Pada artikel yang berjudul “'HUMAN ERROR’ The handicap of human factors”
menjelaskan mengenai bagaimana perspektif yang terbentuk dari kaimat “Human Error” atau
kesalahan manusia diawali dengan pembahasan tragedi kecelakaan kereta api yang diprediksi
merupakan buah dari “Human Error”karena kecerobohan masinis kereta api yang akhirnya
membuat kecelakaan tersebut terjadi, namun disatu sisi kondisi tikungan rel yang tidak
memadai dan harus direnovasi juga sebenarnya memungkinkan terjadinya kecelakaan. Pada
masalah ini, dapat dilakukan prevensi terjadinya kecelakaan dengan Traditional approaches
dan HF/E. Hal ini didasari dengan adanya lalai dari masinis akan prosedur keselamatan yang
ada saat membawa kereta api ditikungan dengan maksimal kecepatan yaitu 80km/h. HF/E
juga dapat diterapkan karena menurut informasi rel yang dilintasi sudah sepatutnya untuk
diganti karena kondisinya yang sudah cukup buruk.
Pada artikel tadi juga dibahas mengenai perpektif yang terbentuk dari masyarakat saat
mendengar kalimat ‘Human Error”, masyarakat akan langsung cenderung berpikir ke arah
kecacatan atau kelalaian yang besar yang mengakibatkan kesalahan yang fatal. Para ahli ingin
menggunakan frase yang lain agar perspektif masyarakat mengenai error dan kecelakaan juga
berubah tanpa hanya menyalahkan manusia yang menjadi actor saat kesalahan tersebut
terjadi. Kita tidak bisa berharap masyarakat mengubah cara berpikirnya dan berbicara tentang
sistem dan keselamatan jika kita melanjutkan dengan cara lama yang sama. Sudah waktunya
untuk mengembangkan ide dan berpikir dalam sistem, tetapi untuk itu terjadi, bahasa kita
harus berubah. Mengatasi 'kesalahan manusia' dalam bahasa kita adalah rintangan pertama.
Saya sangat setuju dengan hal tersebut, karena Human Error tidak melulu mengenai kelalaian
manusia, dibalik kelalaian yang terjadi juga ada hal lain yang mendasari terjadinya lalai,
contohnya workload, sistem dan pengorganisasian kerja dari instansi yang bersangkutan,
peralatan yag tersedia, penyerapan dari penyampaian informasi yang diterima, dan lain – lain.
Oleh karenanya, selain pembenahan sistem untuk mencegah/identifikasi error, perlu adanya
perbaikan cara pikir di masyarakat agar kejadian kecelakaan tidak melulu langsung
bersumber dari manusia sebagai aktor tapi masyarakat juga harus memahami bahwa
kecelakaan dapat didasari dengan berbagai hal dan itu dapat dimulai dengan mengubah frase
yang berkonotasi positif unuk manusia.
Dalam Artikel yang berjudul What Behind of Human Error, menjelaskan bahwa
semakin berat beban kerja maka, kualitas pekerjaan yang dilakukan akan terpengaruh, dan
pekerja akan berisiko mengalami stress dan lelah, risiko human error juga akan semakin
besar. Beban kerja juga akan dipengaruhi oleh sistem dan manajemen keselamatan. Error
juga dapat dipengaruhi oleh pengambilan keputusan yang kurang sempurna. Pengambilan
keputusan juga dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, pemimpin, manajemen, budaya, waktu,
dan lain – lain. Peralatan yang kompleks dapat juga memengaruhi error dan ini dapat
diminimalisasi dengan penyederhanaan regulasi.
Pada ketiga artikel kurang setuju jika penyebab dari kecelakaan hanya dititik beratkan
pada kelalaian manusia, jika dicross check dan ditelusuri lebih lanjut kelalaian yang terjadi
mungkin saja bisa diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan atau skill pekerja atau kebiasaan
yang kurang safety, dapat juga disebabkan oleh penyerapan atau penyampaian informasi yang
keliru, ketidakcocokan antara pekerja dengan alat kerja, pengorganisasian dan SOP yang
kurang jelas, dan lain – lain. Dalam matakuliah Human Error and Prevention dijelaskan
bahwa ada 4 pendekatan untuk mengidentifikasi dan mencegah error, diantaranya Empat
perspektif dalam human error terdiri atas Traditional Engineering, Human Factor
Engineering and Ergonomic Approach, Cognitive Engineering, dan Socio-Technical Systems.
Traditional Eng menjelaskan tentang melihat eror sebagai suatu kesalahan yang berasal dari
manusia/pekerja. Oleh karena itu, diperlukan pendisiplinan, peningkatan motivasi, dan
pemodifikasian perilaku pekerja untuk mengurangi eror tersebut. Contoh cara untuk
meningkatkan kedisiplinan, motivasi, dan modifikasi perilaku adalah dengan melakukan
audit, mempertegas SOP, dan menempel poster tentang aturan/tata cara pelaksanaan suatu
proses. Perspektif kedua adalah Human Factors Engineering/Ergonomics. Perspektif ini
muncul dikarenakan adanya ketidakcocokan antara kemampuan manusia dengan sistem. Oleh
sebab itu, perspektif ini menekankan adanya interaksi antara manusia dengan sistem dan
menjadikan manusia sebagai pusat dari interaksi tersebut. Pendekatan/perspektif Human
Error yang ketiga adalah Cognitive Engineering. Cognitive Engineering sangat cocok
digunakan untuk pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan diagnosis. Perspektif
terakhir adalah Socio-Technical Systems. Perspektif Ini timbul karena adanya kesadaran
bahwa kinerja manusia di tingkat operasional tidak dapat dipisahkan dari budaya, faktor
sosial, dan kebijakan manajemen yang ada dalam suatu organisasi. Menurut saya dalam
pencegahan dan identifikasi Human Error harus dilakukan melalui empat pendekatan yang
telah dijelaskan agar hasilnya lebih komprehensif dan upaya yang diusahakan bisa mencapai
maksimal.