Anda di halaman 1dari 9

Tanya:

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya ingin bertanya bagaimana seandainya ada


orang yang sudah sangat berdosa dia sudah mencuri berkali-kali, sedangkan dia sangat menyesal
atas perbuatannya selama ini dan sangat ingin bertobat dan juga ingin mengganti harta yang dia curi
serta mensucikan dirinya tapi dia sekarang masih belum mampu mengganti harta yang ia curi karena
masih belum bekerja (kuliah).
Pertanyaan saya APA YANG HARUS DIA LAKUKAN dan apakah IBADAHnya diterima-Nya? Tolonglah,
saya harapkan segera jawaban dari Ust. Ahmad Sarwat, Lc. sebelum ajal menjemput karena saya
harus segera bertobat. Syukron Katsiron. Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jawab:
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yang paling utama dalam bertaubat adalah [1]
menyesali perbuatan, [2] memohon ampun kepada Allah dan [3] bertekad kuat tidak
mengulanginya. [4] meminta keridhaan orang lain yang kita rugikan. Yang keempat ini bila suatu
dosa terkait dengan hak-hak orang lain. Meski tidak mampu menggantinya, paling tidak sudah ada
tekad dan niat untuk menggantinya. Paling tidak siap menanggung hukuman atas kesalahannya
kepada orang lain. Penyesalan yang dilakukan hendaknya didasari oleh perenungan yang mendalam
dan membekas di dalam hati. Bukan sekedar keinginan sesaat yang kemudian sirna dan lenyap.
Namun untuk kelengkapan taubat itu, ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan agar menjadi taubat
yang sebenar-benarnya.

1. Pindah Lingkungan Pergaulan
Agar tobat itu jangan sampai terulang lagi dengan cara pindah dari suasana dan lingkungan yang
selama ini memberikan peluang melakukan itu. Orang yang taubat harus hidup di tengah orang-
orang shaleh dan selalu menjaga hukum Allah. Bukan lingkungan yang mendiamkan apabila ada
kemungkaran dan kebatilan. Sehingga apapun yang dia lakukan, selalu ada orang-orang yang dengan
ikhlas mengingatkan.

2. Hilangkan Semua Memori dan Kenangan
Selain itu tentu saja orang yang tobat harus menghilangkan semua kenangan masa lalunya. Jangan
diceritakan kepada siapapun juga. Allah yang telah menutupi aib itu semoga juga menutupi dosa-
dosa sebelumnya. Dan mulai kehidupan baru yang lebih baik dan lebih Islami.


3. Kembalikan Hak Milik Orang lain dan Meminta Maaf
Khusus untuk dosa yang terkait dengan hak milik orang lain seperti dosa mencuri atau menipu dan
merugikan orang lain, maka perlu permintaan maaf kepada mereka yang telah dizalimi itu. Hal ini
mengingat bahwa hak orang lain yang telah diambil secara zalim itu masih tetap akan dituntut oleh
pemiliknya kelak di akhirat. Bahkan seorang yang mati syahid sekalipun, tetap akan dimintai
pertanggung jawaban urusan hutangnya yang belum selesai. Padahal orang yang mati syahid itu
masuk surga tanpa dihisab lagi amal-amalnya.

4. Memperbanyak Perbuatan Baik yang Lebih Besar Pahalanya
Selain itu untuk menebus dosa sebelumnya, sangat dianjurkan untuk menghapus perbuatan buruk
itu dengan perbuatan baik yang lebih besar pahalanya. Karena Allah berfirman:
"Sesungguhnya amal baik itu menghapus amal yang buruk"
Misalnya dengan menyumbangkan harta yang besar untuk faqir miskin, atau membangun masjid,
atau membangun pesantren dan lembaga pendidikan atau mewakafkan perusahaan yang produktif
agar penghasilannya bisa digunakan untuk kepentingan umat Islam.
Wallahu a`lam bishshowab. Wassalamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Sumber: http://www.eramuslim.com/

Tanya:
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Apa syarat diterimanya taubat? Bagaimana caranya
kita benar-benar menyesali dosa yang pernah diperbuat agar bisa bertobat dengan sungguh-
sungguh? Jazaakumullah khairan. Abu Annas. Alamat: Jakarta

Jawab:
Agar bertaubat dapat sungguh-sungguh dan diterima Allah maka dibutuhkan syarat. Para ulama
menjelaskan syarat- syarat taubat yaitu:

1. Islam, tidak sah taubat dari dosa dan kemaksiatan kecuali dari seorang muslim, sebab taubatnya
orang kafir adalah masuk islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran.
Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (An Nisaa: 18)

2. Ikhlas. Tidak sah taubat seseorang kecuali dengan ikhlas dengan cara menujukan taubatnya
tersebut semata mengharap wajah Allah, ampunan dan penghapusan dosanya. Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap
wajahNya.
Sehingga seorang yang bertaubat atau meninggalkan perbuatan dosa karena bakhil atas
hartanya atau takut dicela orang atau tidak mampu melakukannya tidak dikatakan bertaubat
secara syari menurut kesepakatan para ulama. Oleh karena itu kata taubat dalam Al Quran
mendapat tambahan kata kepada Allah, seperti firman Allah:
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah
condong (untuk menerima kebaikan) (At Tahrim: 4)

3. Mengakui dosanya. Tidak sah taubat kecuali setelah mengetahui, mengakui dan memohon
keselamatan dari akibat jelek dosa yang ia lakukan, sebagaimana disampaikan Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam kepada Aisyah dalam kisah Fitnatul Ifki:
Amma badu, wahai Aisyah sungguh telah sampai kepadaku berita tentangmu begini dan
begitu. Apabila kamu berlepas (dari berita tersebut) maka Allah akan membersihkanmu dan jika
kamu berbuat dosa tersebut, maka beristighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya.
Karena seorang hamba bila mengakui dosanya kemudian bertaubat kepada Allah niscaya Allah
akan menerima taubatnya. (HR. Al Bukhori)

4. Menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Penyesalan memberikan tekad, kemauan
dan pengetahuan kepada pelakunya bahwa kemaksiatan yang dilakukannya tersebut akan
menjadi penghalang dari Rabbnya, lalu ia bersegera mencari keselamatan dan tidak ada jalan
keselamatan dari adzab Allah kecuali berlindung kepadaNya, sehingga muncullah taubat dalam
dirinya. Oleh karena itu tidak terwujud taubat kecuali dari penyesalan, sebab tidak menyesali
perbuatannya adalah dalil keridhoan terhadap kemaksiatan tersebut, seperti disabdakan
Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam:
Penyesalan adalah taubat.

5. Berlepas dan meninggalkan perbuatan dosa tersebut apabila kemaksiatannya adalah
pelanggaran larangan Allah dan bila kemaksiatannya berupa meninggalkan kewajiban maka cara
meninggalkan perbuatan dosanya adalah dengan melaksanakannya. Ini termasuk syarat
terpenting taubat. Dalilnya adalah firman Allah:
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengatahui. (Al Imran: 135)
Al Fudhail bin Iyaadh menyatakan:
Istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan adalah taubat para pendusta.

6. Berazzam dan bertekad tidak akan mengulanginya dimasa yang akan datang.

7. Taubat dilakukan pada masa diterimanya taubat. Apa bila bertaubat pada masa ditolaknya
seluruh taubat manusia, maka tidak berguna taubatnya. Masa tertolaknya taubat ini di tinjau
dari dua sisi:

a. Dari pelaku itu sendiri, maka waktu taubatnya sebelum kematian. Apabila bertaubat setelah
sakaratul maut, maka taubatnya tidak diterima. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
(yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia
mengatakan: Sesungguhnya saya bertaubat sekarang Dan tidak (pula diterima taubat)
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami
sediakan siksa yang pedih. (An Nisaa: 18)
Hal inipun disampaikan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam dalam sabdanya:
Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama belum sakaratul maut.
Oleh karena itu Allah tidak menerima taubat Firaun ketika tenggelam, seperti dikisahkan
dalam firmanNya:
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala
tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah
hampir tenggelam berkatalah dia:Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan yang
dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah). Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini
Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami. (Yunus: 90-92)

b. Dari manusia secara umum. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam menyatakan:
Hijroh tidak terputus sampai terputusnya taubah dan taubat tidak terputus sampai
matahari terbit dari sebelah barat.
Dan sabda beliau:
Sesungguhnya Allah Taala selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk mene-
rima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tangan-
Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam
hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat.
Apabila matahari telah terbit dari barat maka taubat seorang hamba tidak bermanfaat,
sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmanNya:
Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka
(untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Rabbmu atau kedatangan sebagian
tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang
belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa
imannya. Katakanlah: Tunggulah olehmu sesungguhnya kamipun menunggu (pula).
(Al Anam: 158)

8. Khusus yang berhubungan dengan orang lain maka ada tambahan berlepas dari hak saudaranya,
apabila itu berupa harta atau sejenisnya, maka mengembalikannya kepadanya dan bila berupa
hukuman menuduh (zina) maka memudahkan hukuman atau memohon maaf darinya dan bila
nerupa ghibah, maka memohon dihalalkan dari ghibah tersebut.
Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin berkata:
Adapun bila dosa tersebut antara kamu dengan manusia, apabila berupa harta, harus
menunaikannya kepada pemiliknya dan tidak diterima taubatnya kecuali dengan
menunaikannya. Contohnya kamu mencuri harta dari seseorang lalu kamu bertaubat dari hal itu,
maka kamu harus menyerahkan hasil curian tersebut kepada pemiliknya. Juga contoh lain, kamu
mangkir dari hak seseorang, seperti kamu punya tanggungan hutang lalu mangkir darinya,
kemudian kamu bertaubat, maka kamu harus pergi kepada orang yang bersangkutan dan
memeberikan pengakuan dihadapannya sehingga ia mengambil haknya. Apabila orang tersebut
telah meninggal dunia, maka kamu berikan kepada ahli warisnya. Apabila tidak tahu atau ia
menghilang darimu dan kamu tidak mengetahui keberadaannya maka bersedekahlah dengan
harta tersebut atas namanya agar bebas dari (kewajiban) tersebut dan Allahlah yang
mengetahui dan menyampaikannya kepadanya. Apabila kemaksiatan yang kamu lakukan
terhadap orang lain berupa pemukulan atau sejenisnya, maka datangilah ia dan mudahkanlah ia
untuk membalas memukul kamu seperti kamu memukulnya. Apa bila yang dipukul punggung
maka punggung yang dipukul dan bila kepala atau bagian tubuh lainnya maka hendaklah ia
membalasnya.
Hal ini didasarkan pada firman Allah:
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa (42: 40)
Dan firmanNya:
Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. ( 2: 194)
Apabila berupa perkataan (menyakitinya dengan perkataan), seperti kamu mencela, menjelek-
jelekinya dan mencacinya di hadapan orang banyak, maka kamu harus mendatanginya dan
meminta maaf darinya dengan apa saja yang telah kamu berdua sepakati, sampai-sampai
seandainya ia tidak memaafkan kamu kecuali dengan sejumlah uang maka berilah. Sedang yang
keempat adalah apabila hak orang lain tersebut berupa ghibah, yaitu kamu pernah
membicarakannya tanpa sepengetahuannya dan kamu menjelek-jelekkannya dihadapan orang
banyak ketika ia tidak ada. Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang
menyatakan ia harus mendatanginya dengan menyatakan: Wahai fulan saya pernah merumpi
(menggibahi) kamu dihadapan orang maka saya mohon kamu memaafkan saya dan
menghalalkannya. Sebagian ulama menyatakan: Tidak menemuinya namun harus diperinci
permasalahannya. Apabila orang tersebut telah mengetahui perbuatan ghibah tersebut, maka
harus menemuinya dan minta dimaafkan. Namun bila tidak mengetahuinya maka jangan
berangkat menemuinya namun cukup memintakan ampunan untuknya dan menyampaikan
kebaikan-kebaikannya dimajlis-majlis yang kamu pernah gunakan dalam menggibahinya, karena
kebaikan-kebaikan menghapus kejelekan. Inilah pendapat yang rajih (kuat).
Sedangkan Syaikh Saalim bin Ied Al Hilali memberikan syarat bila tidak menimbulkan mafsadat
(kerusakan) yang lebih besar lagi. Beliau berkata:
Apabila dosa itu berupa ghibah maka ia meminta dihalalkan (dimaafkan) selama tidak
menimbulkan mafsadat lain akibat dari permintaan maaf itu sendiri. Apabila menimbulkan maka
yang wajib baginya adalah mencukupkan dengan mendoakan kebaikan untuknya.
Lalu bagaimana bisa menyesali perbuatan dosa? tentunya dengan mengingat kebesaran Allah
yang kita maksiati dan akibat buruk dari dosa tersebut di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan
bermanfaat.

Sumber: http://www.konsultasisyariah.com/

Menebus Dosa Mencuri
Oleh : KH. Ali Yafie

Dulu saya sering mencuri, baik milik orang tua maupun orang lain, dan sekarang saya sadar ingin
mengembalikan hak mereka yang telah saya curi dulu. Tapi saya malu hingga saya punya cara
mengembalikan hak mereka tanpa sepengetahuan mereka (memberi uang tanpa bilang itu uang
yang telah saya curi dulu) dalam hati, karena Allah Maha Tahu niat saya mengembalikan hak
mereka.
Pertanyaannya:
1. Apakah cara saya telah menggugurkan dosa saya meskipun saya tidak menjelaskan dan tidak
minta maaf? Kalaupun saya minta maaf tapi tidak menjelaskannya, apakah telah gugur dosa
saya?
2. Bagaiman jika yang saya curi barang namun saya kembalikan berupa uang ?
Demikian pertanyaan saya. Atas jawaban Pak Kyai, saya ucapkan terima kasih. Wita-Hong Kong

Jawaban:
1. Kami menghargai Anda karena sudah sadar dan punya niat baik untuk menebus dosa masa lalu
itu. Cuma cara mengembalikan barang itu yang masih bermasalah. Memang yang paling bagus
adalah berterus terang mengatakan bahwa Anda pernah mencuri sesuatu/barang kepada orang
yang barangnya Anda curi. Lalu Anda mesti mengembalikan/mengganti barang yang pernah
Anda curi. Hanya saja, upaya Anda rupanya terganjal oleh rasa malu. Kendati demikian, usaha
Anda dengan memberikan uang sebagai pengganti sesuatu yang pernah Anda curi telah
diketahui Allah. Niat baik dan usaha ini sudah bagus dan mendapat pahala tersendiri dari Allah.

2. Jika Anda berani terus terang kepada orang yang pernah Anda curi barangnya itu, jauh lebih
bagus.

Anda harus banyak bertaubat kepada Allah agar cara yang Anda lakukan (dengan memberikan
sejumlah uang atau barang namun tidak dengan mengatakan sebagai pengganti sesuatu yang
pernah Anda curi) itu bisa meringankan dosa Anda dan akhirnya mendapat pengampunan dari
Allah.

Sumber: Konsultasi Fiqih, Majalah Hidayah, Edisi 119, Juli 2011

Anda mungkin juga menyukai