Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Alat transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan.
Tanpa adanya transportasi manusia akan kesulitan untuk melakukan kegiatannya
sehari hari. Ada berbagai jenis alat transportasi di Indonesia, yaitu transportasi
darat, laut dan udara. Hal ini dikarenakan letak indonesia yang secara geografis
terbagi menjadi beberapa pulau, sehingga membutuhkan banyak jenis transportasi
terutama transportasi massal untuk antar pulau atau antar daerah yang jauh.
Transportasi darat merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh warga negara
Indonesia, karena sebagian besar masyarakat Indonesia beraktifitas menggunakan
transportasi darat setiap harinya. Dibandingkan dengan alat tranportasi darat
lainnya, kereta masih menjadi pilihan utama karena harganya yang terjangkau dan
dapat mengefisiensikan waktu.
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga
gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang
akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi
massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak
yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas
sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena
sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya
secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat, baik di dalam
kota, antarkota, maupun antarnegara.
Namun, dalam mengoperasikan kereta masih kurang pengawasan oleh
pemerintah dan masyarakat umumnya. Pemerintah dan masyarakat masih banyak
mengabaikan peraturan-peraturan keselamatan dalam penggunaan angkutan masal
kereta. Contohnya adalah melanggar peringatan palang pintu kereta api bagi
pengguna kendaraan sepeda motor dan mobil, sehingga kecelakaan tidak bisa
dihindarkan. Selain itu, penumpang kereta yang masih mengabaikan peraturan di
dalam kereta, seperti bersandar di pintu kereta otomatis dan duduk di lantai kereta
sehingga kenyamanan antara pengguna kereta terganggu. Adapun pelanggaran
yang dilakukan petugas kereta, yaitu kurangnya komunikasi antar petugas dan
salah memutar peron yang akibatnya kereta pun bertabrakan.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut.
a) Apa saja aturan-aturan yang diberlakukan untuk kereta api?
b) Apa penyebab terjadinya kecelakaan pada kereta api?
c) Bagaimana upaya menanggulangi kecelakaan pada kereta api?
d) Bagaimana upaya mencegah terjadinya kecelakaan pada kereta api?

I.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang harus diterapkan pada perkereta
apian di Indonesia dan sebagai sarana evaluasi pembaca untuk membantu
terlaksananya K3 tersebut.

I.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Rumusan Masalah
I.3 Tujuan Penulisan
I.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
II.2 Kecelakaan Kerja
II.3 Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
II.4 Perkeretaapian
BAB III ISI
III.1 Peralatan yang Digunakan
III.2 Aturan-aturan yang Diberlakukan
III.3 Prosedur yang Perlu Dijalankan
III.4 Penyebab Kecelakaan dan Penanggulangannya
III.5 Potensi Kecelakaan dan Pencegahannya
III.6 Diagram Alir dan Gambar
BAB IV KESIMPULAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, dan
menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang
berlimpah pada masa yang akan datang.
Ada 3 (tiga) aspek utama hukum K3, yaitu norma keselamatan, kesehatan
kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh
kelalaian kerja dan lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan
mampu menihilkan kecelakaan kerja, sehingga mencegah terjadinya cacat atau
kematian terhadap pekerja serta mencegah terjadinya kerusakan tempat dan
peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar tempat kerja. Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi
instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja
setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja,
misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-
lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan
pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar
ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan
manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah
pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam
lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut
mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
K3 menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin
ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional
(manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi
dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang
dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun
1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang
dikelompokkan sebagai norma kerja. Setiap tempat kerja atau perusahaan harus
melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas
mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah,
dalam air, di udara, maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor
atau bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU
No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas beserta peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya. Selain sektor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3
juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi,
pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi
saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global
seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh.
Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup
kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau
berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan
masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli
terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.
II.2 Kecelakaan Kerja
Adapun dari berbagai sumber mengenai definisi kecelakaan kerja. Berikut
ini adalah beberapa pendapat, baik dari institusi pemerintahan nasional dan
internasional maupun dari beberapa tokoh internasional.
a) Definisi Kecelakaan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
(Permenaker) Nomor: 03/Men/1998 adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
jiwa dan harta benda.
b) Menurut Foressman Kecelakaan Kerja adalah terjadinya suatu kejadian
akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan
tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau organ.
c) Definisi yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr., kecelakaan adalah
suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian
jiwa serta kerusakan harta benda, dan biasanya terjadi sebagai akibat
dariadanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas
atau struktur.
d) Kecelakaan kerja (accindent) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak di inginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta
benda atau kerugian proses (Sugandi, 2003).
e) World Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai
suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan
sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil.

I.3 Teori Penyebab Kecelakaan Kerja


Berikut ini adalah teori penyebab kecelakaan kerja.
a) Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory) mengatakan bahwa
kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan
saja kejadiannya, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian
peristiwanya.
b) Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan
pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat
pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
c) Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory), mengatakan
bahwa penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan
pekerja itu sendiri.
d) Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan
kerja disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan
perbuatan berbahaya (unsafe action).
e) Teori Faktor Manusia (Human Fctor Theory), menekankan bahwa pada
akhirnya semua kecelakaan kerja langsung dan tidak langsung
disebabkan kesalahan manusia. Menurut hasil penelitian yang ada, 85%
dari kecelakaan yang terjadi disebabkan faktor manusia ini. Hal itu
dikarenakan pekerja (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan,
misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan
sebagainya.

II.4 Perkeraapian
Perkeretaapian menurut peraturan menteri perhubungan nomor 9 tahun 2011
pasal 1 adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana dan sumber
daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api. Pada pasal satu yang disebutkan diatas
terbilang kata persyaratan dan prosedur yang berarti menyangkut tentang sistem
keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja bagi masyarakat dan petugas
perkeretaapian.
Pasal 4 peraturan menteri perhubungan menyebutkan tentang standarisasi
pelayanan yang dilakukan, baik antarprovinsi ataupun perkotaan wajib
memperhatikan hal yang menyangkut kesehatan, keselamatan, dan keamanan.
Untuk lebih lanjutnya mengenai perkeretaapian, diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia no. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian.
BAB III
ISI

Dengan melihat pentingnya sarana transportasi kereta api di Indonesia,


maka perlu menjadi sorotan kita sebagai pengguna untuk ikut turut serta
memperhatikan dan memberikan masukkan dan perbaikan kepada pengelola
perkeretaapian di Indonesia agar tercipta sarana angkutan kereta api yang nyaman
dan aman, baik ditinjau dari segi pengguna (masyarakat) maupun pekerja atau
petugas kereta api. Hal itu juga patut menjadi sorotan utama kita dilihat dari
banyaknya kecelakaan kereta yang terjadi di Indonesia. Beberapa kasus
kecelakaan yang terjadi adalah sebagai berikut.
a) 2 Februari 2007, 08:20 WIB, kereta api penumpang Sri Bilah (masinis
M. Amin, 45 tahun) bertabrakan dengan kereta api barang lokomotif
BB 30334 (masinis Asmawan, 40 tahun), di pintu lintasan keluar
Stasiun Rantau Prapat, Sumatera Utara. Dugaan awal, penyebab
terjadinya tabrakan karena petugas lalai memindahkan jalur rel keluar
masuk kereta api. Tabrakan ini mengakibatkan 9 orang luka berat dan
26 luka ringan.
b) 31 Januari 2007, kereta bisnis Sancaka, rute Surabaya-Yogyakarta,
anjlok di Nganjuk, Jawa Timur. Tidak ada korban.
c) 29 Januari 2007, kereta ekonomi Bengawan, rute Solo-Jakarta, anjlok di
Stasiun Bangodua, Klangenan, Cirebon. Tidak ada korban.
d) 24 Januari 2007, 16:00 WIB, kereta api diesel jurusan Jakarta Kota-
Rangkasbitung membawa 7 gerbong penumpang anjlok di stasiun
Palmerah. Tidak ada korban.
e) 16 Januari 2007, subuh, rangkaian kereta api Bengawan jurusan Solo-
Tanahabang terputus di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah. Lima orang penumpang dilaporkan tewas, ratusan lainnya
luka-luka akibat insiden ini. Dari jumlah korban tewas sebanyak 5
orang, tiga di antaranya berhasil diidentifikasi. KA Bengawan
membawa 12 gerbong, gerbong 4 jatuh ke sungai, sedangkan gerbong 5
sampai dengan 12 miring di atas rel.
f) 2 Januari 2007, kereta komuter 241 rute Jakarta-Bojong Gede anjlok di
jalur 10 Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat. Tidak ada korban.
g) 1 Oktober 2010 Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, terjadi tabrakan
antara kereta Argo Bromo dengan kereta Senja Utama. Mengakibatkan
36 orang meninggal dunia.
Dari banyaknya kasus kecelakaan yang ada maka perlu ada tindakan
preventif yang berguna untuk mengurangi dampak kecelakaan. Hasil analisis
kasus-kasus diatas kecalakaan banyak terjadi karena adanya human error terhadap
manajemen perlintasan kereta dan sedikit yang disebabkan oleh sarana dan
prasarana perkerataapian. Pencegahan terhadap kelalaian dari manusia ini sudah
dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan memasang alarm
pada lokomotif ataupun pada ruang kontrol dan juga dengan pembubuhan
teknologi canggih serta otomatisasi sistem.

III.1 Peralatan yang Digunakan


Ada 2 (dua) buah tempat penting tempat terjadinya pengontrolan kereta
adalah sebagai berikut.
a) Stasiun
Stasiun merupakan tempat pengontrolan jalur perlintasan kereta api
yang mengtur pada jalur mana dan pada jam berapa kereta tersebut harus
bergerak dan berhenti. Sistem keamanan yang seharusnya ada pada stasiun
adalah:
 Sitem komunikasi yang baik yang menghubungkan antara stasiun
dan msinis.
 Sistem informasi keberangkatan yang terpampang jelas di stasiun.
 Rambu rambu kereta api yang menunjukan daerah berhentinya
kereta sampai ujung gerbong kereta.
 Rambu rambu jalur kereta api (lampu merah kereta) yang
memberikan tanda hijau untuk berangkat dan tanda merah untuk
berhenti di stasiun.
 Sistem pemadam kebakaran yang digunakan untuk mencegah
terjadinya kebakaran di daerah stasiun.
 Klinik kesehatan yang digunakan untuk menanggulangi adanya
kecelakaan kecil.
 Palang pintu perlintasan.
b) Lokomotif
Lokomotif adalah daerah kemudi kereta yang dikendalikan oleh
masisnis yang bertugas untuk mengontrol kecepatan kereta dan juga
mengontrol jalannya atau rute tujuan dari kereta. Adapun sistem keamanan
yang harus ada pada lokomotif adalah:
 Deadman pedal, yaitu sebuah pedal yang harus diinjak oleh masinis
selama 90 detik dan dilepas selama 30 detik untuk menjaga kesadran
masinis dalam mengendalikan kereta.
 Sistem pemadam kebakaran yang ditujukan untuk menanggulangi
kebakaran kecil yang terjadi di dalam kereta.
 Perlengkapan P3K untuk mengobati kecelakaan kecil di dalam
kereta.
 Sistem komunikasi, CTC (Centralized Train Controler) lewat radio
lokomotif dan harus dijawab ketika dihubungi yang ditujukan untuk
berkomunikasi dengan pusat stasiun agar idak terjadi kesalahan
informasi kapan dan di mana kereta harus jalan dan berhenti, serta
untuk mengetahui posisi kereta.

III.2 Aturan-aturan yang Diberlakukan


Aturan yang diberlakukan untuk kereta api diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia no. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian pada bab XV
tentang larangan sebagai berikut.
Pasal 178 Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok,
pagar, tanggul, bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang
tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api yang dapat
mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan
perjalanan kereta api.
Pasal 179 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun
tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran
tanah di jalur kereta api, sehingga mengganggu atau
membahayakan perjalanan kereta api.
Pasal 180 Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan
perbuatan yang mengakibatkan rusak dan tidak berfungsinya
prasarana dan sarana perkeretaapian.
Pasal 181 (1) Setiap orang dilarang:
a. berada di ruang manfaat jalur kereta api;
b. menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan
barang di atas rel ataumelintasi jalur kereta api; atau
c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain,
selain untuk angkutankereta api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi petugas di bidang perkeretaapian yang mempunyai surat
tugas dari Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.
Pasal 182 Setiap orang dilarang melaksanakan pengujian sarana
perkeretaapian dalam hal:
a. tidak memiliki sertifikat keahlian pengujian sarana
perkeretaapian;
b. melaksanakan pengujian tidak sesuai dengan tata cara
pengujian; dan
c. tidak menggunakan peralatan pengujian.
Pasal 183 (1) Setiap orang dilarang berada:
a. di atap kereta;
b. di lokomotif;
c. di dalam kabin masinis;
d. di gerbong; atau
e. di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk
penumpang.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi awak kereta apiyang sedang melaksanakan tugas dan
seseorang yang mendapat izin dari Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian.
Pasal 184 Setiap orang dilarang menjual karcis kereta api di luar tempat
yang telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Pasal 185 Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dilarang menugaskan Awak
Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat kecakapan
untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian.

III.3 Prosedur yang Perlu Dijalankan


Adapun beberapa prosedur yang perlu dijalankan secara tertib diantaranya
adalah sebagai berikut.
a) Sebelum memberangkatkan kereta, Pemimpin Perjalanan Kereta Api
(PPKA) harus meminta status aman pada stasiun yang akan dituju.
b) Setelah memperoleh jawaban “aman”, PPKA mempersiapkan berbagai
kelengkapan di jalur yang akan dilalui, antara lain alat pemindah jalur
dan peralatan persinyalan.
c) Kemudian, ia memberikan tanda pada kondektur “Semboyan 40”. Pada
siang hari, tanda itu berupa skip warna hijau dan pada malam hari
berupa cahaya lampu warna hijau.
d) Setelah menerima tanda, kondektur memberikan tanda ”Semboyan 41”
kepada masinis. Tanda tersebut berupa peluit panjang.
e) Masinis, setelah menerima tanda itu bisa mulai menjalankan kereta
setelah sebelumnya membunyikan seruling (klakson) kereta 
”Semboyan 35”.
f) Setiap lokomotif seharusnya dilengkapi radio loko. Peralatan tersebut
dipergunakan oleh masinis untuk berkomunikasi dengan pusat kendali
(PK) perjalanan kereta api atau sebaliknya.
Petugas PK pun sebaiknya orang yang gemar berkomunikasi sehingga dia
bisa selalu mengobrol dengan masinis selama perjalanan berlangsung. Selain
untuk memantau proses perjalanan, percakapan itu juga agar masinis tidak
kesepian dan mengantuk.

III.4 Penyebab Kecelakaan karena Human Error dan Penanggulangannya


Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan pada kereta api
adalah sebagai berikut.
a) Dalam  melaksanakan tugas, tenaga operasional perkeretaapian selalu
kedapatan menyimpang dari aturan-aturan yang ditentukan.
b) Kondisi kesehatan saat itu tidak prima.
c) Perjalanan yang berlarut-larut waktunya sehingga menimbulkan
kejenuhan.
d) Terlena dalam perjalanan, yakni banyak melamun.
e) Rendahnya tingkat kesejahteraan.
Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Diharapkan pimpinan melaksanakan pembinaan secara
berkesinambungan dan terpadu bersama masinis, pemimpin perjalanan
kereta api dan kondektur.
b) Hendaknya melakukan cek kesehatan dan program penjaminan gizi
bagi masinis.
c) Untuk menghindari melamun dalam perjalanan, pimpinan diimbau agar
menginstruksikan seluruh masinis selalu menghidupkan radio.

III.5 Potensi Kecelakaan dan Pencegahannya


Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada kereta api adalah sebagai
berikut.
a) Tabrakan antar kereta api.
b) Tergulingnya kereta api.
c) Tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain atau dengan
masyarakat.
Beberapa upaya pencegahan kecelakaan pada kereta api yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Dengan melakukan komunikasi antar masinis kereta dengan kantor
pusat pengendalian kereta api melalui radio atau jaringan komunikasi
yang tersedia dan pemberian informasi mengenai jadwal kapan harus
jalan atau berhentinya kereta serta jalur mana yang harus ditempuh,
termasuk kontrol kecepatan kereta.
b) Melakukan perawatan sarana dan prasarana kereta seperti perawatan
rel, perwatan mesin, perawatan rambu-rambu, dan sebagainya agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
c) Memberikan rambu-rambu dan palang pintu perlintasan di setiap
perlintasan kereta api yang melalui daerah masyarakat.
d) Memberikan pelatihan terhadap masinis sebagai tenaga kerja lapangan
yang handal.
e) Penertiban peraturan perihal penumpang.

BAB IV
KESIMPULAN
Perkeretaapian di indonesia merupakan bagian penting dari alat transportasi
masal yang sangat digemari oleh masyarakat. Karena itu sudah menjadi harga
mati perlu diterapkannya sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja
yang bertujuan untuk meminimalisir potensi kecelakaan baik terhadap penumpang
maupun terhadap petugas kereta api yang harus bersesuaian dengan UU RI no. 23
tahun 2007 tentang perkeretaapian.

DAFTAR PUSTAKA
Abdis,Muhammad Salam.2010.Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Hukum
Perburuhan di Indonesia.Politeknik Negeri Malang. Malang.

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kecelakaan-kereta-api-39-tewas-selama-
2011. Diakses tanggal 28 Oktober 2012

http://regional.kompas.com/read/2010/10/02/04112360/KA.Argo.Bromo.Tabrak.
KA.Senja.Utama. Diakses tanggal 28 Oktober 2012

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/16/m8tylp-kai-
penumpang-kereta-harus -biasakan-aturan-baru. Diakses tanggal 28 Oktober 2012

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 9 tahun 2010 tentang  Standar


Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang Dengan Kereta Api.

Menteri Perhubungan  Republik Indonesia UU REPUBLIK INDONESIA NO. 23


TAHUN 2007 Tentang Perkeretaapian.

http://ketikkan.wordpress.com/2012/12/12/analisa-keselamatan-kesehatan-kerja-
kerete-api/

Anda mungkin juga menyukai