Konsep Dasar Keselamatan Kerja
Pengertian Dasar Safety
Safety berasal dari bahasa Inggris yang artinya keselamatan. Kata-kata safety sudah sangat
popular dan dipahami oleh hampir semua kalangan. Bahkan sebagian besar perusahaan lebih
suka menggunakan kata safety dari pada keselamatan. Misalnya hampir semua perusahaan yang
bergerak di bidang manufaktur memiliki Departemen Safety atau Safety Departement. Safety
dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang terbebas
dari kecelakaan atau bahaya baik yang dapat menyebabkan kerugian secara material dan
spiritual. Penerapan safety pada umumnya berkaitan dengan pekerjaan sehingga safety lebih
cenderung diartikan keselamatan kerja. Bahkan saat ini safety sudah tidak dapat dipisahkan
dengan kesehatan (Health) dan lingkungan (Environment) atau yang lebih dikenal dengan Safety
Health Environment (SHE), ada juga yang menyebutnya Occupational Health & Environment
Safety (OH&ES). Maka secara lebih luas safety dapat diartikan sebagai kondisi dimana tidak
terjadinya atau terbebasnya manusia dari kecelakaan, penyakit akibat kerja dan kerusakan
lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau terjadinya kondisi tidak aman
dapat dipelajari dengan pendekatan keilmuan atau pendekatan praktis yang kemudian
dikembangkan menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan. Pada umumnya teori tentang
kecelakaan memusatkan perhatian pada tiga faktor penyebab utama kecelakaan yaitu peralatan,
cara kerja dan manusia atau pekerja. Seorang ahli keselamatan kerja Heinrich (1931)
mengembangkan suatu konsep atau teori terjadinya kecelakaan yang dikenal dengan teori
domino. Berdasarkan teori ini suatu kecelakaan terjadi dapat diakibatkan olehlimafaktor yang
berdampak secara berurutan seperti limat batu domino yang dideret berdiri sejajar, yang apabila
batu yang didepan jatuh akan mengakibatkan jatuhnya batu-batu yang ada dibelakangnya secara
berantai. Kelima faktor tersebut adalah kebiasaan, kesalahan seserorang, perbuatan, kondisi tidak
aman dan kecelakaan. Menurut teori ini apabila rantai penyebab tersebut di putus atau salah satu
batu domino tersebut dihilangkan maka kecelakaan dapat dihindarkan.
Pada tahun 1967 seorang ahli safety lain bernama Birds mengembangkan teori baru dengan
memodifikasi teori Heinrich. Konsep dasar teori dari Birds sama teori domino yaitu bahwa setiap
kecelakaan disebabkan oleh lima faktor yang berurutan yaitu; manajemen, sumber penyebab
dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Teori ini menekankan bahwa manajemen memegang peran
penting dalam mengurangi atau menghindari terjadinya kecelakaan. Bahkan Birds menyatakan
bahwa kesalahan manajemen merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan, sementara
tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) merupakan penyebab
langsung suatu kecelakaan. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Birds dinyatakan bahwa
setiap satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan
yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang
dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan
biaya tak lansung adalah 1:5-50 dan dapat digambarkan ibarat puncak gunung es dipermukaan
laut. Yang sering terlihat dan diperhatikan dari suatu kejadian adalah kerugian akibat biaya
pengobatan dan biaya konpensasi, sementara biaya lain yang jauh lebih besar seperti
waktu investigasi, kehilangan waktu produksi, cacat produksi, menurunya tingkat kepercayaan
pelanggan dan sebagainya jarang sekali menjadi perhatian manajemen perusahaan.
1.2. Pentingnya Keselamatan Kerja.
Pada tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menyatakan
keprihatinannya terhadap keselamatan kerja, dengan menyebutkan bahwa kecelakaan kerja
menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja (71 juta jam yang seharusnya dapat secara
produktif digunakan untuk bekerja apabila pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami
kecelakaan) dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah.
Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi, DR.Ir.Erman Suparno,MBA, MSi, dalam presentasinya
pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di
kantor Depnakertrans Jakarta mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menduduki pada urutan
ke-52 dari 53 negara di dunia, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak
65,474 kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal 1,451 orang, cacat tetap
5,326 orang dan sembuh tanpa cacat 58,697 orang. Dalam kesempatan tersebut Menakertrans
juga menyampaikan bahwa tingkat pelanggaran Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan pada
tahun 2007 sebanyak 21,386 pelanggaran.
Fakta tingginya kecelakaan kerja di Indonesia jangan di lihat sebagai takdir yang tidak biasa
diubah, karena kecekaan tidak terjadi begitu saja seperti konsep-konsep terjadinya kecelakaan
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian
perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah
dalam meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan terhadap
pekerja merupakan dua hal yang menjadi penyebab utama besarnya tingkat kecelakaan kerja di
Indonesia. Padahal sesungguhnya pemerintah dan menajemen perusahaan berkewajiban
melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerja agar terhindar dari
kecelakaan kerja. Ada tiga alasan utama mengapa keselamatan kerja tersebut sangat penting
yaitu:
1. Keselamatan kerja merupakan hak yang paling dasar bagi pekerja. Setiap pekerja berhak
mendapatkan perlindungan dan keamanan selama berkerja.
2. Karena keselamatan kerja tersebut merupakan Hak Asasi Pekerja maka perlu dilindungi oleh
Undang-Undang atau aturan-aturan hokum baik ditingkat nasional maupun internasional.
3. Tujuan perusahaan adalah mendapatkan keuntungan, untuk mendukung tujuan tersebut faktor
keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerugian
akibat kecelakaan kerja.
2. Pelaksanaan (Do); melaksanakan program-program atau rencana yang sudah di tetapkan pada
tahap perencanaan. Tahap ini merupakan tahapan paling penting karena akan melibatkan
semua departemen atau divisi terkait. Tahapan pelaksanaan ini biasanya mengacu pada
system manajemen atau prosedur yang ada. Contoh: pelakasanaan tolok ukur untuk
mengontrol bahaya (pelaksanaanwork permit), pelaksanaan manjemen K3.
3. Pengecekan (Check); memastikan bahwa semua program yang sudah ditetapkan berjalan
sesuai dengan rencana dan waktu yang sudah disepakati. Pengecekan dapat dilakukan dalam
bentuk audit atau manejemen review. Contoh: Memastikan bahwa work permit digunakan
secara benar.
Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bagaimana model siklus PDCA dalam implementasi
keselamatan kerja.
1.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau
menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan
dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara
sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami
potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi,
keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian
(asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan
dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau
mengatasinya. Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah
sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko
dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan
mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan
berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai
sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar.
Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) yang terintegrasi dan perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada
diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat
berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan
aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang
terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan.
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di
Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-
1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan
yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara,industri minyak dan gas, serta
instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut
untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari
itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and healthculture) dimana
setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
1.5. Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3)
Dasar hukum penerapan SMK3 ditempat kerja yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau
lebih dan mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti ledakan, kebakaran, pencemaran
dan penyakit akibat kerja adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan peraturan-peraturan pelaksanaanya yaitu:
i. Peraturan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
ii. Peraturan Perundangan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan Menteri tersebut diatas.
Salah satu fungsi dari manajemen disemua tingkatan adalah kontrol. Ada tiga faktor yang
menyebabkan kurang baiknya kontrol dari manjemen, yaitu:
1. Kebijakan K3 yang tidak tepat.
6. Training bagi pekerja
7. Pelayanan kesehatan bagi pekerja
Dalam era industri yang penuh dengan persaingan, penerapan manajemen K3 menjadi sangat
penting untuk dijalankan secara sistematis dan terarah. Pengalaman di Negara-negara lain
menunjukan bahwa tren suatu pertumbuhan dari system K3 adalah melalui fase-fase tertentu,
yaitu fase kesejahteraan, fase produktivitas kerja, dan fase toksikologi industri. Saat ini
penerapan K3 di Indonesia pada umumnya masih berada pada fase paling bawah yaitu fase
kesejahteraan. Sebagian kecil perusahaan-perusahaan besar bertaraf internasional sudah
mengarah pada fase peningkatan produktivitas kerja. Misalnya program K3 yang disesuaikan
dengan sistem ergonomic (penyesuaian beban kerja/alat kerja dengan kemampuan dan fisik
pekerja) yang merupakan salah satu usaha untuk mencetak para pekerja yang produktif.
Dalam konteks penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya:
1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, laju rambat
udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor Kimia, yaitu berupa gas, cairan, uap, debu, asap, dan lain-lain.
3. Faktor Biologi, baik berupa mikrorganisme, hewan dan tumbu-tumbuhan.
5. Faktor mental-fisiologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan
pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya.
Semua faktor-faktor diatas dapat mengganggu aktivitas kerja seseorang. Misalnya penerangan
yang kurang akan menyebabkan kelelahan pada mata. Suara gaduh atau bising dapat
berpengaruh pada daya ingat pekerja. Semua itu dapat memicu terjadinya kecekaan kerja.
II. Process Safety Management (PSM)
2.1. OSHA Process Safety Management
PSM adalah merupakan suatu regulasi yang di keluarkan oleh U.S. Occupational Safety and
Health Administration (OSHA), tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau
kejadian seperti kejadian yang sangat mengerikan di India pada tahun 1984, yaitu kasus Bhopal.
OSHA mengusulkan suatu standar yang mengatur cara penanganan bahan-bahan
kimia berbahaya dan membuat suatu program secara komprehensif dan terintegrasi kedalam
proses teknologi, prosedur dan manajemen praktis. Kemudian OSHA mengeluarkan suatu
regulasi tentang penanganan, penggunaan dan proses bahan-bahan Kimia yang sangat berbahaya
(Title 29 of CFR Section 1910.119).
PSM ini awalnya dibuat untuk melindungi sejumlah industri yang ditandai dengan kode SIC,
dimana prosesnya melibatkan lebih dari 5 ton bahan mudah terbakar dan 140 bahan beracun dan
reaktif, secara garis besar persyaratan yang dibuat oleh OSHA PSM adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisa bahaya proses ditempat kerja untuk mengidentifikasi dan mengontrol
bahaya dan meminimalkan konsekuensi dari kecelakan yang sangat parah atau fatal.
2. Menyesuaikan control engineering terhadap fasilitas dan peralatan produksi, proses, dan
bahanbakuuntuk mencegah kecelakaan yang fatal.