Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA DAN INVESTIGASI KECELAKAAN

STUDI KASUS DENGAN METODE MANAGEMENT OVERSIGHT AND


RISK TREE (MORT)

Oleh:

Pruestine Azzah Trisnawan (0522040114)

D4 – TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1. Metode MORT
Kecelakaan kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang pekerja
mengalami cedera atau sakit atau kematian akibat aktivitas pekerjaannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja
didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya dan tidak diinginkan, yang mengganggu proses yang telah
diatur dan menyebabkan kerugian, baik pada manusia maupun harta
benda.
Kecelakaan di tempat kerja dapat terjadi kepada siapa saja mulai dari
tenaga kerja, manajemen, hingga perusahaan di tempat kerja yang mana
hal ini menimbulkan banyak kerugian baik secara langsung maupun
tidak langsung. Berdasarkan data kementerian ketenagakerjaan, pada
tahun 2020 triwulan ke 4 terjadi kasus kecelakaan kerja di Indonesia
sekitar 6.037 kasus. Sepanjang Januari hingga September tahun 2021
terdapat 82 ribu kasus kecelakaan kerja dan 179 kasus penyakit akibat
kerja (Dewanti & Lubis, 2023).
Keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan dalam aktivitas
pekerjaan diharapkan dapat mengurangi insiden-insiden kecelakaan
kerja yang sering terjadi. Untuk mengetahui penyebab terjadinya
kecelakaan kerja, sangat penting untuk melakukan investigasi
mengenakan metode-metode analisis investigasi kecelakaan kerja yang
ada, salah satunya ialah metode Management Oversight And Risk Tree
(MORT). Metode MORT adalah sebuah prosedur analitis untuk
menyelidiki penyebab dan faktor penyebab kecelakaan dan insiden.
Metode MORT merupakan ekspresi logis dari fungsi-fungsi yang
dibutuhkan oleh organisasi untuk untuk mengelola risikonya secara
efektif. MORT mencerminkan filosofi yang menyatakan bahwa cara
yang paling efektif cara yang paling efektif dalam mengelola
keselamatan adalah dengan menjadikannya bagian integral dari
manajemen bisnis dan pengendalian operasional (Kingston, et al., 2009).
Maka dari itu dibuatkanlah laporan analisis ini, dengan harapan pembaca
mampu memahami dan diharapkan kejadian serupa dapat diminimalisir
ke depannya.

2. Kronologi Kejadian
Kecelakaan kerja ini terjadi pada pekerja yang terpleset masuk ke
dalam truk pengaduk semen. Kejadian ini berlokasi PT Citra Indo Beton
(Ciamix) di Desa Garon, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun pada
hari Senin (7/8/2023) sekitar pukul 09.05 WIB.
Korban bernama Ganuri (46) merupakan buruh pemasok beton di
PT Citra Indo Beton yang merangkap sebagai operator dan sopir. Korban
pada awalnya sekitar pukul 08.40 WIB hendak menunggu antrian
pengisian semen. Kemudian ia membersihkan tangki truk dengan nopol
AE 8508 UF. Korban menyalakan mesin pengaduk dan berputar secara
perlahan, saat itu korban mencoba membersihkan tabung pengaduk
semen dengan posisi tubuh masuk ke dalam. Tiba tiba korban terpeleset
dan masuk ke dalam mesin.
Sekitar pukul 09.05 WIB, rekan rekan korban mencoba mencari
korban. Selang beberapa saat, diketahui korban berada di dalam truk
molen, karena terdapat sepatu milik korban. Kemudian rekan rekannya
naik ke truk molen, dan ditemukan korban berada di dalam mesin dengan
keadaan sudah meninggal dunia. Kemudian hal tersebut dilaporkan
kepada pihak manajemen yang selanjutnya melaporkan kejadian tersebut
ke Polsek Balerejo pukul 10.00 WIB. Polsek Balerejo melaksanakan olah
Tempat Kejadian Perkara, bersama Tim Inafis dan SPKT Polres Madiun.
Jenazah langsung dibawa ke RSUD Caruban guna keperluan
penyelidikan lebih lanjut. Staf Bagian Instalasi Kamar Jenazah RSUD
Caruban, Mochammad Harianto mengungkapkan, kondisi jenazah
menderita luka parah di bagian batok kepala dan kaki korban.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari analisa dan investigasi kecelakaan kerja dengan
metode MORT?
2. Bagaimana hasil yang diperoleh dari analisa investigasi kasus dengan
mengenakan metode MORT tersebut?
3. Apa rekomendasi yang dapat dilakukan pada kasus kecelakaan
tersebut?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui definisi dari analisa dan investigasi pada kasus kecelakaan
kerja dengan metode MORT.
2. Mengetahui hasil yang diperoleh dari analisa investigasi kasus dengan
metode MORT.
3. Mengetahui bentuk pengendalian yang dapat dilakukan pada kasus
kecelakaan yang terjadi.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi Kecelakaan Kerja


Kecelakaan didefinisikan sebagai kejadian yang tidak direncanakan
yang mengakibatkan cedera pribadi atau kerusakan properti dan insiden
didefinisikan sebagai kejadian yang tidak direncanakan yang tidak
mengakibatkan cedera pribadi tetapi dapat mengakibatkan kerusakan
properti atau layak untuk dicatat (Oliveira, et al., 2022).
Kecelakaan kerja merupakan suatu kondisi dimana seorang pekerja
mengalami cedera atau sakit atau kematian akibat aktivitas pekerjaannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja
didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat diprediksi sebelumnya
dan tidak diinginkan, yang mengganggu proses yang telah diatur dan
menyebabkan kerugian, baik pada manusia maupun harta benda.
Dalam mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan kerja dibagi
menjadi tiga faktor utama, yakni faktor manusia yang melibatkan tindakan
yang tidak aman, faktor lingkungan yang terkait dengan kondisi yang tidak
aman, dan interaksi manusia dengan mesin serta fasilitas pendukung kerja
yang tidak sesuai (unsafe man-machine interaction). Dalam konteks
kecelakaan kerja, faktor manusia terkait dengan tindakan yang tidak aman,
yang dapat menimbulkan bahaya baik bagi pekerja itu sendiri maupun orang
lain, dan faktor ini berkontribusi sekitar 85% sebagai penyebab utama dari
kecelakaan kerja (Nuraini, 2020).
Menurut (Garrett & Teizer, 2009) dalam memnentukan penyebab
kecelakaan hal yang wajib di pahami dibagi menjadi dua faktor,
diantaranya:
a) Faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan dan biasanya
berupa kegagalan peralatan kunci atau kesalahan manusia yang
sebenarnya.
b) Faktor yang berpartisipasi dalam kesalahan manusia, yang
mencakup potensi risiko dalam setiap tugas atau menggambarkan
situasi ketika tugas tersebut dijalankan.
2.2 Metode MORT
Metode Management Oversight and Risk Tree (MORT) ialah prosedur
analitis untuk menyelidiki penyebab dan faktor penyebab kecelakaan dan
insiden. Metode ini dapat dianggap sebagai daftar periksa yang disusun
dalam bentuk model 'pohon kesalahan’ yang kompleks dengan tujuan untuk
memastikan bahwa semua aspek dari sebuah organisasi dianalisis ketika
mengevaluasi kemungkinan penyebab dari sebuah insiden atau kecelakaan
(Oliveira, et al., 2022). Metode MORT mencerminkan gagasan utama dari
program 34 tahun yang dijalankan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk
memastikan tingkat keselamatan dan jaminan kualitas yang tinggi dalam
industri energinya. Program MORT dimulai dengan sebuah proyek yang
didokumentasikan dalam SAN 821-2, W.G. Johnson, Februari 1973
(Kingston, et al., 2009).
Metode MORT adalah ekspresi logis dari fungsi-fungsi yang
dibutuhkan oleh organisasi untuk untuk mengelola risikonya secara efektif.
Fungsi-fungsi ini telah dijelaskan secara umum; penekanan-penekanannya
adalah pada "apa" dan bukan "bagaimana", dan ini memungkinkan MORT
untuk diterapkan pada industri yang berbeda. MORT mencerminkan filosofi
yang menyatakan bahwa cara yang paling efektif cara yang paling efektif
dalam mengelola keselamatan adalah dengan menjadikannya bagian
integral dari manajemen bisnis dan pengendalian operasional (Kingston, et
al., 2009).

2.3 Tahapan Metode MORT


Dalam panduan Pengguna NRI MORT, yang dikembangkan oleh
(Kingston, et al., 2009), mengusulkan penerapan metode ini dalam tiga
tahap yaitu mendefinisikan peristiwa yang akan dianalisis, mendefinisikan
setiap peristiwa terkait transfer energi yang tidak diinginkan, dan
mengevaluasi hipotesis bahwa transfer energi yang tidak diinginkan ini
merupakan hasil dari cara pengelolaan risiko dalam aktivitas yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Pada tahap pertama, analisis penghalang dan pelacakan energi
dilakukan untuk mengidentifikasi serangkaian kejadian, termasuk insiden
atau kecelakaan tertentu; selain itu, analisis ini juga berusaha
mendefinisikan setiap kejadian dengan jelas. Kemudian, pada tahap kedua,
dilakukan analisis bagaimana energi berdampak pada orang atau aset, serta
melihat bagaimana kerusakan atau bahaya mempengaruhi organisasi atau
orang. Terakhir, pada langkah ketiga, analis berusaha memahami bagaimana
aktivitas tersebut dikelola, dengan fokus pada lokasi spesifik tempat
terjadinya kecelakaan dan mengamati bagaimana pengelolaan dilakukan
terkait sumber daya, proses, dan peralatan yang relevan dengan kecelakaan.
Struktur pohon dari metode MORT berasal dari analisis pohon dari
kegagalan peristiwa. Metode ini bersifat umum dan dapat digunakan untuk
semua jenis risiko. Prosesnya terdiri dari input, output, dan gerbang logika,
di mana input dan output biasanya merupakan hasil dari peristiwa dan
gerbang logika adalah elemen yang umumnya digunakan dalam konteks
teoretis.

2.4 Struktur Pohon MORT


Struktur MORT Tree berasal dari analisis pohon kesalahan peristiwa
"losses". Losses atau kerugian adalah istilah yang sangat umum yang dapat
diterapkan pada apa pun yang bernilai dan segala jenis risiko. Tingkat
pertama menjawab pertanyaan umum, "jenis risiko apa yang menghasilkan
kerugian"? Ada dua kemungkinan yaitu risiko yang tidak dikelola secara
memadai (Kekeliruan dan Kelalaian) atau risiko yang dikelola secara
memadai. Karena struktur pohon dieksplorasi dalam urutan yang tetap yaitu
dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan, maka memunculkan pertanyaan
berikutnya yaitu “apa yang akan menghasilkan kekeliruan dan kelalaian”?
Jawabannya diberikan di tingkat kedua dari pohon: kekeliruan dan kelalaian
muncul dari pengendalian aktivitas (Faktor Pengendalian Khusus) dan
bagaimana risiko kegiatan dikelola secara umum (Faktor Sistem
Manajemen). Sisa pohon diturunkan dengan cara yang sama, dengan setiap
tingkatan “menghasilkan” tingkatan di atasnya. Gambar 5 merupakan
gambaran umum struktur utama.

Gambar 2.1 Pohon Struktur MORT


Sumber: (Oliveira, et al., 2022)

2.5 Energy Trace and Barrier Analysis (ETBA)


Energy Trace and Barrier Analysis (ETBA) atau biasa disebut “Barrier
Analysis” digunakan untuk menghasilkan serangkaian episode yang jelas atau
subjek untuk analisis MORT. Ini adalah persiapan penting untuk analisis
MORT.

“Energi" mengacu pada agen berbahaya yang mengancam atau benar-benar


merusak "Target" yang terpapar padanya. Meskipun “Energi” dan Aliran
Energi adalah istilah yang paling sering digunakan, agen berbahaya dapat
mencakup kondisi lingkungan (misalnya bahaya hayati, oksigen terbatas).
"Target" bisa berupa orang, benda atau proses, atau lainnya yang harus
dilindungi atau lebih baik tidak diganggu oleh "Energi". MORT
mendefinisikan kecelakaan dalam arti kerugian, jadi setidaknya salah satu
target dalam urutan kecelakaan harus bernilai. Namun, insiden (terkadang
disebut nyaris meleset atau nyaris menabrak) juga menarik.

Bagian "Barrier" dari judul mengacu pada cara di mana "Target" dilindungi
dari "Energi". Selain hambatan (yang sifatnya murni protektif), analisis juga
berfokus pada kontrol kerja / proses karena ini juga memberikan perlindungan
dengan mengarahkan energi (dan target) dengan cara yang aman. Sangat
sering, kecelakaan mengungkapkan sejumlah peristiwa di mana energi bertemu
target dalam interaksi yang tidak diinginkan. Barrier Analysis berupaya
melacak dengan cermat semua interaksi ini dan membuatnya tersedia untuk
dianalisis. Ini berarti bahwa tabel Barrier Analysis dapat memiliki beberapa
baris, setiap baris terkait dengan episode interaksi energi yang berbeda dengan
target.
Tabel 2.1 Format ETBA
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Studi Kasus dari Internet

Pekerja Pabrik di Madiun Tewas Kecelakaan Kerja, Tubuhnya Masuk


Tabung Pengaduk Semen

Pria bernama Ganuri (46), merupakan buruh pemasok beton yang


merangkap menjadi operator dan sopir PT Citra Indo (Ciamix) di Desa Garon,
Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, meninggal dunia usai mengalami
kecelakaan kerja, Senin (7/8/2023). Tubuh korban masuk dalam tangki
berisikan semen. Proses evakuasi korban berlangsung dramatis. Petugas
menggunakan las karbit untuk memotong dan mengeluarkan jasad korban dari
dalam tangki berisikan semen.
"Sekira pukul 08.40 WIB korban hendak menunggu antrean pengisian
semen. Kemudian, membersihkan tangki truk dengan nopol AE 8508 UF.
Korban menyalakan mesin pengaduk dan berputar secara pelan," jelas
Kapolsek Balerejo AKP Slamet Riadi mengungkap kronologis kecelakaan.
Saat itu korban mencoba membersihkan tabung pengaduk semen, dengan
posisi tubuh masuk ke dalam. "Tiba-tiba korban kemungkinan terpeleset dan
masuk ke dalam mesin. Pukul 09.05 WIB, rekan-rekan korban mencoba
mencari korban. Selang beberapa saat, diketahui korban berada di dalam truk
molen, karena terdapat sepatu milik korban," terangnya.
"Kemudian rekan-rekannya naik ke truk molen, dan ditemukan korban
berada di dalam mesin dengan keadaan sudah meninggal dunia. Kemudian
mereka memberitahukan kepada pihak manajemen selanjutnya melaporkan
kejadian tersebut ke Polsek Balerejo pukul 10.00 WIB," imbuhnya. Polsek
Balerejo melaksanakan olah Tempat Kejadian Perkara, bersama Tim Inafis dan
SPKT Polres Madiun.
Jenazah langsung dibawa ke RSUD Caruban guna keperluan penyelidikan
lebih lanjut. Staf Bagian Instalasi Kamar Jenazah RSUD Caruban Mochammad
Harianto mengungkapkan, kondisi jenazah menderita luka parah di bagian
batok kepala dan kaki korban. "Saat ini berada di kamar jenazah. Menunggu
kedatangan keluarga dan mau proses visum. Tiba disini jam 12.00 WIB,"
pungkasnya.

3.2 Langkah Analisis


A. Penambahan Asumsi
➢ Korban,
• Pekerja kelelahan saat terjadinya kecelakaan sehingga tidak
berkonsentrasi.
Fakta: Pekerja menerima job desk berlebih yang melebihi
kapasitas tubuhnya
• Pekerja tidak mengenakan APD secara lengkap.
Fakta: Pekerja tidak peka dan berhati-hati saat melakukan
pekerjaan tersebut sehingga terpleset
• Terbiasa menganggap pekerjaan yang berbahaya sebagai hal yang
wajar.
Fakta: Pekerja tidak berhati-hati dan kurang aware akan potensi
bahaya di area kerja tersebut
• Kurangnya koordinasi antar pekerja dengan supervisor.
Fakta: Pekerja tidak waspada terhadap bahaya sehingga jatuh
terpleset ke dalam mesin pengaduk semen
• Kurangnya wawasan mengenai K3 dan SOP mesin.
Fakta: Pekerja melakukan unsafe act yakni memasukkan
sebagian tubuhnya ke dalam mesin molen

➢ Manajemen,
• Belum dilakukan safety briefing sebelum dilakukan pekerjaan
tersebut.
Fakta: Pekerja tidak berhati-hati dan terpleset jatuh ke dalam
mesin
• Tidak diterapkannya SOP pengoperasian truk mesin pengaduk
semen yang sesuai dengan standar perusahaan.
Fakta: Pekerja tidak ada kewaspadaan akan bahaya mesin
tersebut

➢ Supervisor,
• Tidak adanya peran supervisor dalam mengawasi saat
dilakukannya pekerjaan tersebut.
Fakta: Pekerja dapat terjadi kecelakaan karena tidak ada
pengawasan dari atasan

➢ Teman pekerja
• Tidak adanya pekerja lain yang melihat atau memantau di lokasi
kejadian
Fakta: Tidak dapat dilakukannya penyelamatan darurat saat
korban terpleset masuk ke dalam mesin molen

B. Urutan Peristiwa

Mulai

Pekerja inisial G (46) hendak menunggu antrian pengisian truk molen dengan semen
pada pukul 08.40 WIB

Pekerja menyalakan mesin pengaduk secara perlahan

Pekerja menanti sembari membersihkan tangki truk molen menggunakan air dengan
posisi tubuh masuk ke dalam

A
A

Pekerja terpleset dan terjatuh ke dalam tangki mesin pengaduk semen

Pada pukul 09.05 WIB rekan-rekan korban mencari korban dan menemukan sepatu
korban berada di dalam truk molen

Rekan-rekan korban menaiki truk molen dan menemukan korban berada di dalam
mesin dengan keadaan sudah meninggal dunia

Pada pukul 10.00 WIB manajemen melaporkan kejadian pada Polsek Balerejo

Dilakukan proses evakuasi korban mengenakan las karbit untuk memotong dan
mengeluarkan jasad korban dari tangki

Jenazah korban dilarikan ke RSUD Caruban untuk dilakukan proses visum

Ditemukan luka parah pada bagian batok kepala dan kaki korban

Selesai
➢ Jumlah kerusakan
Jumlah kerusakan pada peristiwa tersebut ditinjau dari 3 aspek,
diantaranya manusia, mesin dan lingkungan sekitarnya:
Manusia : Seorang pekerja meninggal dunia beberapa saat setelah
terpleset masuk ke dalam mesin pengaduk semen.
Mesin : Mesin molen yang digunakan untuk mengaduk semen
rusak karena dilakukannya pemotongan menggunakan las karbit
untuk mengevakuasi korban.
Lingkungan : Area terjadinya kecelakaan yang ikut terkena
akibatnya yakni lingkungan sekitar menjadi kotor dan tidak teratur
akibat bekas cor dari evakuasi korban.
➢ Tipe Kecelakaan
Kecelakaan yang terjadi di pabrik yang menewaskan satu pekerjaa
akibat tergelincir dan tergiling mesin pengaduk semen menurut
ILO 1980:43 jika dikategorikan menurut jenisnya termasuk tipe
terjatuh.
➢ Bahan Berbahaya
Truk molen yang digunakan untuk mengaduk semen.

C. Faktor Pemicu Langsung


a. Energi Source
Pekerja terpleset akibat kelalaian pribadi memasukkan sebagian tubuh
ke dalam mesin.
b. Hazardous Material
Truk molen yang digunakan untuk mengaduk semen.

D. Faktor Pemicu Tidak Langsung


a. Unsafe Actions
Membersihkan mesin tidak sesuai SOP dan lalai sehingga
membahayakan diri sendiri dengan memasukkan sebagian tubuh ke
dalam mesin pengaduk semen yang sedang menyala berputar.
b. Unsafe conditions
Tidak adanya rambu-rambu bahaya disekitar lokasi kejadian dan
ketiadaannya system alarm sebagai pengingat keselamatan di tempat
kerja tersebut.

E. Basic Cause
a. Management policy
Perusahaan tidak menerapkan SOP yang sesuai dalam batas
pengerjaan yang aman dan pembagian job desk yang sesuai dengan
daya kapasitas pekerja sehingga hal tersebut menimbulkan kelelahan
pada korban yang berakibat fatal (meninggal).
b. Personal
Dikarenakan pekerja yang terlalu menganggap sepele dan wajar
mengenai pekerjaan berbahaya yang ada, menimbulkan kurangnya
kesadaran atau ketidakpekaan pekerja terhadap kondisi berbahaya.
Lalu dikarenakan beban kerja berlebih yang membuat pekerja
mengalami kelelahan sehingga pekerja tidak berhati-hati dan terpleset
masuk ke dalam mesin pengaduk semen.
c. Environment factor
Dilokasi kejadian tempat kerja, terdapat genangan air yang dapat
menimbulkan kefatalan yakni terplesetnya pekerja akibat genangan
tersebut dan membuat tubuh korban masuk ke dalam mesin pengaduk
semen dan meninggal.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
A. Energy Trace and Barrier Analysis (ETBA)
Tabel 4.1 ETBA Pada Kasus Kecelakaan Kerja Pekerja PT Citra Indo
(Ciamix) di Desa Garon, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun
Energy Flow Target Barriers and Controls
Inspeksi berkala lingkungan
Genangan air Pekerja terpleset
kerja
Pembersihan manual Pekerja terjatuh Pemasangan alat pembersih
mesin molen ke dalam mesin otomatis (semprotan otomatis)
Pembersihan molen di Pekerja terjatuh Pemakaian APD lengkap dan
area ketinggian ke dalam mesin full body harness
B. Diagram MORT
4.2. Pembahasan
A. Akar Masalah
Berdasarkan pada tabel ETBA, ditemukan energy flow yang
mempengaruhi kinerja pada pekerja. Yang pertama yaitu genangan air yang
ada pada area kerja, pekerja hendak melakukan pembersihan sisa semen
pada mesin molen. Namun, diduga pekerja dalam kondisi lelah dan tidak fit
sehingga lalai dan terpleset jatuh ke dalam mesin molen. Energy flow yang
kedua pembersihan mesin secara manual yang mengharuskan pekerja
bekerja di ketinggian dengan tubuh yang sedikit condong ke dalam mesin.
Dan energy flow yang ketiga yakni pekerja melakukan pekerjaan dilakukan
di tempat ketinggian tersebut tanpa alat bantu APD yang lengkap dan full
body harness sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Pada diagram MORT, terdapat gate yang dimana memiliki dua jenis
yaitu gate AND dan gate OR. Gate AND memiliki makna bahwa suatu
kejadian bisa terbentuk akibat penggabungan seluruh elemen di bawahnya.
Sedangkan pada gate OR, memiliki makna bahwa suatu kejadian bisa
terbentuk akibat adanya salah satu atau lebih dari seluruh elemen yang ada.
Pada kasus saat ini, Terdapat Kekeliruan dan Kelalaian yang berlambang
S/M yang dipecah dengan gate AND yaitu S sebagai Faktor Kontrol Spesifik
dan M sebagai Faktor Sistem Manajemen. Untuk S memiliki gate AND yang
terbagi pada SA1 (accident) berupa tubuh pekerja masuk ke dalam mesin
molen dan SA2 adalah (stabilisation & restoration) yaitu sebagian tubuh
pekerja tidak masuk ke dalam mesin, pakai full body harness, tidak ada alat
pembersih otomatis pada mesin molen. Pada SA1 terbagi menjadi tiga yang
diberi gate AND yaitu SB1 (potentially harmful energy flow or condition)
berupa genangan air pada area kerja, semprotan manual, APD tidak lengkap,
selanjutnya SB2 (vulnerable people or objects) berupa pekerja kelelahan
dan tidak dalam kondisi prima, yang terakhir yaitu SB3 (controls &
barriers) berupa SOP mesin dan perusahaan tidak sesuai standar.
Pada SB3 terbragi menjadi dua yang diberi gate AND yaitu SC1
(control of work and process) berupa HSE tidak mematuhi SOP pengawasan
dan supervisor di area kerja tersebut dan yang kedua yaitu SC2 (barriers)
berupa pemakaian APD lengkap & full body harness, pemasangan alat
semprot otomatis . Pada SC1 terbagi kembali menjadi enam dengan gate OR
yang dimana kecelakaan tersebut bisa disebabkan minimal salah satu dari
yang diebutkan. Yang pertama SD1 (technical information systems) yakni
Tidak dilaksanakannya safety briefing sebelum pekerjaan dilakukan.
Selanjutnya SD2 (Operational readiness) berupa kurangnya wawasan
pengetahuan pada HSE. Lalu ada SD3 (inspection) berupa tidak adanya
inspeksi berkala di area pekerjaan tersebut sehingga tidak ditemukan
potensi-potensi bahaya yang ada di area kerja tersebut. Yang keempat yaitu
SD4 (maintenance) berupa belum dilakukannya maintenance berkala pada
mesin . Lalu yang kelima yaitu SD5 (supervision & staff performance)
berupa Teknisi dan HSE tidak kompeten. Dan yang terakhir yaitu SD6
(support of supervision) berupa tidak adanya pengawasan dari HSE saat
terjadinya kegiatan tersebut sehingga tidak ada pencegahan dan tindakan
darurat saat terjadinya kecelakaan tersebut.
Selanjutnya bagian kanan diagram MORT terdapat lambang M
sebagai Faktor Sistem Manajemen yang memiliki gate AND dan terbagi
menjadi tiga yaitu yang pertama MA1 (policy) berupa kebijakan yang sulit
diikuti pekerja. Lalu yang kedua ada MA2 (implementation of paloicy)
berupa tidak diberlakukannya kebijakan SOP. Dan yang ketiga yaitu MA3
(risk management system) berupa Tidak ada perbaikan signifikan pada
mesin molen tersebut. Selanjutnya dari MA3 terbagi kembali menjadi lima
yaitu yang pertama adalah MB1 (RM policy) berupa Peraturan sulit untuk
diikuti oleh pekerja. Kedua ada MB2 (implementation of RM policy)
berupa pembagian jobdesk yang melebihi kapasitas pekerja. Selanjutnya
ada MB3 (risk analysis process) berupa belum terlaksananya
penganalisaan resiko yang ada di area pekerjaan tersebut. Lalu yang
keempat ada MB4 (RM assurance programme) berupa tiap pekerja
memiliki asuransi yang telah diurus oleh pihak perusahaan. Dan yang
terakhir yaitu MB5 (review of RM system) berupa tidak adanya review SOP
HIRADC setelah terjadinya kecelakaan tersebut.
Dilihat pada urutan pekerjaan melalui diagram MORT adanya pekerja
yang terpleset genangan air di area lokasi pekerjaan dan tidak
dikenakannya APD secara lengkap dan full body harness sehingga adanya
kecelakaan kerja pada pekerja yaitu tubuh pekerja jatuh ke dalam mesin
pengaduk semen. Rekomendasi yang ditegaskannya pemberlakuan safety
briefing sebelum dilakukannya pekerjaan dengan mengingatkan tentang
pentingnya APD, potensi-potensi bahaya yang ada di area kerja, hingga
perbaikan pada mesin pengaduk semen dengan ditambahkannya alat
pembersih otomatis (semprotan otomatis).

B. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan berdasar kasus ini dibagi menjadi
berdasarkan direct, indirect, dan basic cause serta berdasarkan piramida
hierarki pengendalian bahaya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
dalam membagi rekomendasi sesuai yang diperlukan.
➢ Basic Cause (penyebab dasar)
1) Management policy
▪ Melakukan evaluasi kebijakan SOP manajemen yang sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
▪ Memberlakukan dan mengkaji ulang SMK3 di PT Citra Indo
(Ciamix)
▪ Memberikan training dan pelatihan K3 terhadap supervisor dan
pekerja guna meningkatkan nilai mutu dan sumber daya pekerja.
▪ Mengatur ulang pebagian jobdesk pekerja sesuai peraturan dan
kapasitas yang berlaku agar tidak membebani pekerja.

2) Personal
Meningkatkan komunikasi antar pekerja dan supervisor
mengenai bahaya yang harus diwaspadai dengan diadakaannya
safety briefing oleh supervisor.
3) Environment factor
Melakukan inspeksi secara berkala mengenai kondisi lingkungan
di area kerja agar bahaya-bahaya yang ada dapat diketahui lebih
cepat dan dapat segera ditindaki.

➢ Indirect Factor (faktor pemicu tidak langsung)


▪ Memberikan pelatihan K3 pada pekerja untuk meningkatkan
wawasan dan awareness terhadap lingkungan kerja.
▪ Menyediakan APD pada para pekerja secara gratis guna
menimimalisir terjadinya kecelakaan.
▪ Memasang rambu-rambu bahaya serta APD yang wajib dikenakan
di area kerja tersebut.

➢ Direct Factor (faktor pemicu langsung)


▪ Melakukan inspeksi secara berkala guna mengetahui potensi-potensi
bahaya yang dapat terjadi dan memastikan area kerja telah aman
untuk dilakukan kegiatan.
▪ Meningkatkan pengawasan pada tiap kegiatan pekerja.

Pengendalian berdasar hierarki pengendalian bahaya sebagai berikut:

1) Eliminasi
Membersihkan atau menghilangkan potensi bahaya (unsafe condition) dari
genangan air yang ada di lokasi.
2) Substitusi
Tidak ada pengendalian yang dapat diberikan.
3) Rekayasa Teknik
▪ Pemasangan alat pembersih otomatis (semprotan otomatis) pada truk
pengaduk semen
4) Pengendalian Administrasi
▪ Pemasangan rambu-rambu larangan dan bahaya serta APD yang wajib
dikenakan di area kerja tersebut
▪ Menegaskan diberlakukannya safety briefing sebelum dilakukannya
pekerjaan.
▪ Dilakukannya inspeksi secara berkala untuk mengetahui potensi-
potensi bahaya yang dapat terjadi.
5) Pengendalian Alat Pelindung Diri (APD)
Diwajibkannya penggunaan APD secara lengkap dan penggunaan full body
harness untuk pekerjaan yang melibatkan ketinggian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kami peroleh dari hasil analisis investigasi
kecelakaan mengenakan metode MORT yakni sebagai berikut:
1. Metode Management Oversight and Risk Tree (MORT) ialah
prosedur analitis untuk menyelidiki penyebab dan faktor penyebab
kecelakaan dan insiden. Metode ini dapat dianggap sebagai daftar
periksa yang disusun dalam bentuk model 'pohon kesalahan’ yang
kompleks dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua aspek
dari sebuah organisasi dianalisis ketika mengevaluasi
kemungkinan penyebab dari sebuah insiden atau kecelakaan.

2. Pada tabel ETBA, ditemukan energy flow yang mempengaruhi


kinerja pada pekerja. Yang pertama yaitu genangan air yang ada
pada area kerja, kedua pembersihan mesin secara manual yang
mengharuskan pekerja bekerja di ketinggian dengan tubuh yang
sedikit condong ke dalam mesin. Dan energy flow yang ketiga
yakni pekerja melakukan pekerjaan dilakukan di tempat ketinggian
tersebut tanpa alat bantu APD yang lengkap dan full body harness
sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya kecelakaan.
melalui diagram MORT ditemukan bahwa kesalahan terdapat pada
managemen SOP perusahaan yang salah mengenai kebijakan-
kebijakan yang ada dan supervisor yang tidak kompeten karena
tidak dilakukannya pengawasan dan briefing sebelum
dilakukannya pekerjaan tersebut.

3. Rekomendasi yang dapat diberikan pada kasus ini yaitu:


➢ Basic Cause (penyebab dasar)
▪ Melakukan evaluasi kebijakan SOP manajemen yang
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
▪ Memberlakukan dan mengkaji ulang SMK3 di PT Citra
Indo (Ciamix).
▪ Memberikan training dan pelatihan K3 terhadap
supervisor dan pekerja guna meningkatkan nilai mutu dan
sumber daya pekerja.
▪ Mengatur ulang pebagian jobdesk pekerja sesuai
peraturan dan kapasitas yang berlaku agar tidak
membebani pekerja.

➢ Indirect Factor (faktor pemicu tidak langsung)


▪ Memberikan pelatihan K3 pada pekerja untuk
meningkatkan wawasan dan awareness terhadap
lingkungan kerja.
▪ Menyediakan APD pada para pekerja secara gratis guna
menimimalisir terjadinya kecelakaan.
▪ Memasang rambu-rambu bahaya serta APD yang wajib
dikenakan di area kerja tersebut.
➢ Direct Factor (faktor pemicu langsung)
▪ Melakukan inspeksi secara berkala guna mengetahui
potensi-potensi bahaya yang dapat terjadi dan
memastikan area kerja telah aman untuk dilakukan
kegiatan.
▪ Meningkatkan pengawasan pada tiap kegiatan pekerja.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan kasus ini sesuai dengan
hierarki pengendalian bahaya sebagai berikut:
1) Eliminasi
Membersihkan atau menghilangkan potensi bahaya (unsafe
condition) dari genangan air yang ada di lokasi.
2) Substitusi
Tidak ada pengendalian yang dapat diberikan.
3) Rekayasa Teknik
▪ Pemasangan alat pembersih otomatis (semprotan otomatis)
pada truk pengaduk semen.
4) Pengendalian Administrasi
▪ Pemasangan rambu-rambu larangan dan bahaya serta APD
yang wajib dikenakan di area kerja tersebut.
▪ Menegaskan diberlakukannya safety briefing sebelum
dilakukannya pekerjaan.
▪ Dilakukannya inspeksi secara berkala untuk mengetahui
potensi-potensi bahaya yang dapat terjadi.
5) Pengendalian Alat Pelindung Diri (APD)
Diwajibkannya penggunaan APD secara lengkap dan
penggunaan full body harness untuk pekerjaan yang melibatkan
ketinggian.

Anda mungkin juga menyukai