Nabi Adam Pun Iri Dengan Taubatnya Umat Nabi Muhammad
Nabi Adam Pun Iri Dengan Taubatnya Umat Nabi Muhammad
Ketiga, lanjut Nabi Adam, setelah aku durhaka kepada Allah SWT, maka
Dia langsung memisahkan aku dengan isteriku. Tetapi tidak untuk umat
Muhammad. Mereka berbuat durhaka, sementara Allah SWT tidak
memisahkan isteri mereka.
Lalu, ada kisah lain disabdakan langsung oleh Rasulullah SAW. Kata Nabi
SAW kisah ini terjadi di zaman Bani Israil. Demikian Imam Al-Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Sa’id bin Malik bin
Sinan r.a. Intinya Nabi pernah bercerita, bahwa pada zaman dahulu, di
zaman orang-orang sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah
membunuh 99 orang.
Dia kemudian galau dan bertanya, ingin mencari orang yang paling alim
di muka bumi, lalu ditunjukkan kepadanya tentang seorang rahib
(pendeta, ahli ibadah). Maka dia bergegas mendatangi rahib tersebut
lalu mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 99 jiwa.
“Apakah masih ada pintu taubat bagi saya?,” tanyanya.
Ahli ibadah itu berkata: “Tidak. Tidak ada pintu taubat bagi pembunuh
99 orang.”
Mendengar jawaban rahib ini, seketika laki-laki itu muntap, marah dan
membunuhnya. Maka dia pun menggenapi korban pembunuhannya
menjadi 100 jiwa.
Orang alim itu berkata: “Ya. Siapa yang menghalangi dia dari taubatnya?
Pergilah ke daerah ini dan ini. Karena sesungguhnya di sana ada orang-
orang yang senantiasa beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu
kepada Allah bersama mereka. Dan jangan kamu kembali ke negerimu,
karena negerimu itu adalah negeri yang buruk, negeri orang jahat.”
Tanpa payah Jibril menghadap lagi. Kali ketiga berjumpa Nabi, Jibril
mengatakan Allah akan menerima taubat umat Muhammad sehari
sebelum meninggal dunia. Sebagai Nabi yang sangat menyayangi umat,
Baginda masih menaruh harapan agar Allah melonggarkan syarat taubat
bagi umatnya. Nabi meminta Jibril menghadap Allah lagi. Pada kali
keempat, Jibril menemui Nabi dan mengatakan Allah bersedia menerima
taubat umatnya selagi nyawanya belum sampai tenggorokan.
***
Hijrah bisa berarti meninggalkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-
Nya. Maka, orang yang bertaubat dari kemaksiatan yang telah lalu
berarti dia telah berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah
dan Rasul-Nya. Demi taubat, jika perlu dilakukan hijrah secara fisik.
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai
ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: An-Nisa
4 ayat 100)
Ketiga, perlu diingat bahwasanya lingkungan yang baik dan bergaul
dengan orang shalih akan menambah iman seseorang. Sedangkan segala
kerusakan, petaka dan penyimpangan, tumbuhnya tidak lain karena
adanya dukungan termasuk lingkungan. Dengan demikian, menjadi wajib
bagi seseorang untuk membuat lingkungannya benar, jika tidak lebih
baik hijrah. Semoga kita bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah
ini. Waallahu’alam bish-shawab. (Mokhammad Kaiyis berbagai sumber)