempering, dan quenching. Masing-masing memiliki proses maupu media pendingin
yang berbeda. Dasar dari transformasi fasa pada heat treatment adalah diagram TTT
(Transformation Temperature Time) dan CCT (Continuous Cooling Transformation). Perlakuan
panas ini akan menyebabkan pembentukan fasa martensit dan bainit.
Perlakuan permukaan adalah suatu perlakuan yang menghasilkan terbentuknya kulit
lapisan pada permukaan logam dimana lapisan tersebut memiliki sifat-sifat lebih baik
dibandingkan dengan bagian dalam logam. Beberapa contoh kasus perlakuan permukaan yaitu
karburisasi, nitridisasi, sianidisasi, karbonitridisasi, flame hardening, dan induction hardening.
Sampel yang digunakan di sini merupakan hasil karburisasi dimana terjadi difusi karbon ke dalam
permukaan logam Fe akibat reaksi dekomposisi:
CO ↔ CO2 + C(Fe)
Besi tuang kelabu; dimana semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk flake.
Besi tuang nodular; dimana semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk spheroidal.
Bentuk spheroidal ini terjadi akibat adanya penambahan elemen paduan khusus yang
dikenal sebagai nodulizer.
Gambar 2.3 Diagram skematis menunjukkan lima daerah pada baja yang dilas
a b c
Gambar 2 Baja AISI 1008 hasil cold roll, a) reduksi 10%, b) 50%, c) 60%, 4% natal, 250X
struktur ferit dan sejumlah kecil perlit
a b
Gambar 3 Baja Karbon rendah (0,1% C) setelah a) cold rolling 90%, dianil selama 7 menit pada 550 oC,
rekristalisasi 40%, dan b) dianil 14,5 menit pada 550 oC, rekristalisasi 80%, nital, 1000x
a. Chart Method
b. Counting Method
Merupakan pengukuran / perhitungan dari parameter metalografi secara langsung.
Contoh metalografi kuantitatif manual secara umum adalah penentuan jumla grain size,
(n). Grain size number dapat ditemukan dari persamaan berikut:
n = 2G-1
Tabel 2.2 ASTM Grain Sizes (Tabel yang lengkap dapat dilihat dalam ASTM E112)
Grain Size Number Grain/in2 pada 100x
1 1.0
2 2.0
3 4.0
4 8.0
5 16.0
6 32.0
.
MODUL III
HEAT TREATMENT
III.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta
mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.
Kekerasan adalah salah satu faktor yang penting dalam mendesain suatu material maka
akan lebih ekonomis apabila spesifikasi material didasarkan atas perlakuan panas material
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengujian yang dapat memprediksikan
kemampukerasan dari material tersebut. Pada baja, pendinginan yang cepat dari fasa austenit
menghasilkan fasa martensit yang tinggi kekerasannya. Kemampuan baja untuk menghasilkan
fasa martensit diseluruh bagian produk disebut sebagai kemampukerasan baja. Semakin besar
persentase martensit pada logam, semakin besar kemampukerasan material tersebut. Baja dengan
paduan C, Cr, Mo, V, dan Cr akan mempertinggi kemampukerasan baja. Bahan dengan
kemampukerasan tinggi, memiliki 100% fasa martensit pada pendinginan cepat.
Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan
kekerasan makin turun . Penambahan kadar karbon atau paduan atau bertambah besarnya ukuran
butir akan menyebabkan grafik bergeser ke kanan sehingga memudahkan pembentukan struktur
martensit. Pergeseran grafik ke kanan juga menggambarkan sifat kemampukerasan
bahan/tersebut. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur:
a. Bainit bawah; struktur seperti jarum, mirip martensit
b. Bainit atas; struktur seperti perlit dengan sifat lapisan yang lebih halus
c. Perlit halus; struktur perlit yang halus dengan lapisan ferit dan sementit
d. Perlit kasar; struktur sama dengan perlit halus namum lamel lebih kasar dan kekerasan lebih
rendah.