Anda di halaman 1dari 143

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

SIKAP BUDAYA PENGARANG TERHADAP KESENIAN


KETOPRAK DALAM CERITA BERSAMBUNG
LANGIT JINGGA KARYA SUMONO SANDY ASMORO
(Tinjauan Sosiologi Sastra)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Sastra Strata Satu Program Studi Sastra Daerah

Disusun Oleh :
Eni Prasetyoningsih
C0106017

JURUSAN SASTRA DAERAH


FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Eni Prasetyoningsih


NIM : C0106017

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul SIKAP BUDAYA


PENGARANG TERHADAP KESENIAN KETOPRAK DALAM CERITA
BERSAMBUNG LANGIT JINGGA KARYA SUMONO SANDY ASMORO
(Tinjauan Sosiologi Sastra) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan
tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi
ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.

Karanganyar, Juni 2011


Yang membuat pernyataan,

Eni Prasetyoningsih

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTO

1. Tak ada gading yang tak retak. (Peribahasa)

2. Sejatinya mencari hakiki kehidupan tak semudah yang dibayangkan, tak

semudah yang dikatakan. Begitu banyak perih yang harus didera, namun

ketika telah sampai pada tujuan, senyum abadi akan senantiasa terkembang.

(Penulis, terinspirasi dari Cerita bersambung Langit Jingga)

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan dengan penuh cinta kepada:

1. Ayah dan Ibu, yang telah melengkapi segalanya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2. Danang Prasetyo dan Wulan Rachmawati, yang senantiasa mendoakan

yang terbaik pada penulis.

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi-Mu Ya Allah, atas segala limpahan nikmat dan

kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul SIKAP

BUDAYA PENGARANG TERHADAP KESENIAN KETOPRAK DALAM

CERITA BERSAMBUNG LANGIT JINGGA KARYA SUMONO SANDY

ASMORO (Tinjauan Sosiologi Sastra). Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan dan dukungan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Riyadi Santosa. M.Ed., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Dra. Sundari, M.Hum. selaku pembimbing pertama, terima kasih telah

membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Dan juga

sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberikan motivasi,

perhatian, petunjuk, dan pengarahan selama perkuliahan.

4. Drs. Christiana D.W, M.Hum., selaku pembimbing kedua, terima kasih telah

membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah khususnya dan Fakultas Sastra

dan Seni Rupa pada umumnya yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis sehingga bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.


commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Seluruh staf serta karyawan perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret

Surakarta, dan perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah

membantu penulis.

7. Seluruh staf dan karyawan Tata Usaha Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis.

8. Bapak Sumono Sandy Asmoro selaku pengarang cerita bersamung Langit

Jingga, yang dengan sabar telah memberikan informasi serta atas izin yang

telah diberikan kepada penulis untuk menggunakan karyanya sebagai bahan

skripsi ini.

9. Erna Istikomah yang telah menjadi sahabat terbaik, juga atas semangat serta

ilmu-ilmunya. Dwi Ayu Febi yang sudah menjadi kakak yang baik. Serta

Diodhora, Emi, Ageng dan teman-teman angkatan 2006 lainnya yang telah

menjadi sahabat baik selama ini.

10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna,

maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan

penulis. Besar harapan penulis bahwa karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi

semua pembaca.

Karanganyar, Juni 2011

Penulis

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii

PERNYATAAN ……………………………………………………………… iv

MOTO ………………………………………………………………………. v

PERSEMBAHAN ……………………………………………………………. vi

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xii

DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………… xiii

ABSTRAK ……………………………………………………………………. xiv

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 1

B. Batasan Masalah ……………………………………………………... 7

C. Perumusan Masalah ………………………………………………….. 7

D. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 7

E. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 8

BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………….. 9

A. Pengertian Cerita Bersambung ……………………………………….. 9

B. Teori Struktural ……………………………………………………… 10

1. Sarana Cerita ….………………………………………………….


commit to user 11

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Judul ……….…………………………………………………. 12

b. Sudut pandang ……………………………………………….. 12

c. Tema …………………………………………………………. 13

2. Fakta Cerita ………………………………………………………. 15

a. Plot/ alur ………………………………………………………. 15

b. Penokohan ……………………………………………………. 16

c. Latar/ setting …………………………………………………. 17

C. Pendekatan Sosiologi Sastra ………………………………………….. 19

1. Kesenian tradisional ketoprak ………..……….………………….. 20

2. Sikap Budaya Pengarang ………………………………………… 22

BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………………… 25

A. Bentuk Penelitian …………………………………………………….. 25

B. Sumber Data dan Data ……………………………………………….. 26

C. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………… 27

1. Analisis isi ……………………………………………………….. 27

2. Teknik wawancara ……………………………………………….. 27

D. Teknik Analisis Data ………………………………………………… 28

1. Reduksi data ……………………………………………………… 28

2. Penyajian data ……………………………………………………. 29

3. Penarikan kesimpulan ……………………………………………. 29

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………………. 31

A. Latar Kepengarangan Sumono Sandy Asmoro ………………………… 31

1. Riwayat Hidup Pengarang …………………………………………


commit to user 31

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Proses Kreativitas Pengarang …………………………………….. 32

3. Latar Belakang Sosial Budaya ……………………………………. 33

4. Hasil Karya Pengarang …………………………………………… 35

B. Analisis Struktural ……………………………………………………. 53

1. Sarana Cerita …………………………………………………….. 53

a. Judul ………………………………………………………….. 53

b. Sudut Pandang ………………………………………………... 54

c. Tema ………………………………………………………….. 56

2. Fakta Cerita ………………………………………………………. 61

a. Plot/ alur ……………………………………………………….. 61

b. Penokohan …………………………………………………….. 69

c. Latar/ setting ………………………………………………….. 89

C. Sikap Budaya Pengarang dalam Tinjauan Sosiologi Sastra ………… 102

1. Posisi Ketoprak dalam Cerita Bersambung Langit Jingga ………. 107

2. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Ketoprak ………..………… 110

3. Sikap Budaya Pengarang …………………………………………. 112

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………… 120

B. Saran ………………………………………………………………….. 121

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 123

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Crita Cekak Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan …………… 36

Tabel 2. Geguritan Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan ………….…… 40

Tabel 3. Crita Romansa Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan …………. 48

Tabel 4. Crita Sambung Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan ………… 51

Tabel 5. Antologi Sumono Sandy Asmoro bersama pengarang lain yang Diter-

bitkan ………………………………………………………………… 51

Tabel 6. Buku Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan ……………………. 52

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

1. SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

2. SMA : Sekolah Menengah Atas.

3. SMU : Sekolah Menengah Umum.

4. S.Pd : Sarjana Pendidikan.

5. UNESA : Universitas Negri Surabaya.

6. SMPN : Sekolah Menengah Pertama Negri.

7. S1 : Sarjana Strata 1.

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Eni Prasetyoningsih. C0106017. 2011. Sikap Budaya Pengarang Terhadap


Kesenian Ketoprak dalam Cerita Bersambung Langit Jingga karaya Sumono
Sandy Asmoro (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian Sikap Budaya Pengarang dalam Cerita Bersambung Langit Jingga


karaya Sumono Sandy Asmoro (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra) ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti sikap
budaya pengarang terhadap seni tradisi ketoprak yang saat ini mulai meredup.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah
latar kepengarangan Sumono Sandy Asmoro? 2) Bagaimanakah struktur pembangun
cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro yang meliputi plot/
alur, tokoh, latar/setting, judul, sudut pandang (point of view), dan tema? 3)
Bagaimanakah sikap budaya Sumono Sandy Asmoro dalam menanggapi seni tradisi
ketoprak?
Tujuan penelitian meliputi 1) Mendeskripsikan latar kepengarangan Sumono
Sandy Asmoro. 2) Mendeskripsikan struktur pembangun cerita bersambung Langit
Jingga karya Sumono Sandy Asmoro yang meliputi plot/alur, tokoh, latar/ setting,
judul, sudut pandang (point of view),dan tema. 3) Mendeskripsikan sikap budaya
Sumono Sandi Asmoro dalam menanggapi seni tradisi ketoprak.
Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu 1) manfaat teoritis yang
diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan menambah wawasan
khususnya dalam menganalisis karya sastra dalam perspektif sosiologi sastra. 2)
Manfaat Praktis yang secara praktis, hasil-hasil penelitian ini merupakan data yang
dapat digunakan untuk penelitian sejenis lainnya, misalnya secara sosiologi,
feminisme, ajaran moral, resepsi sastra, dan lain-lain.
Sumber data penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerita bersambung berbahasa
Jawa yang berjudul Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro dalam majalah
berbahasa Jawa Panjebar Semangat edisi 22 Desember 2007 sampai dengan 22
Maret 2008. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Sumono Sandy
Asmoro selaku pengarang cerita bersambung Langit Jingga. Data yang digunakan
dalam penelitian ini juga dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data
sekunder. Data primernya berupa elemen dasar fiksi dalam cerita bersambung Langit
Jingga karya Sumono Sandy Asmoro, dan data sekundernya berupa hasil wawancara
dengan pengarang.
Hasil penelitian ini adalah 1) Sumono Sandy Asmoro adalah salah satu dari
sekian banyak pengarang yang mampu menangkap dan mengungkapkan wajah
budaya dan gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan pengamatan
terhadap hasil karya beliau dalam khasanah karya sastra modern, dapat dinyatakan
bahwa beliau adalah seorang punulis yang serba bisa. 2) struktur yang terdapat
dalam cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro ini dapat
dikatakan bahwa unsur-unsur pembangun menunjukkan adanya hubungan timbal
balik antara unsur yang satu dengan commit
unsur toyang
userlain dalam sebuah karya sastra. 3)

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam cerita bersambung Langit Jingga pengarang ingin menampilkan tokoh-tokoh


yang sangat peduli dengan budaya seni tradisi ketoprak. Pengarang berharap para
generasi muda sekarang peduli dengan nasib seni tradisi warisan nenek moyang
yang sangat berharga ini. Sebagai generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap
kesenian tradisional, dituntut untuk melakukan pengkajian terkait dengan
meredupnya ketoprak ditengah masyarakat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) Berdasarkan pengamatan terhadap
hasil karya beliau dalam khasanah karya sastra modern, dapat dinyatakan bahwa
beliau adalah seorang penulis yang serba bisa. 2) Struktur yang terdapat dalam cerita
bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro ini dapat menunjukkan
adanya hubungan timbal balik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam
sebuah karya sastra. 3) Sebagai generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap
kesenian tradisional, dituntut untuk melakukan pengkajian terkait dengan
meredupnya ketoprak ditengah masyarakat.

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SARI PATHI

Eni Prasetyoningsih. C0106017. 2011. Sikap Budaya Pengarang Terhadap


kesenian Ketoprak dalam Cerita Bersambung Langit Jingga karya Sumono
Sandy Asmoro (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Panaliten Sikap Budaya Pengarang Cerita Bersambung Langit Jingga


karaya Sumono Sandy Asmoro (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra) punika
panaliten deskriptif kualitatif. Panaliten punika dipuntuju kagem niti laku
budayanipun panganggit wonten seni tradisi ketoprak ingkang ing wekdal
punika langkung surut.
Perkawis ingkang dipunrembag wonten panaliten, inggih punika: 1)
Kadospundi kapanganggitan Sumono Sandy Asmoro? 2) Kadospundi struktur
pawangun carita sambung Langit Jingga anggitanipun Sumono Sandy Asmoro,
kalebet: plot/ alur, tokoh, latar/ setting, judul, sudut pandang/ point of view, saha
tema? 3) Kadospundi laku budaya Sumono Sandi Asmoro nanggepi seni tradisi
ketoprak?
Angkahing panaliten punika: 1) Ngandharaken kapanganggitan Sumono
Sandy Asmoro. 2) Ngandharaken struktur pawangun carita sambung Langit
Jingga anggitanipun Sumono Sandy Asmoro, kalebet: plot/ alur, tokoh,
latar/setting, judul, sudut pandang/ point of view, saha tema. 3) Ngandharaken
laku budaya Sumono Sandi Asmoro nanggepi seni tradisi kethoprak.
Sumber data panaliten punika wonten kalih, inggih punika sumber data
primer saha sumber data sekunder. Sumber data primer, inggih punika teks
carita sambung basa Jawa kanthi crah-irahanipun Langit Jingga anggitanipun
Sumono Sandy Asmoro ingkang kapacak wonten ing kalawarti Jawa Panjebar
Semangat edisi 22 Desember 2007 dumugi 22 Maret 2008. Sumber data
sekunder ipun informan, piyambakipun injih menika (panganggit: Sumono
Sandy Asmoro). Data ingkang kaginakaken ing salebeting panaliten punika
dippunperang dados kalih, injih punika data primer lan data sekunder. Data
primeripun elemen dasar fiksi ing cerita sambung Langit Jingga anggitanipun
Sumono Sandy Asmoro, saha data sekunderipun inggih punika asil wawancara
kalian panganggit.
Asil panaliten punika: 1) Sumono Sandy Asmoro kalebet salah
satunggaling pangganggit ingkang salebeting ngandharaken budaya saha
perkawis sosial ing jroning bebrayan. Adhedhasar panggaten ing anggitanipun
ing asil karya alam khasanah karya sastra modern, panjenenganipun saged
dipunsebat panulis ingkang mumpuni. 2) struktur ing salebeting carita sambung
Langit Jingga anggitanipun Sumono commitSandy
to userAsmoro punika saged dipunsebat
menawi unsur-unsur pawangun punika wonten cecandhakan timbal balik

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

antawasipun unsur satunggal kalih satunggalipun ing salebeting susastra. 3) Ing


carita sambung Langit Jingga panganggit kepingin nampilaken paraga-paraga
ingkang ngrimatbudaya seni tradisi kethoprak. Panganggit ugi anggadhahi
gegebengan supados para muda taruna ing wekdal punika saged
nglestantunaken seni tradisi warisanipun para leluhur ingkang adi luhung.
Minangka muda taruna saenipun anggadhahi raos ngrumati dhateng kesenian
tradisional, lajeng dipuntuntut ngleksanakaken kajian dhumateng surutipun
kethoprak ing tengah bebrayan.

commit to user

xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Eni Prasetyoningsih. C0106017. 2011. Sikap Budaya Pengarang Terhadap


Seni Tradisi Ketoprak dalam Cerita Bersambung Langit Jingga karya
Sumono Sandy Asmoro (A Review of Sociology’s Literature). Thesis:
Department of Java Literature of Literature and Fine Arts Faculty of Sebelas
Maret University Surakarta.

Research in cultural author’s attitudes of Langit Jingga the Sumono


Sandy Asmoro’s serialize (A Review of Sociology’s Literature) is a qualitative
descriptive study. This study aimed to examine the cultural attitudes toward art
tradition ketoprak that’s now starting to fade.
The problems discussed in this study, namely: 1) How do the
background authorship’s Sumono Sandy Asmoro? 2) How does the structure
builder serialize Langit Jingga, Sumono Sandy Asmoro work covering the
plot, characters, background/ setting, title, point of view, and the theme? 3)
How do Sumono Sandy Asmoro’s cultural attitudes in response to ketoprak
arts tradition?
Research objectives include: 1) Describe the background of
authorship Sumono Sandy Asmoro. 2) Describe the structure builder serialize
Langit Jingga Sumono Sandy Asmoro work covering the plot, characters,
background/ setting, title, point of view, and themes. 3) Describe Sumono
Sandy Asmoro’s cultural attitudes about the kethoprak tradition art.
Source of research data is divided into two, namely the source of primary
data and secondary data sources. Primary data source, namely the text serialize
the Java language, titled Langit Jingga Sumono Sandy Asmoro's work in
Panjebar Semangat magazine edition December 22, 2007 until March 22,
2008. Secondary data sources that is the informants in this case as the author:
Summono Sandy Asmoro serialize Langit Jingga. The data used in this study
also divided into two parts, namely the primary data and secondary data.
Primary data is a basic element of fiction in serialized work of Langit Jingga
Sumono Sandy Asmoro, and secondary data in the form of interviews with the
author.
The results of this study were: 1) Sumono Sandy is one of the many
authors are able to capture and reveal the face of cultural and social upheavals
that occurred in the community. Based on his observations of the natural
repertoire of the works of modern literature, it can be stated that he was a
author all rounder. 2) structure contained in the Langit Jingga serialize Sandy
Asmoro Sumono work can be said that elements of the building indicate a
reciprocal relationship between one element with another element in a literary
work. 3) In Langit Jingga serialize the author wanted to show characters who
are very concerned with the cultural traditions of art ketoprak. The author
hopes that the younger generation are now concerned with the fate of
traditional art heritage is very precious. As the younger generation who have
concern for the traditional arts, are required to carry out a review relating to
commit to user
downed ketoprak in the community.

xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

The conclution of the reached were: 1) Based on his observations of the


work in the repertoire of works of modern literature, it can be stated that he
was a versatile writer who can. 2) Structure contained in the work of Langit
jingga serialize Sumono Sandy Asmoro this indicate a reciprocal relationship
between the elements one with the other elements in a literary work. 3) As the
younger generation who have concern for the traditional arts, are required to
carry out a review relating to meredupnya ketoprak in the community.

commit to user

xix
Sumono Sandy Asmoro's work in Panjebar Semangat magazine
SIKAP BUDAYA PENGARANG TERHADAP KESENIAN edition December 22, 2007 until March 22, 2008. Secondary data
KETOPRAK DALAM CERITA BERSAMBUNG sources that is the informants in this case as the author: Summono
LANGIT JINGGA KARYA SUMONO SANDY ASMORO Sandy Asmoro serialize Langit Jingga. The data used in this study
(Tinjauan Sosiologi Sastra) also divided into two parts, namely the primary data and secondary
data. Primary data is a basic element of fiction in serialized work
Eni Prasetyoningsih1 of Langit Jingga Sumono Sandy Asmoro, and secondary data in
Dra. Sundari, M.Hum.2 Drs. Christiana D.W, M.Hum.3 the form of interviews with the author.
The results of this study were: 1) Sumono Sandy is one of the
many authors are able to capture and reveal the face of cultural and
ABSTRACT social upheavals that occurred in the community. Based on his
observations of the natural repertoire of the works of modern
2011. Thesis: Department of Java Literature of Literature and Fine literature, it can be stated that he was a author all rounder. 2)
Arts Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. structure contained in the Langit Jingga serialize Sandy Asmoro
Research in cultural author’s attitudes of Langit Jingga the Sumono work can be said that elements of the building indicate a
Sumono Sandy Asmoro’s serialize (A Review of Sociology’s reciprocal relationship between one element with another element
Literature) is a qualitative descriptive study. This study aimed to in a literary work. 3) In Langit Jingga serialize the author wanted
examine the cultural attitudes toward art tradition ketoprak that’s to show characters who are very concerned with the cultural
now starting to fade. traditions of art ketoprak. The author hopes that the younger
The problems discussed in this study, namely: 1) How do the generation are now concerned with the fate of traditional art
background authorship’s Sumono Sandy Asmoro? 2) How does heritage is very precious. As the younger generation who have
the structure builder serialize Langit Jingga, Sumono Sandy concern for the traditional arts, are required to carry out a review
Asmoro work covering the plot, characters, background/ setting, relating to downed ketoprak in the community.
title, point of view, and the theme? 3) How do Sumono Sandy The conclution of the reached were: 1) Based on his observations
Asmoro’s cultural attitudes in response to ketoprak arts tradition? of the work in the repertoire of works of modern literature, it can
Research objectives include: 1) Describe the background of be stated that he was a versatile writer who can. 2) Structure
authorship Sumono Sandy Asmoro. 2) Describe the structure contained in the work of Langit jingga serialize Sumono Sandy
builder serialize Langit Jingga Sumono Sandy Asmoro work Asmoro this indicate a reciprocal relationship between the
covering the plot, characters, background/ setting, title, point of elements one with the other elements in a literary work. 3) As the
view, and themes. 3) Describe Sumono Sandy Asmoro’s cultural younger generation who have concern for the traditional arts, are
attitudes about the kethoprak tradition art. required to carry out a review relating to meredupnya ketoprak in
Source of research data is divided into two, namely the source of the community.
primary data and secondary data sources. Primary data source,
namely the text serialize the Java language, titled Langit Jingga

1
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106017
2
Dosen Pembimbing I
3
Dosen Pembimbing II
perpustakaan.uns.ac.id 1
digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap karya sastra yang diciptakan merupakan cermin sosial budaya

masyarakat. Pengarang melalui penulisan cerita bersambung mampu menciptakan

dunia imajinasi yang berisi gambaran kehidupan atau realita masyarakat. Cerita

bersambung merupakan hasil karya pengarang Jawa Modern dan menjadi genre

sastra dalam khasanah kesusastraan Jawa baru. Kemunculan cerita berbahasa

Jawa tersebut pada awalnya banyak mendapat dukungan dari berbagai surat kabar

atau majalah yang mejadi wadah tersiarnya jenis sastra ini. Pada masa ini,

dukungan tersebut tidak sebanyak pada era kemunculannya. Sebagai sebuah karya

sastra, cerita bersambung menawarkan berbagai permasalahan manusia dan

kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai

permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian

diungkapkannya kembali, melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.

Karya sastra bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi

pengarang saja, namun karya sastra juga merupakan refleksi kehidupan yaitu

pantulan respon pengarang dalam menghadapi problem kehidupan yang diolah

secara estetis melalui kreatifitas yang dimilikinya, kemudian hasil olahan tersebut

disajikan kepada pembaca. Isi sebuah karya sastra yang paling dominan adalah

persoalan kemanusiaan. Manusia ditunjuk menjadi tokoh di dalam cerita dan

objek yang sangat baik untuk dikaji, sebab di dalamnya akan terlihat sosok
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

manusia yang berdialog dengan kehidupan. Bertolak dari itu dapat diambil

benang merah bahwa sastra adalah cermin kehidupan, walaupun yang tertuang di

dalamnya merupakan gambaran fiction belaka. Namun kenyataan sosial yang ada

bisa saja terekam/tercermin dalam karya sastra ini. Seperti sebuah kehidupan masa

lalu, dalam suatu masyarakat dapat selalu dilihat meskipun hanya sebatas kecil

yang tidak berarti. Karya sastra merupakan gambaran nyata kehidupan tentang

perjalanan manusia dengan berbagai problematika yang menyelimutinya. Oleh

karena itu, sastra bermanfaat karena di dalamnya terkandung gagasan-gagasan

yang berupa ajaran, petuah-petuah, dan pengetahuan-pengetahuan. Dapat

dikatakan bahwa sebenarnya karya sastra itu tidak hanya berfungsi bagi

masyarakat dengan seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan

hubungan seseorang dengan masyarakat (Damono, 1993 :1)

Karya sastra mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan atau

terkait, yaitu pengarang, pembaca atau masyarakat penikmatnya, dan karya sastra

itu sendiri. Pengarang mengungkapkan ide-ide, permasalahan dan amanat atau

pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau masyarakatnya

melalui karya sastra tersebut. Permasalahan–permasalahan atau konflik yang ada

dalam karya sastra sering mengangkat permasalahan-permasalahan sosial yang

terdapat dalam realitas kehidupan masyarakat. Permasalahan tersebut disajikan

melalui jalan cerita dan tokoh-tokohnya dengan daya kreativitas dan imajinasi

pengarang, meskipun tokoh dalam suatu cerita merupakan rekaan, namun bukan

semata-mata rekaan, melainkan lebih sebagai replika dari sebuah kehidupan yang

nyata. Di dalam sebuah karya sastra akan dapat tercermin pula ajaran-ajaran moral
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

melalui amanat, gagasan pengarang maupun latar belakang sosial yang mendasari

penciptaan karya tersebut.

Lewat karya sastra manusia dapat belajar tentang hakikat hidup dan

kehidupan. Para pengarang melihat dinamika ini dan menjadikannya sumber

inspirasi. Manusia dan segala problemnya merupakan objek karya sastra.

Pengarang dan anggota masyarakat tidak bisa menutup mata terhadap problem

masyarakat. Karya sastra tidak lagi berbicara tentang keindahan semata, akan

tetapi persoalan-persoalan hidup manusia, sehingga karya sastra menjadi lebih

bermakna.

Cerbung atau cerita bersambung sebagai salah satu karya sastra hasil

budaya manusia banyak menampilkan berbagai permasalahan yang menyangkut

kehidupan manusia. Kenyataan itu terkadang terasa sangat nyata dan hidup karena

jalinan hubungan tokoh-tokoh, tempat, dan peristiwa-peristiwa yang benar-benar

ada atau pernah terjadi pada masyarakat dalam kurun waktu tertentu.

Cerita bersambung yang berbahasa Jawa merupakan sebuah cerita yang

diciptakan pengarang mampu menciptakan dunia imajinasi yang berisi gambaran

kehidupan atau realitas masyarakat yang merupakan kenyataan dalam sosial.

Cerita bersambung dengan bahasa Jawa merupakan hasil karya pengarang Jawa

Modern dan menjadi genre sastra dalam khasanah kesusastraan Jawa baru.

Kemunculan cerita berbahasa Jawa tersebut pada awalnya banyak mendapat

dukungan dari berbagai surat kabar atau majalah yang menjadi wadah tersiarnya

jenis sastra ini. Cerita bersambung sebagai karya sastra, banyak menawarkan

permasalahan kemanusiaan dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian

diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya

(Burhan Nurgiyantoro, 2000: 2).

Sumono Sandy Asmoro lahir di kota Reog Ponorogo. Beliau alumnus

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa UNESA. Beliau menyelesaikan S-1

nya sampai 7 tahun karena terlalu asik berkesenian di kampus. Dan saat ini beliau

berprofesi sebagai guru di SMPN 1 Panggul, Trenggalek. Selain aktif di seni

karawitan dan teater, beliau juga aktif menulis karya sastra berupa puisi, cerpen,

cerbung yang dimuat dalam beberapa majalah dan surat kabar.

Sumono Sandy Asmoro dalam menulis karya sastra juga sering

menggunakan nama samaran. Nama samaran yang biasa digunakan adalah

Candra Dyah Pambayun, Ken Ary Sandy, dan Wisky Windusaru. Penggunaan

nama samaran ini menurut pengarang bertujuan agar pembaca tidak bosan dengan

nama pengarang. Karya-karya Sumono Sandy Asmoro dimuat dalam majalah-

majalah antaranya adalah Panjebar Semangat, Jaya Baya, Djoko Lodhang, Pos

Kita, Surabaya Post, Bende dan masih ada lagi di surat kabar lainnya. Salah satu

karyanya dalam bentuk cerita bersambung adalah Langit Jingga.

Cerita bersambung Langit Jingga dimuat dalam majalah Jawa Panjebar

Semangat edisi 22 Desember 2007 sampai dengan 22 Maret 2008. Cerita

bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro mengisahkan tentang

seorang lulusan sarjana pendidikan zaman sekarang yang sangat ingin

mengangkat nasib seni tradisi kethoprak yang mulai kehilangan tempat di hati

masyarakat. Cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

mencoba mengungkapkan masalah tersebut dan mengangkatnya dengan

membandingkan sikap masyarakat terhadap seni tradisi kethoprak pada zaman

dulu dan sekarang.

Alasan dasar mengapa dipilih cerita bersambung Langit Jingga sebagai

objek kajian adalah: pertama, karena dari segi isi, cerita bersambung langit jingga

sangat menarik karena didalamnya menceritakan seorang mahasiswa yang sangat

peduli dengan kesenian tradisi ketoprak yang mulai redup. Kedua dari segi

pengarang sendiri Sumono Sandy Asmoro merupakan salah satu pengarang sastra

yang produktif. Ketiga, prestasi Sumono Sandy Asmoro yang cukup bagus

membuat peneliti tertarik mengkaji salah satu karyanya.

Cerita bersambung Langit Jingga menceritakan lulusan sarjana zaman

sekarang yang masih sangat peduli dan ingin mengangkat nasib para seni tradisi

kethoprak yang saat ini sedang mengalami keterpurukan, sampai kethoprak sulit

sekali untuk dikatakan masih hidup atau malah sudah mati, bahkan di salah satu

surat kabar disebutkan bahwa seni tradisi kethoprak masih hidup jika digratiskan,

dan ada sebagian orang yang menyebut kethoprak mati suri. Hal ini menandakan

bahwa keadaan kethoprak pada saat ini benar-benar sangat memprihatinkan.

Dalam cerita bersambung ini diceritakan sarjana tersebut bernama Jrabang.

Menurut Jrabang, orang-orang zaman sekarang kebanyakan gengsi untuk melihat

kethoprak, takut dikatakan kampungan, takut disebut kurang gaul, ketinggalan

zaman dan lain sebagainya. Karena itulah Jrabang dan teman-temannya membuat

sanggar kethoprak yang kemudian pentas keliling dimasyarakat. Jrabang dan

teman-temannya menduga-duga, akankah masyarakat masih berkata gengsi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

menonton kethoprak, jika semua pemain inti adalah mahasiswa, pengrawitnya

adalah mahasiswa, dan pesindhennya juga seorang mahasiswi. Dengan itulah

Jrabang menyemangati teman-temanya dan akhirya salah satu teman Jrabang yang

bernama Jlitheng tertarik untuk ikut latihan kethoprak. Niat Jrabang memang baik,

dia ingin melestarikan salah satu seni tradisi peninggalan leluhur kita yaitu

kethoprak. Dua kali dalam seminggu, Jlitheng tidak pernah absen latihan di

sanggar kethoprak, latihan kethoprak tidak kalah dengan latihan teater. Seni

tradisi juga memiliki konvensi panggung yang rumit, jadi tidak bisa seenaknya

sendiri, dari cara berjalan, cara duduk, cara bicara, cara berpindah tempat

semuanya punya aturan sendiri-sendiri. Akan tetapi setelah lulus kuliah, Jlitheng

langsung mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijasahnya, dan Jlitheng juga

masih sempat mengarang disela-sela waktunya. Lain halnya dengan Jrabang,

setelah lulus kuliah malah bergabung dengan kethoprak tobong atau kethoprak

keliling dari daerah satu ke daerah lain, karena dia merasa belum puas dengan

pengalaman yang didapatnya di atas panggung.

Menurut peneliti, masalah sosial-budaya, tersebut perlu dikaji dan di teliti,

terutama untuk mengetahui pandangan dan sikap budaya pengarang terhadap

kesenian ketoprak dengan sisi kompleksitas permasalahannya. Oleh karena itu

judul penelitian ini adalah: SIKAP BUDAYA PENGARANG TERHADAP

KESENIAN KETOPRAK DALAM CERITA BERSAMBUNG LANGIT JINGGA

KARYA SUMONO SANDY ASMORO (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

B. Batasan Masalah

Ruang lingkup yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini

1. Struktur cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro yang

meliputi plot/ alur, tokoh, latar/ setting, judul, sudut pandang/ point of view,

dan tema.

2. Mengungkap sikap budaya Sumono Sandi Asmoro dalam menanggapi seni

tradisi kethoprak pada saat ini.

C. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang telah diungkapkan dimuka serta

ruang lingkup penelitian ini, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar kepengarangan Sumono Sandy Asmoro?

2. Bagaimanakah struktur pembangun cerita bersambung Langit Jingga karya

Sumono Sandy Asmoro yang meliputi plot/ alur, tokoh, latar/ setting, judul,

sudut pandang/ point of view, dan tema?

3. Bagaimanakah sikap budaya Sumono Sandi Asmoro dalam menanggapi seni

tradisi ketoprak pada saat ini?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai meliputi:

1. Mendeskripsikan latar kepengarangan Sumono Sandy Asmoro.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

2. Mendeskripsikan struktur pembangun cerita bersambung Langit Jingga karya

Sumono Sandy Asmoro yang meliputi plot/alur, tokoh, latar/ setting, judul,

sudut pandang/ point of view, dan tema.

3. Mendeskripsikan sikap budaya Sumono Sandi Asmoro dalam menanggapi

tentang seni tradisi kethoprak pada saat ini.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat

secara teoretis maupun manfaat secara praktis. Manfaat yang dimaksud adalah

sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian cerita bersambung Langit Jingga ini diharapkan dapat

memperkaya ilmu pengetahuan dan menambah wawasan khususnya dalam

menganalisis karya sastra dalam perspektif sosiologi sastra.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap

pembaca, peminat sastra Jawa untuk lebih mengetahui dan memahami tentang

problem sosial kehidupan masyarakat kalangan manapun dalam cerita

bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro. Hasil-hasil penelitian

ini merupakan data yang dapat digunakan untuk penelitian sejenis lainnya,

misalnya secara sosiologi, feminisme, ajaran moral, resepsi sastra, dan lain-lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

Penelitian terhadap suatu obyek penelitian karya sastra dalam hal ini

diperlukan dukungan teori dan pendekatan, agar dapat memberikan orientasi yang

terarah dan mendukung keberhasilan suatu penelitian.

Landasan teori di manfaatkan sebagai tuntunan kerja untuk memecahkan

permasalahan sastrawi yang dihadapi, sebaiknya di jabarkan dan di uraikan secara

ringkas dan jelas penjabaran dan uraianya dapat dibentuk uraian kualitatif, model

matematis atau statistik, atau permasalahan-permasalahan yang langsung

berkaitan dengan masalah-masalah sastra yang diteliti (Sangidu, 2004: 105). Teori

di gunakan sebagai alat untuk membongkar obyek penelitian, maka dalam

penelitian ini di butuhkan teori pendekatan yang sesuai dengan apa yang di kaji.

Dalam penelitian ini pendekatan sosiologi sastra akan dimanfaatkan.

A. Pengertian Cerita Bersambung

Cerita bersambung menurut Laela Sari dan Nur Laela (2006: 61) adalah

cerita rekaan yang memuat sebagian demi sebagian, cerita yang dikisahkan secara

berturut-turut di dalam surat kabar atau majalah. Cerbung merupakan cerita

rekaan atau fiksi yang dimuat tidak hanya sekali di dalam majalah atau media

lainya yang di muat dalam beberapa episode. Cerbung sangat panjang karena

teknik penceritaanya yang mendetail antara kejadian satu dengan kejadian yang

lain, serta penuturan satu dengan penuturan yang lain di dalam cerita.
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Cerita bersambung merupakan genre berbentuk prosa. Cerbung adalah

cerita rekaan yang panjang yang menyuguhkan permasalahan kehidupan dan

menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Isi cerbung

biasanya lebih kompleks dan lebih banyak. Hakikat cerbung adalah pengungkapan

jiwa pengarang melalui proses imajinasi yang tetap berpangkal pada kenyataan

dan pengalaman. Cerbung ini memiliki persamaan dengan novel, cerpen maupun

roman yang sama-sama memiliki struktur yaitu sama-sama memiliki plot/ alur,

tokoh, latar/ setting, judul, sudut pandang/ point of view, gaya dan nada serta

tema. Perbedaanya terletak pada penyajianya yaitu cerita disajikan sebagian demi

sebagian. Sedangkan novel, cerpen maupun roman disajikan secara utuh dan

sekali jadi.

B. Teori Sruktural

Pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi

struktur karya sastra itu sendiri. Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori

struktural adalah adanya anggapan bahwa didalam dirinya sendiri karya satra

merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu

kesatuan yang bulat yang saling berjalin (Djoko Pradopo 1995: 108). Pendekatan

ini secara singkat dapat dikatakan gerakan otonomi karya sastra (Maatje, 1970

dalam Teeuw, 198: 60). Sebuah struktur karya sastra harus dilihat sebagai suatu

totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian unsur-unsurnya

(Sangidu, 2004: 16).

Pendekatan struktural ini tidak hanya sekedar mendalami unsur-unsur

tertentu karya sastra, namun lebih penting adalah menunjukkan bagaimana


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

hubungan antar unsur dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik

dan makna. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu menekankan aspek

instrinsik karya sastra (Suwardi Endaswara, 2003: 51-52). Pada dasarnya analisis

struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti dan

secara detail serta sedalam mungkin keterjalinan secara anasir dan aspek karya

sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

Berdasarkan uraian-uraian di atas disimpulkan bahwa pendekatan

struktural merupakan langkah awal untuk mendapatkan makna karya sastra secara

otonom. Pendekatan struktural dapat dilakukan dengan mengkaji unsur instrinsik

karya satra yang bersangkutan. Untuk mengkaji unsur-unsur dalam karya sastra,

analisis yang dilakukan adalah membongkar unsur-unsur pembangun karya satra

tersebut. Menurut Stanton dalam An introduction to fiction menguraikan unsur

fiksi menjadi fakta cerita yang meliputi: Plot/ alur, tokoh, dan latar; sarana cerita

yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada; serta tema (dalam Wiyatmi,

2006: 29-30). Penjelasan yang lebih luas mengenai unsur-unsur intrinsik karya

sastra adalah sebagai berikut:

1. Sarana Cerita

Sarana cerita merupakan hal-hal yang di manfaatkan oleh pengarang

dalam memilih dan menata detail-detail cerita (Sayuti, 2006: 147) dengan sarana

cerita ini tercipta pola yang bermakna yang berhubungan dengan fakta cerita yang

akan di ceritakan. sarana cerita dalam fiksi meliputi unsur judul, sudut pandan/

point of view, gaya dan nada.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

a. Judul

Judul merupakan hal yang paling pertama yang di baca oleh pembaca

karya satra. Karena judul merupakan elemen lapisan luar suatu karya sastra, oleh

sebab itu judul merupakan elemen karya sastra yang paling mudah diketahui oleh

pembaca.

Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya

membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada

sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi penting untuk waspada

bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol (Stanton, 2007:

51)

Sebuah judul hendaknya mampu memberikan gambaran makna suatu

cerita. Oleh sebab itu, sebuah judul harus mampu mengacu dengan elemen

struktur lainya. Artinya judul suatu karya bertalian erat dengan elemen-elemen

yang membangun fiksi dari dalam (Sayuti, 2006: 148). Dalam hubunganya

dengan hal ini, judul seharusnya dapat mewakili tema, latar/setting, tokoh,

plot/alur, dan sebagainya.

b. Sudut Pandang

Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta-merta. Pengarang

harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar cerita yang di utarakannya

menimbulkan efek yang pas. Robert Stanton dari sisi tujuan, sudut pandang

terbagi menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa

kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Pada orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-

katanya sendiri. Sedangkan pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh

satu karakter bukan utama (sampingan).

Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan

memosisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanya menggambarkan apa yang

dapat dilihat, didengar dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja. Pada orang

ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan

memosisikannya sebagai orang ketiga. Pngarang juga dapat membuat beberapa

karakter melihat, mendengar atau berpikir dan saat tidak ada satu karakterpun

hadir (2007 : 57-54).

c.Tema

Menurut Stanton tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan

’makna’ dalam engalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman

begitu diingat (2007: 36).

Tema merupakan unsur pembangun karya sastra yang pertama. Setelah

membaca karya sastra, seseorang tidak hanya bertujuan untuk mencari dan

menikmati kehebatan sebuah cerita, tetapi biasanya akan mencari apa yang

sebenarnya ingin diungkapkan oleh seorang pengarang lewat karyanya itu.

(Nurgiyantoro, 2005: 67).

Usaha untuk mendefinisikan tema tidaklah mudah, khususnya definisi

yang mewakili bagian dari sesuatu yang didefinisikan itu. Kejelasan pengertian

tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan sebuah

karya fiksi (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 67). Sedangkan menurut Robert Stanton
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

(2007: 36) Tema merupakan aspek cerita yang sejajar denganmakna dalam

pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.

Tema merupakan kesimpulan dari pembaca tentang hakikat eksistensi

pengalaman yang dipaparkan di dalam karya sastra. Sebuah karya sastra harus

mempunyai tujuan yang hendak disampaikan pada pembaca atau penikmat.

Kemudian penikmat yang menelaah sendiri kira-kira tema dan amanat apa yang

ada dalam karya sastra tersebut.

d.Gaya dan Nada

Stanton melalui bukunya tentang teori fiksi mengungkap bahwa dalam

sastra , gaya adalah cara pengarang dalam mengunakan bahasa. Meski dua orang

pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduannya

bisa sangat berbeda (2007: 61). Dan satu elemen yang amat terkait dengan gaya

adalah tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam

cerita (2007: 63).

Gaya dan nada sebagai bagian dari sarana cerita. dalam karya sastra

mempunyai hubungan yang sangat erat terhadap unsur-unsur yang lain.

Sumbangan yang paling utama ialah untuk menciptakan tone/ nada cerita (Sayuti,

2006: 17). dalam kaitanya dalam karya sastra gaya merupakan sarana, sedangkan

nada merupakan tujuan.

Gaya menurut sayuti (2006: 173) didefinisikan sebagai cara pemakaian

bahasa yang spesifik oleh seorang pengarang. Pemakaian bahasa inilah yang

dimaksudkan oleh Laelasari dan Nurlaela (2006: 104) diartikan sebagai pemilihan

kata atau penentuan diksi yang dilakukan oleh pengarang untuk menyajikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

ceritanya. Dengan berpijak pada uraian diatas, maka dapat dimengerti bahwa yang

dimaksud dengan gaya adalah gaya bahasa yang dipakai oleh pengarangdalam

karya sastra untuk menyajikan ceritanya.

2. Fakta cerita

Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan dalam sebuah karya

sastra. Fakta cerita meliputi plot/alur, tokoh dan latar. Sesuatu yang akan

diceritakan dirangkai dalam susunan peristiwa kedalam ketiga kerangka unsur

tersebut.

a. Plot/ alur

Menurut Robert Stanton dalam bukunya teori fiksi, menjelaskan secara

umum bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita

(2007 : 26).

Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap

kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton dalam

Burhan Nurgiyantoro, 1995: 113). Sejalan dengan itu, Atar Semi menyatakan

bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun

sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-

bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1993: 43).

Alur berdasarkan kriteria urutan waktu dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Alur maju. Alur maju atau progresif dalam sebuah novel terjadi jika cerita

dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

b. Alur mundur, regresif atau flash back. Alur ini terjadi jika dalam cerita

tersebut dimulai dari akhir cerita atau tengah cerita kemudian menuju awal

cerita.

c. Alur campuran yaitu gabungan antara alur maju dan alur mundur. Untuk

mengetahui alur campuran maka harus meneliti secara sintagmatik dan

paradigmatik semua peristiwa untuk mengetahui kadar progresif dan

regresifnya (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 153-155).

Alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang

merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik

yang terdapat di dalamnya. Alur atau plot memegang peranan penting dalam

sebuah cerita rekaan. Selain sebagai dasar bergeraknya cerita, alur yang jelas akan

mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang disajikan.

b. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165).

Penokohan atau pelaku merupakan unsur yang sangat penting dalam

struktur sebuah novel atau cerbung. Setiap tokoh itu mempunyai ciri-ciri, baik

secara lahir dan batin. Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan

citra tokoh (Panuti Sudjiman, 1992: 23)

Menurut Suharianto penokohan tersebut dengan melukiskan keadaan

tokoh cerita baik keadaan lahir maupun batinnya yang berupa pandangan hidup,

sikap, keyakinan, adat-istiadat dan sebagainya (1982: 11). Penokohan yang baik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

adalah penokohan yang berhasil menggambarkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita

tersebut yang mewakili tipetipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat.

Ada dua macam cara dalam memahami tokoh atau perwatakan tokoh-

tokoh yang ditampilkan yaitu:

a. Secara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan karakter tokoh-tokoh

dalam cerita.

b. Secara dramatik, yaitu pengarang tidak menceritakan secara langsung

perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama

tokoh, melalui pengambaran fisik tokoh dan melalui dialog (Atar Semi, 1993: 39-

40).

Tokoh-tokoh dalam suatu cerita, jika dilihat berdasarkan perannya

dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Selain itu, jika dilihat dari

fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh

antagonis. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan

kita, harapan-harapan kita, dan pembaca. Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab

terjadinya konflik (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 178-179).

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penokohan adalah

penggambaran sifat dan karakter seseorang dalam ssebuah karya sastra.

c. Latar/ Setting

Latar aadalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semeste yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca atau

satu periode sejarah (Stanton, 2007: 35)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Menurut Panuti Sudjiman, latar/ setting adalah tempat terjadinya peristiwa.

Latar merupakan segala ketentuan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya

peristiwa dalam sebuah karya sastra (1992: 46)

Burhan Nugriyantoro (2007: 227) menyatakan, unsur latar dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut

saling berkaitan satu sama lain. Pertama latar tempat menunjuk pada tempat atau

lokasi terjadinya peristiwayang diceritakan dalam sebuah fiksi. Penggunaan latar

tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan sifat dan keadaan

geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat memiliki

karakteristik tertentu yang membedakan dengan tempat lain.

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu menjadi

dominan dan fungsional jika digarap dengan teliti, terutama jika dihubungkan

dengan peristiwa sejarah. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan

menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi khas, tipikal dan sangat menjadi

sangat fungsional sehingga tidak dapat digantikan dengan waktu lain.

Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup masalah kehidupan yang cukup

kompleks. Disamping itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh

yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atas. Dari penjelasan tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa setting merupakan keseluruhan lingkungan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

dimana peristiwa dalam suatu certa fiksi terjadi, baik lingkungan waktu, tempat,

ataupun sosial.

C. Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah suatu telaah obyektif dan ilmu tentang manusia dalam

masyarakat dan proses sosialnya (Sapardi Djoko Damono, 1979: 17). Sosiologi

membahas tentang fenomena (gejala-gejala) dalam masyarakat dan sastra

merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Sastra begitu dekat hubungannya

dengan masyarakat, hal ini disebabkan karena:

a. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang.

b. Pengarang itu sendiri anggota dari masyarakat.

c. Pengarang memanfaatkan kekayaaan yang ada dalam masyarakat.

d. Karya sastra itu di manfaatkan kembali oleh masyarakat. (Nyoman, 2004: 60).

Menurut Yudiono KS (2003: 3) sosiologi sastra merupakan suatu

pendekatan yang menentukan nilai penting hubungan antara sastra dan

masyarakat. Pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam masyarakat,

dengan proses pemahaman mulai dari manusia ke individu (Nyoman, 2003: 59).

Pengarang dengan masyarakat selalu berhubungan, karena pengarang juga

merupakan anggota masyarakat. Sehingga wajar saja jika pengarang sebagai

pencipta karya sastra menampilkan bentuk budaya pada jamanya, bahkan dia juga

merekam gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya.

Dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut

Wellek dan Warren ketiganya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

a. Sosiologi Pengarang, yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial dan

lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.

b. Sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang

menjadi pokok adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang

menjadi tujuanya.

c. Sosiologi sastra, yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya

sastra. (Wellek dan Warren dalam Sapardi Djoko Damono, 1979: 3).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap karya sastra dengan

pertimbangan pengarang sebagai pencipta karya sastra dan faktor-faktor lain

diluar karya sastra yang menyebabkan terciptanya karya tersebut. Penerapan

pendekatan sosiologi sastra dalam penelitian ini ialah sosiologi karya sastra

sesuai pembagian yang dikemukakan rumusan masalah di atas.

1. Kesenian Tradisional Ketoprak

Ketoprak merupakan salah satu jenis pertunjukan tradisional/ kesenian

daerah/ kesenian rakyat yang berasal dari jawa, khususnya Surakarta dan daerah

istimewa Yogyakarta. Pendapat tersebut diperkuat oleh bapak St. wiyono bahwa

ketoprak adalah teater Jawa atau daerah yang masih menggunakan gamelan

Jawa, bahasa Jawa sebagai dialognya, dan masih memakai kentongan sebagai

aba-abanya. Maka dapat mengetahiu kapan saatnya harus berhenti. Dan sisitem

panggungnya buka kelir (buka tutup). Bondan Nusantara dalam Lepen

purwaraharjo dan Bondan Nusantara 1997:54) mendefinisikan ketoprak adalah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

drama rakyat Jawatengah. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Sunardian

Wiradono dalam Lepen purwaraharjo dan Bondan Nusantara 1997:105)

ketoprak adalah kesenian massa, dan sebagaimana kesenian massa lainnya,

ketoprak adalah hiburan. Di definisikan demikian karena fakta seni ketoprak

terus menerus mengalami perubahan dari waktu ke waktu jaman ke jaman.

Menurut Koentjaraningrat, asal bahasa ketoprak adalah dari kata kethok-

kethok dan prak-prak. Kethok-kethok berarti penanda, prak-prak adalah ilustrasi

musiknya. Ketoprak menurut arti luasnya adalah teater rakyat yang lahir di Jawa

(Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta), yang

menyajikan dialog, tarian, nyanyian dan lawakan dengan tanda pembabakan

menggunakan pukulan keprak (kentongan) dan membawakan cerita rakyat

(legenda, dongeng, sejarah, babad, dan fiktif) baik dari dalam maupun luar

negeri

Ketoprak pada awalnya masih memainkan lakon-lakon atau cerita-cerita

yang sederhana, hanya mencceritakan kehidupan para petanni sehari-hari. Cara

penampilannya dengan menari yang kadang-kadang berlebihan dan lucu

sehingga penonton menyebutnya dengan lawakan. Bahasa yang dipakai sudah

bervariasi yaitu dengan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sebagainya sesuai

dengan tuntunan cerita lakon ketoprak.

Ketoprak masih dapat ditemui dibeberapa daerah pedesaan di pulau

Jawa. Biasanya ketoprak digelar untuk acara-acara tertentu, seperti: sunatan,

sedekah bumi, atau perayaan-perayaan tertentu. Cerita yang disajikan biasanya

menceritakan tentang sejarah di daerah sekitar, bisa tentang kisah seorang tokoh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

masyarakat, ataupun sejarah suatu tempat. Biasanya dalam pertunjukan ketoprak

selalu disisipi oleh humor-humor yang menarik sehingga tidak membosankan.

Pada beberapa acara, ketoprak juga disisipi oleh hal-hal yang istimewa seperti:

disertai konser orgen tunggal, disisipi efek-efek yang menggunakan petasan

ataupun pengaturan cahaya agar semakin menarik, dan mendatangkan bintang

tamu istimewa.

Di dalam cerita bersambung Langit Jingga ketoprak yang

dimaksud adalah ketoprak tobong, sedangkan tobong sendiri berarti

sebuah bangunan semi permanen terbuat dari bambu dan beberapa perlengkapan

lain, yang biasanya dipergunakan sebuah kelompok kesenian tradisional Jawa

bernama ketoprak untuk mementaskan pertunjukan mereka. Bahkan lebih dari

hanya sekedar tempat pementasan. tobong merupakan sebuah kampung di mana

seluruh rakyat ketoprak tinggal, hidup dan mempertunjukkan karya dan juga

darma mereka. Tobong tidak ubahnya sebuah negeri kecil bagi kalangan

ketoprak.

2. Sikap Budaya Pengarang

Sastra tidak begitu saja jauh dari langit, bahwa hubungan yang ada

antara sastrawan, sastra dan masyarakat bukanlah suatu yang dicari-cari

(Damono, 1984: 3) hal itu disebabkan oleh karya sastra merupakan refleksi

kehidupan yang terjadi di masyarakat. Segala hal yang tertuang dalam karya

sastra tidak dapat terlepas dari apa yang terjadi di masyarakat. Karena

pengarang adalah bagian dari masyarakat, karya sastra juga merupakan cermin

pribadi atau jiwa pengarang itu sendiri yang di dapat dari masyarakat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

tanggapanya terhadap masyarakat yang diamatinya. Seringkali seorang

pengarang menonjolkan kekayaan budaya masyarakat, suku bangsa atau

bangsanya. Oleh karena itu untuk memahami sebuah karya sastra, latar sosial

budaya pengarang harus diperhatikan, terutama sikap pengarang terhadap

refleksi budaya masyarakat yang terdapat dalam karya sastranya.

Menurut Allport, dalam buku Psikologi Sosial karya Dr. W.A.

Gerungan, definisi sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang

diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah

terhadap respon indifidu pada semua objek pada semua situasi yang berkaitan

dengannya (2004: 137).

Krech dan Cruthfield mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang

bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, dan perseptual megenai

beberapa aspek dunia individu (Gerungan, 2004: 137). Jadi sikap adalah

kesiapan untuk selalu menanggapi segala sesuatu dengan cara dan proses

tertentu dari pengalaman-pengalaman yang pernah dialami. Manusia bisa

memiliki kesiapan untuk menanggapi segala sesuatu yang pernah dialaminya,

seperti misalanya dalam penelitian kali ini akan diorientasikan pada sikap

seorang pengarang dalam menanggapi budaya daerah khususnya kesenian

ketoprak, dengan cara menuangkannya dalam cebuah karya sastra tulis.

Budaya dikatakan sebagai sebuah cipta, karsa dan rasa yang diperoleh

dari belajar, maka budaya tersebut lahir dari proses belajar manusia sehingga

membentuk dan menghasilkan suatu budaya yang luhur. Budaya Jawa terkenal

dengan budaya yang mempunyai nilai-nilai yang tinggi. Nilai-nilai yang terlihat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

dalam budaya Jawa salah satunya adalah sikap sopan santunnya bila dilihat dari

tingkah lakunya dan lembut tuturkatanya. Dengan adanya sikap ini dapat di

ketahui pandangan seseorang terhadap apa yang dia amati. Walupun sikap tidak

identik dengan pandangan hidupnya. Suatu sikap yang tidak hanya berhubungan

dengan agama, tetapi juga berhubungan dengan adat istiadat latar sosial budaya

dan karakter bangsanya. Suatu sikap bukanlah suatu yang terbentuk pada suatu

saat, tapi dalam suatu proses yang lama yang lahir dari pendidikan dan

pengalaman. Memang dalam pendidikan dan pengalaman seseorang akan

berjumpa dengan kebudayaan lain yang secara langsung maupun tidak langsung

akan mempengaruhinya, tetapi tidak mungkin dapat merubah sikapnya secara

total. Suatu sikap nantinya akan perkembangan selanjutnya bagi seseorang

maupun bangsanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti bahwa seorang pengarang

akan menanggapi budaya suatu masyarakat yang terdapat dalam karya yang

dihasilkannya, dengan kata lain, sikap budaya pengarang adalah sikap dan

pandangan pengarang terhadap budaya suatu masyarakat yang tertuang dalam

karya sastra yang dibuat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif, yaitu data-data yang dikumpulkan berwujud catatan yang

menggambarkan situasi sebenarnya gunamendukung penguji (Sutopo, 2003: 48).

Penelitian deskriptif yaitu menganalisis hanya sampai pada staf deskripsi

yaitu mengalisis dan menyajikan fakta-fakta secara sistematik sehingga dapat

lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Azwar 2004: 6).

Bodgan dan Tailor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang atau perilaku yang diamati (dalam Lexy J. Moleong, 2002: 3).

Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan secara sistematik

atau akurat fakta-fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu.

Penelitian ini berusahan menggambarkan situasi atau kejadian data hipotesa,

membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi (Azwar, 2004: 7).

Bentuk penelitian deskriptif kualitatif diharapkan dapat memperoleh

gambaran atau deskriptif mengenai kwalitatif dari obyek yang dikaji, dalam hal

ini adalah cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro.

commit25
to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

B. Sumber data dan Data

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah

kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain (Lexy J. Moleong. 2006:157).

Berdasarkan pendapat di atas sumber data penelitian ini dapat dipilah

menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data

primer yaitu cerita bersambung karya Sumono Sandy Asmoro dengan judul Langit

Jinggga yang dimuat dalam majalah Panjebar Semangat edisi 22 desember 2007

sampai dengan 22 maret 2008 yang terdiri dari 15 episode, serta buku-buku

reverensi. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini adalah

Sumono Sandy Asmoro.

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan atas data primer dan

sekunder. Data primernya adalah teks cerita dari cerita bersambung Langit Jingga

Karya Sumono Sandy Asmoro yang meliputi unsur intrinsik (struktur cerita

bersambung) dan aspek-aspek sosiologi khususnya masalah sosiologi tokoh-tokoh

dalam cerita bersambung tersebut. Data sekunder yaitu rekaman hasil wawancara

dengan pengarang yang termuat dalam Flashdisc, MP3, dokumentasi yang berupa

foto, serta teori-teori dari buku-buku referensi yang menunjang penelitian dan hasil

wawancara dengan pengarang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Analisis Isi

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan content

analysis atau analisis isi. Yang dimaksud analisis isi dalam penelitian ini adalah

suatu analisis terhadap isi termasuk aspek-aspek yang terkandung dalam cerita

bersambung Langit Jingga Karya Sumono Sandy Asmoro.

Teknik analisis juga disebut kajian isi. Krippendorff (dalam Lexy J

Moleong, 2000: 163) mendefinisikan kajian isi yaitu teknik penelitian yang

dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas

dasar konteksnya. Data tersebut adalah cerbung Langit Jingga karya Sumono

Sandi Asmoro. Teknik ini cara kerjanya menemukan struktur pembangun yang

meliputi plot/ alur, tokoh, latar/ setting, judul, sudut pandang, gaya dan nada serta

tema. Selain itu menemukan problem-problem sosiologi yang terdapat pada

cerbung tersebut.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Lexy J.

Moleong, 2000: 135). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan pada pengarang

guna memperoleh informasi yang dapat mendukung penelitian. Bentuk

wawancara berstruktur, yaitu peneliti terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-

pertanyaan sebelum melakukan wawancara. Teknik wawancara yang dipakai


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

untuk mengumpulkan data tentang pengarang dalam hal ini pihak yang akan

diwawancarai adalah Sumono Sandy Asmoro selaku pengarang cerita bersambung

Langit Jingga.

D. Teknik Analisis Data

Menurut Bodgan dan Bikken, analisis data adalah upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan, memilah-milahnya menjadi

satu satuan yang dapat dikelola, mensintensiskanya, mencari dan menemukan pola

apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (dalam Lexy J. Moleong, 2007: 248).

Analisis data menurut Patton (dalam Lexy J Moleong, 2007: 280) adalah

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori

dan satuan uraian dasar. Dalam teknik analisis data ini untuk mendukung

penelitian, digunakan teknik analisis interaktif, yaitu interaksi tiga komponen

utama yang meliputi Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan Kesimpulan

(Milles dan Hubberman dalam HB Sutopo 2006: 113).

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses penyederhanaan dengan membatasi

permasalahan penelitian dan juga membatasi pertanyaan-pertanyaan pokok

yang perlu dijawab dalam penelitian (H.B Sutopo, 2002: 94).

Reduksi data diartikan sebagai proses pemulihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, informasi data yang sering muncul dari catatan-catatan

tertulis selama pengumpulan data berlangsung maka terjadilah tahapan reduksi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

(membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema dan lain-lain). Rediksi data

atau proses transformasi ini terus berlanjut sesudah penelitian sampai laporan

akhir tersusun.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan data yang terkumpul. Data-data yang

terkumpul, yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, dokumen,

biografi, artikel, hasil wawancara akan diatur, diurutkan, di kelompokkan

(Lexy J Moleong 2000: 103). Tahapan ini dimulai dengan membaca dan

mengelompokkan data yang terkumpul kemudian di deskripsikan, di

identifikasikan dan diklasifikasikan.

Penyajian data dirancang guna menggabungkan informasi yang

tersusun supaya terjadi keterpaduan dan mendapat hasil yang diharapkan.

Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sudah terjadi

dan menentukan apakah sudah dapat menarik kesimpulan yang benar atau

terus melangkah menganalisis.

3. Penarikan kesimpulan

Setelah pengumpulan data, penelitian mulai melakukan usaha untuk

menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat

pada reduksi maupun sajian datanya. Menurut H.B Sutopo, proses ini

disebut model analisis interaktif (2002: 95). Penarikan kesimpulan

merumuskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi ataupun kegiatan

pengumpulan data.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Penarikan kesimpulan adalah kegiatan konfigurasi yang utuh,

kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasikan selama penelitian berlangsung,

verifikasi ini bisa sesingkat pemikiran yang melintas dalam selama

penulisan suatu tinjauan ulang catatan-catatan. Kadang-kadang menjadi

begitu seksama dan membutuhkan tenaga serta pemikiran yang lebih luas

serta memakan waktu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Latar Kepengarangan Sumono Sandy Asmoro

Tinjauan pengarang bertujuan mengetehui latar belakang penciptaan cerita

bersambung Langit Jinga karya Sumono Sandy asmoro ditinjau dari sudut pengarang.

Pengarang dalam menciptakan karya sastra banyak dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar melalui proses kreatif pengarang. Pembaca dapat mengetahui seberapa jauh

pengaruh aspek-aspek lingkungan terhadap pengarang melalui karya-karyanya.

Produktifitas pengarang dapat diketahui dari banyaknya karya yang telah

dihasilkan. Melalui karya-karya itu dapat pula diungkapkan ciri khas pengarang yang

bersangkutan. Selanjutnya melalui tinjauan pengarang diharapkan dapat membuka

keberhasilan penelitian ini.

1. Riwayat Hidup Pengarang

Karya satra tidak akan lepas dari kehidupan pengarang, serta wawasan yang

dimilikinya. Maka dari itu pengarang merupakan hal yang perlu diperhatikan. Bahkan

ketajaman pengamatan pengarang terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dalam

masyarakat dapat membantu. Oleh karena itu segala aspek yang menyangkut diri

pengarang perlu sekali mendapt perhatian.

Dua diantaranya adalah latar blakang kehidupan keluarganya dan latar

belakang sosial. Hal ini sangat penting karena mengingat banyaknya kemungkinan

commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

yang mungkin terjadi dalam proses keahiran karya sastra itu sendiri dengan

kehidupan pengarang.

Sumono Sandy Asmoro adalah salah satu dari sekian banyak pengarang yang

mampu menangkap dan mengungkapkan wajah budaya dan gejolak sosial yang

terjadi dalam masyarakat. Sumono Sandy Asmoro lahir di Ponorogo pada tanggal 7

Juli 1971, sejak kecil sampai sekarang beliau tinggal di Ponorogo yaitu di Desa

Bencangan, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo.

2. Proses Kreatifitas Pengarang

Mulai mengarang sejak tahun 1996 yaitu sejak kuliah di UNESA, Waktu itu

karyanya yang pertama kali berhasil di muat di panjebar semangat berbentuk

guritan/puisi. Pada saat itu juga beliau mulai produktif, beliau menulis cerita-cerita

wayang, kemudian mulai membuat cerita pendek, roman, dan cerita sambung.

Karyanya cukup bagus, karena setiap karya yang di buatnya sebagian besar dimuat di

majalah atau surat kabar.

Sumono Sandy Asmoro dalam membuat karyanya biasanya membayangkan

dulu apa yang ingin ditulisnya, kemudian setelah matang, semua cerita tersebut baru

beliau tuangkan dalam tulisannya. Dalam pembuatan puisi (guritan) biasanya

membutuhkan waktu beberapa jam saja, untuk pembuatan cerita pendek (cerkak)

kira-kira beliau membutuhkan waktu satu hari, untuk cerita sambung dan roman

membutuhkan waktu beberapa bulan, hal tersebut sangat lama dikarenakan

mengarang bukanlah pekerjaan pokoknya. Beliau mengarang hanya untuk mengisi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

waktu luang saja, membuat cerita sambung atau cerita roman hanya dikerjakannya

ketika ada waktu senggang.

Tujuan Sumono Sandy Asmoro mengarang selain untuk mengisi waktu luang

dan menyalurkan hobinya, juga bertujuan melestarikan budaya Jawa. Kegiatan

Sumono Sandy Asmoro tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kreasi. Pengarang

yang memiliki nama samaran Ken Ary Sandy, Wisky Windu Saru ini sangat rajin

mengirim tulisannya ke media masa berbahasa Jawa diantaranya Panjebar Semangat,

Djaya Baya, DjokoLodhang dan majalah atau surat kabar lainnya.

Berdasarkan pengamatan terhadap hasil karya beliau dalam khasanah karya

sastra modern, dapat dinyatakan bahwa beliau adalah seorang penulis yang serba

bisa. Buktinya beliau tidak hanya menekuni salah satu bidang atau salah satu jenis

genre sastra saja. Beliau tidak hanya menulis puisi (geguritan) atau cerita pendek

(cerkak), tetapi juga menulis cerita sambung dan roman. Sumono Sandy Asmoro

menulis apa saja sesuai rubrik yang terdapat dalam majalah-majalah Bahasa Jawa.

Dalam kepenulisan bidang sastra, biasanya Sumono mengangkat tema sosial yaitu

asmara dan budaya.

3. Latar Belakang Sosial Budaya

Latar belakang sosial pengarang menjadi sangat penting artinya dalam

memahami sebuah karya sastra. Dimensi-dimensi sosial pengarang, tempat dia hidup

dan bagian dari kehidupannya akan mendasari sikap hidup dan motivasi pengarang

dalam menampilkan cerita dalam karya sastranya. Pengaruh sosial budaya meliputi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

pengetahuan, kepercayaan kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-

kemampuan lain, serta kebiasaan-kebiasaan manusia yang didapat oleh manusia

sebagai anggota masyarakat tidak mungkin dihindari oleh pengarang untuk

mempengaruhi dan mewarnai ciri khas karya sastranya.

Sumono Sandi Asmoro selain sebagai seorang sastrawan juga sebagai kepala

keluarga, beliau menikah dengan Sari Astuti pada tahun 2007. Istrinya dari

Trenggalek, kemudian pada tahun 2008 anak pertamanya Lungit Winahyu Lintang

Mustika Aji, lahir.

Sumono Sandy Asmoro menafkahi keluarganya dari gaji yang diterimanya

sebagai: guru SMP N 1 Panggul, redaktur Damar Jati dan dari hasil menulisnya.

Sebagai kepala keluarga, beliau sangat memperhatikan keadaan keluarganya. Hal

tersebut terbukti dari kesigapan beliau yang senantiasa menyempatkan diri mendidik

dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya, walaupun beliau adalah orang

yang sangat sibuk. Bagi beliau persoalan keluarga merupakan beban yang harus

dipikul bersama-sama.

Kehidupan sehari-hari keluarga Sumono Sandy Asmoro sangat harmonis,

sehingga menjadi panutan bagi masyarakat sekitar. Nama Sumono Sandy Asmoro

cukup dekat dan dikenal masyarakat di sekitarnya. Beliau cukup berperan aktif dalam

organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, contohnya: anggota triwida yang

menampung para sastrawan, PPSJS di Surabaya, Sanggar Sastra di Tulungagung, dan

Dewan Kesenian di Ponorogo.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

4. Hasil Karya Pengarang

Sumono Sandy Asmoro sebagai seorang pengarang, telah banyak

menghasilkan karya yang mungkin kesulitan untuk menghitung jumlahnya. Karya-

karyanya berbentuk cerita cekak, geguritan, cerita romansa, cerita wayang, buku

kumpulan romansa, dan buku kumpulan geguritan. Beberapa karya beliau sempat

mendapatkan prestasi yang membanggakan diantaranya: Cerpen berbahasa Jawa yang

berjudul Rokok masuk ke-10 cerita terpilih dalam sayembara yang diadakan di

Taman Budaya Yogyakarta, dan dimuat dalam Antologi Liong Tembang Prapatan.

Geguritannya Nggugat Angkasa menjadi juara 2 lomba menulis geguritan yang

diadakan Radio Khusus Informasi Pertanian (RKIP) Wonocolo pada tahun 1999.

Beberapa geguritannya termuat dalam antologi Kabar Saka Bendulmrisi (2001),

Bandha Pusaka (2001), Sumunar (2002), Jagade Obah (2003), Duka Atceh Duka

Bersama (2005), Trubus Saka Pang Garing (2005), Malsasa 2005 (2005), Surabaya

714 (2007), dan Senthong (2008). Antologi Romansa yang baru saja terbit adalah

Tembang Wong Kangen.

Karya kepenulisannya dimuat di berbagai penerbit, seperti: Panjebar

Semangat, Jaya Baya, Djaka Lodhang, Pos Kita, Surabaya Post, dan Bende. Berikut

karya-karya Sumono Sandy Asmoro yang pernah diterbitkan:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Tabel 1. Cerita Cekak Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan

No. Judul Majalah Tahun

1. Lintang Kemukus Penjebar Semangat 1999

2. Getih Penjebar Semangat 2000

3. Leledhang Nyangking Suling Penjebar Semangat 2000

4. Sura Dhadhu Penjebar Semangat 2000

5. Puspatajem Penjebar Semangat 2000

6. Rol Penjebar Semangat 2001

7. Warok Ngadiman Penjebar Semangat 2002

8. Kadhung Diniyati Penjebar Semangat 2003

9. Tangis Penjebar Semangat 2003

10. Kabar Pungkasan Penjebar Semangat 2003

11. Jroning Impenku Sing Kaping Penjebar Semangat 2004

Satus

12. Sendhuk Penjebar Semangat 2004

13. Surat Undangan Penjebar Semangat 2004

14. Lara Penjebar Semangat 2004

15. Aktor Penjebar Semangat 2005

16. Dhuwit Rongatus Seket Penjebar Semangat 2005

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

17. Satus prawan Kanggo Sawijining Penjebar Semangat 2005

Lukisan

18. Dhenok Penjebar Semangat 2005

19. Jam Sewelas Ing Terminal Lawas Penjebar Semangat 2005

20. Lingtang Alit Penjebar Semangat 2005

21. Remong Penjebar Semangat 2006

22. Sekar Kinanthi Penjebar Semangat 2007

23. Ora Kaya Endhahing Impen Penjebar Semangat 2009

24. Gara-Gara Kalah Caleg Penjebar Semangat 2009

25. Klambi Bathik Penjebar Semangat 2010

26. Crita Wengi Penjebar Semangat 2010

27. Janthil Jaya Baya 1998

28. Semi Ing Panggung Jaya Baya 1999

29. Gamelan Jaya Baya 1999

30. Eseme Rembulan Mung Jaya Baya 2000

Sakeplasan

31. Payung Ireng Mangsa Rendheng Jaya Baya 2000

32. Kres Jaya Baya 2001

33. Semar Jaya Baya 2001

34. Warung Kopi Pinggir Rel Jaya Baya 2002

35. Bocah Sukerta Jaya Baya 2002

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

36. Sawise Selapan Dina Jaya Baya 2002

37. Dhayoh Jaya Baya 2002

38. Sawise Dina Bada Jaya Baya 2003

39. Dhadhak Merak Jaya Baya 2003

40. Lanjar Jaya Baya 2003

41. Jan Ora Ndlomok Tenan Jaya Baya 2003

42. Riyayan Ing Paran Jaya Baya 2003

43. Kembang Desember Jaya Baya 2004

44. Kendhang *) Jaya Baya 2004

45. Omah Joglo Kulon Protelon *) Jaya Baya 2004

46. Sari Nyidham *) Jaya Baya 2006

47. Pak Dhe Jono Jaya Baya 2007

48. Maling Jaya Baya 2007

49. Sindhen Wiranti Jaya Baya 2007

50. Umar Bakir Jaya Baya 2008

51. Sertifikat Jaya Baya 2008

52. Dalan Pilihan Jaya Baya 2008

53. Pak Guru Katiyun Jaya Baya 2009

54. Bezuk Jaya Baya 2009

55. Dhayoh Saka Panggul Jaya Baya 2009

56. Jam Jaya Baya 2009

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

57. Sisane Mangsa Rendheng Jaya Baya 2009

58. Mas Guru Jaya Baya 2009

59. Nyambi Jaya Baya 2009

60. Warung Ungu Dhawet Aytu Jaya Baya 2009

61. Peran Pembantu Djaka Lodang 2003

62. Sapatemon Kang Pungkasan Djaka Lodang 2004

63. Calon Djaka Lodang 2005

64. Nalika Mendhung Tumlawung Djaka Lodang 2006

65. Nalika Lintang Nothok Lawangku Djaka Lodang 2006

66. Oleh-Oleh Saka Hongkong Djaka Lodang 2005

67. Kanca Lawas Damar Jati 2005

68. Tatu-Tatu Lawas Damar Jati 2005

69. Kembaran Damar Jati 2006

70. Selingkuh Damar Jati 2006

71. Ngenteni Penthong Papat Damar Jati 2006

72. Ngantepi Dalaning urip Damar Jati 2006

73. Dhalang Kuncoro Damar Jati 2006

74. Pak Guru Sarmo Damar Jati 2006

Dari berbagai cerita cekak tersebut, beberapa diantaranya mendapatkan prestasi

sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

a. Rokok (masuk karya terpilih lomba nulis cerkak Taman Budaya Yogyakarta

tahun 1998 dimuat dalam antologi “Liong, Tembang Prapatan” 1999.

b. Dhalang (masuk karya terpilih dalam lomba nulis cerkak Sanggar Sastra Jawa

Yogyakarta, 2001, dimuat dalam antologi “Bandha Pusaka”

c. Sari Nyidam yang dimuat di Jaya Baya 2006, juara 3 loomba nulis cerkak

Yayasan Karmel Malang

d. “Kendhang” dan “Omah Joglo Kulon Protelon” yang dimuat Jaya Baya 2004,

masuk karya terpilih dalam lomba nulis cerkak Majalah Jaya Baya 2003.

Tabel 2. Geguritan Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan

No. Judul Majalah Tahun

1. Sambat Pitakon Penjebar Semangat 1996

2. Amung Saderma Nyenyuwun Penjebar Semangat 1996

3. Lintang Penjebar Semangat 1996

4. Tan Ana Eseming Rembulan Penjebar Semangat 1996

5. Tembang Penjebar Semangat 1997

6. Laku Penjebar Semangat 1997

7. Ruwat Penjebar Semangat 1997

8. Jantung Penjebar Semangat 1997

9. Tembang Cangkok Palaran Penjebar Semangat 1997

10. Ing Sawijining Wengi Penjebar Semangat 1998

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

11. Dununging Pitakon Penjebar Semangat 1998

12. Kang Tansah Dak Antu Penjebar Semangat 1998

13. Gurit Klawu Penjebar Semangat 1999

14. Angin Penjebar Semangat 1999

15. Dak Tandur Sepiku Penjebar Semangat 1999

16. Kangenku Penjebar Semangat 1999

17. Tembang Maskumambang Penjebar Semangat 1999

18. Guritan Udan Grimis Penjebar Semangat 1999

19. Guritan Lingsir Awan Penjebar Semangat 2000

20. Guritan Lingsir Wengi Penjebar Semangat 2000

21. Ponorogo Penjebar Semangat 2000

22. Saderma Dadi Paraga Penjebar Semangat 2000

23. Amung Saderma Pitakon Penjebar Semangat 2000

24. Fragmen Pakeliran Penjebar Semangat 2000

25. Dudu Rembulan Penjebar Semangat 2000

26. Geni Penjebar Semangat 2000

27. Kudune Kowe Wis Nangis Penjebar Semangat 2001

28. Yen Angin Penjebar Semangat 2002

29. Apa Isih Ana Penjebar Semangat 2002

30. Kitir Penjebar Semangat 2002

31. Aku Wis Dadi Maling Penjebar Semangat 2003

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

32. Nimas Penjebar Semangat 2003

33. Titi Mangsa Penjebar Semangat 2003

34. Nalika Penjebar Semangat 2003

35. Prolog, 1 Penjebar Semangat 2003

36. Prolog, 2 Penjebar Semangat 2003

37. Panggresah Penjebar Semangat 2005

38. Wengi Iki Penjebar Semangat 2005

39. Gurit Lintang Alit Penjebar Semangat 2006

40. Rambut Penjebar Semangat 2006

41. Gugat Penjebar Semangat 2007

42. Pelang Penjebar Semangat 2007

43. Monolog Mangsa Sanga Penjebar Semangat 2008

44. Monolog Mangsa Sapitu Penjebar Semangat 2008

45. Sing Urip Jroning Atiku Penjebar Semangat 2008

46. Nitingi Tembung Kangen Penjebar Semangat 2008

47. Protelon Loji Penjebar Semangat 2009

48. Kembar Mayang Penjebar Semangat 2009

49. Janur Kuning Penjebar Semangat 2009

50. Yagene Penjebar Semangat 2009

51. Umbaren Bae Aku Penjebar Semangat 2010

52. Palangan Iki Penjebar Semangat 2010

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

53. Bingung Jaya Baya 1997

54. Panyuwun Jaya Baya 1997

55. Rokok Jaya Baya 1997

56. Nalika Mangsa Ketiga Jaya Baya 1997

57. Kidung Pamitan Jaya Baya 1997

58. Wis Wancine Jaya Baya 1997

59. Anginku Jaya Baya 1998

60. Konang Jaya Baya 1998

61. Saka Wengker Jaya Baya 1998

62. Monolog, 1 Jaya Baya 1998

63. Monolog, 2 Jaya Baya 1998

64. Jroning Laku Jaya Baya 1999

65. Potret Sore Jaya Baya 1999

66. Langit Jaya Baya 1999

67. Kitir Saka Pakeliran Jaya Baya 1999

68. Gendera Putih Jaya Baya 1999

69. Sorry Jaya Baya 1999

70. Pedhang Jaya Baya 2000

71. Potret Jaya Baya 2000

72. Pepisahan Jaya Baya 2000

73. Panuwun Jaya Baya 2000

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

74. Nalika Angin Sumilir Jaya Baya 2000

75. Medhitasi Jaya Baya 2000

76. Sing Dak Rungu Ing Esuk Iki Jaya Baya 2000

77. Sepi Jaya Baya 2001

78. Kitir Wengi Jaya Baya 2001

79. Langit Ginarit Jaya Baya 2001

80. Monolog Sepi Jaya Baya 2001

81. Saderma Aweh Pawarta, 1 Jaya Baya 2003

82. Saderma Aweh Pawarta, 2 Jaya Baya 2003

83. Elegi Pakeliran Jaya Baya 2003

84. Sing isih Kesingsal Ing Pupus Jaya Baya 2003


Gedhang

85. Lakon Nganyut Tuwuh Jaya Baya 2003

86. Elegi Bengawan Sore Jaya Baya 2003

87. Evakuasi Bengawan Sore Jaya Baya 2003

88. Brubuh Jaya Baya 2004

89. Saumpama Aku Lila Jaya Baya 2004

90. Rasa Jaya Baya 2004

91. Gurit Saumpama Jaya Baya 2004

92. Nintingi Tembung Manis Jaya Baya 2004

93. Ballada Sura Blengeh Jaya Baya 2004

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

94. Langgam Karerantan Jaya Baya 2004

95. Tembung Sing Gogrog Jaya Baya 2004

96. Satemene Jaya Baya 2004

97. Bawa Rasa Jaya Baya 2004

98. Crita Ing Mripatmu Jaya Baya 2004

99. Nalika Aku Dadi Enthung Jaya Baya 2004

100. Narasi Rasa 2005 Jaya Baya 2004

101. Dudu Rasa Jaya Baya 2004

102. Mripat Landhep Jaya Baya 2004

103. Narasi Angin Jaya Baya 2004

104. Pitakon Prasaja Jaya Baya 2004

105. Wengi Wening Jaya Baya 2004

106. Alengka 2005 Jaya Baya 2004

107. Elegi Wulan Sura Jaya Baya 2004

108. Tanpa Cakepan Jaya Baya 2005

109. Mendhung Tumlawung Jaya Baya 2005

110. Elegi Pinggir Kali Jaya Baya 2005

111. Langgam Wengi, 1 Jaya Baya 2005

112. Ing Pucuk Langit Jaya Baya 2005

113. Tatu Jaya Baya 2005

114. Guyu Jaya Baya 2005

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

115. Racun Sing nelesi Gorokanku Jaya Baya 2005

116. Ayang-Ayang Rembulan Jaya Baya 2005

117. Langgam Ketiga Jaya Baya 2005

118. Kidung Lemah Cengkar Jaya Baya 2005

119. Nalika Aku Nyawang Mripatmu Jaya Baya 2005

120. Guritan Ing Rambutmu Jaya Baya 2005

121. Epigram Esuk Jaya Baya 2005

122. Epigram Awan Jaya Baya 2005

123. Epigram Wengi Jaya Baya 2005

124. Ing Ara-Ara Bawera Jaya Baya 2005

125. Langgam Wengi, 2 Jaya Baya 2005

126. Kamar Sepi Jaya Baya 2006

127. Monolog Mangsa Ketiga Jaya Baya 2006

128. Wengi Jaya Baya 2006

129. Nalika Uler Wis Dadi Enthung Jaya Baya 2007

130. Ing Jaya Baya 2007

131. Watu Gedhe Jaya Baya 2007

132. Kang Murub Ing Pulung Atimu Jaya Baya 2007

133. Dudu Lupute Manuk Terik Jaya Baya 2007

134. Aku Trima Ana Ing Mburimu Jaya Baya 2007

135. Medhitasi Bumi Jaya Baya 2008

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

136. Fragmen Alas Jati Jaya Baya 2008

137. Anane Dak Saring Tetesing Bun Jaya Baya 2009

138. Dudu Lupute Mripat Jaya Baya 2009

139. Banjir Jaya Baya 2009

140. Simpang Dalan Kasunyatan Jaya Baya 2009

141. Gurit Pathet Sangat Jaya Baya 2009

142. Rembulan Panglong Jaya Baya 2009

143. Aku Ora Wani Nggambar Segara Jaya Baya 2009

144. Lakon Jaya Baya 2009

145. Gambaren Bae Rambutku Jaya Baya 2009

146. Pojok Telu Jaya Baya 2009

147. Sukesi Ing Mripatmu Jaya Baya 2009

148. Tumpeng 2010 Jaya Baya 2010

149. Ngelakku Klawu Jaya Baya 2010

150. Wisa Madu Jaya Baya 2010

151. Wayang Jaya Baya 2010

152. Rerepen Tembang Pangumbaran Damar Jati 2005

153. Kidung Awang-Awang Damar Jati 2005

154. Layang Panantang Damar Jati 2006

155. Epigram Jingga Damar Jati 2006

156. Medhitasi Langit Damar Jati 2006

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

157. Sokalima 2006 Damar Jati 2006

158. Tembang Pangruwatan Damar Jati 2006

159. Melathi Rinonce Damar Jati 2006

Dari berbagai geguritan tersebut, Meditasi Angkasa meraih prestasi Juara Dua

Lomba Nulis Geguritan RKIP Wonocolo Surabata tahun 1999. Serta geguritan-

geguritan lain yang dimuat di majalah Mekar Sari, Djaka Lodang, dan rubrik Suket

Harian Surabaya Post.

Tabel 3. Crita Romansa Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan

No. Judul Majalah Tahun

1. Pupus Gadhung Jaya Baya 1998

2. Sawise Pindhah Jaya Baya 1998

3. Sang Penari Jaya Baya 1999

4. Isih Ana Lintang Jaya Baya 1999

5. Ludrug Kampus Jaya Baya 2000

6. Kenangan Jaya Baya 2001

7. Langit Mendhung Tulungagung Jaya Baya 2001

8. Ngenteni Udan Ing Mangsa Ketiga Jaya Baya 2002

9. Lingsir Wengi Ninggal Janji Jaya Baya 2002

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

10. Sunare Lintang Ing Wayah Panglong Jaya Baya 2002

11. Wengi Ing Ketintang Jaya Baya 2002

12. Tetese Eluh Jaya Baya 2002

13. Titipanmu Kembang Mawar Biru Jaya Baya 2002

14. Ing Pungkasan Wulan Pasa Jaya Baya 2003

15. Ing Tawang Ana Rambulan Jaya Baya 2004

16. Candra Wulan Jaya Baya 2005

17. Tembange Wong Kangen Jaya Baya 2005

18. Nuruti Playune Ati Jaya Baya 2005

19. Eleng Tresnane Jaya Baya 2005

20. Mrojol Ing Sisane Wektu Jaya Baya 2005

21. Kembang Kecubung Dironce-ronce Jaya Baya 2006

22. Ngenteni Tetesing Bun-Bun Tresna Jaya Baya 2006

23. Endah Kaya Mutiara Jaya Baya 2006

24. Sakeplasan Sunar Rembulan Jaya Baya 2006

25. Dudu Layang Katresnan Jaya Baya 2006

26. Semester Pungkasan Jaya Baya 2006

27. Is Jaya Baya 2006

28. Panggul Sandhiwara Jaya Baya 2007

29. Lampu Merah Jaya Baya 2007

30. Ing Simpang Dalan Kasunyatan Jaya Baya 2007

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

31. Wengi Ing Pesisir Pelang Jaya Baya 2007

32. Mung Eling Rambute Jaya Baya 2007

33. Antarane Ponorogo Panggul Jaya Baya 2008

34. Sawise Telung Tahun Jaya Baya 2008

35. Sing Kesimpar Jaya Baya 2008

36. Konang Kenangan Jaya Baya 2008

37. Rujak Petis Ireng Manis Jaya Baya 2008

38. Crita Wengi Jaya Baya 2008

39. Ngoyak Wesayangan Kumlebat Jaya Baya 2009

40. Ujian Kang Pungkasan Jaya Baya 2009

41. Sepurane Ya, Pit Jaya Baya 2009

42. Lintang Panjer Sore Jaya Baya 2009

43. Dadi Sawijining Cangkriman Jaya Baya 2009

44. Kembang Impene Ari Jaya Baya 2009

45. Ora Kaya Endahing Crita Jaya Baya 2009

46. Kampung Panggung Sandhiwaraku Jaya Baya 2010

47. Endahing Lintang Jaya Baya 2010

48. Kaya Putihing Kembang Melathi Jaya Baya 2010

49. Kembang Sing Durung Mekar Jaya Baya 2010

Serta beberapa cerita remaja (roman sacuwil) lain, yang dimajalah Penjebar

Semangat dan Damar Jati.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

Tabel 4. Crita Sambung Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan

No. Judul Majalah Tahun

1. Langit Jingga Penjebar Semangat 2008

2. Angin Ketiga Jaya Baya 2009

Tabel 5. Antologi Sumono Sandy Asmoro Bersama Pengarang Lain

yang Diterbitkan

No. Judul Penerbit Tahun

1. Gendhewa Rasa (geguritan) Ikatan Penyair Kampus IKIP 1999

Surabaya

2. Liong, Tembang Prapatan Taman Budaya Yogyakarta 2001

(cerkak)

3. Kabar Saka Bendulmrisi Paguyuban Pengarang Sastra 2001

(geguritan) Jawa Surabaya

4. Bandha Pusaka (cerkak) Sanggar Sastra Jawa 2001

Yogyakarta

5. Sumunar (cerkak) Sanggar Sastra Triwida 2002

Tulungangung

6. Jagade Obah (geguritan) Dewan Kesenian Ponorogo 2003

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

7. Duka Aceh Duka Bersama Dewan Kesenian Jawa Timur 2005

(geguritan)

8. Trubus Saka Pang Garing Sanggar Sastra Triwida 2005

(cerkak) Tulungagung

9. Malsasa 2005 (geguritan) Forum Sastra Bersama 2005

Surabaya

10. Surabaya 714 (geguritan) Forum Sastra Bersama 2007

Surabaya

11. Senthong (geguritan) Taman Budaya Surakarta 2008

Tabel 6. Buku Sumono Sandy Asmoro yang Diterbitkan

No. Judul Penerbit Tahun

1. Tembange Wong Kangen UNNES Semarang 2009

(kumpulan romansa jawa)

2. Layang Panantang Balai Bahasa Surabaya 2009

Layang Panantang mendapat hadiah sastra Rancage 2010, dari

yayasan kebudayaan Rancange yang dipimpin oleh Ajib Rosidi.

Penyerahannya 29 Mei lalu di kampus Universitas Negeri Yogyakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

B. Analisis Struktural

1. Sarana Cerita

a. Judul

Judul adalah hal yang paling pertama yang dibaca oleh pembaca karya sastra.

Karena judul suatu elemen lapisan luar suatu karya sastra. Judul merupakan elemen

karya sastra yang paling mudah diketahui oleh pembaca.

Kita sering mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang

diampunya, sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini bisa di terima

ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi

kita dituntut agar selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang

tidak menonjol. Seperti halnya pada cerita bersambung karya Sumono Sandy Asmoro

yang berjudul Langit Jingga. Dalam cerbung Langit Jingga ini Judul mengacu

padasatu hal yang tidak menonjol. Perhatikan kutipan berikut.

“Ningrum banget trenyuh atine weruh kasetyane Jrabang menyang dheweke.


Kekarone banjur jumangkah alon-alon, nututi kanca-kancane sing wis ana
dhuwur bis. Sawetara iku, srengenge wis ngglewang. Ing sisih kulon katon
langit jingga, sajak aweh pratandha yen sedhela maneh wis wancine gumanti
dina.”(epd 15, hal 42)

Terjemahan

“Ningrum Nampak terharu melihat kesetiaan Jrabang terhadap dirinya.

Keduanya kemudian melangkah pelan-pelan, mengejar teman-temanya yang

sudah di bis. Sementara itu, matahari sudah menggeser. Di sebelah barat

nampak langit jingga, seolah menandakan hari sudah mulai berganti.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

Kutipan diatas merupakan gambaran bukti judul yang mengacu pada satu hal

yang tidak menonjol. Gambaran ini hanya terdapat di akhir cerita, ketika senja,

matahari terbenam dan hari mulai berganti. Pada cerita cerita sebelumnya pengarang

tidak pernah sama sekali menguraikan secara detail keadaan di senja hari. Pengarang

menggambarkan seni tradisi ketoprak pada saat ini seperti Langit Jingga atau

keadaan disore hari ketika matahari mulai terbenam dan menampakkan sisa-sisa

sinarnya yang menandakan hari sudah senja. Hal ini menunjukkan saat-saat dimana

orang-orang berhenti beraktifitas dan beristirahat. Seperti halnya dengan ketoprak

yang memang sudah mulai terabaikan dan tidak begitu diminati masyarakat lagi.

b. Sudut Pandang (point of view)

Teori yang di gunakan untuk menganalisis Sudut pandang adalah Teori dari

Robert Stanton yang membagi empat tipe tama yaitu: orang pertama-utama, orang

pertama-sampingan, orang ketiga-tarbatas dan orang ketiga-tidak terbatas. Dalam

cerita bersambung Langit Jingga ini menggunakan sudut pandang orang ketiga tidak

terbatas, karena pengarang mengacu pada setiap karakter dan memosisikanya

sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat,

mendengar atau berpikir, atu saat ketika tidak ada satu karakterpun hadir. Perhatikan

beberapa kutipan dibawah yang menunjukkan tidak ada satu karakter pun hadir ketika

Jlitheng hendak mencari Jrabang untuk diajak berangkat ke acara sarasehan sastra di

Surabaya. Perhatikan kutipan berikut.

“Mudhun saka bis, Jlitheng langsung mlaku tumuju kidul prapatan Bibis. Wis
diniyati wektu kuwi dheweke arep nggoleki Jrabang, kancane sing padha-

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

padha dadi pengarang. Dina iku antuk undangan sarasehan sastra sing bakal
diadani ana Surabaya. Karepe arep diajak budhal bareng, wong acarane isih
bakal kawiwitan mengko bengi. Nannging sing jenenge Jrabang kuwi pancen
wonge rada aneh, mau diampiri ana omahe Ngawi ora ana. Jare wong
tuwane melu kethoprak sing nggedhong ing Ponorogo.” (epd 1, hal 19)

Terjemahan

“Turun dari bis, Jlitheng langsung berjalan menuju perempatan Bibis. Sudah

diniati waktu itu dia akan mencari Jrabang, temannya yang sama-sama

menjadi pengarang. Hari itu mendapat undangan sarasehan sastra yang akan

diadakan di Surabaya. Maksudnya akan diajak berangkat bersama karena

acara akan dimulai nanti malam. Akan tetapi yang bernama Jrabang itu

memang orangnya sedikit aneh, tadi dijemput di rumahnya Ngawi tidak ada.

Kata orang tuanya, ikut kethoprak yang bertempat di Ponorogo.”

Contoh kutipan lain yang menunjukkan bahwa beberapa karakter dapat

melihat, mendengar atau berpikir ketika Jrabang dan Jlitheng berpisah di terminal

Madiun, Jrabang sempat berpesan pada Jlitheng untuk berkenan main ke tobongnya.

Dan Jlitheng menjawab suatu saat dia pasti akan main ke tobong Jrabang sambil

memberikannya semangat. Perhatikan kutipan berikut.

“Udakara jam pitu bengi, bis kuwi wis tekan terminal Madiun. Jrabang
mudhun ing kono, wondene Jlitheng mbacutake laku tumuju Sragen, omahe.
Sadhurunge mudhun Jrabang kober titip welingmarang kancane. “aku
mudhun kene ya Theng. Nek ana wektu dolano menyang tobongku. Sapa
ngerti yen ana pak guru sing nonton kethoprak, mengko penontone banjur
bisa mbludag.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

“Aja kuwatir Bang, genti wektu aku mesthi dolan menyang tobongmu. Nek
perlu, aku melu main.” Sambungane Jlitheng karo enehi semangat marang
kancane kuwi.

Terjemahan

“kira-kira jam tujuh malam, bi situ sudah sampai terminal Madiun. Jrabang turun

disitu, sedangkan Jlitheng melanjutkan perjalanan menuju Sragen, rumahnya.

Sebelum turun, Jrabang sempat berpesan kepada rekannya. “saya turun disini ya

Theng. Jika ada waktu maen ke tobongku. Siapa tahu jika ada pak guru yang

nonton ketoprak, nanti penonton bisa berlimpah.”

“Jangan kuwatir Bang, lain waktu aku pasti main ke tobong kamu, jika perlu aku

ikut pentas.” Sahut Jlitheng sambil memberikan semangat kpeda temannya.

c. Tema

Tema merupakan kesimpulan dari pembaca tentang hakikat eksistensi

pengalaman yang dipaparkan di dalam karya sastra. Sebuah karya sastra harus

mempunyai tujuan yang hendak disampaikan pada pembaca atau penikmat.

Kemudian penikmat yang menelaah sendiri kira-kira tema dan amanat apa yang ada

dalam karya sastra tersebut.

Menurut Stanton, cara yang paling efektif dalam mengenali tema sebuah

karya sastra adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada

didalamnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

Cerita bersambung Langit Jingga, menurut pengamatan penulis menggunakan

tema seni tradisi ketoprak yang semakin memprihatinkan. Terbukti pada konflik-

konflik yang mendomonasi didalamnya. Sebagian besar konfliknya adalah masalah

pementasan ketoprak yang semakin lama semakin tidak diminati masyarakat dan

semakin tersingkirnya ketoprak dari sisi masyarakat. Bahkan kethoprak mulai

diabaikan dan dilupakan khususnya oleh generasi muda, sampai ada surat kabar yang

memberitakan keadaan seni tradisi ketoprak yang mati suri.

Cerita bersambung Langit Jingga menceritakan perjalanan ketoprak tobong

Duta Budaya. Seiring perkembangan jaman yang menggeser seni tradisi dengan

hiburan-hiburan modern yang lebih menarik, membuat seni tradisi ketoprak semakin

diabaikan oleh masyarakat. Banyak sekali upaya tokoh-tokoh dalam cerita sambung

Langit Jingga ini, untuk membuat ketoprak tetap dibanjiri penonton pada setiap

pementasannya seperti pada tahun 1980-an, upaya yang dilakukan oleh para tokoh

dari mencari sponsor, mengundang bintang tamu sampai mencari sarana kepada

orang pintar (dukun) sudah di jalani. Demi tetap mempertahankam seni tradisi

ketoprak, bahkan sang tokoh utama Jrabang rela tidak mencari pekerjaan yang sesuai

dengan ijazahnya yang bergelar sarjana pendidikan seperti teman-temannya yang

lain. Bahkan ia juga rela menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi Lurah hanya

karena ingin memperjuangkan seni Tradisi tinggalan nenek moyang ini. Berikut

beberapa contoh kutipan yang mendasari pengambilan tema diatas.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

Ketika Jaman kuliah Jrabang sudah mulai memperhatikan seni tradisi

ketoprak, bersama teman kampusnya dia membuat sanggar ketoprak. Perhatikan

kutipan dibawah.

“Pancen wiwit jaman kuliah mbiyen, Jrabang wis ketok banget pingin

ngangkat nasibe seni tradisi sing saiki wiwit kelangan papan ing atine

masyarakat kuwi. Karo kanca-kancane ing kampus gawe sawijining sanggar

kethoprak.” (epd 1, hal.19)

Terjemahan

“Memang sejak zaman kuliah dulu, Jrabang terlihat sangat ingin sekali

mengangkat nasib tradisi yang saat ini mulai kehilangan tempat di hati

masyarakat. Bersama teman-temanya di kampus ia mendirikan sanggar

ketoprak.”

Pengorbanan pribadi Jrabang yang bertekad keras memperjuangkan seni

tradisi ketoprak. Hal ini menyebabkan Jrabang tidak tertarik dengan pekerjaan yang

sesuai ijasahnya. Jrabang berpendapat bahwa masih banyak jalan untuk mengabdi

pada negara. Tidak harus menjadi PNS atau guru walaupun sebagai seorang sarjana

pendidikan. Perhatikan kutipan berikut:

“Theng, sing jenenge ngabdi marang negara kuwi akeh dalane. Dak kira ora
kudu dadi guru, senajan awakku sarjana pendidikan. Ora kudu dadi PNS,
senajan manut masyarakat PNS kuwi isih nduweni kalungguhan kang
kinurmat jroning pasrawungan. Ora setaun rong taun awakmu kenal aku. Aku

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

dudu bangsane wong sing mendem pangkat utawa kedanan kalungguhan.


Wektu iki dak kira donyaning seni tradhisi, mligine kethoprak luwih
mbutuhake kawigaten.” (epd 2, hal 44)

Terjemahan

“Theng, banyak jalan untuk mengabdi kepada negara. Saya kira tidak harus

menjadi guru meskipun saya seorang sarjana pendidikan. Tidak harus menjadi

PNS, walaupun menurut masyarakat PNS itu masih memiliki kedudukan di

dalam pergaulan. Tidak hanya satu atau dua tahun kamu mengenalku. Aku

bukan sebangsa orang yang mabuk pangkat atau gila kedudukan. Saat ini ku

kira dunia seni trdisi, khususnya kethoprak lebih membutuhkan perhatian.”

Pak Prayoga bersama Jrabang dan anggota kethoprak yang lain tidak langsung

pergi kepondokan. Mereka membicarakan pementasan yang selalu sepi penonton.

Mereka saling bertukar pendapat untuk memecahkan masalah tersebut. Perhatikan

kutipan berikut.

“Yen terus terusan ngene,sepi penonton, nasibe awake dhewe terus kepriye?
Pametu ora sepiraa, kamangka sabendina weteng kudu diisi sega, durung
mikir perkara bocah-bocah sing butuh wragat sekolah,” grenenge Pak
Prayoga sajak njaluk panemune liyan.
“Kados pundi menawi nyobi pados sponsor, pak? Sinten ngretos mangke
wonten perusahaan jampi menapa rokok ingkang purun sabiyantu dhumateng
wakipun piyambak.” Jrabang nyoba ngandhakake panguneg-unegke. (epd 3,
hal 42)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

Terjemahan

“Jika terus sepi seperti ini, sepi penonton, bagaimana nasib kita semua?

Pendapatan tidak seberapa, padahal setiap hari harus makan , belum lagi

memikirkan anak-anak yang membutuhkan biaya sekolah.” Keluh Pak

Prayoga meminta pendapat yang lain.

“Bagaimana jika mencoba cari sponsor, Pak?. Siapa tahu nanti ada perusahaan

jamu atau rokok yang bersedia membantu kita.” Jrabang mencoba

mengungkapkan pendapatnya.

Sampai pada akhirnya Pak Prayoga memutuskan pergi ke Sumoroto untuk

mencari sarana supaya pentasnya ramai dikunjungi penonton. Di Sumoroto terkenal

masih banyak orang pintar yang bisa memberikan sarana. Siapa tau setelah di syarati

pagelaran kethoprak bisa benar-benar rami. Disana Pak Prayoga langsung bertemu

dengan Mbah Wangsa, Pak Prayoga pun langsung mengatakan tujuanya kesana.

Setelah Mbah Wangsa memberikan sarana Pak Prayoga berpamitan. Perhatiakan

kutipan berikut:

“Esuke Pak Prayoga dikancani Pak Slamet, anggota kethoprak paling lawas
kuwi dolan menyang Sumoroto. Jarene arep golek srana supaya kethoprakke
akeh sing nonton. Ing Ponorogo kono jarene sih akeh wong pinter sing biso
wenehi srana. Sapa ngreti yen wis disyarati mengko pagelarane banjur bisa
rame tenan. Tekan papan sing dituju, Pak Prayoga langsung bisa ketemu
karo Mbah Wangsa. Kanthi blaka sutha dheweke banjur ngandhakake apa
kang dadi sedyane dolan mrono. 9epd 3, hall 42)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

Terjemahan

“Keesokan harinya Pak Prayoga ditemani Pak Slamet, anggota kethoprak

paling lama itu, main ke Sumarata. Mereka akan mencari syarat supaya

pementasan ketoprak banyak penonton. Di Ponorogo katanya masih banyak

dukun yang bisa member syarat. Siapa tahu jika sudah diberi syarat, pagelaran

bisabenar-benar ramai. Sampai di tempat tujuan, Pak Prayoga langsung

bertemu dengan Mbah Wangsa. Dengan jelas dan gamblang beliau

menyampaikan apa tujuannya datang ketempat itu.”

2. Fakta Cerita

Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan dalam sebuah karya

sastra. Fakta cerita meliputi plot/alur, tokoh dan latar. Sesuatu yang akan diceritakan

dirangkai dalam susunan peristiwa kedalam ketiga kerangka unsur tersebut.

a. Plot/ alur

Penggunaan teori dalam menganalisa plot/ alur dalam cerita bersambung

Langit Jingga karya Sumono Sandy Asmoro, karena teori ini membahas alur seperti

yang diperlukan oleh sebuah cerita, akan dianalisis struktur plot berdasarkan

rangkaian peristiwa yang ditampilkan, sehingga urutan sebuah kejadian berdasarkan

waktunya dapat diketahui dengan jelas. Berikut ini akan diuraikan pembahasan

struktur plot yang terdapat dalam cerita besambunng Langit Jingga karya Sumono

Sandy Asmara.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

Plot cerita bersambung Langit Jingga diawali pengarang mulai

menggambarkan suatu keadaan. Plot/alur dalam cerbung Langit Jingga dimulai

dengan pelukisan keadaan Jlitheng yang saat itu sedang mencari Jrabang dan berniat

mengajaknya pergi ke acara sarasehan sastra di Surabaya, akan tetapi tidak ketemu.

Hal ini di buktikan pada kutipan satu. Setelah itu pada kutipan dua, pengarang tidak

meneruskan cerita kejadian awal, akan tetapi berbelok arah menceritakan masa lalu

Jrabang dan Jlitheng ketika zaman kuliah dahulu. Jlitheng mengingat kembali masa-

masa lalunya. Jrabang sejak zaman kuliah sangat ingin memperjuangkan nasib seni

tradisi yang saat ini mulai kehilangan tempat di hati masyarakat. Jrabang beserta

teman-temanya mendirikan sanggar kethoprak di kampus. Berikut kutipannya:

Kutipan 1

“Mudhun saka bis, Jlitheng langsung mlaku tumuju kidul prapatan Bibis. Wis
diniyati wektu kuwi dheweke arep nggoleki Jrabang, kancane sing padha-
padha dadi pengarang. Dina iku antuk undangan sarasehan sastra sing bakal
diadani ana Surabaya. Karepe arep diajak budhal bareng, wong acarane isih
bakal kawiwitan mengko bengi. Nannging sing jenenge Jrabang kuwi pancen
wonge rada aneh, mau diampiri ana omahe Ngawi ora ana. Jare wong
tuwane melu kethoprak sing nggedhong ing Ponorogo.” (epd 1, hal 19)

Terjemahan

“Turun dari bis, Jlitheng langsung berjalan menuju perempatan Bibis. Sudah

diniati waktu itu dia akan mencari Jrabang, temannya yang sama-sama

menjadi pengarang. Hari itu mendapat undangan sarasehan sastra yang akan

diadakan di Surabaya. Maksudnya akan diajak berangkat bersama karena

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

acara akan dimulai nanti malam. Akan tetapi yang bernama Jrabang itu

memang orangnya sedikit aneh, tadi dijemput di rumahnya Ngawi tidak ada.

Kata orang tuanya, ikut kethoprak yang bertempat di Ponorogo.”

Kutipan 2

“Pancen wiwit jaman kuliah mbiyen, Jrabang wis ketok banget pingin

ngangkat nasibe seni tradisi sing saiki wiwit kelangan papan ing atine

masyarakat kuwi. Karo kanca-kancane ing kampus gawe sawijining sanggar

kethoprak.” (epd 1, hal.19)

Terjemahan

“Memang sejak zaman kuliah dulu, Jrabang terlihat sangat ingin sekali

mengangkat nasib tradisi yang saat ini mulai kehilangan tempat di hati

masyarakat. Bersama teman-temanya di kampus ia mendirikan sanggar

ketoprak.”

Plot kembali ke cerita awal ketika Jlitheng mencari Jrabang tidak ketemu.

Namun, akhirnya mereka bertemu juga. Betapa terkejutnya Jlitheng ketika melihat

ternyata Jrabang yang dicari-cari sudah lebih dahulu sampai di tempat tujuan.

Perhatikan kutipan pecakapan antara Jrabang dan Jlitheng berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

“Jangkrik iki, digoleki ngalor ngidul ora ana, paribasan godhong murep dak
lumahne, godhong mlumah dak kurepake ora ketemu. Jebul wes thenguk-
thenguk ana kene. Kapan teka?” suarane Jlitheng renyah kebak memitran.
“Jam telu mau aku wes teka kene. Dak kira nek awakmu ora bisa teka kene,
repot anggone dadi pak guru. Wes krasan apa piye mulang murid-murid sing
ayu-ayu?” sambunge Jrabang semu njarag. (epd 2, hal 19)

Terjemahan

”Jangkrik, dicari ke utara selatan tidak ketemu, ibarat daun tengkurap dibolak

balik, ternyata sudah duduk di sini. Kapan datang?” suara Jlitheng renyah

penuh persahabatan.

”Jam tiga tadi saya sudah sampai di sini. Saya pikir kalau kamu tidak bisa

datang ke sini, repot menjadi guru. Apakah sudah kerasan mengajar murid-

murid yang cantik-cantik?” kata Jrabang sambil menggoda.

Acara sarasehan selesai, Jrabang dan Jitheng kembali pulang, diperjalanan

mereka berdua masih saling berbincang selayaknya sahabat karib yang sejak lama

tidak bertemu dan saling berbagi pengalaman. Sampai pada akhirnya mereka berpisah

dan berjanji untuk mengadakan pertemuan lagi.

Pada episode empat awalnya pengarang masih lurus menceritakan

kelanjutannya. Kira-kira sekitar seminggu kethoprak Duta Budaya pentas di Ngunut

Tulungagung. Keadaannya tidak begitu jauh seperti pada saat pentas diPonorogo,

masih sepi penonton. Sebenarnya tidak ada kurang-kurangnya mereka menyiapkan

segala perlengkapan pentas, akan tetapi di tengah-tengah paragraph pertama,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

pengarang langsung berbalik arah lagi menceritakan masa kejayaan ketoprak pada

tahun delapan puluhan lalu. Sepertinya alamnya memang sudah lain ketika tahun

delapan puluhan. Ketoprak masih sangat digandrungi masyarakat. Pada saat itu

ketoprak bisa dikatakan pada masa ke emasan. Perhatikan kutipan berikut:

“Udakara wis seminggu kethoprak Duta Budaya main ana ing daerah
Ngunut Tulungagung. Kahanane ora beda adoh karo nalika ing Ponorogo
kae. Tansah sepi penonton. Tenane kabeh wis ora kurang-kurang anggone
mbudidaya. Nanging sajake pancen alame wis seje. Beda banget karo dhek
tahun wolongpuluhan biyen kae. Nalika semana kethoprak dadi sawijining
sarana hiburan sing digandrungi denig masyarakat. Saben ana Tobong
mesthi dikebaki penonton.” (epd 4, hal 19)

Terjemahan

“Kira-kira sekitar seminggu ketoprak Duta Budaya main didaerah Ngunut

Tulungagung. Keadaannya tidak jauh beda dengan ketika di Ponorogo dulu.

Nampak sepi penonton. Sebenarnya tidak kurang membudidayakanya. Tetapi

kelihatannya memang alamnya sudah berbeda. Sangat berbeda dengan ketika

tahun delapanpuluhan dulu. Pada masa itu ketoprak menjadi salah satu sarana

hiburan yang digandrungi masyarakat. Setiap ada tobong pasti dipenuhi

penonton.”

Cerita kembali melanjutkan pada kisah awal bahwa, pada saat ini seni tradisi

tidak lagi seperti dulu, ketoprak sudah tidak lagi menarik perhatian lagi untuk

dinikmati. Makanya tidak aneh jika nasib para pemain seni tradisi yang satu ini

semakin lama semakin mengenaskan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

Pada episode tujuh menceritakan tentang suasana pesisir Popoh yang asri,

udara yang segar dan pemandangan yang indah. Disini jrabang bersama Laras

membahas tentang karyanya. Jrabang menceritakan bagaimana dia mendapatkan

inspirasi ditempat itu. Sampai pada akhirnya mereka pulang dan diperjalanan mereka

mampir kerumah makan. Ketika mereka makan berdua, tiba-tiba pengarang berbalik

arah mencceritakan masalalunya Jrabang. Jrabang tiba-tiba teringat dengan Rani,

wanita yang dulu pernah mengisi lembaran hidupnya ketika masih dikampus, ketika

masih aktif disanggar dulu, Rani selalu setia menemani Jrabang makan siang dikantin

sebelah jurusan. Saat itu Rani tidak hanyan berperan sebagai pacar, akan tetapi juga

sebagai penasehat Jrabang. Walaupun Rani masih lebih muda umurnya dibanding

Jrabang, tapi pengetahuanya luas. Perhatikan kutipan berikut:

“yen pinuju mangan bebarengan karo adhik kelase ngonokuwi, Jrabang njur
kelingan marang Rani, sing nate ngisi lembaraning atine nalika isih ana
kampus. Nalika isih aktip ana sanggar biyen Rani tansah setya ngancani. Yen
awan mesthi mangan bebarengan ana kantin sebelahe jurusan. Kanggone
Jrabang wektu iku, Rani ora mung saderma pacar, nanging uga penasihat
sing kewajibane tansah ngelingake dheweke nalika kebanteren utawa kalonen
anggone mlaku. Senajan umure isih enom, nanging Rani kuwi uwis jembar
wawasane lan katon dewasa pola pikire.”(epd 7, hal 20)

Tejemahan

“Saat makan berdua dengan adhik tingkatnya seperti itu, Jrabang langsung

ingat dengan Rani, yang pernah mengisi lembaran hatinya ketika masih

dikampus. Ketika masih aktif disanggar dulu Rani selalu setia menemani. Jika

siang pasti makan bersama di kantin sebelah jurusan. Menurut Jrabang saat itu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

Rani bukan Cuma sebagai pacar, akan tetapi juga penasehat yang

berkewajiban mengingatkan dia ketika terlalu cepat atau lambat ketika

berjalan. Walaupun umurnya masih muda, tapi Rani sudah luas

pengetahuanya, dan nampak dewasa pola pikirnya.”

Dilanjutkan pengarang masih menceritakan kisah cinta Jrabang dan Rani yang

akhirnya berpisah karena Rani menikah dengan seorang pengusaha, mereka di

jodohkan.

Pengarang kemudian berbalik lagi melanjutkan cerita awal, Jrabang dan Laras

setelah makan kemudian melanjutkan perjalanan pulang.

Episode Sembilan berbelok arah lagi menceritakan keadaan Laras yang

berlanjut sakit karena kejadian kemarin. Laras meminta tolong kepada Jrabang untuk

mengantarkanya pulang kerumahnya Pacitan. Ditengah perjalanan pengarang

membalikkan arah lagi ceritanya mengingat masa lalu ketika ketopraknya ditanggap

oleh belantik sapi di Taman Sari. Ketika itu sesampainya ditempat tujuan, sebelum

berpentas langsung dijamu makan dan sebagainya kemudian baru berias dan

berpentas.

Berbeda dengan pementasan yang digelar di lapangan Tamansari yang

dipenuhi penonton. Apalagi pada saat itu mendatangkan bintang tamu Gogon, yang

berperan jadi dhagelan. Dan cerita yang di angkat ketika itu adalah Tresna Sabaya

Pati Geger Padhepokan Patatslawe. Perhatikan kutipan berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68

“Beda banget karo nalika pentas ana tobong, pamentasan sing digelar ana
Tamansari kuwi dikebaki dening penonton. Apamaneh wektu iku nekakake
bintang tamu Marwata karo Gogon, sing ana dhuwur panggung kadhapuk dadi
dhagelan. Kejaba iku cerita sing diangkat ing wengi kuwi uga rame. Labuh
Tresna Sabaya Pati Geger Padhepokan Patatslawe.”(epd 9, hal 20)

Terjemahan

Sangat berbeda ketika pentas di tobong, pementasan yang di gelar di Tamansari

itu dipenuhi penonton. Apalagi waktu itu mendatangkan bintang tamu Mawarta

dan Gogon, yang diatas panggung berperan sebagai dhagelan. Selain itu cerita

yang diangkat pada malam itu juga ramai. Labuh Tresna Sabaya Pati Geger

Padhepokan Patatslawe.

Alur kemudian menceritakan masalalu ketika sedang berpentas di Tamansari.

Dan di akhir episode Sembilan ini tiba tiba pengarang lagi-lagi membalik arah

melanjutkan cerita awal lagi. Laras merasa semakin pusing dan menyandarkan

kepalanya di bahu Jrabang.

Sepertinya di akhir-akhir cerita ini pengarang lebih suka berjalan maju terus

tanpa menoleh kebelakang. Seluruh anggota kethoprak sudah siap untuk pindah ke

Trenggalek. Pada saat Jrabang dan Ningrum bersiap-siap, tiba-tiba saudara Jrabang

ada yang datang dan mengatakan tujuanya mencari Jrabang. Dia hendak

menyampaikan pesan ayahnya bahwa dia di suruh pulang untuk mendaftarkan diri,

sebab pendaftaran kepala desa sudah di mulai. Perhatikan kutipan berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

“Awakmu dikon bali, pilihan kepala desa wis wiwit pendaftaran, kaya

rencana sakawit, awakmu dening wong-wong tetep dikongkon maju,”

kandane Pak Jupri ora kurang saka gamblang.(epd 15, hal 42)

Terjemahan

“Kamu disuruh pulang, pilihan kepala desa sudah mulai, sperti rencana

sebelumnya, orang-orang tetap menyuruh kamu maju,” kata Pak Jupri sangat

jelas.

Jrabang memutuskan untuk tidak mendaftar kepala desa. Dia masih tetap

meneruskan idealismenya, Jrabang tetap ingin berusaha melestarikan seni tradisi

ketoprak.

Berdasarkan hasil pengamatan dari struktur plot pada cerita bersambung

Langit Jingga disetiap episodenya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengarang

menggunakan plot campuran. Hal ini dapat terbukti pada cerita-cerita yang beberapa

kali membalik ke cerita masa lampau atau disebut juga Flash back.

b. Penokohan

Secara keseluruhan, penokohan yang terdapat dalam cerita bersambung Langit

Jingga karya Sumono Sandy Asmoro diantaranya adalah: Jrabang, Jlitheng, Ningrum,

Laras, Susi, Rani, Pak Prayoga, Mbah Wangsa, Pak Slamet, Pak Narko, Bu Narko,

Pardi Kenthus, Warno Codhot, Pak Hadi dan, Bu Hadi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70

Dari semua tokoh diatas yang menjadi tokoh utama atau tokoh sentral adalah

tiga orang yaitu tokoh Jrabang, Jlitheng dan Ningrum, sedangkan yang berperan

sebagai tokoh tambahan atau tokoh pembantu adalah 12 orang yaitu: Laras,Susi,

Rani, pak Prayoga, mbah Wangsa, pak Slamet, Pak Narko, Bu Narko, Pardi kenthhus,

Warno codhot, Pak Hadi dan Bu Hadi.

Berikut ini akan dipaparkan mengenai tokoh-tokoh utama dalam cerita

sambung Langit Jingga yang terdapat dalam teks.

1) Jrabang

Secara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan karakter tokoh-tokoh

dalam cerita.

a. Anggota ketoprak gedhongan

Pengarang menjelaskan langsung tentang Jrabang yang belum puas mencari

pengalaman di panggung sehingga dia setelah lulus kuliah tidak mencari pekerjaan

yang sesuai dengan ijasahnya, akan tetapi malah memilih bergabung dengan

kethoprak gedhongan.

Kutipan

”Seni tradisi uga nduweni konvensi panggung sing cukup njlimet. Dadi ora
keno sak kepenake dhewe. Wiwit saka carane mlaku, carane lungguh, carane
pindhah enggon, carane ngomong, kabeh ono aturane dhewe-dhewe. Iku salah
swijineng sebab sing njalari Jlitheng saya ketuju prana marang kethoprak.
nanging sawise kuliah Jlitheng uga banjur golek pagaweyan sing cocog karo
ijazahe. Senajan kala-kala isih nyambi ngarang. Beda karo Jrabang, lulus
kuliah malah banjur nggabung karo kethoprak gedhongan. Amargo rumangsa
durung katog anggone golek pengalaman ing sandhuwuring panggung.” (epd
1, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71

Terjemahan

”Seni tradisi juga memiliki konvensi panggung yang cukup rumit. Jadi tidak

bisa seenaknya sendiri. Dari caranya berjalan, cara duduk, cara berpindah

tempat, cara bicara, semua ada aturanya sendiri-sendiri. Itu salah satunya sebab

yang membuat Jlitheng tertarik dengan kethoprak. Akan tetapi setelah kuliah

Jlitheng mencari pekerjaan yang cocok dengan ijazahnya. Walaupun kadang-

kadang masih mengarang. Beda dengan Jrabang, lulus kuliah malah bergabung

dengan kethoprak gedhongan. Karena dia merasa belum cukup puas dia

mencari pengalaman di panggung.”

b. Pengarang yang produktif

Jlitheng mengakui bahwa temanya itu memang sangat produktif, terbukti

hampir setiap minggu karyanya ada yang dimuat dimajalah atau surat kabar.

Padahal jika dinalar, dilihat dari kesibukan aktifitasnya, waktu yang digunakan

Jrabang untuk mengarang sangatlah sempit. Perhatikan kutipan berikut:

”Jroning batin Jlitheng ngakoni, yen kancane siji kuwi pancen produktip

banget, meh saben minggu karyane ana sing di muat ana majalah utawa

koran. Kamangka yen di petung wektune ngarang Jrabang mung winates

banget.” (epd 1,hal 20)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

Terjemahan

”Dalam hati Jlitheng mengakui, jika temannya yang satu itu memang sangat

produktif, hampir setiap minggu karyanya ada yang dimuat di majalah atau

surat kabar. Padahal jika dihitung dari waktunya Jrabang mengarang sangatlah

terbatas.”

c. Rajin beribadah

Pengarang menceritakan secara langsung dalam ceritanya di jelaskan

bahwa Jlitheng adalah seorang guru dan pengarang yang rajin beribadah.

Kutipan

”Jlitheng kejaba dadi pengarang, saiki uga dadi guru SLTP. Wondene
jrabang saliyane dadi pengarang saiki isih terus ngrungkebi idhealisme
anggone kepingin ngangkat seni tradisi kethoprak lan nggabung karo
sawijining kethoprak tobong, sing saiki lagi pentas ana ing Ponorogo.
Krungu adzan magrib kekarone menyang musholla sing cedhak karo wisma
seni kuwi. Kekarone kuwi pancen kalebu seniman sing mempeng ngibadahe,
gelem nyendhekake uripe marang panguwasane gusti kang maha kuwasa.”
(epd 2, hal 19)

Terjemahan

”Jlitheng selain jadi pengarang juga jadi guru SLTP. Sedangkan Jrabang

selain jadi pengarang juga sekarang masih saja melanjutkan idhealisme atas

keinginanya mengangkat seni trdisi kethoprak dan bergabung dengan salah

satu kethoprak tobongyang sekarang sedang pentas di Ponorogo. Mendengar

adzan maghrib keduanya pergi ke musholla yang dekat dengan wisma seni itu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

Kedua orang itu memang termasuk seniman yang rajin beribadah, mau

mendekatkan hidupnya pada Tuhan yang maha kuasa.”

d. Suara vokal yang indah

Jrabang memiliki kelebihan yang mungkin tidak dimiliki orang lain,

kelebihanya adalah suaranya yang bagus, selain itu karya-karya Jrabang yang

memiliki cirikhas tersendiri yang membedakan dengan pengarang-pengarang

yang lain.

”Pancen dheweke kuwi yen maca geguritan katon yen nduwe keluwihan

tinimbang pengarang liyane. Jrabang uga duwe wama vokal sing endah.

Karya-karyane duwe cirikhas sing bisa mbedakake karo pengarang liyane.”

(epd 2, hal 20)

Terjemahan

”Memang dia itu jika membaca geguritan kelihatan punya kelebihan

dibanding pengarang yang lain. Jrabang juga punya suara yang indah. Karya-

karyanya mempunyai cirikhas yang bisa membedakan dengan pengarang yang

lain.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

e. Gondrong

Pengarang dalam menggambarkan ciri fisik Jrabang sepertinya sangat

menonjolkan rambutnya yang gondrong. Terbukti ada beberapa kalimat di

beberapa episode yang menyebutkan ciri utama rambutnya yang gondrong.

Diantaranya pada kutipan 1 yang menggambarkan bahwa Laras, seorang

mahasiswi yang selalu teringat Jrabang yang rambutnya di biarkan panjang. Dan

pada kuatipan 2 di gambarkan ketika Jrabang si penyair yang berambut panjang

itu cemburu saat melihatningrum dibonceng sama Jlitheng, dan Jrabang marah.

Perhatikan kutipan berikut:

Kutipan 1

”Geguritan-geguritan sing mentas diwaca kuwi banjur di glethakake meja.


Dheweke banjur ngglethak ana dhipan njero kamare. Pikirane nglambrang
tekan ngendi-endi. Wewayangane Jrabang tansah gawang-gawang katoning
tlapukan mripate. Laras kaya wis ora kuwat ngampet sakabehing rasa
pangrasane. Dheweke kepingin isen-isening atine kuwi bisa dimangerteni
dening pengarang sing rambute di ingu gondrong kuwi. ”(epd 5, hal 20)

Terjemahan

”Geguritan-geguritan yang habis dibaca itu kemudian di letakkan meja.

Kemudian dia berbaring di ranjang dalam kamarnya. Pikiranya terbayang

kemana-mana. Bayang-bayang Jrabang selalu nnampak dimatanya. Laras

seolah-olah tidak kuat menahan perasaanya. Dia ingin isi hatinya itu bisa

dimengerti oleh pengarang yang rambutnya dibiarkan gondrong itu.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

Kutipan 2

”Jrabang terus bae ngunclug mlaku, tanpo migatekake marang Ningrum sing
sajak nyendhel lakune. Weruh mitrane siji kuwi sajak nesu tenan, Ningrum
lan Jlithng banjur nututi. Ningrum kaya antuk bukti menawa satemene ing
atine Jrabang isih ana tresna kanggo dheweke. Katitik penyair sing rambute
gondrong kuwi isih nyimpen rasa cemburu nalika weruh dheweke digonceng
sepedha motor dening Jlitheng. Ningrum rumangsa luput, awit sasuwene iki
nganggep yen Jrabang wis nglalekake dhewke, lan pilih ngeboti Laras, adhik
angkatane sing saiki lagi nyusun skripsi.” (epd 13, hal 20)

Terjemahan

”Jrabang terus saja berjalan, tanpa memperhatikan Ninngrum yang nampak

mencegah langkahnya. Melihat kekasihnya yang satu itu nampak benar-benar

marah, Ningrum dan Jlitheng kemudian menyusul. Ningrum merasa dapat

bukti bahwa sebenarnya dihatinya Jrabang masih ada rasa cinta untuknya.

Terbukti penyair yang berambut gondrong itu masih menyimpan rasa

cemburu ketika melihatnya dibonceng Jlitheng dengan sepeda motornya.

Ningrum merasa bersalah, karena selama ini menganggap Jrabang sudah

melupakannya, dan memilih Laras, adhik tingkatnya yang sekarang sedang

mengerjakan skripsi.”

Secara dramatik, yaitu pengarang tidak menceritakan secara langsung

perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama tokoh,

melalui pengambaran fisik tokoh dan melalui dialog (Atar Semi, 1993: 39-40).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

f. Seorang rol kethoprak

Pada cerrita ini dalam percakapan antara Jlitheng dan seseorang yang

sedang sibuk dengan balihonya dan bertanya apakah bapak-bapak tersebut kenal

dengan Jrabang dan kemudian merekapun membicaraka tentang status Jrabang

yang dikenal banyak orang karena dia menjadi rol kethoprak.

Kutipan

”tepang kaliyan Jrabang mas?”


Pitakone jlitheng marang wong sing lagi utheg ana sangarepe baliho kuwi.
”Oo, mas Jrabang gondrong, ta? Nggih sedaya anggota kethoprak mriki
tepang mas, wong piyambake rol, kok,”
Sambunge wong kuwi kanthi grapyak. (epd 1, hal 20)

Terjemahan

”Kenal dengan Jrabang mas?”

Pertanyaan Jlitheng pada orang yang lagi sibuk didepan baliho itu.

”Oo, mas Jrabang gondrong, ya? Ya, semua anggota kethoprak disini kenal

Mas, dia pemain kethoprak inti kok.”

Jawab orang itu dengan nada bersahabat.

2) Jlitheng

Secara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan karakter tokoh-tokoh

dalam cerita. Berikut adalah kutipan yang membuktikan tentang Jlitheng.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

a. Seorang guru SLTP dan pengarang

”Mung nasib sajake sing mbedakake kekarone. Jlitheng kejaba dadi


pengarang, saiki uga dadi guru SLTP. Wondene jrabang saliyane dadi
pengarang saiki isih terus ngrungkebi idhealisme anggone kepingin ngangkat
seni tradisi kethoprak lan nggabung karo sawijining kethoprak tobong, sing
saiki lagi pentas ana ing Ponorogo.” (epd 2, hal 19)

Terjemahan

”Kelihatannya Cuma nasib yang membedakan keduanya. Jlitheng selain jadi

pengarang, sekarang juga jadi guru SLTP. Sedangkan Jrabang selain jadi

pengarang sekarang masih terus melanjutkan idhealismenya yang ingin

mengangkat seni tradisi kethoprak danbergabung dengan salahsatu kethoprak

tobong, yang sekarang pentas di Ponorogo.”

b. Rajin beribadah

Kutipan

”Krungu adzan magrib kekarone menyang musholla sing cedhak karo wisma

seni kuwi. Kekarone kuwi pancen kalebu seniman sing mempeng ngibadahe,

gelem nyendhekake uripe marang panguwasane gusti kang maha kuwasa.”

(epd 2, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78

Terjemahan

”Mendengar adzan magrib keduanya ke musholla yang dekaat dengan wisma

seni itu. Keduanya memang termasuk seniman yang rajin berribadah, mau

menndekatkan hidupnya pada Tuhan yang maha kuasa.”

c. Pandai berbicara

Kutipan

”Kekarone nuli mlebu menyang ruang tamu. Banjur ngobrol ngalor ngidul sajak
kepenak banget. Dhasar Jlitheng kuwi kalebu wong sing pinter ngomong, mula
ana bae sing dikandhakake. Semono uga Ningrum, senajan cewek sing mung
lulusan SMU, nanging sarehne sasuwene iki kalebu jembar srawunge, mula uga
bisa bae ngimbangi apa sing diomongi dening Jlitheng. (epd 11, hal 19)

Terjemahan

”Keduanya masuk ke ruang tamu. Kemudian berbicara kesana-kemari sepertinya

enak sekali. Dasar Jlitheng itu termasuk orang pintar bicara, makanya ada saja

yang diberitahukan. Begitu juga Ningrum, meskipun cewek yang hanya lulusan

SMU, tetapi sabarnya selama ini termasuk luas pergaulannya, makanya bisa saja

mengimbangi apa yang dikatakan Jlitheng.

Secara dramatik, yaitu pengarang tidak menceritakan secara langsung

perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama tokoh,

melalui pengambaran fisik tokoh dan melalui dialog.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79

3) Ningrum

Secara analitik, pengarang langsung menceritakan karakter tokoh-tokoh

dalam cerita. Berikut kutipan-kutipan yang menunjukkan ciri-ciri Ningrum.

a. Rambut sebahu

”Bocah wadon kuwi sandhang panganggone sarwo prasaja. Rambute

dijarake ngrembyak sepundhak. Nanging kabeh mau saya ngatonake ayune

sing alami. Jlitheng sajak ora percaya yen ono bocah wadon sing ayune

uleng-ulengan ngonokuwi kog gelem main kethoprak.” (epd 2, hal 20)

Terjemahan

”Anak perempuan itu pakaiannya serba sederhana. Rambutnya dibiarkan

terurai sebahu. Tetapi semua tadi semakin mengeluarkan kecantikan yang

alami. Jlitheng seperti tidak percaya kalau ada anak perempuan yang

cantiknya menjadi-jadi seperti itu mau bermain ketoprak.”

b. Seorang roll kethoprak

Kutipan

”Ningrum mung ngguyu kemekelen krungu kandhane Jlitheng sing

ngonokuwi. Awit sangertine bocah wadon sing dadi rol kethoprak iku,

Jrabang SMA bae ora lulus, sabendina gaweyane ya mung main kethoprak.”

(epd 1, hal 20)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80

Terjemahan

”Ningrum cuma tertawa mendengar perkataan Jlitheng yang seperti itu.

Setahu anak perempuan yang menjadi rol kethoprak itu, Jrabang SMA saja

tidak lulus, setiap hari pekerjaanya juga cuma main kethoprak.”

c. Manis

Kutipan 1

Jrabang banjur ngruket Ningrum maneh kathi kenceng. Di aras nganthi

kebak katresnan. Cewek manis sing ngrenggani atine kuwi kaya-kaya ora

bakal diculake. Dheweke rumangsa ora bisa yen nganti dikon pisah karo

Ningrum. (epd 3, hal 19)

Terjemahan

”Kemudian Jrabang memeluk Ningrum eraat-erat. Di belai rambutnya dengan

penuh kasih sayang. Gadis manis yang merebut hatinya itu seolah-olah tidak

akan dilepaskan. Dirinya merasa tidak bisa jika harus berpisah dengan

Ningrum.”

d. Dekik (punya lesung pipi)

Kutipan

Rumangsa dijarag dening Jrabang, Ningrum langsung nyiwel lengene wong


sing ditresnani kuwi. Jrabang males nyiwel. Wekasane bocah wadon sing yen
mesem dekik pipine kuwi banjur diajak mlebu kamar. Nanging mung diajak
turu, ora luwih saka iku. Awit kekarone ngrumangsani yen lagi pacaran,
durung nikahan. (epd 3, hal 20)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81

Terjemahan

Merasa digoda oleh Jrabang. Ningrum langsung mencubit lengan orang yang

dicintainya itu. Jrabang malas mencubit. Kemudian anak perempuan yang

senyum lesung pipinya itu langsung masuk kamar. Tetapi hanya diajak tidur,

tidak lebih dari itu. Karena keduanya merasa kalau sedang pacaran, belum

menikah.

Secara dramatik, yaitu pengarang tidak menceritakan secara langsung

perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama tokoh,

melalui pengambaran fisik tokoh dan melalui dialog.

e. Lulusan SMA

Kutipan

”Laras mrene maneh? Surabaya Tulungagung kuwi adoh lho, mas. Aja-aja
dheweke mengko tertarik menyang sampeyan.”
”Ah, durung-durung awakmu cemburu. Dheweke lhak adhik kelasku.”
”Sapa ngerti ngono tenan? Dheweke kuwi mahasiswi, sedhela maneh dadi
sarjana, tur rupane ayu, pisan. Pokoke menang sakabehane yen
dibandhingake karo cewek lulusan SMA sing pagaweyane mung dadi pemain
kethoprak.” (epd 6, hal 20)

Terjemahan

”Laras kesini lagi? Surabaya Tulungagung itu jauh ,mas. Jangan-jangan dia nanti

tertarik dengan kamu.”

”ah, belum-belum kamu cemburu. Dia kan adik kelasku.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82

”siapa tahu begitu benar? Dia itu mahasiswi sebentar lagi menjadi sarjana, tetapi

wajahnya cantik sekali. Pokoknya menang segalanyakalau dibandingkan dengan

cewek lulusan SMA yang pekerjaannya hanya sebagai pemain kethoprak.”

f. Masih muda dan Cantik

Kutipan

”Aku nggumun menyang Ningrum iku, bang. Isih enom rupane ayu, kog
gelem-geleme dheweke dadi pemain kethoprak tobong. Gek sing digoleki bae
apa.”
”Ningrum kuwi anake pimpinan kethoprak”Duta Budaya”. Dheweke
digegadhang bisa mbacutake idealismene wong tuwane, anggone ngrungkebi
marang nasibe seni tradisi.”

Terjemahan

”Saya heran dengan Ningrum itu, bang. Masih muda wajahnya cantik, tapi

mau-maunya dirinya jadi pemain kethoprak tobong. Yang dicari itu apa.”

”Ningrum itu anaknya pimpinan kethoprak ” Duta Budaya”. Dirinya

dipercaya dapat meneruskan idealisme orang tuanya, peduli pada nasib seni

tradisi.”

Demikian analisis tokoh utama yang terdapat dalam cerita sambung Langit

Jingga yang terdiri dari tiga orang yaitu: Jrabang, Jlitheng dan Ningrum yang

memiliki ciri-ciri tersendiri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83

Tokoh Tambahan dalam cerita sambung Langit Jingga ini tidak di jelaskan

secara terperinci, maka dari itu hanya akan diambil kutipan-kutipan yang kiranya

membuktikan bahwa tokoh tersebut ada dalam cerita. Berikut adalah tokoh-tokoh

tambahan yang terdapat dalam cerita sambung Langit Jingga.

1) Pak Prayoga

Pak Prayoga adalah ayah Ningrum, yang menjadi pimpinan kethoprak Duta

Budaya yang di ikuti oleh Jrabang. Sebagai bukti adanya tokoh Pak Prayoga,

perhatikan kutipan berikut.

”Ningrum kuwi anake pimpinan kethoprak ”Duta Budhaya”. Dheweke


digegadhang bisa mbacutake idealismene wong tuwane, anggone ngrungkebi
marang nasibe seni tradisi. Ya mung siji kui anakke pak Prayoga. Wiwit ciilik wis
akrab karo donyaning panggung kethoprak. Mila saiki dheweke sing ana ngarep,
pak Prayoga wis sepuh.” (epd 2, hal20)

Terjemahan

”Ningrum itu anak pimpinan ketoprak ”Duta Budaya”. Dia diharapkan bisa

melanjutkan idealisme orang tuanya memperjuangkan nasib seni tradisi. Ya Cuma

satu itu anaknya pak Prayoga. Sejak kecil sudah akrab dengan dunia panggung

kethoprak. Makadari itu sekarang dia yang didepan, pak Prayoga sudah tua.

2) Pak Slamet dan mbah Wangsa

Pak Slamet adalah salah seorang dari anggota ketoprak yang paling lama

berganung. Sedangkan Mbah Wongso adalah eorang dukun yang di kunjungi Pak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84

Prayoga ketika ingin pementasan ramai di kunjungi penonton. Perhatikan kutipan

berikut.

”Krungu kandhane mbah Wangsa sing ora gumedhe kuwi Pak Prayoga percaya
tenan yen wong tuwa siji kuwi nduweni cekelan lan kena dijaluki tulung tenan.
Sawise rumangsa cukup perlune kekarone nyuwun pamit. Sadalan-dalan angen-
angene dikebaki pangarep-arep. Sawise diwenehi srana dening sawijining tokoh
warok kuwi muga-muga pementasane bisa sukses, akeh sing nonton.” (epd 3, hal
42)

Terjemahan

”Mendengar kata-kata Mbah Wangsa yang tidak sombong itu, Pak Prayoga

percaya kalau orang tua satu itu memilikipegangan dan bisa dimintai tolong.

Setelah keperluanya sudah terpenuhi keduanya berpamitan. Diperjalanan dalam

angan-angan dipenuhi harapan, setelah diberikan sarana dari salah satu tokoh

warok itu mudah-mudahan pementasan bisa sukses, banyak penonton.”

3) Laras

Laras dalam cerita ini sebagai seorang mahasiswi yang meneliti karya-karya

Jrabang sebagai bahan skripsinya. Perhatikan kutipan berikut.

”Nganti sawijining dina, ana mahasiswi saka Surabaya sing nggoleki Jrabang.
Kebeneran wektu iku sing nemoni Ningrum. Wong loro kuwi banjur kenalan.
Sawise sawetara wektu anggone padha rembugan, mahasiswi sing jenenge Laras
kuwi kandha yen adoh-adoh saka Surabaya menyang Tulungung kono mung
kepingin arep ketemu karo Jrabang.”(epd 4, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85

Terjemahan

”Sampai suatu hari, ada mahasiswi dari Surabaya yang yang mencari Jrabang.

Kebetulan pada saat itu yang menemui adalah Ningrum. Dua orang itu

berkenalan. Setelah beberapa saat ngobrol, mahasiswi yang bernama Laras itu

bilang jauh-jauh dari Surabaya ke Tulungagung cuma ingin bertemu dengan

Jrabang.”

4) Susi

Susi adalah sepupu Laras yang tinggal di Popoh, dia masih kelas tiga SMU. Dia

sangat senang ketika Laras berkunjung ke rumahnya. Perhatikan kutipan dibawah.

”Pak narko lan bojone katon marem banget weruh ponakane kuwi sambang

mrono maneh. Luwih-luwih Susi, putrane Pak Narko sing isih kelas telu SMU

kuwi uga ora kalah senenge bareng misanane sing kuliah ana Surabaya kuwi

dolan mrono.”(epd 6, hal 44)

Terjemahan

”Pak narko dan istrinya nampak sangat senang melihat sepupunya yang

berkunjung kesana lagi. Lebih-lebih Susi, putri Pak Narko yang masih kelas 3

SMU itu tidak kalah senangnya saat melihat saudaranya yang kuliah di

Surabaya itu main kesana.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86

5) Pak Narko

Pak narko dan Bu Narko adalah orang tua dari Susi, lebih tepatnya om dan

tantenya Laras yang ketika dia mencari Jrabang dia menginap ditempat bu Narko.

Perhatikan dua kutipan dibawah:

Kutipan

”Pak narko lan bojone katon marem banget weruh ponakane kuwi sambang

mrono maneh. Luwih-luwih Susi, putrane Pak Narko sing isih kelas telu SMU

kuwi uga ora kalah senenge bareng misanane sing kuliah ana Surabaya kuwi

dolan mrono.”(epd 5, hal 42)

Terjemahan

”Pak narko dan istrinya nampak sangat senang melihat sepupunya yang

berkunjung kesana lagi. Lebih-lebih Susi, putri Pak Narko yang masih kelas 3

SMU itu tidak kalah senangnya saat melihat saudaranya yang kuliah di Surabaya

itu main kesana.”

6) Bu Narko

Kutipan

”Senajan ora ana perlu, yen pinuju prei ngonokae yen awakmu gelem dolan

mrene, paklik lan bulik malah seneng. Sak ora-orane, Susi, adhimu kuwi saya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87

tambah semangate anggone sinau, awit banjur kepingin kuliah kaya awakmu,”

Bu Narko melu nimbrung ngrembug. (epd 5, hal 42)

Terjemahan

”Walaupun tidak ada perlu, ketika liburan jika kamu mau maen kesini, om dan

tante malah senang. Setidak-tidaknya, Susi, adhikmu itu tambah semangatnya

dalam belajar, karena ingin melanjutkan kuliah seperti kamu.” Bu Narko ikut

menyela pembicaraan.

7) Paidi Kenthus

Dalam percakapan antara Jrabang dan teman-temanya termasuk Paidi kenthus

yang ikut bergabung dan kutipan dibawah menunjukkan adanya tokoh Paidi kenthus

dalam cerita sambung Lsngit Jingga ini.

Kutipan

”Senajan ing perkara iki tenane ana sing kudu tanggung jawab, kepriye

supaya seni tradisi tetep lestari, lan senimane uga ora mati kaliren.”

”Sapa sing kudu tanggung jawab Bang?”

Pardi Kenthus nggenahake. (epd 8, hal 44)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88

Terjemahan

”Walaupun sebenarnya perkara ini harus ada yang bertanggung jawab,

bagaimana supaya seni tradisi tetap lertari dan senimannya juga tidak mati

kelaparan.”

Siapa yang harus bertanggung jawab Bang?”

Paidi Kenthus bertanya.

8) Warno Codhot

Pada cerita ini tokoh Warno Codhot terdapat pada percakapan dengan teman-

temanya ketika membahas tentang seni tradisi yang memprihatinkan. Perhatikan

kutipan berikut:

”Kapan ya, nasibe seni tradisi ing negarane dewe iki bisa diopeni dening

pemerintah kaya kang dumadi ana ing Jepang?”

Warno codhot urun rembug. (epd 8, hal 44)

Terjemahan

”Kapan ya, nasib seni tradisi di negara kita ini bisa dipelihara oleh pemerintah

seperti yang ada dijepang?”

Warno Codhot nyumbang pembicaraan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
89

9) Pak Hadi dan Bu Nur

Dijelaskan dalam cerita ketika Laras dan baru pulang dari tempat Susi bersama

Jrabang. Kedua orang tua Laras nampak bingung menyapa orang yang bersama Laras

itu. Perhatikan kutipan berikut:

”Pak Hadi dan Bu Nur, wong tuwane, Laras sajak mandheg mangu anggone

arep sapa aruh menyang tamune sing bareng karo anake wadon kuwi.” (epd 10,

hal 19)

Terjemahan

”Pak Hadi dan Bu Hadi, orang tuanya Laras nampak kaget termangu bingung

menyapa tamunya yang betsama anak perempuannya itu.”

c. Latar/ Setting

Setting atau latar merupakan tempat dan waktu terjadinya cerita, suatu cerita

pada hakekatnya merupakan gambaran peristiwa yang dialakukan oleh beberapa

orang atau tokoh pada suatu tempat. Setting atu latar juga berfungsi sebagai proyeksi

keadaan batin para tokoh yang menciptakan berbagai suasana dan menjadi gambaran

keadaan dalam diri tokoh yang bersangkutan. Selain itu, suasana dalam suatu cerita

dapat berganti atau berkembang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
90

Teori yang digunakan dalam menganalisis setting ini menggunakan teori dari

Burhan Nurgiantoro, dimana setting terbagi menjadi tiga unsur yaitu: tempat, waktu

dan sosial.

1) Aspek Tempat

Berikut akan di urai setting cerita bersambung Langit Jingga yang

berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Pada dasarnya setting

yang di gunakan dalam cerita ini adalah daerah Ponorogo, Surabaya, Tulungagung

dan Pacitan. Tempat-tempat seperti prapatan Bibis, kios majalah, pasar Bibis, adalah

daerah Ponorogo. Sedangkan setting yang di gunakan di daerah Ponorogo adalah

terminal Ponorogo. Dan daerah Surabaya sendiri yang digunakan adalah Taman

Budaya, Jalan genteng kali, wisma seni, gedung Cak Durasim. Juga masih banyak

lagi tempat-tempat lain yang digunakan pengarang dalam membuat karyanya.

Sebagai contoh, perhatikan kutipan berikut:

Kutipan

“Mudhun saka bis, Jlitheng langsung mlaku tumuju kidul prapatan Bibis.

Wis diniyati wektu kuwi dheweke arep nggoleki Jrabang, kancane sing padha-

padha dadi pengarang.”

(Panjebar Semangat, epd 1, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91

Terjemahan

“Turun dari Bis, Jlitheng langsung berjalan menuju selatan perempatan Bibis.

Sudah berniat waktu itu dia mau mencari Jrabang, teman yang sama-sama

menjadi pengarang.

Kutipan

“Sadurunge mbacutake laku nggoleki tobong ing sakidule prapatan, papan

anggone Jrabang sakanca main kethoprak, Jlitheng mampir menyang kios

majalah sing ana sacedhake prapatan kono.”(Panjebar semangat, epd 1, hal

19)

Terjemahan

“Sebelum melanjutkan perjalanan mencari tobong di sebelah sselatan

perempatan, tempat dimana Jrabang dan teman-temanya main ketoprak,

Jlitheng mampir ke kios majalah yang berada di dekat perempatan itu.”

Kutipan

“Ora sawetara suwe anggone mlaku Jlitheng wis tekan pasar Bibis. Ya ing

sajrone pasar kuwi rombongan kethoprak “Duta Budaya” nggelar

pentas.”(panjebar Semangat, epd 1, hal 20)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92

Terjemahan

“Tidak seberapa lama berjalan, Jlitheng sudah sampai di pasar Bibis. Ya di

dalam pasar itu rombongan ketoprak “Duta Budaya” menggelar pentas.”

Kutipan

“Udakara jam papat sore Jlitheng wis tekan Surabaya. Wis akeh para

pengarang saka dhaerah sing teka ing Taman Budaya kang mapan ana jalan

genteng kali kuwi.” (panjebar semangat, epd 2, hal 19)

Terjemahan

“Kira-kira jam empat sore Jlitheng sudah sampai Surabaya. Sudah banyak

para pengarang dari daerahnya yang sampai di Taman Budaya yang berada di

jalan genteng kali itu.”

Kutipan

“Udakara jam sepuluh esuk kekarone lagi budhal menyang Popoh. Nganggo
sepeda motor siji, goncengan wong loro. Srengenge sumunar kencar-kencar,
ngusir hawa adhem sing teka saka tengah segara. Sedhela-sedhela krasa ana
sumilire angin sing gawe segere swasana. Awan kuwi swasanane pesisir
Popoh katon asri. Kejaba hawane seger, sesawangane uga endah ngelam-
lami. Ombaking segara katon pating canglerap, ngaras wedhi-wedhi ing
pesisir. Mula ora aneh yen akeh wong sing padha kepingin dolan menyang
papan kono. (Panjebar semangat, epd 7, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
93

Terjemahan

“Kira-kira jam sepuluh pagi keduanya baru berangkat ke Popoh. Pakai satu

sepeda motor berboncengan. Matahari bersinar kencar-kencar, mengusir hawa

dingin yang datang dari tengah laut. Sebentar-sebentar terasa semilir angin

yang membawa swasana segar, pemandanganya juga indah alami. Ombak di

pantai nampak berkilauan, ngaras pasir di pesisir. Maka dari itu tidak aneh

jika banyak orang yang ingin main ke tempat itu.”

Kutipan

“Mumpung tekan pacitan, jarene eman-eman yen ora dolan menyang alun-
alun, sinambi golek jadah bakar. Jrabang isine mung manut, waton adhik
angkatane kuwi bisa seneng atine. Kekarone banjur bablas menyang alun-
alun. Pancen swasanane kepenak banget diango cangkrukan. Jrabang
rumangsa antuk papan sing pas kanggo golek inspirasi.”(epd 10, hal 20)

Terjemahan

“Mumpung sampai Pacitan, katanya sayang jika tidak main ke alun-alun,

sambil cari jadah bakar. Jrabang cuma menurut, asal adik tingkatnya itu bisa

senang hatinya. Kemudian keduanya ke alun-alun. Memang suasananya

sangat enak buat nongkrong. Jrabang merasa dapat tempat yang pas untuk

mencari inspirasi.”

Kutipan-kutipan diatas adalah beberapa contoh setting tempat yang ada di

cerita bersambung Langit Jingga. Masih ada lagi setting yang lain yang lain yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
94

tidak di deskripsikan secara rinci. Diantaranya adalah Sragen, Madiun, terminal

Madiun, Ngawi, dan Sumoroto. Demikian gambaran dari setting tempat yang terdapat

pada cerita bersambung Langit Jingga.

2) Aspek Waktu

Setting waktu berhubungan dengan kapan peristiwa itu terjadi. Sebagai

contoh, perhatikan kata saben dina, bar maggrib, tengah wengi, yen awan, esuk kuwi

pada penggalan-penggalan kutipan di bawah.

Kutipan

“Pentase pindhah-pindhah saka dhaerah siji menyang dhaerah liane. Saben dino

ora lali dheweke uga nyisihake wektu kanggo nulis cerkak lan geguritan, banjur

di kirim menyang majalah utawa surat kabar.” (epd 1, hal 20)

Terjemahan

“Pentasnya berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah lain, Setiap hari tidak

lupa juga dia menyisihkan waktu untuk menulis cerkak dan geguritan, kemudian

di kirim ke majalah atau surat kabar”

Kutipan

“…kamangka di petung wektune ngarang jrabang mung winates benget. bar

magrib kudu wes konsentrasi anggone bakal munggah panggung, Rampunge

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95

tengah wengi mesthi wis ngantuk, Yen awan bocah siji kuwi seneng kluyuran.”

(epd 1, hal 20)

Terjemahan

“…padahal jika di hitung waktu mengarang Jrabang sangat terbatas. Habis

magrib harus sudah berkonsentrasi untuk naik panggung, selesai tengah malam

pasti sudah mengantuk, jika siang anak satu itu suka keluyuran.”

Kutipan

“Esuk kuwi, acara sarasehan sastra dibacutake. Yen mau bengi istilahe mung

kanggo pembukaan. Nanging isuk iku ngancik materi sing jlimet, lan di enten-

enteni para sastrawan.”(Panjebar Semangat, epd 2, hal 20)

Terjemahan

Pagi itu acara sarasehan sastra dilanjutkan. Jika tadi malam, istilahnya Cuma

untuk pembukaan. Akan tetapi pagi itu menginjak materi yang rumit, dan di

tunggu-tunggu para sastrawan.

Aspek waktu berlangsungnya peristiwa yang menggunakan penanda jam dan

hari juga dapat di ajukan sebagai contoh. Perhatikann beberapa contoh kutipan yang

menggunakan aspek tanggal, hari, dan tahun berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
96

“Jam sepuluh esuk, omah kuwi katon sepi, Sajake akeh sing isih padha turu,Mau

bengi malem minggu mesti rame pentase, Mula saiki katone isih padha kesel.”

(epd 1, hal 20)

Terjemahan

“Jam sepuluh pagi rumah itu nampak sepi, Kelihatanya masih banyak yang tidur,

Pentas malam minggu tadi malam pasti ramai, Makanya sekarang masih lelah.”

Kutipan

“wong siji kui yen ora dino minggu adate ora nate gelem tuku koran. Jarene

wong beritane yo podho bae karo sing disiarno ana TV utawa radio. Nanging yen

dino minggu ngono iku sawernane koran mesti diborong kabeh.” (epd 1, hal 20)

Terjemahan

“Orang satu ini jika bukan hari minggu tidak pernah mau beli Koranika hari

minggu semua Koran di beli. Kata orang-orang beritanya sama dengan yang

disiarkan di tv atau radio. Tapi jika hari minggu segala macam koran pastidi beli

semua.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
97

Ada juga setting cerita bersambung Langit Jingga yang menggunakan penanda

aspek kesejarahan. Akan tetapi pengarang tidak terlalu banyak menggunakan aspek

tersebut.sebagai contoh, perhatikan kutipan berikut.

“Pancen wiwit jaman kuliah mbiyen, Jrabang wis ketok banget pingin

ngangkat nasibe seni tradisi sing saiki wiwit kelangan papan ing atine

masyarakat kui. Karo kanca-kancane ing kampus gawe sawijining sanggar

kethoprak.” (epd 1, hal.19)

Terjemahan

“Memang sejak jaman kuliah dulu, Jrabang terlihat sangat ingin sekali

mengangkat nasib para seni tradisi yang saat ini mulai kehilangan tempat di

hati masyarakat itu. Bersama teman-temanya di kampus ia mendirikan sanggar

ketoprak.”

Kutipan

“Pancen sawise lulus kuliah rong tahun kepungkur, dheweke ora ndang gelem

golek gaweyan sing mapan kaya kanca-kancane, Nanging malah nggabung

karo sawijining rombongan kethoprak keliling.” (epd 1, hal 19)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
98

Terjemahan

“Memang setelah lulus dua tahun yang lalu, dia tidak mau cepat-cepat cari

pekerjaan yang mapan seperti teman-temannya, tetapi malah bergabung dengan

salah satu rombongan ketoprak keliling.”

Kata jaman kuliah biyen atau ketika kuliah dulu dan Rong tahun kepungkur

atau dua tahun yang lalu menunjukkan masa lampau, yang merupakan sejarah

perjalanan kehidupan Jrabang ketika masih kuliah sampai lulus kuliah dua tahun yang

lalu.

“Udakara wis seminggu, kethoprak Duta Budaya main ana ing daerah Ngunut,
Tulungagung. Kahanane ora beda adoh karo nalika main ana ing daerah Bibis
Ponorogo kae. Tansah sepi penonton. Tenane kabeh wis ora kurang-kurang
anggone mbudidaya. Nanging pancene alame wis seje. Beda banget karo dek
tahun pitungpuluhan nganti wolungpuluhan biyen kae. Nalika semana kethoprak
dadi salah sawijining sarana hiburan sing digandrungi dening masyarakat.
Saben ana tobong mesti dikebaki masyarakat.(epd 4, hal 19)

Terjemahan

“Kira-kira sudah seminggu ketoprak Duta Budaya main di daerah Ngunut

Tulungagung. Keadaanya tidak berbeda jauh dengan ketika main di daerah Bibis

ponorogo kae. Nampak sepi penonton. Sebenarnya semuanya sudah tidak ada

kurang-kurangnya membudidayakan. Akan tetapi memang alamnya sudah lain.

Sangat berbeda ketika tahun tujuhpuluh sampai delapanpuluhan dulu. Ketika itu

ketoprak menjadi salah satu sarana hiburan yang digandrungi masyarakat. Setiap

ada tobong pasti di penuhi masyarakat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
99

Kata pitungpuluhan nganti wolungpuluhan biyen atau tujuh puluhan sampai

delapan puluhan dulu menunjukkan sejarah ketprak yang sedang dalam masa

keemasan, sejarah ketika ketoprak menjadi sarana hiburan yang sangat di gandrungi

masyarakat.

Pengarang dalam membuat setting pada karyanya tidak hanya menyebutkan

tempat saja.akan tetapi juga menggambarkan suasana berlangsungnya kejadian itu.

Sehingga jika membaca karya ini kita bisa membayangkan bagaimana keadaan

jelasnya saat itu. Ini membuat cerita tidak kering dan tidak monoton.

3) Aspek Sosial

Latar sosial adalah tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup masalah

kehidupan yang cukup kompleks. Disamping itu latar sosial juga berhubungan

dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atas.

Pada cerita bersambung Langit Jingga latar sosialnya adalah jabatan seorang

kepala desa lebih terhormat dibanding seorang pemain ketoprak. Perhatikan

penggalan kutipan dibawah.

”Dadi kepala desa mono pancen kepenak. Uripae kajen keringan, lan tansah
dihormati dening masyarakat. Paling ora yen ana wong duwe gawe mesthi
dikirimi sawernaning panganan. Yen nekani undangan mesthi lungguhe ana
sor talang, lan dadi punjering kawigaten ing antara tamu-tamu liane. Yen ana
wong jaluk tanda tangan mesthi apese ninggal rokok.”(epd 12, hal 44)

Terjemahan

”Jadi kepala desa itu memang enak. Hidupnya dihargai, dan selalu dihormati

masyarakat. Paling tidak jika ada orang punya kerja pasti dikirim banyak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
100

makanan. Jika mendatangi undangan, pasti duduknya di bawah talang, dan

menjadi pusat perhatian di antara tamu-tamu yang lain. Jika ada orang yang

meminta tanda tangan, pasti minimal meninggalkan rokok.”

Pada penggalan cerita diatas, pengarang secara langsung menggambarkan

kelas sosial di masyarakat yang menunjukkan betapa terhormatnya seorang kepala

desa di masyarakat. Dimanapun tempatnya menjadikan pusat perhatian masyarakat.

Masih diperkuat dengan percakapan yang juga menganggap bahwa kepala

desa merupakan jabatan yang terhormat di masyarakat. Perhatikan ktipan berikut:

”Kepala Desa iku mujudake jabatan sing cukup kinurmat ing masyarakat. Yen
pancen akeh sing ngepinginake sampeyan melu nyalonake, luwih becik sampeyan
bali. Turutana apa kang dadi karepane wong-wong sing wis aweh kapercayaan
marang sampeyan. Mung welingku yen sampeyan wis sukses aja lali marang
aku.”(epd 15, hal 44)

Terjemahan

“Kepala desa itu menjadikan jabatan yang cukup terhormat di masyarakat. Jika

memang banyak yang menginginkan kamu ikut mencalonkan, lebih baik kamu

kembali. Turutilah apa yang menjadi keinginan orang-orang yang sudah

memberikan kepercayaan kepada kamu. Cuma satu pesan aku jika sudah kamu

sukses jangan lupa sama aku.

Penggalan cerita diatas adalah penggalan dari percakapan antara Ningrum dan

Jrabang, ketika Jrabang meminta pertimbangan kepada Ningrum tentang kepercayaan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
101

masyarakat terhadap Jrabang. Dan penggalan percakapan diatas adalah jawaban dari

Ningrum. Kemudian masih ada lagi penggalan kalimat yang menunjukkan latar

sosial. Perhatikan penggalan kutipan di bawah:

“Jroning batin dheweke ngakoni, menawa dadi pemain kethoprak ngono dening

masyarakat mung dianggep kaya dene sampah sing ora ana regane. Beda karo

wong sing kesampiran drajad, ora ketang kepala desa mesthi bakal di subya-

subya.”(epd 12, hal 20)

Terjemahan

“Dalam hati dia mengakui, jika jadi pemain ketoprak, oleh masyarakat Cuma

dianggap seperti sampah yang tidak ada harganya. Berbeda dengan orang yang

memiliki pangkat, walaupun cuma kepala desa, pasti bakal di sanjung-sanjung.”

Penggalan kutipan di atas adalah membuktikan bahwa kelas social di

masyarakat memang sangat berpengaruh.dalam hati Jrabang juga sangat menyadari

akan hal itu. Bahwa seorang pemain kethoprak hanya akan dianggap sampah oleh

masyarakat, berbeda dengan orang yang memiliki pangkat walaupun Cuma kepala

desa.

Penggalan-penggalan cerita diatas adalah beberapa contoh yang mewakili

bukti adanya status sosial di masyarakat yang membedakan antara seorang pemain

kethoprak dengan kepala desa dalam cerita sambung Langit Jingga, karya Sumono

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102

Sandy Asmoro. Kepala desa dalam cerita ini memiliki tingkat kehormatan yang

sangat tinggi dibanding dengan seorang pemain kethoprak. Ibaratnya pemain

ketoprak hanya dianggap sampah yang tidak ada harganya di mata masyarakat,

sedangkan kepala desa dimanapun berada menjadi pusat perhatian.

C. Sikap Budaya Pengarang dalam Tinjauan Sosiologi Sastra

Analisis sosiologi sastra merupakan suatu analisis yang memperhatikan

faktor-faktor lain diluar karya sastra seperti faktor sosial, budaya, lingkungan, dan

faktor peradaban manusia. Dengan analisis ini dapat diungkap problem-problem yang

terjadi dalam masyarakat yang terdapat pada cerita bersambung Langit Jingga.

Melalui karya sastra, seorang pengarang dapat mengungkapkan permasalahan

kehidupan masyarakat. Pada cerita bersambung Langit Jingga, permasalahan yang

ada diantaranya adalah permasalahan Jrabang yang menolak dicalonkan sebagai

kepala desa. Jrabang tetap ingin meneruskan idealismenya untuk mengangkat nasib

seni tradisi khususnya seni tradisi ketoprak yang saat ini mulai meredup. Jadi

bukanlah suatu hal yang aneh apabila dalam penciptaan karya sastra, pengarang

selalu bercermin dan melihat pada permasalahan yang ada di masyarakat.

Sumono Sandy Asmoro dalam pembuatan karya sastranya tidak hanya

sekedar menulis, tetapi juga berkeinginan menyampaikan suatu pesan atau ajaran

yang mungkin dapat diambil manfaatnya bagi pembaca. Pada cerita bersambung

Langit Jingga ini ia menceritakan tentang keadaan pertunjukan rakyat khususnya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
103

pertunjukan seni tradisi ketoprak yang sangat memprihatinkan. Pengarang

menganggap bahwa seni tradisi ini sangatlah penting untuk diperhatikan dan

dilestarikan kembali.

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Jawa, seni pertunjukan

rakyat tradisional sesungguhnya mempunyai fungsi penting. Hal tersebut terlihat dari dua

segi, pertama segi daya jangkau penyebarannya dan kedua segi fungsi sosialnya. Dilihat

dari segi penyebaran sosialnya, pertunjukan rakyat memiliki wilayah jangkauan yang

meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari dialog antar pemain tercermin kehidupan rakyat

sehari-hari dari berbagai lapisan. Dari sudut penyebaran geografisnya, wilayah penyebaran

pertunjukan rakyat tradisional mencerminkan geografi para penggemarnya. Sedangkan segi

sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun

dan pemelihara solidaritas kelompok (1984: 105). Dari pertunjukan rakyat ini masyarakat

memahami kembali nilai-nilai dan pola perilaku yang berlaku dalam lingkungan sosialnya.

Ketoprak merupakan salah satu jenis pertunjukan tradisional (kesenian

daerah) kesenian rakyat yang berasal dari Jawa, khususnya Surakarta dan Daerah

Istimewa Yogyakarta. Pendapat tersebut diperkuat oleh St. Wiyono (dalam Lepen

Purwaraharjo dan Bondan Nusantara, 1997) bahwa ketoprak adalah teater Jawa atau

daerah yang masih menggunakan gamelan Jawa, Bahasa Jawa sebagai dialognya, dan

masih memakai kentongan sebagai aba-abanya. Sehingga dapat mengetahui kapan

saatnya harus berhenti. Dan sistem panggungnya buka kelir (buka tutup). Bondan

Nusantara dalam Lepen Purwaraharjo mendefinisikan ketoprak adalah drama rakyat

Jawa Tengah. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Sunardian Wiradono dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
104

Lepen Purwaraharjo dan Bondan Nusantara, ketoprak adalah kesenian massa dan

sebagaimana kesenian massa lainnya, ketoprak adalah hiburan. Didefinisikan

demikian karena fakta seni ketoprak terus menerus mengalami perubahan dari waktu

ke waktu, jaman ke jaman.

Analisis sosiologi sastra ini akan mengungkapkan tentang sikap budaya

pengarang terhadap seni tradisi khususnya ketoprak, yang mana sikap budaya itu

diungkap oleh pengarang dengan penggambaran perubahan posisi seni tradisi

ketoprak di dalam masyarakat dan bagaimana para tokoh dalam cerita bersambung

tersebut menyikapi perubahan posisi seni tradisi ketoprak yang dituangkan dalam

cerita bersambung karya Sumono Sandy Asmoro yang berjudul Langit Jingga.

Pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra tidak lepas dari latar

belakang pengarang. Latar belakang pendidikan, sosial, pengalaman hidup dan

profesi Sumono Sandy Asmoro turut mempengaruhi isi dari cerita bersambung Langit

Jingga. Sumono Sandy Asmoro adalah salah satu pengarang Jawa yang lahir di kota

Reog, yaitu kota Ponorogo. Beliau alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Jawa Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Beliau menyelesaikan S-1 nya sampai

7 (tujuh) tahun karena terlalu asyik berkesenian di kampus. Selain aktif di seni

karawitan dan teater, beliau juga aktif menulis karya sastra berupa puisi, cerpen,

cerbung yang dimuat dalam beberapa majalah dan surat kabar. Sumono Sandy

Asmoro merefleksikan segala pengetahuan tersebut dalam karya sastranya berupa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
105

cerita bersambung Langit Jingga. Refleksi kehidupan masyarakat kebanyakan

menceritakan hal-hal atau peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan

masyarakat. Mengingat pengarang adalah anggota masyarakat, sehingga dalam

menciptakan sebuah karya sastra tidak terlepas dari apa yang dilihat dan apa yang

dialami dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian dituangkan dalam tulisannya. Di

dalam bermasyarakat pastinya banyak terjadi perubahan, Perubahan dirasakan oleh

hampir semua manusia. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat

manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kita dapat melihat perubahan

tersebut setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan

sekarang. Perubahan dinamika masyarakat tersebut sering disebut dengan perubahan

kebudayaan. Perubahan kebudayaan dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan.

Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian yang meliputi kesenian, ilmu

pengetahuan, teknologi, filsafat, peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian,

sistem kemasyarakatan (sosial), bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi

atau keyakinan. Perubahan kebudayaan juga terlihat jelas pada kebudayaan lokal

Indonesia.

Kebudayaan lokal Indonesia yang beranekaragam menjadi suatu kebanggaan

sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewariskan kepada generasi

selanjutnya. Budaya lokal Indonesia cukup membanggakan karena memiliki

keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Namun,

seiring berkembangnya zaman, terjadi perubahan pola hidup masyarakat yang lebih

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
106

modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin

dinilai lebih praktis dibandingkan dengan kebudayaan lokal.

Faktor-faktor yang menyebabkan budaya lokal mulai bergeser adalah:

pengaruh negatif arus globalisasi dan kurangnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya peran budaya lokal.

Pengaruh negatif arus globalisasi cukup mengkhawatirkan bagi keberadaan

budaya lokal. Pasalnya melalui media internet berbagai budaya asing dapat dengan

mudah masuk ke Indonesia, tanpa adanya filter terlebih dahulu. Masuknya budaya

asing ke suatu Negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut

sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai

mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan. Dibandingkan menonton

ketoprak tobong, masyarakat lebih suka menonton konser musik, film atau sinetron,

fashion show, talk show dan lain-lain. Suasana tersebut tercipta dikarenakan adanya

anggapan bahwa segala hal yang modern menandakan tingginya kedudukan

seseorang di masyarakat. Dalam hal ini ketoprak tobong merupakan salah satu

kebudayaan lokal yang kini turut terancam kelestariannya.

Budaya lokal merupakan aset identitas bangsa yang patut diperjuangkan

keberadaannya. Seharusnya dengan pemahaman tersebut kita mampu menangkis

faktor-faktor yang menyebabkan pudarnya keberadaan ketoprak. Sebagai identitas

bangsa budaya lokal harus dijaga keaslian maupun kepemilikannya, agar tidak dapat

diakui oleh negara lain. Kasus seperti pengambilan alih hak paten reog, batik, tempe,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
107

tidak akan terjadi jika kita peduli terhadap budaya lokal. Untuk mengupas tentang

sikap budaya pengarang terhadap seni tradisi ketoprak dalam cerita bersambung

Langit Jingga ini perlu memahami posisi seni tradisi ketoprak yang ada di dalam

cerbung tersebut, karena pengarang menggambarkan sikap budayanya melalui posisi

seni tradisi ketoprak yang semakin lama semakin terlupakan oleh masyarakat.

1. Posisi ketoprak dalam cerita bersambung Langit Jingga

Menurut pengarang, posisi seni tradisi ketoprak yang ada di dalam cerita

bersambung ini di gambarkan pada judulnya yaitu kata Langit Jingga. Maksudnya

pengarang ingin menjelaskan bahwa keadaan ketoprak pada cerita bersambung

Langit Jingga tersebut, sangat memprihatinkan. Diceritakan pada setiap

pementasannya selalu sepi penonton. Keadaan yang seperti ini diibaratkan seperti

Langit Jingga atau „langit senja‟, dimana hari sudah mulai berganti dan segala

aktifitas mulai berhenti, dan keadaannya sepi. Seperti itulah Sumono Sandy Asmoro

menggambarkan tetang posisi seni tradisi ketoprak pada cerita bersambung Langit

Jingga. Pada cerita bersambung Langit Jingga, digambarkan keadaan para pemain

yang menyalahkan dirinya sendiri, karena terlalu setia bermain ketoprak pada masa

yang seperti ini. Padahal uang yang dihasilkan dari pementasan hanyalah sedikit,

sedangkan mereka masih harus menghidupi keluarganya, belum lagi bagi yang masih

memiliki anak yang juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Perhatikan beberapa

kutipan yang menunjukkan posisi seni tradisi yang semakin memprihatinkan berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
108

a. Usai pementasan, Pak Prayoga bersama Jrabang dan anggota kethoprak yang lain tidak

langsung pergi kepondokan. Mereka membicarakan pementasan yang selalu sepi

penonton, saling bertukar pendapat untuk memecahkan masalah tersebut.

“Yen terus terusan ngene,sepi penonton, nasibe awake dhewe terus kepriye?
Pametu ora sepiraa, kamangka sabendina weteng kudu diisi sega, durung
mikir perkara bocah-bocah sing butuh wragat sekolah,” grenenge Pak
Prayoga sajak njaluk panemune liyan.
“Kados pundi menawi nyobi pados sponsor, pak? Sinten ngretos mangke
wonten perusahaan jampi menapa rokok ingkang purun sabiyantu dhumateng
wakipun piyambak.” Jrabang nyoba ngandhakake panguneg-unegke. (epd 3,
hal 42)

Terjemahan

“Jika terus sepi seperti ini, sepi penonton, bagaimana nasib kita semua?

Pendapatan tidak seberapa, padahal setiap hari harus makan, belum lagi

memikirkan anak-anak yang membutuhkan biaya sekolah.” Keluh Pak

Prayoga meminta pendapat yang lain.

“Bagaimana jika mencoba cari sponsor, Pak?. Siapa tahu nanti ada perusahaan

jamu atau rokok yang bersedia membantu kita.” Jrabang mencoba

mengungkapkan pendapatnya.

b. Jrabang dan temannya berbincang tentang keadaan ketoprak yang saat ini benar-

benar memprihatinkan. Pardi kenthus yang bergumam, mengharapkan ketoprak

bisa tenar kembali, menjadi tontonan yang diharap-harapkan pementasannya.

Sehingga para pemmain seperti mereka tidak kebingungan memikirkan apa yang

akan dimakan besok. Perhatikan kutipan berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
109

“Kapan ya, kethoprak bisa ngrebut atine masyarakat maneh, saengga bisa
dadi tontonan sing saben dina diarep-arep? Yen ana pentas ketoprak
penontone kebak. Dadi wong kaya awake dhewe ngene iki ora nganti bingung
sesuk esuk sing arep dipangan apa.” Grenenge Pardi kenthus sing adat saben
dhapuk dagelan. (epd 9, hal 20)

Terjemahan

“Kapan ya, ketoprak bisa merebut kembali hati masyarakat, sehingga bisa

menjadi tontonan yang diharap-harapkan setiap hari? Jika ada pentas,

penonton penuh. Jadi orang seperti kita ini tidak ssampai kebingungan besuk

pagi makan apa,” gumam Pardi kethus yang tiap harinya berperan sebagai

dhagelan.

c. Warno Codhot menganggap kesalahan mereka sendiri yang hidup di jaman

sekarang tapi masih setia dengan ketoprak. Padahal semua itu tidak memiliki hasil

yang bisa diharapkan. Perhatikan kutipan berikut.

“Kowe kuwi orasah mikir sing werna-werna ritek. Ora bakal kethoprak bisa
bali kuncara maneh kaya biyen. Jamane wis ganti. Salahe awake dhewe iki,
sing urip ing jaman kaya ngene, kena apa kok isih setya dadi pemain
kethoprak, kamangka donyaning panggung wis ora bisa menehi pangarep-
arep sing luwih apik kanggo ing tembe mburi.” Sambunge Warno codhot sajak
nggetuni lelakone dhewe. (epd 8, hal 20)

Terjemahan

“Kamu itu tidak usah bermimpi yang macam-macam dulu. Ketoprak tidak

akan bisa kembali tenar lagi seperti dulu. Zaman sudah berganti. Kesalahan

kita yang hidup dizaman seperti ini, kenapa kok masih setia menjadi pemain

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110

ketoprak, padahal dunia panggung sudah tidak bisa menberikan harapan yang

lebih baik pada akhirnya,” sambung Warno Codhot nampak menyesal dengan

keadaannya.

2. Faktor-faktor penyebab kemunduran ketoprak

Faktanya kesenian ketoprak dari hari ke hari semakin tergerus oleh jaman.

Sekarang jumlah pemain ketoprak sudah berkurang drastis dibandingkan dahulu.

Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut ialah sebagai berikut:

a. Para generasi muda di daerah yang kurang mengapresiasi kesenian ketoprak.

b. Ketoprak rata-rata menggunakan bahasa Jawa halus atau biasa disebut dengan

krama inggil yang hanya sebagian masyarakat Jawa saja yang mengerti.

c. Kurangnya perhatian pemerintah daerah untuk melestarikan kesenian ketoprak.

Kebanyakan pemerintah daerah, lebih memilih mengadakan konser

musik daripada menggelar pertunjukkan ketoprak ketika sedang merayakan hari

jadi kota ataupun event-event besar lainnya. Dari sekian faktor, yang paling nyata

berpengaruh adalah generasi muda enggan melestarikan kebudayaan tersebut.

d. Pelaku kesenian ketoprak dinilai tidak mampu mengelola para penontonnya agar

tetap bertahan dan menikmati pertunjukan yang disuguhkan dalam ketoprak itu

sendiri.

Tidak heran bila masyarakat sekarang sudah mulai meninggalkan

kesenian ini dan beralih pada kesenian modern yang lebih menantang dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111

menawarkan nuansa baru yang mencerahkan. Sebagai generasi muda yang

memiliki kepedulian terhadap kesenian tradisional, kita dituntut untuk melakukan

pengkajian terkait dengan meredupnya ketoprak di tengah-tengah masyarakat.

e. Sepi penonton

Ada dua hal utama yang menjadikan ketoprak tidak berkembang dan

sepi dari minat penonton. Pertama, sebagian besar masyarakat sekarang sudah

menganggap bahwa ketoprak tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman

dan tidak memiliki harapan untuk bersaing dengan kesenian modern yang lebih

menjanjikan. Alasan inilah yang barangkali membuat masyarakat tidak tertarik

lagi untuk menonton ketoprak, karena dianggap tidak menampilkan kesan

atraktif dan kreatif, sehingga masyarakat beralih pada media lain yang lebih

dinamis dan memberikan alternatif hiburan yang informatif dan inovatif,

semisal televisi, radion, film dan lain sebagainya.

Kedua, sepinya penonton yang memadati pertunjukan ketoprak

dikarenakan minat penonton ketoprak sudah tidak ada, maka implikasinya

adalah bermuara pada terancamnya pelestarian kesenian tradisional ini. Kita

dapat mengambil contoh berbagai kelompok ketoprak di Yogyakarta yang

benar-benar kembang kempis untuk mempertahankan eksistensinya. Apabila

mengadakan pertunjukan, setiap pentas mereka hanya ditonton segelintir orang.

Sungguh sangat ironis, akan tetapi inilah kenyataan pahit yang harus diterima

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
112

dengan penuh kebesaran jiwa sehingga kita menunggu keseriusan banyak pihak

untuk tetap membuat ketoprak tetap lestari.

Ketoprak pada tahun 1980an memang mampu merebut hati masyarakat,

bahkan ketoprak bisa di jumpai hampir setiap hari. Dan pada saat ini pun seharusnya

dengan berbagai cara kita bisa mengembalikan ketenaran ketoprak meskipun tidak

seperti jaman keemasan dulu. Namun setidaknya ketoprak masih di kenal dan masih

ada di hati masyarakat.

3. Sikap budaya pengarang

Melalui cerita bersambung Langit Jinggga pengarang memperlihatkan sikap

budayanya yaitu pengarang menampilkan tokoh-tokoh yang sangat peduli dengan

budaya seni tradisi ketoprak. Tokoh utama yang terdapat dalam cerita bersambung

Langit Jingga ini adalah Jrabang, Ningrum, dan Jlitheng. Dari ketiga tokoh inilah

diperoleh banyak gambaran-gambaran mengenai posisi seni tradisi ketoprak. Ketiga

tokoh tersebut memiliki karakter tersendiri dalam menyikapi ketoprak, masing-

masing tokoh utama memiliki alasan untuk bertahan sebagai pemain ketoprak.

Berikut penjelasannya:

a. Jrabang

Jrabang merupakan tokoh kunci dalam cerita bersambung Langit Jingga.

Pada cerita ini Jrabang merupakan seseorang yang memiliki idealisme kuat untuk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113

mengangkat nasib seni tradisi ketoprak. Tekadnya terbukti sejak masih kuliah, ia

bersama teman-teman kampus membuat sanggar ketoprak. Ketika lulus pun, ia

masih asyik dengan dunia ketoprak, sehigga rela menjalani profesi sebagai

pemain ketoprak tobong. Ketoprak yang biasa pentas dari satu tempat ke tempat

yang lain.

Gelar yang disandangnya tidak pernah ia beritahu kepada teman-teman

sesama pemain ketoprak tobong. Jati diri itu dia sembunyikan, dengan maksud

agar tidak terjadi kesenjangan sosial antar pemain ketoprak. Pada zaman tersebut,

lulusan S-1 dianggap seseorang yang memiliki martabat yang lebih diantara

masyarakat yang lain. Jrabang kuatir jika teman-temannya mengetahui gelar

pendidikannya, mereka tidak bisa akrab, dan terbuka. Ketika ada tawaran menjadi

kepala desa, Jrabang tetap mengelak, padahal ini merupakan kesempatan emas

bagi Jrabang karena dipercaya masyarakat langsung untuk memimpin desa

mereka. Akan tetapi kecintaan Jrabang terhadap dunia ketoprak tidak terganti

dengan profesi lain. Padahal jika diliat dari segi materi, tentu kepala desa lebih

terjamin kelayakan hidup dan bermartabat tinggi. Rasa kecintaan terhadap dunia

ketoprak dan keinginannya untuk melestarikan ketoprak tobong, membuat ia rela

hidup seadanya. Jrabang amat tersiksa jika memikirkan generasi muda yang tidak

peduli lagi dengan kehadiran ketoprak tobong. Menurutnya, jika ia dan teman-

temannya tetap memainkan seni ketoprak tobong, maka sedikit banyak ia telah

berperan dalam menyelamatkan salah satu budaya adi luhung dari bangsanya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
114

sendiri. Dan pengorbanan itu harus ia tebus dengan menentang kehendak keluarga

dan masyarakat desanya untuk menjadi kepala desa.

Keyakinan Jrabang telah ia buktikan dalam setiap pilihan hidup yang ia

ambil. Sebuah pilihan sulit sebagai bayaran dari kegigihan tekadnya telah ia

ambil, dengan harapan suatu hari nanti akan ada pemuda yang tergerak hatinya

untuk ikut berupaya dalam melestarikan serta mengembangkan ketoprak tobong.

b. Ningrum

Ningrum adalah putri dari pemimpin ketoprak tobong Duta Budaya.

Ningrum gadis yang cantik, manis, masih muda, lulusan SMU dan memiliki

keterampilan komputer. Dikarenakan wajahnya yang rupawan dan kepiawaiannya

memainkan peran, Ningrum menjadi seorang roll ketoprak. Roll ketoprak adalah

istilah yang diberikan kepada pemain ketoprak yang digandrungi banyak

penonton. Di zaman sekarang bisa disejajarkan dengan artis yang memiliki

banyak fans. Sehingga dia selalu jadi daya tarik pada setiap pementasan.

Dengan modal kecantikan dan keahliannya mengoperasikan komputer,

Ningrum bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Akan tetapi rasa hormat

kepada ayahnya (yang merupakan pimpinan ketoprak tobong Duta Budaya) dan

panggilan hatinya, ia tetap ingin melestarikan budaya adi luhung.

c. Jlitheng

Jlitheng adalah teman Jrabang waktu kuliah ia juga ikut berperan di sanggar

ketoprak kampus bersama Jrabang. Dan setelah lulus ia mencari pekerjaan sebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
115

guru, sesuai dengan ijazahnya. Akan tetapi walaupun ia sudah menjadi guru, ia masih

mau menonton ketoprak, bahkan ia ikut berperan serta dalam pertunjukan ketoprak.

Ia juga selalu memberikan semangat kepada Jrabang dalam memperjuangkan seni

tradisi ketoprak.

Melalui tiga tokoh tersebut, pengarang bermaksud mengangkat citra budaya

ketoprak tobong, sehingga dapat menggugah hati para pembaca, khususnya generasi

muda. Sebagai pengarang, Sumono Sandy Asmoro berharap para generasi muda mulai

penduli dengan seni tradisi ketoprak. Ketoprak tobong merupakan warisan budaya

nenek moyang yang patut dilestarikan. Kepedulian dari para generasi muda dapat

diwujudkan dengan kesediaan mereka, meluangkan waktu menonton ketoprak. Lebih

dari itu, guna menjamin kelestarian seni tradisi ketoprak, dituntut adanya pengkajian

terkait dengan meredupnya ketoprak di tengah masyarakat.

Dari cerita bersambung Langit Jingga, pengarang menggambarkan turunnya

minat masyarakat terhadap ketoprak. Pada tahun 1960-1980, ketoprak merupakan

tontonan yang menjadi primadona. Pada masa tersebut dapat dikatakan, ketoprak

sedang dalam masa keemasan. Setiap hari penonton dapat menikmati sajian ketoprak,

bahkan pada saat itu ketoprak bisa dijadikan tempat iklan. Suatu pementasan jika

dijadikan tempat iklan berarti hampir selalu dihadiri banyak pengunjung. Pada masa

keemasannya, ketoprak menjadi sajian kesenian tradisional yang begitu digemari.

Namun setelah perkembangan teknologi dan peralihan jaman, kesenian ketoprak

sedikit demi sedikit seakan luntur bersama lajunya waktu. Kemunduran ketoprak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
116

begitu drastis di dikalangan generasi muda, khususnya pelajar dan remaja. Hal

tersebut dapat digambarkan dari adanya tayangan ketoprak tradisional di TVRI yang

memiliki rating rendah. Di lain sisi, ketoprak yang disajikan dengan kemasan berbau

modern, (seperti tayangan Opera Van Java), cukup digandrungi generasi muda. Hal

tersebut diyakinkan dengan perolehan rating yang cukup tinggi.

Sebenarnya sebagai generasi muda, dituntut dapat melestarikan kesenian

tradisional. Masalah pelestarian ketoprak tradisional semakin sulit untuk diselesaikan,

dikarenakan sebagian besar masyarakat sekarang sudah menganggap bahwa ketoprak

tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan tidak memiliki harapan untuk

bersaing dengan kesenian modern yang lebih menarik. Alasan inilah yang barangkali

membuat masyarakat tidak tertarik lagi untuk menonton ketoprak, karena dianggap

tidak menampilkan kesan atraktif dan kreatif, sehingga masyarakat beralih pada

media lain yang lebih dinamis dan memberikan alternatif hiburan yang informatif dan

inovatif, semisal televisi, radio, film dan lain sebagainya.

Nasib para pemain kethoprak sendiri semakin lama semakin memprihatinkan.

Faktanya, dengan penghasilan tidak seberapa mereka berjuang sekuat tenaga guna

melestarikan ketoprak. Padahal, dengan penghasilan yang begitu minim, seringkali

para pemaian ketoprak kesulitan memberi nafkah keluarganya. Hal ini pun, tidak

terlepas dari pengamatan Sumono Sandy Asmoro, pertarungan hidup para pemain

ketoprak tobong Duta Budaya disampaikan sesuai dengan fakta yang terdapat dalam

kehidupan masyarakat sesungguhnya. Digambarkan dengan jelas, bagaimana tokoh-

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
117

tokoh pemain ketoprak tobong berupaya sedemikian rupa agar pementasan

ketopraknya dapat dihadiri banyak penonton. Masa-masa sulit, ketika pemasukan

sangat minim, sempat membuat sebagian pemain berpikir untuk mundur dan mencari

pekerjaan lain yang lebih dapat diandalkan guna menghidupi keluarganya. Sempat

pula terjadi percekcokan antar pemain, yang membuat keadaan semakin mencekam.

Bahkan ada yang menyatakan pendapat, bahwa mereka sendiri yang bersalah. Yaitu

tetap bertahan sebagai pemain ketoprak di zaman yang telah bergeser. Akan tetapi

segala kesulitan tersebut tidak menjadikan ketoprak tobong Duta Budaya berhenti

melakukan pementasan. Justru mereka berjibaku, bersemangat mencari tempat

pementasan yang jauh lebih menjanjikan, dan berupaya mencari sponsor.

Pada cerita bersambung Langit Jingga, pengarang menggambarkan kegigihan

seorang pemuda yang memiliki potensi lebih untuk tetap mempertahankan kelestarian

ketoprak tobong. Ialah Jrabang, tokoh yang digambarkan oleh pengarang sebagai

contoh bagi para generasi muda dalam menyikapi persoalan seputar ketoprak.

Melalui tokoh Jrabang, pengarang menunjukkan sikap budayanya, yaitu apapun

kendala yang ada, sudah sewajarnya sebagai generasi muda untuk dapat melestarikan

kesenian tradisional, khususnya ketoprak tobong. Dalam menunjukkan sikap budaya

tersebut, pengarang menggambarkan tokoh Jrabang yang sejak jaman kuliah ingin

mengangkat nasib seni tradisi ketoprak tobong yang mulai terpuruk. Perhatikan

beberapa kutipan sikap budaya pengarang yang diperlihatkan melalui tokoh utama

Jrabang, sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
118

1) Jrabang peduli dengan nasib ketoprak sejak zaman kuliah.

“Pancen wiwit jaman kuliah mbiyen, Jrabang wis ketok banget pingin ngangkat

nasibe seni tradisi sing saiki wiwit kelangan papan ing atine masyarakat kuwi.

Karo kanca-kancane ing kampus gawe sawijining sanggar kethoprak.” (epd 1,

hal.19)

Terjemahan

“Memang sejak zaman kuliah dulu, Jrabang terlihat sangat ingin sekali

mengangkat nasib tradisi yang saat ini mulai kehilangan tempat di hati

masyarakat. Bersama teman-temanya di kampus ia mendirikan sanggar

ketoprak.”

Pada kutipan ini menjelaskan bahwa sejak zaman kuliah Jrabang terlihat sangt

ingin mengangkat nasib para seni tradisi yang semakin hari semakin memprihatinkan

dengan cara dia mendirikan sanggar ketoprak di kampus bersama teman-temannya.

2) Lebih memilih tetap menjadi pemain ketoprak daripada mencalonkan diri sebagai

kepala desa.

“Awakmu dikon bali, pilihan kepala desa wis wiwit pendaftaran, kaya
rencana sakawit, awakmu dening wong-wong tetep dikongkon maju,”
kandane Pak Jupri ora kurang saka gamblang. Jrabang terus ngaturi paklike
kuwi supaya kundhur dewe, lan nitip weling marang wong tuwane yen
dheweke ora sida nyalonake minangka kepala desa. Jrabang wis mantep
niyate, kepingin milih dalaning urip minangka seniman.”(epd 15, hal 42)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
119

Terjemahan

“Kamu disuruh pulang, pilihan kepala desa sudah mulai, seperti rencana

sebelumnya, orang-orang tetap menyuruh kamu maju,” kata Pak Jupri sangat

jelas. Jrabang kemudian mengatakan kepada pamannya supaya pulang sendiri,

dan menitipkan pesan kepada orang tuanya jika dia tidak jadi mencalonkan

kepala desa. Jrabang sudah yakin niatnya, ingin memilih jalan hidup menjadi

seniman.”

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui dalam simpulan bahwa Jrabang

tidak jadi mencalonkan diri sebagai kepala desa karena dia sudah yakin dengan

niatnya untuk memilih jalan hidup sebagai seniman.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
120

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian terhadap cerita bersambung Langit Jingga karya

Sumono Sandy Asmoro ini dapat di tari kesimpulan sebagai tahap terakhir penelitian

ini. Berdasarkan hasil dari bab IV, maka kesimpulan yang dapat dipaparkan adalah

sebagai berikut:

1. Sumono Sandy Asmoro adalah salah satu dari sekian banyak pengarang yang

mampu menangkap dan mengungkapkan wajah budaya dan gejolak sosial yang

terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil karya beliau

dalam khasanah karya sastra modern, dapat dinyatakan bahwa beliau adalah

seorang penulis yang serba bisa.

2. Struktur yang terdapat dalam cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono

Sandy Asmoro ini dapat dikatakan bahwa unsur-unsur pembangun seperti , plot/

alur, tokoh, latar/ setting, judul, sudut pandang (point of view) dan tema

menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara unsur yang satu dengan

unsure yang lain dalam sebuah karya sastra.

3. Dalam cerita bersambung Langit Jingga pengarang memperlihatkan sikap

budayanya yaitu pengarang ingin menampilkan tokoh-tokoh yang sangat peduli

dengan budaya seni tradisi ketoprak. Pengarang berharap para generasi muda
commit to user

120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
121

sekarang peduli dengan nasib seni tradisi warisan nenek moyang yang sangat

berharga ini. Sebagai generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap kesenian

tradisional, dituntut untuk melakukan pengkajian terkait dengan meredupnya

ketoprak ditengah masyarakat.

B. Saran

1. Karya sastra Jawa masih sangat banyak sekali keberadaanya di majalah-majalah

maupun surat kabar. Berdasar hal tersebut, rekan-rekan mahasiswa Jurusan Sastra

Daerah tidak perlu ragu untuk memilih Bidang Kajian sastra karena masih banyak

cerita-cerita Jawa lain yang belum di kaji.

2. Penelitian terhadap cerita bersambung Langit Jingga karya Sumono Sandy

Asmoro ini baru terbatas pada kajian sikap budaya pengarang. Hal ini membuka

peluang bagi para peneliti bidang sastra untuk meneliti lebih lanjut. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat diadakan penelitian lanjutan secara lebih

mendalam dan spesifik dalam bidang ilmu linguistik dan bidang ilmu lain yang

berkaitan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
122

DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri, MS. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta: Elkis.

Burhan Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University press.

__________________ 2005. Teori Pengksjian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Henry Guntur Tarigan. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai pustaka

Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

__________________ 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Lephen Purwa Raharja dan Bondan Nusantara. 1997. Ketoprak Orde Baru.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Lexy J. Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

_______________ 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

_______________ 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
123

Nyoman Kutha Ratna SU. 2000. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nyoman Kutha Ratna. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra Pendekatan Teori Metode Teknik dan Kiat.
Yogyakarta: Unit Penerbitan Asia Barat.

Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
P3B Depdigbud.

Soedarsono R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press.

Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumono Sandy Asmoro. 2008. Langit Jingga. Surakarta: Panjebar Semangat.

Sutopo, H.B. 2003. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar Teoritis dan


Penerapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.

Zainuddin Fananie. 2000. Telaah Sastra. Yogyakarta: Muhammadiah University


Press.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai