Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA DAN INVESTIGASI KECELAKAAN

STUDI KASUS DENGAN METODE PRISMA

Oleh:

Pruestine Azzah Trisnawan (0522040114)

D4 – TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1. Metode PRISMA
Perkembangan pada era globalisasi saat ini dirasakan sangat perlu
untuk mengikuti tuntutan zaman yang menuntut perubahan di segala aspek.
Agar tuntutan tersebut dapat terpenuhi maka diperlukan kondisi
operasional yang handal, lancar, efisien dan aman. Untuk menciptakan
kondisi tersebut memerlukan upaya pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja yang baik. Berdasarkan hal tersebut keselamatan kerja
harus mengadakan pengawasan terhadap manusia (man), alat atau bahan
(materials), mesin-mesin (machines), dan metode kerja (methods) serta
lingkungan (environments) (Harahap & Susilawati, 2023).
Metode kerja dalam analisis dan investigasi kecelakaan ada banyak
jenisnya. Salah satu metode yang akan dibahas pada laporan ini adalah
metode PRISMA yaitu Prevention and Recovery Information System for
Monitoring and Analysis. Menurut (Schaaf & Habraken, 2005), metode
PRISMA didasarkan pada apa yang disebut pendekatan sistem untuk
masalah kesalahan manusia. Pendekatan sistem mengasumsikan bahwa
manusia dapat jatuh dan bahwa kesalahan diharapkan dalam setiap
organisasi. Tujuan dari metode ini sendiri adalah untuk membangun basis
data kuantitatif mengenai insiden dan penyimpangan proses Oleh karena itu
pendekatan sistem berkonsentrasi pada kondisi di mana individu bekerja dan
mencoba membangun pertahanan untuk menghindari kesalahan atau untuk
mengurangi efeknya.

2. Kronologi Kejadian
Kecelakaan kerja yang terjadi pada tenaga kerja di pabrik kelapa sawit
PT Persada Agro Wisata (PAS) di Kabupaten Indragiri Hulu, Kota Riau pada
tanggal 16 Agustus 2023 pukul 03.10 WIB dini hari di kawasan industri yang
menimpa dua pekerja dengan satu orang bernama Firmansyah Panjaitan
yang tewas setelah mengalami luka hingga 54 persen serta korban kedua
bernama Roby Rahmansyah yang mengalami luka bakar ringan yakni
sebesar 12 persen pada areal tangan.
Diketahui oleh Aipda Misran selaku Kasubsi Penmas Polres Inhu bahwa
kedua korban tersiram air panas rebusan buah kelapa sawit di perusahaan
tersebut. Kedua korban pada saat kejadian sedang ditugaskan sebagai helper
bagian perebusan, namun karena kelalaian Roby Rahmansyah yang
membuka pintu bejana atau sterilizer bagian atas perebusan buah kelapa
sawit yang masih bertekanan tinggi sehingga keluar buah kelapa sawit
beserta air panas. Posisi Firmansyah yang ketika itu berada persis di
belakang pintu sterilizer membuatnya tersembur uap bercampur minyak
panas hingga terpental.
Polres Inhu telah meminta keterangan dari pihak perusahaan, yakni
operator perebusan PT PAS yang bernama M Fajri. Berdasarkan keterangan
Fajri, kejadian itu akibat Roby Rahmansyah tidak menjalankan pekerjaan
sesuai dengan aturan yakni, korban membuka pintu bejana saat tekanan yang
ada di dalam bejana masih tinggi, yaitu 0,70 bar. Sedangkan pintu harus
dibuka pada tekanan 0.10 bar hingga 0,09 bar dan Fajri mengatakan bahwa
ia belum memberi intruksi untuk membuka pintu bejana tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari analisa dan investigasi kecelakaan kerja dengan metode
PRISMA?
2. Bagaimana hasil yang diperoleh dari analisa investigasi kasus dengan
mengenakan metode PRISMA tersebut?
3. Apa rekomendasi yang dapat dilakukan pada kasus kecelakaan tersebut?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi dari analisa dan investigasi pada kasus kecelakaan kerja
dengan metode PRISMA.
2. Mengetahui hasil yang diperoleh dari analisa investigasi kasus dengan
metode PRISMA.
3. Mengetahui bentuk pengendalian yang dapat dilakukan pada kasus
kecelakaan yang terjadi.
BAB II

DASAR TEORI
2.1 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang


menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan,
atau kerugian lainnya (Kurniasih, 2020). Kecelakaan kerja merupakan kejadian
yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cedera atau
kesakitan (tergantung tingkat keparahannya) hingga kejadian kematian atau
kejadian yang dapat menyebabkan kematian. Pengertian ini juga dapat
digunakan untuk kejadian yang dapat menyebabkan merusak lingkungan
(OHSAS, 2007)

Menurut (Harahap & Susilawati, 2023), kecelakaan kerja sebagai


suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak terkendali dan tidak
dikehendaki (uplanned, uncontrolled dan undesired) pada saat bekerja, yang
disebabkan baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh tindakan tidak
aman dan atau kondisi tidak aman sehingga terhentinya kegiatan kerja.

2.2 Metode PRISMA


Metode PRISMA merupakan kepanjangan dari Prevention and
Recovery Information System for Monitoring and Analysis yang pada awalnya
dikembangkan oleh Van Der Schaaf dari Universitas Teknologi Eindhoven di
Belanda. Metode ini bertujuan untuk membangun basis data kuantitatif
mengenai insiden dan penyimpangan proses. Dari hasil tersebut akan diambil
kesimpulan untuk menentukan atau memberikan saran mengenai tindakan yang
perlu dilakukan agar optimal.
Metode ini didasarkan pada pendekatan sistem untuk masalah kesalahan
manusia. Pendekatan sistem mengasumsikan bahwa manusia Pendekatan
sistem mengasumsikan bahwa manusia dapat melakukan kesalahan dan
kesalahan tersebut disangka dalam tiap organisasi. Oleh karena itu pendekatan
sistem berkonsentrasi pada kondisi saat individu bekerja dan mencoba
membangun pertahanan untuk menghindari kesalahan serta mengurangi efek
yang ditimbulkan. Dalam pendekatan sistem pertahanan dan hambatan (seperti
alarm, pemeriksaan ganda, shutdown otomatis dll.) menempati posisi kunci.
Fungsi dari pertahanan dan hambatan ini adalah untuk melindungi calon korban
dari bahaya lokal. Sebagian besar mereka melakukan ini dengan sangat efektif,
tetapi selalu ada kelemahan.
Menurut (Garrett & Teizer, 2009), lapisan pertahanan yang berbeda
sebenarnya dapat dilihat sebagai irisan Swiss Cheese, memiliki banyak lubang.
Kehadiran lubang dalam satu irisan (yaitu lapisan pertahanan) biasanya tidak
menyebabkan hasil yang buruk. Namun, biasanya akan menyebabkan hasil
yang buruk apabila terdapat banyak lubang di banyak lapisan secara bersamaan
berbaris. Hal ini dapat memungkinkan adanya lintasan peluang kecelakaan dan
akan memicu bahaya pada korban yang berkontak langsung.
Gambar 2.1 Model Teori Swiss Cheese

Sumber: (Garrett & Teizer, 2009)

Pendekatan PRISMA terdiri atas tiga komponen utama, yaitu :


A. Metode Deskripsi Casual Tree.
Step pertama yaitu deskripsi insiden yang digambarkan dengan causal
tree yang memberikan representasi visual dari insiden dan berguna untuk
mengungkap faktor yang mendasari, keadaan, dan keputusan yang
berkontribusi pada peristiwa tersebut. Causal tree mendukung fakta bahwa
hampir semua insiden memiliki lebih dari satu penyebab dan
memvisualisasikan pengelompokan serta hierarki kasus tersebut. Di bagian atas
pohon merupakan tempat dimana konsekuensi atau peristiwa yang ditemukan
sebagaia alasan untuk dilakukan analisis yang disebut “Top Event”. Di
bawahnya terdapat dua sisi pohon yaitu sisi kegagalan (failure side) dan sisi
pemulihan (recorvery side). Di bawah “Top Event” disebutkan semua penyebab
langsung yang diperlukan dengan disebutkan secara logis dan kronologis. Dari
penyebab langsung ini pasti terdapat penyebabnya sendiri hingga akan
ditemukan akar penyebab di bagian paling bawah. Setelah akar penyebab
diidentifikasi, akan dapat digunakan untuk memberikan pandangan yang lebih
realistis tentang bagaiman sistem bekerja serta berkontribusi untuk penciptaan
solusi yang efektif dan abadi.

Gambar 2.2 Causal Tree


Sumber: (Schaaf & Habraken, 2005)
1. The Eidhoven Classification Model (ECM) Kegagalan Sistem.

Akar penyebab yang telah diklasifikasikan pada step pertama,


selanjutnya akan dihubungan dengan ECM [van der Schaaf, 1997].
Pada ECM ini kegagalan aktif dan kondisi laten ditangani. Kegagalan
aktif akan diwakili oleh kesalahan manusia yang didasarkan pada
model SRK oleh Rasmussen [1976]. Rasmussen mengembangkan
model dasar kesalahan manusia berdasrkan tiga tingkat perilaku [MERS
TM, 2001; Rasmussen, 1976; van der Schaaf, 1992; van Vuuren et al.,
1997] :
a. Perilaku berbasis keterampilan, yang melibatkan tugas
“automatic” yang membutuhkan sedikit atau tidak ada perhatian
sadar selama eksekusi.
b. Perilaku berbasis aturan, yang melibatkan penerapan aturan atau
skema yang ada untuk pengelolaan situasi yang sudah terbiasa.
c. Perilaku berbasis pengetahuan, yang melibatkan penerapan sadar
pengetahuan yang ada terhadap pengelolaan situasi baru.

ECM membedakan dua jenis kesalahan laten yaitu teknis dan


organisasi. Kesalahan teknis terjadi ketika terdapat masalah dengan
barang fisik seperti peralatan, instalasi fisik, perangkat lunak, bahan,
label, dan formulir. Sedangkan kesalahan organisasi terjadi ketika
terdapat masalah pada protokol dan prosedur, transfer pengetahuan,
prioritas manajemen, dan budaya atau pendekatan kolektif terhadap
keselamatan dan risiko (Schaaf & Habraken, 2005). Faktor teknis dan
organisasi sering berkontribusi pada kesalahan laten dan dianggap
pertama saat mengklasifikasikan akar penyebab. Kegagalan manusia
dikaitkan dengan kesalahan aktif dan dianggap terakhir dalam
klasifikasi akar penyebab (Schaaf & Habraken, 2005).
Gambar 2.3 The Eidhoven Classification Model (ECM)
Sumber: (Schaaf & Habraken, 2005)
Tabel 2.1 Kategori ECM : Versi Medis.

Code Category Definition


Technical Kegagalan teknis di luar kendali dan tanggung jawab
T-EX External
organisasi penyelidik.
Kegagalan karena desain peralatan, perangkat lunak, label,
TD Design
atau formulir yang buruk.
Desain yang benar yang tidak dibangun dengan benar atau
TC Construction
dipasang di area yang tidak dapat diakses.
TM Materials Cacat material tidak diklasifikasikan dalam TD atau TC.
Organizational Kegagalan pada tingkat organisasi di luar kendali dan
O-EX External tanggung jawab organisasi peneylidik departemen atau area
lain (alamat oleh sistem kolaboratif).
Kegagalan yang dihasilkan dari tindakan tidak memadai
Transfer of yang diambil untuk memastikan bahwa pengetahuan atau
OK
Knowledge informasi khusus situasional atau domain ditransfer ke
semua staf baru atau tidak berpengalaman.
Kegagalan yang berkaitan dengan kualitas dan ketersediaan
OP Protocols protokol dalam departemen (terlalu rumit, tidak akurat,
tidak realistis, tidak ada, atau disajikan dengan buruk).
Keputusan manajemen internal dimana kselamatan
diturunkan ke posisi yang lebih rendah ketika dihadapkan
Management dengan tuntutan atau tujuan yang saling bertentangan. Ini
OM
Priorities adalah sebuah konflik antara kebutuhan dan keamanan
produksi. Contoh dari kategori ini adalah keputusan yang
dibuat tentang tingkat kepegawaian.
Kegagalan yang dihasilkan dari pendekatan kolektif dan
OC Culture cara perilaku yang menyertainya terhadap risiko dalam
organisasi penyelidik.
Human Kegagalan manusia yang berasal dari luar kendali dan
H-EX External tanggung jawab organisasi penyelidik. Ini bisa berlaku
untuk individu di lain departemen.
Knowledge- Ketidakmampuan seseorang untuk menerapkan
based pengetahuan yang ada pada situasi baru. Contoh : ahli
Knowladge-
behaviour HKK teknologi bank darah terlatih yang tidak mampu
based behavior
menyelesaikan masalah identifikasi antibodi yang
kompleks.

HRQ Qualifications Kesesuaian yang salah antara pelatihan individu atau


pendidikan dan tugas tertentu. Contoh : mengharapkan
teknisi untuk menyelesaikan jenis masalah yang sama
sebagai teknolog.
Kurangnya koordinasi tugas dalam tim perawatan
kesehatan dalam suatu organisasi. Contoh : tugas penting
HRC Coordination
tidak dilakukan karena semua orang berpikir bahwa orang
lain telah menyelesaikan tugasnya.
Penilaian situasi yang benar dan lengkap termasuk kondisi
terkait pasien dan bahan yang akan digunakan sebelum
HRV Verification
memulai intervensi. Contoh : kegagalan mengidentifikasi
pasien dengan benar dengan memeriksa gelang.
Kegagalan yang dihasilkan dari perencanaan dan
HRI Intervention pelaksanaan tugas yang salah. Contoh : mencuci sel darah
merah dengan protokol yang sama dengan trombosit.
Memantau proses atau status pasien. Contoh : teknolog
terlatih yang mengoperasikan instrumen otomatis dan tidak
HRM Monitoring
menyadari bahwa pipet yang mengeluarkan reagen
tersumbat.
Skill-based Kegagalan dalam kinerja keterampilan yang sangat
behaviour berkembang. Contoh : seorang ahli teknolog menambahkan
HSS Slips
tetes reagen ke deretan tabung reaksi dan kemudian
melewatkan tabung atau kesalahan entri komputer.
Kegagalan dalam gerakan seluruh tubuh. Kesalahan ini
sering disebut sebagai “terpeleset, tersandung, atau
HST Tripping terjatuh”. Contoh: kantung darah terlepas dari tangan
seseorang dan mematahkan atau tersandung ubin yang
lepas di lantai.
Other Factors Kegagalan terkait dengan karakteristik atau kondisi pasien,
Patient Related
PRF yang berada di luar kendali staf dan mempengaruhi
Factor
perawatan.
Kegagalan yang tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori
X Unclassofoable
lain mana pun.

Sumber: (an Vuuren et al., 1997)

Dalam kasus faktor pemulihan yang hampir meleset juga dapat diidentifikasi. Kode
klasifikasi berikut dapat digunakan untuk klasifikasi faktor pemulihan berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi faktor Pemulihan

Planned Not Planned


Human P-H NP-H
Technical P-T NP-T
Organizational P-O NP-O
Patient-related (P-PRF) NP-PRF
Unclassifiable NP-X

Sumber : (Schaaf & Habraken, 2005)

Kode klasifikasi yang dipilih di step kedua terdaftar dalam basis data. Pada waktunya, di
sejumlah insiden, akar penyebab yang paling sering (kombinasi) menjadi terlihat dalam profil
PRISMA. Profil PRISMA sendiri adalah representasi grafis dari akar penyebab semua insiden
atau jenis insiden tertentu. Pendekatan struktural dari penyebab ini mungkin akan jauh lebih
efektif daripada langkah ad hoc setelah setiap insiden (serius) [van der Schaaf, 1997]. Yang
disebut Klasifikasi/Matriks Tindakan memberikan dukungan untuk perumusan pengukuran
yang paling efektif. Kelas tindakan berikut dibedakan :
• Teknologi/Peralatan : mendesain ulang perangkat keras, perangkat lunak, atau bagian
antarmuka dari sistem mesin manusia.
• Prosedur : menyelesaikan atau meningkatkan prosedur formal dan informal.
• Informasi dan komunikasi : menyelesaikan atau meningkatkan sumber informasi dan
struktur komunikasi yang tersedia.
• Pelatihan : meningkatkan (re)program pelatihan untuk keterampilan yang dibutuhkan.
• Motivasi : meningkatkan tingkat kepatuhan sukarela terhadap aturan yang diterima secara
umum dengan menerapkan prinsip modifikasi perilaku positif.
• Eskalasi : menangani masalah pada tingkat nasional yang lebih tinggi.
• Refleksi : mengevaluasi cara berperilaku saat ini mengenai keselamatan.
Tabel 2.3 Klasifikasi atau Matriks Tindakan

Informasi
Kode Teknologi/
Prosedur dan Pelatihan Motivasi Eskalasi Refleksi
Klasifikasi Peralatan
Komunikasi
T-EX x
TD x
TC x
TM x
O-EX x
OK x
OP x
OM x
OC x
H-EX x
HKK x NO
HRQ x
HRC x
HRV x
HRI x
HRM x
HSS x NO
HST x NO
PRF
X

Sumber: (Schaaf & Habraken, 2005)


Pada kolom “Motivasi” ditempatkan kata “NO” sebanyak tiga kali karena
merupakan kesalahan umum manajemen untuk memotivasi(atau menghukum)
karyawan untuk mencegah kesalahan berbasis pengetahuan dan keterampilan
terjadi. Matriks Klasifikasi/Tindakan tidak diperbolehkan (selalu) diikuti secara
harfiah. Langkah yang diperlukan tentu saja sepenuhnya tergantung pada organisasi
dan sifat insiden. Oleh karena itu penting untuk mendaftarkan faktor konteks juga.
Faktor konteks ini menjawab pertanyaan sebagai: “Siapa?, Apa?, Dimana?, dan
Kapan?”.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Studi Kasus dari Internet


Pekerja di Riau Tewas Setelah Tersiram Rebusan Sawit, Diusut Polisi

Firmansyah Panjaitan (18), seorang tenaga kerja di pabrik kelapa


sawit PT Persada Agro Wisata (PAS) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu),
Riau, meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Remaja ini tewas akibat
tersiram air panas rebusan buah kelapa sawit diperusahaan tersebut.
Menurut hasil investigasi tim yang diturunkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau, kecelakaan kerja itu terjadi
pada hari Rabu, 16 Agustus 2023, sekira pukul 03.10 dini hari.
Menurut keluarga korban, Sani Panjaitan, Firmansyah sempat
menjalani perawatan medis. "Kejadiannya hari Rabu (16/8/2023). Adik saya
ini terkena air panas rebusan buah kelapa sawit di PT PAS, yang
mengakibatkan sebagian badannya mengalami luka bakar," ujar Sani saat
dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Senin (21/8/2023).
Usai kejadian itu, kata dia, korban dilarikan ke RSUD Indrasari,
Kecamatan Rengat, Kabupaten Inhu. Seluruh badan korban dibalut dengan
perban. Kondisi korban semakin memburuk, sehingga dirujuk ke rumah
sakit di Pekanbaru. Namun, pada Jumat (18/8/2023), sekitar pukul 12.45
WIB, korban dinyatakan meninggal dunia. "Adik saya meninggal dunia di
Rumah Sakit Safira Pekanbaru, pada jam shalat jumat. Saya sangat sedih
kehilangan adik saya," kata Sani.
Selanjutnya, pihak keluarga membawa jenazah korban untuk
dimakamkan di kampung halamannya di Desa Kota Lama, Kecamatan
Rengat, Kabupaten Inhu. Mewakili keluarga, Sani meminta pihak
kepolisian Polres Inhu untuk menyelidiki dugaan kelalaian terkait kejadian
yang menimpa adiknya "Kami minta pihak kepolisian menyelidiki dugaan
kelalaiannya. Karena, ini sudah kejadian yang kedua kalinya, sebut Sani.
Korban kecelakaan kerja terkena air panas rebusan buah kelapa
sawit di PT PAS, ternyata ada dua orang hal itu dikatakan Aipda Misran,
selaku Kasubsi Penmas Polres Inhu saat dikonfirmasi Kompas.com
"Korban ada dua orang. Satu korban bernama Firmansyah Panjaitan,
mengalami luka bakar 54 persen, dan meninggal dunia. Sedangkan korban
satu lagi bernama Roby Rahmansyah (21) mengalami luka bakar pada
tubuhnya 10 persen," kata Misran melalui pesan WhatsApp, Senin. Dia
menjelaskan, kedua korban ini merupakan karyawan kontrak di pabrik
pengolahan kelapa sawit PT PAS. Mereka ditugaskan sebagai helper bagian
perebusan. Pada saat kejadian, kata Misran, Roby Rahmansyah membuka
pintu bejana atau sterilizer bagian atas perebusan buah kelapa sawit yang
bertekanan tinggi. Posisi Firmansyah yang ketika itu berada persis di
belakang pintu sterilizer membuatnya tersembur uap bercampur minyak
panas "Saat membuka pintu bejana, tiba-tiba keluar buah kelapa sawit
beserta air panas dan mengenai kedua korban," kata Misran Polisi saat ini
tengah menyelidiki penyebab kecelakaan kerja tersebut.
Misran menyebutkan, Polres Inhu telah meminta keterangan dari
pihak perusahaan, yakni operator perebusan PT PAS, bernama M Fajri.
Berdasarkan keterangan Fajri, kejadian itu akibat Roby Rahmansyah tidak
menjalankan pekerjaan sesuai dengan aturan. "Keterangan dari operator
perebusan, korban membuka pintu bejana tidak sesuai aturan. Karena,
tekanan yang ada di dalam bejana masih tinggi, yaitu 0,70 bar. Sedangkan
pintu harus dibuka pada tekanan 0.10 bar hingga 0,09 bar" sebut Misran.
Operator perebusan, sambung dia, juga mengaku belum ada memberi
intruksi untuk membuka pintu bejana tersebut.

3.2 Langkah Analisis


A. Penambahan Asumsi
➢ Korban,
- Kurangnya komunikasi antar teman pekerja dan operator
mesin.
Fakta: Sebelum dilakukan pekerjaan pekerja lalai
dikarenakan belum adanya konfirmasi dan komunikasi
dengan operator.
- Pekerja tidak memiliki kesadaran akan bahaya situasi untuk
menghindari kecelakaan.
Fakta: Pekerja tidak peka menyadari bahaya dan terkena
siraman air rebusan sawit.
- Tidak mengenakan APD secara lengkap yang sesuai SOP
Fakta: Pekerja tidak mengikuti SOP yang ada sehingga
dapat dipastikan saat kejadian pekerja.
- Kurangnya wawasan mengenai K3 dan SOP mesin.
Fakta: Pekerja merupakan karyawan kontrak yang awam
mengenai K3.

➢ Mesin,
- indikator tekanan tidak memiliki pengunci atau gauge ganda
pada pintu ketika tekanan masih tinggi.
Fakta: Mesin tidak memiliki kunci ganda sehingga dapat
terbuka meskipun indikator tekanan bar masih tinggi.
- Desainer mesin tidak kompeten dalam perancangan mesin.
Fakta: Tidak adanya gauge/pengunci ganda pada pintu saat
tekanan masih tinggi.

➢ Manajemen,
- Kurangnya prosedur dan rambu di sekitar area mesin.
Fakta: Pekerja menjadi lalai dikarenakan tidak adanya
pemberitahuan rambu peringatan bahaya tambahan akan
mesin di sekitar area tersebut.

➢ Supervisor,
- Tidak kompeten dan datang terlambat ke lokasi sehingga
pada saat kejadian tidak adanya pengawasan.
Fakta: Pekerja dapat terjadi kecelakaan karena tidak ada
pengawasan dari atasan.
- Belum dilakukannya safety briefing dari petugas K3
sebelum dilakukannya pekerjaan tersebut.
Fakta: Terjadi kecelakaan akibat kelalaian pekerja yang
membuka pintu sebelum tekanan pada mesin turun.
- Tidak adanya inspeksi secara berkala.
Fakta: Tidak menyadari adanya resiko bahaya yang dapat
timbul pada pintu mesin.

➢ Teman pekerja (pembuka pintu),


- Kurangnya wawasan pekerja akan SOP mengenai mesin dan
APD yang harus dikenakan.
Fakta: Pekerja merupakan karyawan kontrak yang awam
mengenai K3
- Kurangnya komunikasi bersama operator sebelum
dilakukannya pekerjaan.
Fakta: Sebelum dilakukan pekerjaan pekerja lalai
dikarenakan belum adanya konfirmasi dan komunikasi
dengan operator.

B. Urutan Peristiwa
Kedua pekerja Pekerja lalai dan
membuka tutup pintu A
(helper) pergi untuk
mengecek mesin mesin saat tekanan
perebusan sawit pada angka 0,70 bar

buah kelapa dan


rebusan air panas Kecelakaan terjadi yang
keluar melalui pintu membuat kedua korban A
A mengalami luka bakar berat
tersebut dan mengenai
korban (54%) dan ringan (12%)
(10%)

Korban diperban dan Kondisi korban


dirujuk ke RSUD memburuk dan dirujuk ke
A Indrasari A
rumah sakit di Pekanbaru
Penanganan di
Polisi memeriksa saksi-
Tempat Kejadian
A saksi kejadian pada
Perkara (TKP) PT
kecelakaan tersebut
PAS

➢ Jumlah Kerusakan
Jumlah kerusakan pada peristiwa tersebut ditinjau dari 3 aspek,
diantaranya manusia, mesin dan lingkungan sekitarnya:
Manusia : Salah satu pekerja meninggal dunia setelah dirujuk
ke rumah sakit besar di Pekanbaru dikarenakan kondisinya
memburuk, dan satu pekerja dilarikan ke RSUD Indramayu
dan mendapat perawatan.
Mesin : Mesin pengrebus sawit yang mengalami kerusakan
pada bagian dinding depan dan pintu akibat terkena lelehan
cairan panas.
Lingkungan : Area terjadinya kecelakaan yang ikut terkena
akibatnya yakni seperti strelizer di bawah meleleh akibat
cairan panas dan buah kelapa yang keluar dari mesin perebus
sawit dari strelizer di atasnya.
➢ Tipe Kecelakaan
Tipe kecelakaan pada kasus ini masuk dalam kategori
kecelakaan fatal karena menyebabkan kematian yang
disebabkan oleh tekanan yang masih tinggi pada mesin
pengrebus sawit yang menewaskan 1 pekerja dengan luka bakar
berat (54%) dan melukai 1 pekerja lainnya yang mengalami luka
bakar ringan (12%).
➢ Bahan Berbahaya
Cairan panas dan kelapa sawit pada mesin pengrebus sawit.

C. Faktor Pemicu Langsung


Faktor pemicu langsung terjadinya kecelakaan yakni Unsafe Acts
dari pekerja yang membuka pintu mesin pengrebus sawit saat tekanan
dalam mesin masih tinggi yakni pada angka 0,70 bar sedangkan mesin
seharusnya dibuka pada tekanan 0,10 – 0,9 bar.

D. Faktor Pemicu Tidak Langsung


Faktor pemicu yang terjadi secara tidak langsung adalah dari sisi
manajemennya yakni tidak adanya safety briefing (Oversight) sebelum
dilakukannya pekerjaan sehingga pekerja lalai dalam mengenakan APD
dan tidak mengikuti SOP yang ada, tidak adanya rambu-rambu bahaya
dan APD yang harus dikenakan di area mesin (Policies). Tidak adanya
inspeksi mesin secara berkala dari supervisor (No risk assesment from
supervisor) sehingga

E. Basic Cause
Penyebab dasar terjadinya kecelakaan ini adalah kelalaian pekerja
yang tidak mengikuti SOP yang berlaku dan tidak mengenakan APD
yang sesuai. perusahaan kurang dalam memberi pelatihan K3 terhadap
pekerja (Human Resource Management) sehingga pekerja lalai dalam
melakukan pekerjaan tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Analisis investigasi kecelakaan pada kasus ini mengenakan metode
PRISMA (Prevention and Recovery Information System for Monitoring and
Analysis) dengan langkah yang ada sebagai berikut:
A. Step 1: Deskripsi Insiden
Mengenakan Causal Tree untuk mengetahui akar masalah (failure) dan
perbaikan atau recovery-nya.

Failure Side
Recovery Side
B. Step 2: Klasifikasi Kasus mengenakan diagram ECM

START

Yes No Yes No No
Technical Construction? Materials?
External? Design?
Factor?
?
Yes Yes Yes Yes

T-EX TD TC TM
M

Yes Yes Yes


Yes No Knowledge Management No
Organizational Protocols? Culture?
External? Transfer? Priorities?
Factor?
? Yes Yes
Yes Yes Yes
O-EX OP OC
OK OM

Yes No Yes
Human Yes
External? K-B? Knowledge?
Factor?
?
Yes Yes

H-EX HKK

Yes Yes Yes


No
R-B? Qualification? Coordination? Verification?

Yes Yes Yes

HRQ HRC HRV

No No
Monitoring? Intervention?
Yes Yes

HRM HRI

Yes No No
S-B? Slips? Tripping?

Yes Yes

HSS HST

No
Patient-related
PRF
Factor?

No

Unclassifiable
=X
C. Step 3: Langkah Struktural untuk Perbaikan
Tabel 4.1 Kode Matriks/Tindakan untuk kasus kecelakaan kerja di PT Persada Agro Wisata (PAS)

Informasi
Kode Teknologi/
Prosedur dan Pelatihan Motivasi Eskalasi Refleksi
Klasifikasi Peralatan
Komunikasi
T-EX
TD x

TC
TM
O-EX
OK x x

OP x
OM x x

OC x
H-EX
HKK x
HRQ x

HRC x

HRV
HRI
HRM
HSS
HST
PRF
X
Tabel 4.2 Klasifikasi Kode Pemulihan untuk kasus kecelakaan kerja di PT Persada
Agro Wisata (PAS)
Kode Keterangan
Human NP-H Not Planned
Technical NP-T Not Planned
Organizational NP-O Not Planned

4.2. Pembahasan
Dari hasil analisa kecelakaan kerja menggunakan metode PRISMA di atas,
dapat diperoleh sebagai berikut:
A. Casual Tree dan ECM
1) Pekerja tidak mengikut SOP yang berlaku yakni karena pekerja yang
merupakan pegawai kontrakan yang masih awam atau tidak
memiliki wawasan yang cukup mengenai K3. Faktor dari supervisor
yang tidak kompeten karena kurangnya wawasan dari supervisor
sehingga tidak adanya safety briefing dan penjelasan APD yang
diperlukan pekerja, dan tidak adanya komunikasi antar pekerja dan
operator menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan ini
2) Kesalahan dari desainer mesin yang tidak kompeten sehingga mesin
memiliki cacat atau kondisi yang tidak seharusnya dikarenakan tidak
adanya gauge ganda pada mesin pengrebus menjadi penyebab utama
kecelakaan ini dapat terjadi. Supervisor yang tidak kompeten karena
terlewatnya bahaya tersebut saat inspeksi sebelumnya juga menjadi
penyebab.
3) Kesalahan managemen karena tidak meletakkan rambu-rambu
bahaya di area mesin sehingga pekerja lalai dan menimbulkan
unsafe acts.
B. Klasifikasi Pemulihan
1) Human (Manusia) : Klasifikasi pemulihan pada faktor ini
dikategorikan NP-H yang memiliki arti not planned atau tidak
direncanakan, hal ini dikarenakan kecelakaan ini dapat terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terkira oleh manusia.
2) Technical (Teknis) : Klasifikasi pemulihan pada faktor ini
dikategorikan NP-H yang memiliki arti not planned atau tidak
direncanakan, hal ini disebabkan oleh kecacatan desain pada mesin
yang tidak terkirakan sebelumnya.
3) Organizational (Organisasi) : Klasifikasi pemulihan pada faktor ini
dikategorikan NP-H yang memiliki arti not planned atau tidak
direncanakan, dikarenakan organisasi tidak turut dalam pemberian
pelatihan K3 pada pekerja dan supervisor sehingga terjadi tidak
kompetenan supervisor yang tidak memberi safety briefing dan
inspeksi pada mesin.

4.3. Rekomendasi Kecelakaan


Rekomendasi yang diperlukan berdasar analisis kecelakaan dengan metode
PRISMA ialah sebagai berikut:
a. Technical
➢ Desain (TD)
- Dilakukan maintenance berkala pada mesin.
- Penambahan gauge atau kunci ganda pada pintu mesin yang
merujuk pada indikator tekanan.

b. Organizational
➢ OK
1) Prosedur
- Selalu dilakukannya briefing sebelum pekerjaan dimulai.
➢ OP
1) Prosedur
- Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berlaku
di tempat pekerjaan.
➢ OM
1) Pelatihan
- Managemen lebih tegas dan peduli akan managemen K3-nya.
Diadakannya pelatihan K3 pada pekerja dan supervisor.
- Seleksi perekrutan pekerja dengan standar K3 yang baik.
2) Refleksi
- Pengaturan dan perbaikan anggaran yang ada dengan
memasukkan prioritas K3.
- Pemberian rambu-rambu peringatan akan bahaya mesin di
area mesin.
c. Human
➢ HKK
1) Informasi dan Komunikasi
- Pekerja dan supervisor saling meningkatkan koordinasi dan
komunikasi antar tim.
- Pemberian pelatihan pada pekerja magang atau baru begitu pula
pada supervisor guna meningkatkan kerjasama tim.
➢ HRQ
1) Pelatihan
- Memberikan training pada individu supervisor secara
lengkap, sesuai, dan berkala.
➢ HRC
1) Informasi dan Komunikasi
- Meningkatkan koordinasi serta komunikasi antar tim yang
berisi pekerja, supervisor, dan operator agar kejadian yang
sama tidak terulang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisis dan investigasi kasus kecelakaan kerja mengenakan metode
PRISMA, berikut kesimpulan yang di dapat:
1. Analisa dan investigasi kecelakaan kerja dengan metode PRISMA
atau Prevention and Recovery Information System for Monitoring and
Analysis merupakan suatu bentuk analisis yang didasarkan pada apa
yang disebut pendekatan sistem untuk masalah kesalahan manusia
yang bertujuan untuk membangun basis data kuantitatif mengenai
insiden dan penyimpangan proses.

2. Dari analisa investigasi kasus kecelakaan kerja di PT Persada Agro


Wisata (PAS) dengan metode PRISMA, diperoleh hasil primary cause
dari kecelakaan tersebut adalah dikarenakannya pekerja dan
supervisor yang tidak mengikuti SOP yang berlaku, manajemen yang
salah karena tidak adanya rambu-rambu peringatan di area mesin, dan
kesalahan desainer mesin yang merancang sterilizer dengan tanpa
gauge pengaman ganda untuk indikator tekanan pada mesin.
Sedangkan dari tiga penyebab tersebut, di dapat root cause yakni
kurangnya kompetensi pekerja dan supervisor akibat kurangnya
wawasan, dan kurangnya koordinasi dan komunikasi antar
pekerja, supervisor dan operator mesin.

3. Rekomendasi yang dapat diberikan pada kasus kecelakaan kerja di PT


Persada Agro Wisata (PAS) berdasar diagram ECM yang telah dibuat
diantaranya,
d. Technical
➢ Desain (TD)
- Dilakukan maintenance berkala pada mesin.
- Penambahan gauge atau kunci ganda pada pintu mesin
yang merujuk pada indikator tekanan.
e. Organizational
➢ OK
3) Prosedur
- Selalu dilakukannya briefing sebelum pekerjaan
dimulai.
➢ OP
2) Prosedur
- Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang
berlaku di tempat pekerjaan.
➢ OM
2) Pelatihan
- Managemen lebih tegas dan peduli akan managemen
K3-nya. Diadakannya pelatihan K3 pada pekerja dan
supervisor.
- Seleksi perekrutan pekerja dengan standar K3 yang baik.
4) Refleksi
- Pengaturan dan perbaikan anggaran yang ada dengan
memasukkan prioritas K3.
- Pemberian rambu-rambu peringatan akan bahaya mesin
di area mesin.
f. Human
➢ HKK
2) Informasi dan Komunikasi
- Pekerja dan supervisor saling meningkatkan koordinasi
dan komunikasi antar tim.
- Pemberian pelatihan pada pekerja magang atau baru
begitu pula pada supervisor guna meningkatkan
kerjasama tim.
➢ HRQ
2) Pelatihan
- Memberikan training pada individu supervisor secara
lengkap, sesuai, dan berkala.
➢ HRC
2) Informasi dan Komunikasi
- Meningkatkan koordinasi serta komunikasi antar tim
yang berisi pekerja, supervisor, dan operator agar
kejadian yang sama tidak terulang.

5.2 Saran
Rekomendasi saran yang dapat diberikan dalam jangka waktu dekat adalah:
1. Melakukan rapat perusahaan untuk perbaikan managemen SOP
yang sesuai untuk mesin, pekerja, dan supervisor.
2. Perbaikan pada mesin sterelizer dengan ditambahkannya kunci
pengaman/gauge ganda pada pintu mesin yang merujuk pada
indikator tekanan.
3. Pemberian sanksi tegas pada supervisor karena telah lalai akan
tanggung jawabnya hingga menewaskan pekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Garrett, J. W. & Teizer, J., 2009. Human Factors Analysis Classification System
Relating to Human Error Awareness Taxonomy in Construction Safety.. Journal of
Construction Engineering and Management, 135(8), pp. 754-763.
Harahap, R. & Susilawati, 2023. ANALISIS FAKTOR PENYEBAB
KECELAKAAN KERJA DI PERTAMBANGAN. ZAHRA: JOURNAL OF
HEALTH AND MEDICAL RESEARCH, 3(2), pp. 205-211.
Kurniasih, D., 2020. Failure in Safety Systems. Dalam: Emjy, penyunt. Metode
Analisis Kecelakaan Kerja. Sidoarjo: Zifatama Jawara, pp. 1-5.
OHSAS, 2007. OHSAS 18001, s.l.: s.n.
Schaaf, V. D. & Habraken, 2005. PRISMA-Medical. Dalam: A Brief Description.
s.l.:Eindhoven University of Technology.

Anda mungkin juga menyukai