SKRIPSI
GUSTIN KHAIRANI
050805049
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar
Tanaman Jagung (Zea mays L.), 2010.
i
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
GUSTIN KHAIRANI
050805049
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
ii
PERSETUJUAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : GUSTIN KHAIRANI
Nomor Induk Mahasiswa : 050805049
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA.
Diluluskan di
Medan, Desember 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
PERNYATAAN
L.) SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.
GUSTIN KHAIRANI
050805049
iv
PENGHARGAAN
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon
IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L) ”. Sholawat
beriring salam penulis haribahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW yang akan
memberikan syafaat kepada penulis kelak.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc.
selaku dosen pembimbing 1 dan ibu Yurnaliza, S. Si, M.Si selaku dosen pembimbing
2 yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, perhatian serta waktu pada
saat penulis mengusulkan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat yang tak pernah
bosan dalam membantu dan mendampingi penulis dalam suka dan duka Mustika,
Ummi, Kabul, Sarah, Dini, Nikmah, Susi, Widia, Ulan, Irfan, Effendi, Sarmut, Fifi,
Diana, Azai, Seneng, Yanti, Santi, Dwi, Eri,. Kepada warga 103, Rika dan Elly. Juga
kepada rekan seperjuangan angkatan 2005, Elfrida, Ruth, Simlah, Julit, Riris, Delni,
Siti, Kalis, Fitri, Beka, Ocid, Valen, Rico, Rahmad, Andi, Juned, Verta, Misran, Dahin
dan kepada rekan- rekan di Lab. Mikrobiologi.,Kak Ligus, Kak Irin, Kak Tela, dan
adik- adik angkatan 2006 Zean, Nana, Ridho, Ika, Yayan, Ami, Widya, Mun. Beserta
kakak dan abang yang selalu memberi masukan dan perhatian Kak Isah, Bang Ginta
S,Si., Bang Yopi, Kak Asni S,Si., Kak Siska S,Si, Kak Dewi S,Si, Kak Siti, S,Si juga
kepada kakak asuh Kak Eka S,Si serta Kak Zakiah S,Si kepada adik-adik 2007 Resti,
Ria, Riwil, Dwi, Putri , Aini, Nila , Asril, Alex, Affan, Mirza, serta pihak- pihak yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan
satu- persatu. Semoga Allah membalas segala kebaikan mereka.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir
kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
vi
ABSTRAK
Penelitian mengenai Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon
IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L.) telah dilakukan
mulai bulan September 2008 sampai September 2009 di Laboratorium Mikrobiologi
FMIPA USU. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit
penghasil IAA pot ensial dari jaringan akar tanaman jagung dan mengetahui
peranannya dalam membantu proses perkecambahan biji tanaman jagung. Bakteri
penghasil IAA diisolasi, dikarakterisasi, dan diuji kemampuannya dalam
menghasilkan IAA baik secara in vitro maupun secara in vivo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat 13 bakteri endofit potensial yang menghasilkan IAA.
Konsentrasi IAA paling tinggi diperoleh oleh KB3 yaitu sebesar 1,1255 ppm.
Perendaman kecambah ke dalam suspensi bakteri potensial mampu membantu
pertumbuhan kecambah jagung dengan melihat parameter pertumbuhan tanaman
seperti tinggi tanaman, panjang akar dan berat tanaman.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Hipotesis 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
Mikroorganisme Endofit Dalam Tanaman
Bab 2 Tinjauan Pustaka 4
Peranan Mikroorganisme Endofit
4
Mikroorganisme Endofit Penghasil Hormon Auksin
5
Hormon Auksin
5
Biogenesis Hormon IAA (Indole Acetic Acid) 7
Peranan Auksin Terhadap Tanaman 8
Tanaman Jagung (Zea mays L) 10
11
Daftar Pustaka 26
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1.1 Morfologi koloni dan sel serta sifat pewarnaan gram isolat
bakteri endofit akar tanaman jagung. 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GambaKimia Hormon IAA
Struktur 8
Lintasan
r Proses Biosintesis dari triptofan menjadi IAA. 9
4.2.1 Histogram analisis IAA yang dihasilkan bakteri endofit selama 6 hari inkubasi.
Gamba
4.4.1 20
r Morfologi kecambah tanaman jagung setelah berumur 2 minggu.
Gamba
r
Gambar
24
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Pembuatan media pertumbuhan Luria Bertani cair,
reagen Salkowski dan larutan Mc Farland. 30
PENDAHULUA
Pertanian modern saat ini sangat bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia
seperti pupuk, fungisida dan pestisida untuk meningkatkan hasil panen. Penggunaan
bahan-bahan kimia tersebut baik disadari maupun tidak, telah mengakibatkan dampak
negatif pada lingkungan. Misalnya, penggunaan bahan-bahan kimiawi terhadap
tanaman, tidak seluruhnya dapat dihancurkan oleh mikroorganisme tanah, dan dapat
menyebabkan polusi pada aliran-aliran air dan sungai sehingga mempengaruhi biota
air (Pelczar & Chan, 2006). Dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan di
lahan pertanian yang disebabkan oleh adanya penggunaan pupuk kimia secara
berlebihan, banyak usaha yang dilakukan untuk mencari alternatif pupuk yang ramah
lingkungan. Alternatif pupuk tersebut dapat berupa pupuk biologi dengan
memanfaatkan penggunaan mikroorganisme dari alam.
Hormon IAA merupakan hormon kunci bagi berbagai aspek pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sehingga sintesisnya oleh jenis bakteri tertentu merupakan
salah satu alasan yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman (Aryantha et
al., 2004). Sejumlah mikroba endofit pernah diisolasi dari bagian dalam beberapa
tanaman pangan, yaitu pada tanaman padi, jagung, sorgum dan tebu. Dan ternyata
dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan IAA James & Olivares (1996)
dalam Susilawati (2003). Dan penelitian mengenai keberadaan bakteri endofit pada
jaringan tanaman khususnya akar tanaman jagung (Zea mays L.) ini dilakukan untuk
mencari isolat-isolat dari jenis lain serta memiliki potensi menghasilkan IAA yang
lebih tinggi.
1.2 Permasalahan
Pengetahuan mengenai bakteri endofit masih sangat sedikit, baik dari jenis maupun
kegunaannya, terutama bakteri endofit yang memiliki potensi untuk menghasilkan zat
pemacu tumbuh IAA. Sejauh ini, belum banyak diketahui seberapa banyak bakteri
endofit dan seberapa besar kemampuan bakteri endofit yang diperoleh dari akar
tanaman jagung dalam menghasilkan hormon IAA serta perannya dalam
perkecambahan biji tanaman jagung. Untuk itu, keanekaragaman bakteri endofit pada
tanaman jagung perlu digali terutama untuk membantu meningkatkan produktivitas
tanaman jagung sebagai pengganti dari pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan.
3
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit
penghasil IAA potensial dari jaringan akar tanaman jagung. Disamping itu juga untuk
mengetahui peranannya dalam membantu proses perkecambahan biji tanaman jagung.
1.4 Hipotesis
Pada jaringan akar tanaman jagung dapat diperoleh beberapa isolat bakteri endofit
yang dapat menghasilkan hormon pertumbuhan IAA yang dapat berperan dalam
memacu pertumbuhan kecambah tanaman jagung.
TINJAUAN PUSTAKA
Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di permukaan bumi ini,
masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang
terdiri dari bakteri dan jamur (Radji, 2004). Sehingga mikroorganisme endofit dapat
menjadi sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam bidang medis, pertanian dan industri. Kemampuan
mikroorganisme endofit dalam memproduksi senyawa metabolit sekunder merupakan
peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk membantu kemajuan teknologi
di pertanian dalam hal pupuk sintesis yang ramah lingkungan (Radji, 2005). Beberapa
mikroba endofit dapat menghasilkan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan
tanaman. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh mikroba endofit adalah IAA (Indol
Acetic Acid) atau yang lebih dikenal dengan sebutan auksin. Auksin berperan sebagai
hormon pemacu tumbuh pada tanaman dan biasanya ditemukan pada jaringan
meristem (Spaepen et al., 2007).
5
Penelitian lain mengenai produksi IAA telah banyak dilakukan terutama pada
Azospirillum brasilense dalam gandum. IAA berpengaruh terhadap perkembangan
akar gandum, dan dapat memperbaiki produktivitas tanaman melalui stimulasi hormon
(Lestari et al., 2007). Azospirillum juga mampu meningkatkan hasil panen tanaman
pada berbagai jenis tanah dan iklim serta menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen
hingga 35%. Inokulasi Azospirillum lipoferium pada tanaman jagung menyebabkan
peningkatan hasil panen sekitar 10% (Madigan et al., 1997 dalam Aryantha et al.,
2002). Disamping itu juga Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut akar padi,
tinggi tanaman dan menambah konsentrasi fitohormon IAA dan IBA (indol butirat
acid) bebas di daerah perakaran (Aryantha et al., 2002).
Rhizobium spp, dan Pseudomonas fluorescen merupakan mikroba yang menghasil kan 7
IAA baik pada kultur murni maupun pada asosiasinya dengan tanaman (Hanafiah e
t
al., 2005). Bermacam-macam mikroorganisme tanah termasuk bakteri, fu
ngi
berfilamen dan yeast mampu menghasilkan auksin yang mempunyai pengaruh nyata
dan besar dalam pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Tarabily et al., 2003).
Auksin merupakan salah satu jenis hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman
dengan meningkatkan proses elongasi sel dan perpanjangan batang seperti halnya
diferensiasi sel (Tarabily et al., 2003). IAA adalah hormon auksin endogen yang
disintesis dalam batang dan akar. Prinsip karakterisasi adalah mengontrol proses
fisiologis dan menstimulasi kapasitas perpanjangan sel dalam batang, dan bagian
koleoptil, mempengaruhi inang pada respon perkembangan termasuk inisiasi akar,
differensiasi vaskular, perkembangan bunga maupun buah, bertanggung jawab dalam
pola gravitasi dan pencahayaan (Ekowahyuni, 2002).
8
Menurut Subba Rao (1994), bahwa auksin merupakan asam indol asetat (IAA) atau
C10H₉O₂N.
Biosintesis mikrobial IAA dalam tanah dapat dipacu dengan adanya triptofan
yang berasal dari eksudat akar atau sel- sel yang rusak (Arshad & Frankerberger,
1991) dan Benziri et al., 1998 dalam Husen, 2003). Terdapat lintasan-lintasan
metabolik yang dapat mengubah triptofan menjadi IAA pada beberapa organ atau
jaringan tanaman yang telah diteliti (Heddy, 1996).
Auksin dibiosintesis dari asam amino dengan prekursor triptopan, dengan hasil
perantaranya adalah sejumlah substansi yang secara alami mirip dengan auksin
(analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolaseto
nitril), TpyA (Asam Indol piruvat) dan IAAld (Indol asetat dehid). Proses biosintesis
auksin dibantu oleh enzim IAA oksidase (Gardner et al, 1991).
Siklus konversi Tryptofan ke IAA melibatkan deaminasi, dekarboksilasi, dan
atau reaksi hidrolisis. Pada tanaman tingkat tinggi dan beberapa mikroorganisme,
siklus indo le-3-pyruvic acid (IpyA) merupakan salah satu sintesis IAA uta ma
, 10
sedangkan siklus lain juga berjalan pada setiap spesies seperti siklus indol
e-3-
acetamide, siklus Tryptamin dan siklus indole-3-acetonitrile. Tryptamin sebagai salah
satu zat organik, merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam biosintesis IAA.
Menurut Thimann & Mahadevan 1958 dalam Aslamyah (2002)., zat tersebut atas
bantuan enzim nitrilase dapat membentuk auksin. Formasi IpyA ke Trp dikatalis oleh
multispesifik aminotransferase, diikuti oleh proses dekarboksilasi secara enzimatis ke
indole-3-acetaldehyde (IAAld), kemudian dioksidasi oleh IAAld oxidase ke IAA.
Sebagai reaksi sampingan, IpyA direduksi menjadi indole-3-lactic acid (ILA) oleh
lactate dehydrogenase, yang menghendaki NADH. Dan Indole-3-ethanol (TOL)
merupakan produk dari reaksi samping IAAld (Lee et al, 2004). Ahli lainnya (Cmelin
& Virtanen, 1961 dalam Aslamyah, 2002) menerangkan bahwa Indoleacetonitrile
yang terdapat pada tanaman, terbentuk dari Glucobrassicin dengan aktivitas enzim
Myrosinase. Dan zat organik lain (Indole ethanol) yang terbentuk dari Trypthopan
dalam biosintesis IAA adalah atas bantuan bakteri (Rayle & Purves, 1976 dalam
Aslamyah, 2002).
Salisbury & Ross (1995) menyatakan bahwa pada kecambah monokotil, IAA yang
banyak terdapat pada ujung koleoptil dan semakin berkurang ke arah akar. Proses
pematangan biji, IAA dibuat oleh embrio yang sedang berkembang dan disamping itu
IAA berperan sebagai konjugata dalam jaringan endosperm. Mekanisme kerja IAA
dalam perpanjangan sel adalah IAA mendorong elongasi sel-sel pada koleoptil dan
ruas-ruas tanaman. Elongasi sel tanaman terutama terjadi pada arah vertikal, diikuti
dengan pembesaran sel dan meningkatnya bobot basah. Peningkatan bobot basah
terutama karena meningkatnya pengambilan air oleh sel tersebut.
12
Sekarang ini jagung mempunyai peringkat dalam produksi dunia di antara tiga
tanaman padi- padian utama. Jagung ditanam di lebih banyak negara daripada setiap
tanaman padi-padian lain, dan telah menghasilkan hasil bijian yang paling besar di
antara setiap tanaman padi-padian. Kebanyakan daerah yang ditanami jagung sekitar
58 % adalah di negara-negara yang sedang berkembang, dan diantaranya kira-kira 50
juta hektar terdapat di daerah tropik, terutama pada ketinggian yang rendah (kira-kira
46 juta ha). Walaupun demikian, kira-kira 2/3 jagung dunia dihasilkan di negara-
negara berkembang, yang iklimnya hampir seluruhnya iklim sedang. Angka produksi
menunjukkan perbedaan yang besar dalam hasil antara negara-negara yang
berkembang di daerah iklim sedang dan negara-negara yang sedang berkembang di
daerah tropik (Gardner et al., 1991).
BAB 3
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai September 2009 di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan dan Laboratorium Kimia Kuantitatif
Fakultas Farmasi USU Medan.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah akar tanaman jagung yang sehat dan berumur kurang
lebih 80 sampai 110 hari. Akar tanaman jagung diperoleh dari 2 lokasi perladangan
jagung yaitu kebun jagung daerah Medan dan kebun jagung daerah Binjai serta
kecambah jagung, triptofan, reagen salkowski dan media LB (Luria Bertani)
(Lampiran A).
3.3.2 Penentuan Kurva Standart IAA (Aryantha et al., 2004) yang dimodifikasi.
IAA sintesis ditimbang sebanyak 0,001 gram dan dilarutkan kedalam 100 ml akuades.
IAA sintesis masing-masing dibagi ke dalam tabung yang berbeda dengan konsentrasi
0 ppm; 0,2 ppm sampai 2 ppm. Setiap tabung yang berisi konsetrasi IAA yang
berbeda ditambahkan akuades hingga mencapai 3 ml. Masing-masing konsentrasi
ditambahkan 1 ml pereaksi Salkowski (Lampiran D; Gambar 4) kemudian
dihomogenkan dan absorbansinya diukur dengan spektrofotometer UV-Visible
Shimadzu 1240 dengan panjang gelombang 530 nm (Lampiran B).
3.3.3 Kemampuan bakteri endofit akar dalam menghasilkan IAA secara in vitro.
Untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam menghasilkan IAA secara in
vitro, pertama isolat bakteri endofit yang telah murni diremajakan ke media NA
(Nutrient Agar) dan diinkubasi selama 48 jam. Kemudian isolat muda tersebut dibuat
suspensi sebanyak 10 ml dengan standar Mac Farland sehingga diperoleh suspensi
bakteri dengan kerapatan sel 108 CFU/ml (Bresson & Borges, 2003). Suspensi biakan
bakteri diambil sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml media LB cair (Luria
Bertani) + tryptofan (Bric et al., 1991). Masing- masing perlakuan dilakukan 3 kali
ulangan dan diinkubasi pada suhu 280C selama 7 hari di dalam shaker dengan
15
kecepatan 150 rpm (Ahmad et al., 2004). Kemudian disentrifugasi dengan kec epatan
5000 rpm selama 25 menit, diperoleh supernatan dan pellet. Analisis kada r IAA
menggunakan metode Kolorimetri. Supernatan diambil sebanyak 2 ml ditambah
salkowsky reagent 1 ml (Gordon & Weber, 1997) atau dengan perbandingan 2: 1
(Zahir et al., 1997). Didiamkan selama 60 menit, diukur absorbansinya dengan
spektofotometer 530 nm. Persamaan regresi disubstitusikan dengan nilai absorbansi
sampel.
Bakteri yang diintroduksikan adalah bakteri yang mampu menghasilkan IAA dengan
konsentrasi tertinggi pada hari ke-2, hari ke-4 dan hari ke-6. Kecambah tanaman
jagung umur 3 hari disterilkan dengan cara direndam dalam larutan sodium hipoklorit
5,3% selama ± 1 menit, kemudian dibilas dengan akuades steril, lalu direndam dalam
etanol 70% selama ± 5 detik dan dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali
(Suryowinoto, 1996). Kecambah tanaman jagung dicelupkan kedalam suspensi bakteri
endofit yang telah setara dengan Mc Farland 108 CFU/ml selama 2 jam. Kecambah
ditanam pada tanah steril, kecambah yang tidak direndam digunakan sebagai kontrol,
dilakukan 3 kali ulangan untuk masing- masing perlakuan. Pengamatan dilakukan
selama 2 minggu dengan mengukur tinggi kecambah, panjang akar kecambah dan
berat kecambah. Pengukuran tinggi kecambah dilakukan dengan batas terbawah
bagian batang yang tepat pada permukaan tanah, dan batas teratas dihitung hingga
ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang.
BAB 4
4.1 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L).
Isolasi bakteri endofit penghasil IAA dari akar tanaman jagung (Zea Mays L.) dari 2
lokasi diperoleh sebanyak 13 isolat (Lampiran D; Gambar 1 & 2). Sebanyak 10 isolat
diperoleh dari kebun jagung daerah Medan dan 3 isolat dari kebun jagung daerah
Binjai, hal ini diduga karena perbedaan kondisi lingkungan, jenis tanaman inang dan
keadaan tanaman inang ketika pengisolasian. Tanaman jagung pada daerah medan
merupakan tanaman yang telah dipanen sementara tanaman jagung pada daerah Binjai
masih akan dipanen. Sehingga, terdapat perbedaan umur antara kedua tanaman jagung
tersebut. Semakin tua umur tanaman akan semakin memperkaya jumlah bakteri
endofit yang berada dalam jaringan tanaman.
Bentuk umum mikroba terdiri dari satu sel (uniselluler), bentuk lain berupa
koloni yaitu gabungan dua sel atau lebih di dalam satu ruang. Bentuk itu merupakan
ciri khas bagi suatu spesies tertentu.Variasi bentuk pada sel bakteri adalah bulat
17
(kokus), batang/ bulat memanjang (basil) dan lengkung. Dari bentuk dasa r ini
selanjutnya akan terbagi bedasarkan penataannya. Variasi bentuk yang kemu dian
terjadi baik secara tetap ataupun sebagai bentuk kelainan karena pengaruh lingkungan.
Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu.
Bahkan akibat pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan, faktor makanan, dan
suhu, bakteri dapat mengalami bentuk involusi yaitu bentuk sementara yang terjadi
karena lingkungan tidak menguntungkan (Ilyas, 2001).
Tabel 4.1.1 Morfologi koloni dan sel serta sifat pewarnaan gram isolat bakteri
endofit akar tanaman jagung.
Karakterisasi
Sukrosa
Keretakan
Glukosa
Sitrat
Gelatin
Laktosa
Motilitas
Endapan
Hidrolisa
Pati
1. KB1 - - + + - + - - - -
2. KB2 - - + - - - - - + -
3. KB3 + - + + - + - - - -
4. KB4 + - + - - + + + - -
5. KB5 + - + - - + + + - -
6. KB6 - - + + - + - - - -
7. KB7 + - + + - + - - - -
8. KB8 + - + - - + - - - -
9. KB9 + - + + - - - - - -
10. KB10 - - + + - + - - - -
11. BA1 - - + + - + - - - -
12. BA 2 + - + - - + - - + -
13. BA 3 - - + - - + + + - -
Menurut Lay (1994), mikroorganisme tumbuh dan berkembangbiak dengan
menggunakan berbagai bahan yang terdapat dalam lingkungannya. Zat hara yang
terdapat disekelilingnya terdiri dari molekul sederhana seperti H 2S dan NH4+ atau
molekul organik yang kompleks seperti protein dan disakarida. Penggunaan zat hara
tergantung aktivitas metabolism mikroba. Metabolisme seringkali menghasilkan hasil
sampingan yang dapat digunakan untuk identifikasi mikroorganisme. Pengamatan
aktivitas metabolism ini diketahuai dari kemampuannya untuk menggunakan dan
menguraikan molekul yang kompleks seperti zat pati, lemak, protein, asam nukleat,
asam amino dan sakarida. Hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk pencirian dan
identifikasi mikroorganisme.
19
4.2. Kemampuan bakteri endofit akar dalam menghasilkan hormon IAA secara
in vitro.
Hasil pengukuran kadar IAA secara in vitro dari bakteri endofit menunjukkan bahwa
rata- rata konsentrasi hormon IAA tertinggi diperoleh pada inkubasi hari ke 2 yaitu
dengan penambahan triptofan sebesar 5 mML. Konsentrasi IAA tertinggi pada
pengamatan hari ke-2, 4 dan 6 hari inkubasi masing- masing dihasilkan oleh KB3,
KB7 dan BA1 yaitu sebesar 1.1255 ppm, 1.0778 ppm dan 0.7973 ppm. Sedangkan
konsentrasi IAA terendah pada pengamatan hari ke-2, 4 dan 6 hari inkubasi masing-
masing dihasilkan oleh BA3, KB8, KB9 (Tabel 4.2.1).
Tabel 4.2.1. Konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan bakteri endofit dari akar
tanaman jagung.
Konsentrasi IAA (ppm)
Isolat Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6
KB1 0.9361 0.4405 0.1356
KB2 0.6233 0.1151 0.0114
KB3 1.1255 0.5898 0.4773
KB4 0.2048 0.7378 0.0015
KB5 0.3502 0.4803 0.0013
KB6 1.0969 0.4017 0.2687
KB7 0.7401 1.0778 0.8574
KB8 0.8898 0.0745 0.0689
KB9 0.1497 0.2687 0
KB10 0.8436 0.7570 0.0013
BA1 0.1387 0.6674 0.7973
BA2 0.1585 0.6234 0.7945
BA3 0.0704 0.6234 0.7438
Total 7.3717 6.6702 4.5710
Rataan 0.5265 0.4764 0.3265
Hasil yang diperoleh ini masih jauh lebih rendah dengan hasil Susilawati et al
(2003), isolat bakteri endofit yang diisolasi dari batang padi menghasilkan hormon
IAA tertinggi sebesar 8.295 ppm selama 5 sampai 7 hari inkubasi dengan penambahan
5 Mml triptofan. Sementara itu Ahmad et al (2005), dengan penambahan 1 mg
triptofan kedalam media Nutrient Broth diperoleh konsentrasi IAA sebesar 10.4 μg/ml
sampai 28.3 μg/ml dengan waktu inkubasi 7 hari. Lucyanie (2009) menyataka n20bahwa
dengan penambahan 0.0255 mg Triptofan dari serbuk kacang kedelai, Azos pirillu
spp. menghasilkan IAA tertinggi adalah 102.96 цg/ml dengan waktu inkubasi 48 jam.
Hasil yang jauh berbeda ini dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi triptofan
yang ditambahkan ke media. Menurut Patten & Glick (2001). Penambahan
konsentrasi triptofan yang bervariasi dapat menghasilkan konsentrasi IAA yang
berbeda dan semakin tinggi konsentrasi triptofan maka konsentrasi IAA yang
dihasilkan juga akan semakin tinggi.
1.2
1
Konsentrasi IAA (ppm)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
KB1 KB2 KB3 KB4 KB5 KB6 KB7 KB8 KB9 KB10 BA1 BA2 BA3
Isolat Bakteri Endofit
Umur kultur 2 hari Umur kultur 4 hari Umur kultur 6 hari
Gambar 4.2.1 Histogram analisis IAA yang dihasilkan bakteri endofit selama 6
hari inkubasi.
Isolat bakteri endofit asal daerah Medan, cenderung menghasilkan IAA pada
hari ke-2, namun ada beberapa isolat yang menghasilkan IAA pada hari ke-4.
Sementara bakteri endofit yang diperoleh dari daerah Binjai, diperoleh kadar IAA
paling tinggi pada hari ke-6 (Gambar 4.3.1). Perbedaan ini diduga karena kondisi
masing- masing lokasi pengambilan sampel, jenis mikroba dan kemampuannya dalam
mengkonversi triptofan yang terkandung dalam media menjadi IAA.
Pada hari ke-6 inkubasi, konsentrasi IAA yang dihasilkan isolat asal daerah
Medan menurun secara signifikan kecuali isolate KB3 dan KB7. Hal ini diduga karena
isolat tersebut juga menggunakan hormon IAA yang dihasilkannya untuk
bermetabolisme. Menurut Lestari et al., (2007) bahwa pada awal inkubasi, sumber
nutrisi tinggi sehingga produksi IAA tinggi dan terus meningkat secara bertahap
21
meskipun tidak signifikan namun konsisten sampai akhir inkubasi. Pada beberapa
bakteri terdapat fenomena bahwa pola produksi dan konsumsi IAA berjalan seimbang.
Misalnya Azospirillum masih mampu memproduksi IAA dan secara simultan bakteri
juga mengkonsumsi IAA untuk pertumbuhannya meskipun medium pertumbuhan
sudah miskin nutrisi.
Pada isolat bakteri asal Binjai, konsentrasi IAA yang dihasilkan isolat justru
semakin meningkat pada inkubasi hari ke-6. Menurut Kresnawaty et al (2008), bahwa
pada inkubasi 24 jam, IAA yang dihasilkan lebih sedikit karena masih berada dalam
fase logaritmik dan juga kandungan enzim-enzim untuk mengubah triptofan menjadi
IAA masih rendah. Sedangkan pada waktu inkubasi 48 jam, IAA yang dihasilkan
paling tinggi karena isolat berada pada fase akhir logaritmik dan kandungan enzim-
enzim yang digunakan dalam biokonversi triptofan menjadi IAA, seperti triptofan
monooksigenase, IAM hidrolase, indol-piruvat dekarboksilase dan IAAld
dehidrogenase yang dihasilkan cukup banyak dan aktif sejalan dengan laju
pertumbuhan. Pada waktu inkubasi 72 jam isolat telah memasuki fase kematian,
sehingga produksi IAA menurun tajam. Tien et al., (1979) melaporkan bahwa
konsentrasi IAA oleh A. brasilense meningkat seiring umur bakteri sampai fase
stasioner. Menurut Bhattacharyya & Basu (1990), bahwa penurunan produksi IAA
pada 72 jam karena adanya pelepasan enzim pendegradasi IAA seperti IAA oksidase
dan peroksidase.
4.3 Pertumbuhan Sel Bakteri Endofit.
Perbedaan laju pertumbuhan dipengaruhi oleh tipe dan jenis masing- m asing
bakteri tersebut. Dan faktor lain seperti kemampuannya dalam menggunakan n 22utrisi
yang terkandung dalam media sebagai pendukung proses metabolismenya. H al ini
sesuai dengan yang disebutkan oleh Lay & Hastowo (1992), selain ketersediaan
nutrisi, pertumbuhan sel bakteri juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis
mikroba, keadaan dan jumlah sel awal ketika diinokulasikan ke media.
Tabel 4.3.1 Pertumbuhan sel bakteri endofit penghasil hormon IAA dari akar
tanaman jagung pada media luria bertani (LB).
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai isolasi dan uji kemampuan bakteri endofit penghasil
hormon IAA dari akar tanaman jagung (Zea mays L.) dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Diperoleh 13 isolat yang mampu menghasilkan hormon IAA, yang terdiri dari
10 isolat diperoleh dari kebun jagung daerah Medan dan 3 isolat dari kebun
jagung daerah Binjai.
b. Secara in vitro, IAA dihasilkan rata- rata tertinggi pada hari kedua inkubasi.
c. KB3 merupakan isolat yang memiliki kemampuan tertinggi dalam
menghasilkan IAA yaitu sebesar 1.1255 ppm, akan tetapi isolat BA1
menunjukkan hasil paling baik dalam membantu perkecambahan biji tanaman
jagung.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari formula substrat yang dapat
dipakai dalam memproduksi hormon IAA skala besar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, F., L. Ahmad., M. S. Khan. 2005. Indole Acetic Acid Production by the
Indigenous Isolates Of Azotobacter and Fluorescent Pseudomonas in the
Presence and Absence Of Tryptofan. Turk. J. Biol. 29 : 29- 34.
Akbari, G., S. M. Arab., H. A. Alikhani., M. H. Arzanesh. 2007. Isolation and
Selection of Indigenous Azospirillum spp. and the IAA of Superior Strain
Effects on Wheat Roots. World Journal of Agricultural Sciences. 3(4): 523-
529.
Arshad, M., A. Hussain and A. Shakoor. 1995. Effect of Soil applied L-Tryptofan on
growth and Chemical compotition of Cotton. Journal Plant Nutrition. 18:
317-329
Barbieri, P. & E. Galli. 1993. Effect on wheat root development of inoculation with an
Azospirillum brasilense mutant with altered indole-3-acetic acid
production. Res. Microbiol. 144(2): 69-75
Bresson, W. & Borges, M.T. 2004. Delivery Methods for Introducing Endhp phytic
Bacteria into Maize. Biocontrol. 49: 315-322. 27
Bric, J. M., R. M. Bostock & S. E. Silverstone. 1991. Rapid In Situ Assay for Indole
Acetic Acid production by bacteria immobilized on a nitrocellulose membrane.
Appl. Environ.Microbiology. 57: 535-538
Cheryl, L. P., & B. R. Glick. 2002. Role of Pseudomonas putida indole acetic acid In
Development of Host Plant Root System. American Society For
Microbiology. 8(68): 3795- 380.
Fallik, E., Y. Okon, Y. Epstein, A. Goldman, and M. Fischer. 1994. Identification and
qualification of IAA and IBA Azospirillum brasilense inoculated maize roots.
Soil Biol. Biochem. 21:147-153.
Hanafiah, K. A. et al. 2005. Biologi Tanah: Ekologi & Makrobiologi Tanah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Hindersah, R., Setiawati, M.R. & Fitriatin, B.N. 2002. Penentuan sumber karbon dan
nitrogen untuk meningkatkan kualitas inokulan Azotobacter sebagai pupuk
biologis pada pembibitan tomat. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran.
Husen, E. 2003. Screening of Soil Bacteria For Plant Growth Promotion Activities In
Vitro. Indonesian Soil Research Institute: Indonesian Journal of Agricultural
Science. 4(1): 27- 31.
Lay, B. W. & Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Edisi pertama. Cetakan pertama. Jakarta:
Rajawali press.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Edisi pertama. Cetakan pertama.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Radu, S., & C. Y. Kqueen. 2002. Preliminary Screening of Endophytic Fungi From
Medicinal Plants in Malaysia for Antimicrobial and Antitumor Activity.
Malaysian Journal of Medical Science. 9(2): 23- 33
Salisbury, F.B & C.W, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi
Bandung Press.
Sarasutha IG. P. 2002. Kinerja usaha tani dan pemasaran jagung di sentra produksi.
Jurnal litbang pertanian. 21(2): 39-47
Spaepen, S., Jos, V., Roseline, R. 2007. Indole-3-Acetic Acid in Microbial and
Microorganism Plant Signaling. Departemen of Microbial and Molecular
Systems. Centre of Microbial and Plant Genetics: Belgium.
Strobel G.A., & B. Daisy. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes an Their
Natural Products. Microbiol. and Mol. Biology Rev. 67(4): 63- 68.
Tien, T.M., H. Gaskins & D.H. Hubbell. 1979. Plant growth substances produced by
Azospirillum brasilense and their effect on the growth of pearl millet
(Pennisetum americanum L). Appl. Environ. Microbiol. 37:1016-1024.
Thakuria, D., Talukdar, N.C., Goswami, C., Hazarika and Boro, R.C. 2004.
Characterization and Screening of Bacteria from Rhizosphere of Rice Grown
in Acidic Soils of Assam. Current Science.86: 978- 985.
LAMPIRAN
31
0,7
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
0,6
0,5
Absorbansi IAA
0,4
0,3
0,2
0,1
Untuk mencari persamaan garis regresi kurva masukkan nilai yang diperoleh ke rumus
berikut ini:
Y= a + bX
b= n (∑XY) - (∑X) (∑Y)
n (∑X²) - (∑Y²)
= 0,454
a = Y – bX
= 0,025
Dimana: a = Intersep
b = Slope (Koefisien Regresi)
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi
Dari nilai a dan b yang diperoleh dari data diatas, maka persamaan kurva standar IAA
adalah: Y = 0,025 + 0,454x
Untuk mencari konsentrasi IAA dari masing- masing sampel, substitusikan nilai
absorbansi yang diperoleh dari sampel ke persamaan diatas.
Lampiran C. Pertumbuhan kecambah tanaman jagung yang telah diinduksi isolat bakteri endofit penghasil hormon IAA.
Parameter Pertumbuhan Kecambah
Isolat Berat Basah Akhir (gr) Tinggi Kecambah (cm) Panjang Akar (cm)
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U1 U2 U3 U4 U5 U6 U1 U2 U3 U4 U5 U6
2 1,7 2,1 2,2 2,1 1,8 33,2 33,3 34 32 34 32,1 12,3 10 12,5 13 11,5 13
KB3 1,8 2 1,6 1,7 1,8 1,8 23,8 23 23,1 23,5 22,9 23,1 19,1 19,5 18,2 18 17,9 18,2
1,9 2 1,9 1,8 1,8 2,2 30,3 30,9 30 29 33 31,6 10,6 11 10,8 11,09 13,02 10,9
Rataan 1,9 1,9 1,8 1,9 1,9 1,9 1,9 29,1 29,06 29,03 28,1 29,9 28,9 29,1 14 13,5 13,8 14,03 14,1 14,03 14
1,7 1,9 1,9 1,8 1,9 2 31,9 32 32,9 30 32,3 32,1 24 24,5 23,5 23,9 25,1 23,7
KB7 1,8 1,3 1,9 1,9 2 1,7 26,8 27 27,8 26,6 27,9 27,7 18 17,8 18,4 19 16,8 16,8
1,6 1,5 1,7 1,8 1,6 1,5 26,1 23 25 24,9 25,1 25 13,2 13 13,4 14,8 12,4 15
Rataan 1,7 1,5 1,8 1,8 1,8 1,7 1,7 28,2 27,3 28,5 27,2 28,4 28,2 28 18,4 18,4 18,4 19,2 18,1 18,5 18,4
2,3 2,2 2 2 2,1 2,2 34,7 34,2 33 35,2 35,1 33,9 11,1 10,9 11,3 11,5 11,2 11,1
BA1 2 2,3 1,9 2,1 2,4 2,1 28 30 29,5 25,1 30,5 30 11,2 12 11,6 12 11,5 10,09
2,1 2,4 2 1,9 2 2,3 35 33 33 33,4 33,8 32,9 11,5 11,1 11 11 10,9 11,4
Rataan 2,1 2,3 1,9 2 2,1 2,2 2,1 32,5 32,4 31,8 31,2 33,1 32,2 32,3 11,2 11,3 11,3 11,5 11,2 10,9 11,2
1 0,9 1 1,1 0,9 1 30 28 28,3 30,2 32 34,4 12,2 12,4 12,5 12,2 11 13
Kontrol 1 1,06 1 1 0,8 1,2 23,1 25 23,1 21 23,8 23 12,6 11,7 12,6 12,5 11,9 10,1
1,06 1,01 1,2 1,2 1 1 16,7 16,2 18,7 18,5 15,2 12,9 8,5 9 8,1 9 10 10,5
Rataan 1,02 1 1,06 1,1 0,9 1,06 1,03 23,2 23,06 23,4 23,2 23,6 23,4 23,2 11,1 11,03 11,06 11,2 10,9 11,2 11,1
Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L.), 2010. 33
34
Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman
Jagung (Zea mays L.), 2010.
(A) Uji Pati 35
Gambar 5: Suspensi isolat bakteri endofit dalam media Luria bertani + Triptofan selama 6
hari inkubasi.
(A) Hari ke-0 (B) Hari ke-2 (C) Hari ke-4 (D) Hari ke-6