Oleh:
Gigas Jouhan Arvyanto (1201174061)
Meidy Tataluckyta (1201170233)
Yosafat Yahowu Hia (1201174139)
Kemudian, kasus-kasus dengan fatalitas tinggi masih didominasi oleh kasus kecelakaan
pada usaha kecil dan kecelakaan pada perusahaan di industri pengolahan dan konstruksi. Selain
itu, kasus kecelakaan kerja yang dilaporkan masih didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan
dilingkungan pabrik. Belum merata ke industri lainnya yang juga punya potensi risiko besar.
Kecelakaan kerja juga mempengaruhi indeks pembangunan manusia dan daya saing nasional.
Oleh karena itu, dalam rangka menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
Kementerian Ketenagakerjaan berupaya menyempurnakan peraturan perundang-undangan serta
standar bidang K3. Dari data kasus kecelakaan kerja, kemudian ada yang dinyatakan meninggal,
cacat total, cacat sebagian, cacat fungsi dan dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan
medis. Untuk tahun 2018, data sementara yang didapat hingga triwulan 1 tahun 2018 kecelakaan
kerja yang terlapor ada 5.318 kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal dunia sebanyak
87 pekerja, 52 pekerja cacat dan 1.,1361 pekerja lainnya dinyatakan sembuh setelah
mendapatkan perawatan medis.
Tingginya kasus kecelakaan kerja menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran tenaga
kerja maupun perusahaan dalam penanganan masalah keselamatan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu pengukuran risiko kecelakaan kerja dengan metode identifikasi bahaya yang bisa menganalisis
dan mengidentifikasi Keselamatan Kerja. Bengkel Las di daerah Baleendah Bandung merupakan
salah satu usaha non formal yang membuat peralatan interior dan eksterior yang terbuat dari besi dan
penjualan besi – besi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi bahaya yang ada pada
bengkel pengeslasan daerah Baleendah dengan menggunakan metode Job Safety Analysis.
1. Faktor-faktor apa sajakah yang bisa menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pada
Bengkel Las Mahakarya Besi ?
2. Bagaimana melakukan analisis penanganan dan pencegahan agar mengurangi resiko
kecelakaan kerja ?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Dalam makalah ini hanya memberikan sedikit pengetahuan tentang ” Kecelakaan dan Penegahannya
dalam Pengelasan pada Bengkel Las ”. Mengingat keterbatasan waktu dan keterbatasan kemampuan
dalam meyusun makalah ini, mungkin banyak kesalahan-kesalahan penulisan dan sistematika dari
makalah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kecelakaan Kerja
Menurut Permenaker No. 03/MEN/1998 pengertian kecelakaan kerja adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda. Kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang menyebabkan atau
berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan, atau kerugian lainnya. (Standar AS/NZS
4801:2001). Sementara itu, menurut OHSAS 18001:2007 Kecelakaan Kerja didefinisikan sebagai
kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan
(tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.
Pengertian ini digunakan juga untuk kejadian yang dapat menyebabkan merusak lingkungan (Sumber
: OHSAS 18001:2007). Pengertian kecelakaan kerja menurut Per 03/Men/1994 adalah kecelakana
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalma perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang
ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui.
Teori Frank E. Bird Petersen, mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak
dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi
sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur.
Teori ini memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang
berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain:
d. Kontak peristiwa
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa kecelakaan akibat kerja
adalah suatu peristiwa yang tidak terduga, tidak terencana tidak dikehendaki dan menimbulkan
kerugian baik jiwa maupun harta yang disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan yaitu ketika pulang dan pergi ke tempat kerja melalui rute yang biasa dilewati.
Kecelakaan dapat terjadi karena konsdisi alat atau material yang digunakan dalam
bekerja. Alat dan material ada kemungkinan besar memiliki kondisi yang berbahaya. Selain
itu kecelakan juga dapat disebabkan oleh lingkungan tempat bekerja. Hal ini dapat terjadi
karena lingkungan tempat bekerja yang tidak aman seperti, kebisingan, pencahayaan yang
kurang, banyaknya asap atau debu, dan bahan-bahan kimia yang bersifat toksik. Kemudian
faktor terakhir yang dapt menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah orang/pekerja itu
sendiri. Adanya human error pada perkerja yang mengakibatkan kecelakaan semakin sering
terjadi. Berdasarkan teori Heinrich dikatakan bahwa manusia memiliki kecendrungan untuk
melakukan kesalahan yang akan berasosiasi dengan faktor penyebab kecelakaan lainnya
sehingga menimbulkan an accident.
Memahami klasifikasi sistem yang logis, objektif dan dapat diterima secara
universal. Dengan mengklasifikasikan sistem maka beberapa fenomena, kejadian
yang melatarbelakangi kecelakaan dapat dikelompok-kelompokkan sehingga mudah
dianalisa.
Model kecelakaan dapat mempermudah identifikasi bahaya karena kerangka
logiknya jelas.
Model kecelakaan dapat membantu investigasi kecelakaan dan membantu cara-cara
pengendaliannya.
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, berikut teori-teori
mengenai terjadinya suatu kecelakaan :
Peraturan terbaru tentang bekerja di ketinggian yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja ini
memberikan panduan yang lengkap bagaimana suatu pekerjaan di ketinggian dapat dilakukan dengan
aman.Tahap perencanaan bekerja di Ketinggian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya potensi
bahaya dan langkah pengendalian yang perlu dilakukan agar pekerja tidak terjatuh seperti memasang
pagar pengaman, menggunakan Full Body Harness atau perangkat penahan atau pencegah jatuh
lainnya. Penerapan ijin kerja pada ketinggian juga diperlukan untuk memberikan instruksi atau
memastikan hal lainnya yang terkait kelengkapan yang dibutuhkan pada pekerjaan di atas ketinggian.
Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus
dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang
harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi:
1. Teknik dan Cara perlindungan Jatuh
2. Cara pengelolaan peralatan
3. Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan
4. Pengamanan tempat kerja
5. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
Dalam proses pengelasan tidak luput adanya cahaya dan sinar sewaktu kita mengelas. Namun
cahaya dan sinar ini dapat membahayakan juru las dan pekerja lain sewaktu di sekitar pengelasan.
Cahaya dan sinar las ini meliputi:
Sinar Ultraviolet
Cahaya Tampak
Sinar Inframerah
Pelindung mata tersebut harus mampu menurunkan kekuatan cahaya tampak dan harus dapat
menyerap atau melindungi mata dari pancaran sinar ultraviolet dan inframerah. Untuk
keperluan ini maka pelindung mata harus mempunyai warna transmisi tertentu, misalnya abu-
abu, coklat atau hijau (Harsono, 1996). Pelindung mata atau goegle yang mempunyai nomor
warna dan penggunaan seperti di tunjukkan pada tabel di bawah ini :
Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai
akibat cahaya busur, percikan yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung
mata saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam dapat berupa helmet dan dapat
berupa pelindung yang harus dipegang.
2.6.2 Kecelakaan Karena Listrik
Kecelakaan ini sangat rentan terjadi pada pekerja las yang melakukan pekerjaan mengelas
tidak pada tempat yang benar. Banyak juru las menganggap kejutan listrik yang kecil merupakan hal
sepele. Namun kejutan listrik yang kecil tersebut bisa saja membuat para pekerja las mengalami
gangguan pada peredaran darah, bahkan mengalami kematian. Listrik cukup berbahaya pada juru las,
tetapi bahaya listrik ini dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu:
Ventilasi.
Ventilasi ini akan jalur keluarnya asap las yang mengandung gas diatas tersebut, sehingga
udara yang didalam ruangan dapat berganti.
Pelindung Pernapasan.
Selain ventilasi, pelindung pernapasan atau masker ini juga berperan penting dari bahaya gas-
gas berbahaya yang berada dalam las. Alat pernapasan harus tetap memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam penggunaannya yaitu:
Mempunyai daya tampung yang tinggi.
Sesuai dengan bentuk muka.
Tidak mengganggu pernapasan.
Tidak mengganggu pekerjaan.
Kuat, ringan dan mudah dirawat.
Pelindung Mata.
Pelindung ini berfungsi menghindari percikan maupun pecahan terak las masuk ke mata. Jika
juru las sudah menggunakan pelindung ini, percikan-percikan akan memantul ke pelindung
mata yang berbentuk kacamata maupun gogel yang berkaca bening.
Pelindung Kulit.
Percikan las bila mengenai kulit akan menyebabkan luka bakar. Karena itu juru las harus
dilindungi terhadap hal ini terutama apabila harus melakukan pengelasan tegak dan atas
kepala. Untuk itu juru las harus menggunakan sarung tangan yang terbuat dari kulit dimana
bagian dalam sarung tangan ini dilapisi sarung tangan yang terbuat dari katun, agar
menghindari bahaya listrik.
Bahaya Ledakan.
Bahaya ledakan yang sering terjadi pada proses pengelasan produk yang berbentuk tangki atau
bejana bekas tempat penyimpanan bahan – bahan yang mudah menyala atau terbakar . Pada
proses pengelasan / pemotongan ini diperlukan beberapa hal persiapan pendahuluan untuk
menghindari bahaya ledakan , seperti :
Pembersihan bejana atau tangki.
Sebelum proses pengelasan berlangsung maka bejana atau tangki perlu dibersihakan
dengan : Air untuk bahan yang mudah larut, uap untuk bahan yang ,mudah menguap
dan soda kostik untuk membersihkan minyak , gemuk atau pelumas.
Pengisian bejana atau tangki.
Setelah proses pembersihan selesai isilah tangki atau bejana dengan air sedikit di
bawah bagian yang akan dilas/dipotong.
Kondisi tangki sewaktu proses pengelasan.
Selama proses pengelasan berlangsung kondisi tangki atau bejana harus dalam keadaan
terbuka agar gas yang menguap karena pada proses pemanasan gas dapat keluar.
Penggunaan gas lain.
Apabila dalam proses pengisian tangki atau bejana dengan air mengalami kesulitan
maka sebagai gantinya dapat digunakan gas CO2 atau gas N2 dengan konsentrasi
minimum 50 % dalam udara .
Bahaya Kebakaran.
Proses pengelasan selalu berhubungan dengan api sehingga bahaya kebakaran sangat mungkin
terjadi mengingat proses ini sangat berhubungan erat dengan api dan gas yang mudah terbakar,
untuk itu operator perlu sekali mengambil langkah – langkah pengamanan seperti :
Ruangan atau areal pengelasan harus bebas dari kain, kertas, kayu, bensin, solar,
minyak atau bahan – bahan lain yang mudah terbakar atau meledakharus ditempatkan
di tempat khusu yang tidak akan terkena percikan las.
Jauhkan tabung – tabung dan generator dari percikan api las, api gerinda atau panas
matahari.
Perbaikan pada sambungan – sambungan pipa atau selang – selang terutama saluran
Asetilen.
Penyediaan alat pemadam kebakaran di tempat yang mudah dijangkau seperti bak air,
pasir, hidrant .
Kabel yang ada didekat tempat pengelasan diisolasi dari karet ban.
BAB III
Pembahasan
Menurut Kurniawidjaja (2015) dalam Ashari (2015), tingkat kecelakaan kerja pada unit usaha
kecil di Indonesia masih tergolong tinggi dan cenderung meningkat setiap tahunnya, bahkan data dari
lembaga internasional maupun nasional menunjukkan kecelakaan kerja masih tinggi. Tingginya kasus
kecelakaan kerja menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran tenaga kerja maupun perusahaan
dalam penanganan masalah keselamatan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengukuran risiko
kecelakaan kerja dengan metode identifikasi bahaya yang bisa menganalisis dan mengidentifikasi
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bengkel Las di daerah Baleendah kabupaten
Bandung merupakan salah satu usaha kecil yang membuat dan memproduksi barang barang interior
dan eksterior seperti pagar , pintu besi lemari besi dan lain lain.
Berdasarkan hasil dari kunjugan dan pengamatan di bengkel Baleendah Bandung, dengan cara
melakukan pengamatan secara lansung dapat dilihat bahwa banyak faktor keamanan kerja yang masih
dilupakan. Berdasarkan uraian tersebut kami memilih metode Job Safety Analysis karena metode ini
menggunakan empat tahap sederhana dan mengidentifikasi hazard yang berhubungan dengan
aktivitas pekerjaaan seseorang dan untuk mengembangkan pengendalian terbaik untuk mengurangi
risiko serta terlebih lagi di Bengkel Las belum pernah dilakukan pengidentifikasian bahaya dan
penilaian resiko menggunakan metode JSA, maka dari Itu penulis tertarik melakukan penelitian terkait
identifikasi bahaya menggunakan metode JSA di workshop di Bengkel Las Mahakarya Besi
Baleendah.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kecelakaan kerja yang paling berat yaitu
tersengat listrik yang dapat menyebabkan kematian. Tetapi di bengkel tersebut jarang terjadi
kecelakaan kerja tersebut.
Berdasarkan tabel diatas potensi bahaya yang sering terjadi pada pekerja menurut hasil analisis
diketahui yaitu pada tahapan pekerjaan pengelasan. Dapat dianalisis pekerja bahwa kecelakaan kerja
yang paling beresiko yaitu terkena sinar las yang dapat menyebabkan cedera pada mata.
Tahapan kerja Potensi Bahaya Pengendalian
Memindahkan material ke Tertimpa dan tergores material Memakai safety shoes
tempat gerinda dan sarung tangan
Berdasarkan tabel diatas tahapan pekerjaaan pada proses penghalusan material cukup mempunyai
risiko yang tinggi dikarenakan berhubungan dengan listrik dan putran roda gerinda yang tajam.
Berdasarkan tabel diatas tahapan pekerjaaan pada proses pengecatan cukup mempunyai risiko
kecelakaan dikarenakan berhubungan dengan bahan kimia dan tekanan gas pada kompresor.
Tahapan Kerja Potensi Bahaya Pengendalian
Menyiapkan alat kompresor Terjepit Pengecekan rutin
Kompresor rusak kompresor
Terkena lentingan engkol
Mencampurkan Terpajan bahan kimia Risiko Menggunakan masker kimia,
bahan cat kebakaran sarung tangan dan kacamata
Undang- Undang No. 1 tahun 1970 pasal 13 menyebutkan “Barang siapa akan memasuki sesuatu
tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat- alat
perlindungan diri yang diwajibkan
Seharusnya menurut Syukri sahab (1997) dalam Hayati (2009) menerangkan bahwa dalam instalasi
digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya. Apalagi tidak dipergunakan dengan
semestinya serta tidak dilengkapi pelindung dan pengaman peralatan tersebutdapat menimbulkan
berbagai macam bahaya. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 4 tahun 1985 tentang pesawat tenaga
dan produksi pasal 9 ayat 1 menjelaskan “Pada pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu
dan bunga api yang dapat menimbulkan bahaya harus diadakan pengaman dan perlindungan dan ayat
2 Semua Pesawat Tenaga dan Produksi harus dipelihara secara berkala dan baik”.
Padahal saat observasi pekerja memiliki kacamata pelindung sedehana namun tidak digunakan.
Perilaku dan sikap pekerja yang tidak mnggunakan alat pelindung diri dari bengkel pengelasan
merupakan perilaku unsafe atau tidak aman. Hal ini dapat membahayakan pekerja itu sendiri dan tidak
sesuai dengan peraturan yang ada. Juru las juga harus melakukan sertifikat juru las tetapi untuk kedua
bengkel tersebut tidak memiliki sertifikat juru las dan hanya belajar otodidak.
Seharusnya menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 tahun 1982 pasal 3 menerangkan bahwa
“(1) Juru las dianggap trampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan dan
mempunyai sertifikat juru las. (2) Juru las tersebut (1) dianggap tidak terampil apabila selama 6
(enam) bulan terus menerus tidak melakukan pekerjaan las sesuai dengan yang tercantum dalam
sertifikat juru las”.
3.4.2 Analisis Potensi Bahaya Pada Proses Finishing
Pada proses akhir ini ada beberapa potensi bahaya yang ada pada pekerja maupun bengkel
pengelasan dua tahapan itu antara lain:
b. Tahapan pengecatan
Pada tahapan kerja pengecatan ditemukan potensi bahaya berupa zat kimia dan uap dari semprotan
kompresor. Pekerja tidak menggunakan masker, sarung tangan dan safety shoes. Dalam tahapan ini
sering pekerja tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri ) secara lengkap dikarenakan mereka
mengeluhkan rasa kurang nyaman. Salah satu faktor lain yaitu jarangnya terjadi kecelakaan kerja dan
kebiasaan dari pekerja itu sendiri. Mahakarya Besi belum melakukan pengendalian bahaya pada
tahapan pengecatan . Seharusnya menurut Syukri Sahab (1997) dalam Hayati (2009) menjelaskan
bahwa metode kerja atau cara kerja yang salah dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang
lain disekitarnya. Teori Bird menyatakan bahwa near miss yang terus berulang dan kebanyakan
disebabkan karena unsafe act atau unsafe dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja yang lebih
serius. 3.4.1 Penerapan JSA ( Job Safety Analysis) di bengkel pengelasan.
Menurut Cooper (2009) juga menyatakan bahwa risk assessment, JSA (Job safety analysis) dan data
insiden merupakan data berharga yang perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat mengidentifikasi
perilaku yang akan diobservasi. Hal ini juga sejalan dengan Geller (2001) yang menegaskan bahwa
tahapan define lebih baik berfokus pada tempat kerja tergantung pada review catatan keselamatan
yang ada, temuan audit, laporan near miss, wawancara kepada tenaga kerja maupun sumber informasi
lain yang berguna di tempat kerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya kecelakan merupakan proses interaksi dari faktor-faktor penyebab yang
menimbulkan peluang terjadinya hal tersebut. Kecelakaan bukan merupakan sebuah kejadian
tunggal yang spontanitas terjadi, tetapi ia telah didahului oleh insiden-insiden kecil sehingga
pada tahap akhirnya akan menyebabkan accident atau kecelakaan tersebut (FTA). Kecelakaan
bukan kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari. Kecelakaan dapat dicegah dengan
menerapkan prinsip sistem K3 dan pendekatan pencegahan kecelakaan. Pada bengkel las
Mahakarya Besi merupakan contoh kecil dari banyak usaha kecil yang masih kurang
memperhatikan akan kesehatan dan keselamatan kerja saat bekerja . Meskipun Bengkel
Pengelasan Mahakarya Besi telah melakukan pengendalian risiko dengan cara penggunaan
beberapa APD (Alat Pelindung Diri) sederhana namun hal ini disebabkan karena kesadaran dari
pekerja tentang safety pada saat masih bekerja masih kurang. Juga pihak bengkel pengelasan
tidak melakukan training ke pekerja sehingga semakin besar munculnya kecelakaan kerja
4.2 Saran
Pada kesempatan ini penulis hanya berpesan bahwa pada prinsipnya kecelakaan dapat kita
cegah. Angka kecelakaan yang semakin memuncak dapat kita hindari dengan melakukan
tindakan preventif dan berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Mematuhi segala peraturan
undanng-undang dan kebijakan sistem K3 bukan merupakan hal yang berat jika menyangkut
dengan nyawa. Tumbuhkan kesadaran dalam diri kita akan pentingnya K3. Maka kecelakaan
dapat kita hindari dan angka mortalitas dapat dieliminir seminimal mungkin. Kita harus
meningkatkan angka kesadaran keselamatan kerja pada tiap usaha kecil di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Yoga Tjandra. (2006). Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Universitas
Indonesia press.
King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.”
Butterworths, England.
Ramli, S. (2010). Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Dian
Rakyat: Jakarta