Anda di halaman 1dari 7

Rezqya Ramadhinda

1806211580

Preferensi Cara Bekerja Masyarakat Paris Semasa Pandemi

Pendahuluan
Pandemi covid-19 yang muncul semenjak tahun 2019 banyak menciptakan perubahan pada
tatanan global maupun nasional. Sebagai suatu bentuk krisis kebersihan, pandemi ini
khususnya menyerang sektor kesehatan di berbagai negara di dunia. Selain itu, dengan begitu
banyaknya penyesuaian terhadap pandemi yang menyebar lewat kontak antarmanusia ini,
sektor perekonomian juga terkena dampak secara serius. Perubahan cara manusia dalam
menjalani kehidupannya di kala pandemi juga adalah salah satu dampak krisis covid-19 yang
tidak kalah penting. Perubahan tersebut contohnya adalah pemberlakuan karantina wilayah
bahwa masyarakat diimbau untuk terus melanjutkan aktivitasnya di rumah dan dilarang
bepergian jika tidak mendesak. Dengan demikian, banyak pegawai yang harus bekerja secara
jarak jauh.
Artikel dari media berita 20 Minutes yang berjudul Télétravail : « Les entreprises
vont devoir donner aux salariés l’envie de revenir » adalah salah satu artikel yang membahas
permasalahan bekerja jarak jauh. Artikel ini dipublikasikan pada 3 Desember 2020 oleh
anonim. Meskipun begitu, terdapat secercah identitas penulis yang ditandai dengan inisial
R.L. Dalam memaparkan poin-poinnya, artikel ini banyak menjadikan hasil survei dari Paris
Workplace 2020 terkait keadaan dunia kerja di Paris. Berkenaan dengan hal tersebut, Aude
Grant selaku direktur dari lembaga tersebut juga banyak dikutip sebagai pendukung
penjelasan penulis. Di samping itu, sebuah foto juga dicantumkan guna mendukung
pembahasan dalam artikel.

Pergeseran Cara Bekerja Masyarakat Paris


Judul dari artikel ini mengambil bentuk kalimat pernyataan, yakni Télétravail : « Les
entreprises vont devoir donner aux salariés l’envie de revenir ». Meskipun begitu, kalimat
pertanyaan tersebut diawali oleh sebuah kata dan diikuti dengan tanda titik dua. Kata yang
menjadi awalan dari judul tersebut adalah télétravail. Penggunaan struktur tersebut dapat
diartikan sebagai bentuk upaya penulis untuk menangkap perhatian pembaca terkait pokok
utama dari artikel yang membahas mengenai télétravail. Menurut kamus ekabahasa,
télétravail memiliki definisi ‘aktivitas profesional dilakukan pada jarak yang jauh berkat
penggunaan teknologi.’ Dengan demikian, ketika membaca judul tersebut pembaca dapat
membayangkan keterkaitan erat artikel ini dengan permasalahan bekerja jarak jauh.
Sementara itu, kalimat yang mengikuti kata tersebut dapat bersignifikansi sebagai informasi
lebih lanjut terkait pemahaman awal akan permasalahan bekerja jarak jauh tersebut. Dalam
kalimat tersebut, terdapat tiga kata yang dapat ditarik untuk dimaknai, yakni entreprises
(perusahaan), salariés (pekerja), dan envie (keinginan). Melalui ketiga kata tersebut dapat
diketahui bahwa permasalahan ini khususnya berkaitan erat dengan dua pihak di antaranya
perusahaan dan pekerjanya bahwa terdapat upaya dari pihak perekrut untuk membangkitkan
kembali keinginan karyawannya untuk kembali bekerja di kantor secara luring.
Berkenaan dengan hal tersebut, bagian chapeau juga memuat unsur yang penting
untuk lebih menjelaskan isu bekerja jarak jauh dalam artikel ini. Terlihat melalui chapeau
bahwa penulis berupaya untuk memaparkan permasalahan bekerja jarak jauh berdasarkan
fakta dari hasil kuisioner atau studi yang dilakukan oleh Paris Workplace 2020 sebagai
lembaga survei kepuasaan yang berfokus pada bidang pekerjaan dari masyarakat di Paris.
Pernyataan ini khususnya terlihat dalam chapeau melalui bagian awal yang berbunyi “Selon
les résultats du baromètre Paris Workplace 2020.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
artikel ini berlandaskan pada statistik dan mencerminkan keinginan masyarakat Paris secara
objektif melalui survei yang telah dilakukan. Untuk itu, terlihat keinginan penulis untuk
mengkonstruksi argumen-argumennya yang menggambarkan perasaan atau posisi mayoritas
masyarakat Paris terkait kegiatan bekerja jarak jauh selama pandemi. Hal tersebut juga dapat
meningkatkan relevansi atau kredibilitas artikel ini. Berkaitan dengan isi chapeau itu sendiri,
terdapat beberapa kata yang dapat menjadi kunci dalam memahami isi artikel, yakni le
bureau physique (kantor) dan mort (mati). Berdasarkan kata-kata tersebut, dapat terlihat
bahwa permasalahan kegiatan bekerja jarak jauh terletak pada pemanfaatan kantor luring
yang kemudian dikaitkan dengan sebuah kata yang cenderung berkonotasi negatif, yakni
mort atau mati. Melalui makna konotatif kata yang terakhir disebutkan tersebut, dapat terlihat
pemanfaatan ruang kerja luring yang semakin lama semakin ditinggalkan atau terabaikan
khususnya pada masa pandemi ini. Lebih lanjut, chapeau juga memberikan penjelasan bahwa
sebagai akibatnya, fungsi kantor bergeser dari ruang produksi utama para pekerja atau sebuah
tempat yang penting bagi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya menjadi sebuah ruang
untuk bersosialisasi dengan kolega. Pemaknaan tersebut terlihat dalam artikel melalui
penggunaan superlatif yang membandingkan frasa lien et des services (hubungan dan
beberapa layanan) dengan lieu de la production (ruang produksi).
Struktur artikel ini terdiri dari 7 paragraf yang dibagi ke dalam 6 bagian dengan 5
subjudul. Bagian pertama tanpa subjudul berperan sebagai penjelasan konteks dari artikel ini,
ditandai khususnya melalui kata atau frasa la crise sanitaire, confinement, dan façon de
travailler. Dengan demikian, artikel ini khususnya membahas pergeseran cara karyawan
menjalani kegiatan bekerjanya di kala pandemi sebagai dampak dari karantina wilayah yang
diterapkan untuk memperlambat atau bahkan menghentikan laju penyebaran virus corona.
Sementara itu, subbagian-subbagian dalam artikel ini berperan membahas poin-poin lain
terkait bentuk perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang pekerjaan.
Subbagian pertama yang berjudul le bureau physique n’est pas mort seperti yang telah
dijelaskan pada bagian chapeau berkaitan dengan fungsi kantor yang bergeser menjadi ruang
pertemuan sosial antarkolega selama pandemi, diwakili oleh frasa “La vie sociale avec les
collègues”. Di samping itu, subbagian kedua memaparkan kemungkinan penerapan cara
bekerja secara jarak jauh setelah karantina wilayah berakhir melalui kata kunci avenir (masa
depan) dan télétravailler. Selanjutnya, subbagian ketiga menggarisbawahi keputusan yang
harus diambil oleh perusahaan berkaitan dengan cara bekerja yang mulai bergeser di kala
pandemi bahwa perusahaan harus melakukan beberapa upaya untuk membangkitkan kembali
fungsi kantor semasa pandemi. Hal tersebut diwakilkan oleh kata vérité (kebenaran), le choix
(pilihan), salariés (pekerja), dan obsolètes (usang). Dengan demikian, upaya perusahaan
tersebut dibutuhkan untuk mencegah bangunan kantor yang tidak terlalu sering dimanfaatkan
di kala pandemi sehingga akan memicu permasalahan-permasalahan lain, seperti kantor yang
menjadi usang dan fasilitas tidak terpakai. Berkenaan dengan permasalahan penataan kantor,
bagian selanjutnya menjelaskan isu yang menonjol di kala pandemi, yakni penataan kantor
berupa open space yang diwakili oleh kata open space, les bons et les mauvaises bureaux,
dérangeant, dan perte d’efficacité. Untuk itu, bagian ini berfungsi untuk menjelaskan bahwa
ruangan kantor yang ditata terbuka tanpa sekat selain menurunkan produktivitas karyawan
dalam bekerja, penataan tersebut juga dapat berpengaruh buruk dalam menyebarkan virus
corona sebab ruang kerja antara satu pekerja dan yang lainnya tidak berpembatas. Untuk
itulah diperlukan upaya perusahaan untuk mendukung kegiatan bekerja di kantor selama
pandemi. Selain itu, subbagian terakhir dapat berperan sebagai penawaran solusi yang
diberikan oleh penulis terkait penataan kantor. Dalam hal ini, permasalahan jarak antara
tempat tinggal pekerja dan kantor lebih dipersulit dengan pemakaian transportasi umum yang
menurun di kala pandemi. Pergeseran fungsi kantor juga menuntut perusahaan untuk
melakukan penataan ulang terkait fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh guna
mendorong para pegawai untuk terus datang ke kantor. Permasalahan tersebut terlihat pada
bagian ini melalui bureaux de qualité, accessible, importante mixité d’usage, dan services.

Un open space durant le confinement — Christophe ARCHAMBAULT / AFP

Di samping itu, dalam mendukung isi artikelnya, terdapat sebuah foto yang disertakan
oleh penulis 20 Minutes khususnya seperti yang tertera di atas. Foto tersebut diambil oleh
Christophe ARCHAMBAULT sebagai fotografer dari AFP (Agence France-Presse). Dalam
foto, terlihat seorang wanita sebagai objek utama pengambilan gambar ini yang tengah
sedang bekerja sendirian di tengah-tengah ruangan kantor dengan penataan open space.
Melalui raut wajah wanita tersebut yang terlihat serius dengan kerutan di dahinya, alih-alih
terlihat fokus justru wanita tersebut tampak tertekan. Hal tersebut dapat dimaknai sebagai
ketidaknyamanan kantor open space di kala pandemi sehingga wanita tersebut sebagai
seorang karyawan tidak merasa tenang dalam bekerja. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan
penjelasan kantor yang open space pada paragraf sebelumnya bahwa penataan ini dapat
meningkatkan penyebaran virus corona serta menurunkan fokus karyawan akibat ketiadaan
privasi yang mencukupi dan distraksi dari kanan dan kiri. Selain itu, posisi wanita tersebut
yang bekerja sendirian juga dapat mencerminkan mayoritas pekerja yang lebih memilih untuk
bekerja jarak jauh berkenaan dengan karantina wilayah semasa pandemi. Sehubungan dengan
pembubuhan Agence France-Presse sebagai salah satu agensi berita Prancis dalam foto ini,
keterangan tersebut dapat meningkatkan kredibilitas artikel ini terlepas dari anonimitasnya.
Adanya dukungan dari media lain dapat menunjukkan bahwa apa yang dipaparkan oleh
penulis anonim ini sebetulnya dirasakan juga oleh media lain atau bahwa AFP juga memiliki
pendapat yang kurang lebih sama dengan penulis artikel ini.

Keinginan untuk Bekerja Jarak Jauh


Dalam memaparkan isi artikelnya, penulis banyak menyertakan hasil survei dari Paris
Workplace 2020 terkait preferensi pekerja dalam melakukan kegiatan kerjanya semasa
pandemi. Dalam kasus ini, terdapat pola bahwa penulis selalu mencantumkan angka-angka
yang presisi berupa jumlah karyawan yang melakukan survei, persentase hasil survei, dan
perbandingan hasil dari sebelum dan sesudah karantina wilayah. Dengan demikian, tercermin
keinginan penulis untuk menjabarkan keadaan atau perubahan cara bekerja masyarakat Paris
akibat pandemi covid-19. Terlihat melalui repetisi kata-kata tertentu, perubahan ini berkaitan
erat dengan pelaksanaan kegiatan kerja secara jarak jauh atau datang ke kantor yang diwakili
oleh repetisi bureau physique dan télétravailler.
Selain itu, ada pula beberapa pola lain yang menggarisbawahi perbedaan yang cukup
signifikan terkait kedua cara bekerja tersebut. Dalam hal ini, kata-kata yang muncul ketika
membicarakan télétravailler di antaranya idéal, souhaitent, dan extrêmement bien. Dengan
demikian, terlihat bahwa mode bekerja secara jarak jauh sebetulnya tidak terlalu berpengaruh
dengan kinerja para pegawai di kala pandemi. Sementara itu, bureau physique lebih banyak
memunculkan kata-kata berkonotasi negatif seperti mort, obsolète, dérangeant, dan pertes.
Untuk itu, terdapat penekanan bahwa bekerja secara langsung di kantor di masa pandemi ini
tidak cukup efisien sehingga untuk mendukung mode ini, dibutuhkan organisir ulang
penataan ruangan di kantor oleh perusahaan.
Di samping itu, jika ditelaah melalui repetisi kata-kata lainnya, poin-poin dalam
artikel ini banyak memaparkan fokus permasalahan mode bekerja dari sisi pegawai. Hal ini
terlihat dari repetisi kata salarié yang lebih banyak diulang daripada kata entreprise. Selain
itu, kata salarié juga kerap dipasangkan dengan kata-kata lain seperti souhaitent, veulent, dan
choix. Dengan demikian, tercermin keinginan penulis untuk memperjuangkan preferensi para
pegawai untuk menentukan cara bekerjanya di kala pandemi. Sementara itu, penulis juga
ingin menekankan pentingnya upaya perusahaan dalam menyesuaikan kondisi bekerja secara
luring guna mendukung suasana kerja yang sesuai berkenaan dengan situasi pandemi melalui
kata doit yang lebih sering muncul ketika membahas mengenai kantor dan perusahaan.
Berbeda dengan 20 Minutes yang berfokus pada permasalahan kesesuaian keadaan
kantor di kala pandemi, media Libération menawarkan fokus yang berbeda terkait kegiatan
bekerja semasa pandemi melalui artikelnya yang berjudul Télétravail: un salarié sur deux en
«détresse psychologique». Terlihat melalui judulnya, Libération juga memakai struktur yang
sama dengan penggunaan kata télétravail diikuti titik dua dan kalimat pernyataan. Meskipun
begitu, dalam hal ini Libération lebih membahas mengenai dampak bekerja jarak jauh
terhadap kondisi psikis para pegawai. Dalam hal ini, argumen Libération juga didukung
dengan hasil survei yang dilakukan oleh Institut Opinionway. Meskipun menyelidiki fokus
yang berbeda, terdapat argumen dalam Libération yang bersesuaian dengan artikel 20
Minutes bahwa dibutuhkan keseimbangan antara bekerja jarak jauh dan bekerja di kantor.
Berkenaan dengan hal tersebut, penulis artikel 20 Minutes mencantumkan upaya-upaya yang
harus dipersiapkan oleh perusahaan dalam mendukung kegiatan bekerja secara luring untuk
menghindari dampak-dampak negatif dan menciptakan kenyamanan yang cukup bagi para
pegawai.

Kesimpulan
Melalui analisis struktur, terlihat keinginan penulis untuk menekankan adanya perubahan
cara bekerja masyarakat Paris di kala pandemi berdasarkan hasil survei yang dilakukan. Hal
tersebut dapat dimaknai sebagai upaya penulis dalam memaparkan keinginan nyata para
pekerja dan menjunjung keinginan tersebut. Dalam hal ini, penulis terlihat berpihak pada cara
bekerja yang paling mendukung kenyamanan dan keamanan pegawai di kala pandemi sesuai
dengan mayoritas preferensi para pekerja berdasarkan data. Selain itu, melalui pemaparan
penulis dapat terlihat pula bahwa cara bekerja jarak jauh tidak menurunkan produktivitas
karyawan sehingga permasalahan dalam bidang pekerjaan ini tampak bertitik berat pada
permasalahan penataan kantor, baik dalam segi ruang maupun fungsi atau pemanfaatan
kantor itu sendiri. Melalui opini Aude Grant selaku direktur yang banyak dikutip dalam
artikel ini, penulis juga berupaya menyuarakan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk mewujudkan kondisi bekerja secara luring yang sesuai dalam mendukung
mode bekerja ini.

Daftar Acuan
R.L. (2020). Télétravail : « Les entreprises vont devoir donner aux salariés l’envie de
revenir ». 20 Minutes. Diakses pada 29 April 2021 melalui 20minutes.fr/paris/2922307-
20201203-teletravail-entreprises-vont-devoir-donner-salaries-envie-revenir
AFP. (2020). Télétravail: un salarié sur deux en «détresse psychologique». Libération.
Diakses pada 29 April 2021 melalui
https://www.liberation.fr/france/2020/12/17/teletravail-un-salarie-sur-deux-en-detresse-
psychologique_1808978/

Anda mungkin juga menyukai