Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal

Volume 11 Nomor 4, Oktober 2021


e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

PENERAPAN TERAPI AKUPRESUR PADA PASIEN DIABETES MELLITUS


Novi Afrianti*, Dewiyuliana
Akademi Keperawatan Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh, Kuta Alam, Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh,
Aceh 23127, Indonesia
*novi.afrianti140489@gmail.com

ABSTRAK
Diabetes masih menjadi masalah kesehatan penting baik secara global maupun nasional dikarenakan
dapat menyebabkan masalah lanjut yang lebih berbahaya bagi penderita seperti penyakit
kardiovaskuler, retinopati, nefropati, neuropati,ulkus diabetic, dan lainnya sehingga menurunkan
produktifitas dan derajat kesehatan. Penanganan diabetes mellitus berfokus dalam menstabilkan gula
darah yang dapat dilakukan salah satunya dengan penerapan akupresur. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh terapi akupresur terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes
mellitus. Penelitian ini adalah jenis Quasy Eksperimen dengan pendekatan pretest dan postest design
dengan jumlah sampel 32 orang yang dipilih dengan metode purposive sampling dengan kriteria.
pengumpulan data kadar gila darah penderita diabetes dilakukan sebanyak 2 kali yaitu data pretest dan
data posttest. data yang telah didapatkan kemudian dianalisa menggunakan analisa statistik Uji T
(paired sample T-Test). Hasil penelitian didapatkan terdapat pengaruh penerapan akupresur dalam
menurunkan mual muntah pada pasien dengan diabetes mellitus (p= 0,000).

Kata kunci: akupresur; diabetes mellitus; kadar gula darah

THE APPLICATION OF ACUPRESSURE THERAPY IN DIABETES MELLITUS

ABSTRACT
Diabetes is still an important health problem both globally and nationally because it can cause various
advanced complications that are more dangerous for sufferers such as cardiovascular disease,
retinopathy, nephropathy, neuropathy, diabetic ulcers, and others, thereby reducing productivity and
health status. Handling diabetes mellitus focuses on reducing Blood Sugar Levels (KGD) which can
be done, one of which is the application of acupressure. The purpose of this study was to determine the
effect of applying acupressure therapy in reducing blood sugar levels (KGD) in patients with diabetes
mellitus. This research is a Quasy Experiment research with a pretest and posttest design approach.
The population in this study were people with diabetes mellitus with a sample of 32 people selected by
purposive sampling with criteria. Data collection on blood levels of diabetics was carried out 2 times,
namely pretest data and posttest data. the data that has been obtained is then analyzed using statistical
analysis T-test (paired sample T-Test). The results showed that there was an effect of applying
acupressure in reducing nausea and vomiting in patients with diabetes mellitus (p = 0.000).

Keywords: acupressure; blood sugar level; diabetes mellitus

PENDAHULUAN
Diabetes masih menjadi masalah kesehatan penting dan merupakan penyakit prioritas yang
menjadi target tindak lanjut dunia dikarenakan menjadi salah satu penyakit tidak menular
yang memiliki dampak berbahaya (World Health Organization, 2016). secara global, terjadi
peningkatan jumlah kasus diabetes mellitus selama beberapa dekade terakhir dan Indonesia
menduduki urutan ke-6 dengan beban terbanyak didunia. World Health Organization (WHO)
juga memperkirakan pada tahun 2030, penyakit ini akan diderita oleh lebih dari 21juta
penduduk Indonesia (Humas FKUI, 2019).Peningkatan kasus diabetes mellitus dapat
meningkatkan kerugikan ekonomi secara signifikan apabila tidak ditangani dengan fokus
khususnya bagi negara-negara berkembang yang berada diwilayah Asia dan Afrika

579
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(kemenkes RI, 2018) sedangkan bagi penderitanya sendiri dapat menyebabkan berbagai
komplikasi diantaranya penyakit kardiovaskuler, retinopati, nefropati, neuropati,ulkus
diabetic, dan lainnya sehingga menurunkan produktifitas dan derajat kesehatannya (Luthiani
et al., 2020).

Penanganan diabetes mellitus dapat dilakukan melalui lima komponen yang terdiri dari
pemberian pengetahuan, diet diabeter atau yang disebut dengan terapi nutrisi, aktivitas fisik,
tatalaksana farmakologi, dan kontrol gula darah. Edukasi dilakukan untuk mempromosikan
bagaimana penderita bisa mempraktekkan cara hidup yang lebih sehat sehat untuk mencengah
maupun mengendalikan atau mengontrol pengelolaan DM secara menyeluruh. Kemudian
dilakukan tatalaksana terapi nutrisi dan dianjurkan juga untuk melakukan terapi jasmani serta
tatalaksana intervensi farmakologi (Soelistijo SA, Novida H & Soewondo P, Suastika K,
Manaf A, 2015). kelima pilar tersebut pada dasarkan berfokus dalam menurunkan gula darah
sehingga berada dibawah 200 mg/dl. Upaya dalam mengontrol gula darah juga dapat
dilakukan secara nonfarmakologi salah satunya dengan penerapan akupresur.

Akupresur dipercaya sebagai sebuah intervensi yang dapat digunakan untuk menstabilkan
glukosa darah dengan cara menurunkan kadarnya (Jumari et al., 2019). Akupresur yang
termasuk dalam kategori Manipulative and body-based modalities ini berasal dari teori
Ying/Yang yang dipercaya dapat menstabilkan glukosa darah (Williams & Hopper, 2015).
Akupresur bekerja dengan cara memberikan efek pada hipotalamus dengan cara dapat
mengaktifkan salah satu enzim metabolisme karbohidrat serta meningkatkan produksi insulin
di pangkreas, meningkatkan salah satu reseptor pada sel target, dan menyebabkan
penggunaan glukosa dalam sel menjadi lebih cepat sehingga dapat menyebabkan jumlah
glukosa dalam darah menjadi turun (Robiul Fitri Masithoh, Helwiyah Ropi, 2016).

WHO mengakui bahwa akupresur dapat mengaktifkan unit terkecil sistem saraf yang
merangsang kelenjar endokrin dan dapat menstimulasi organ bermasalah agar dapat kemnali
membaik (Dupler, 2020) akupresur juga dapat mengaktifkan glucose-6-phosphate dan
berefek pada hipotalamus serta meningkatkan produksi insulin, meningkatkan reseptor sel
target, dan menyebabkan penggunaan glukosa didalam sel lebih cepat sehingga dapat
menyebabkan kadar gula darah menjadi turun. Titik ST-36 (zusanli) dan titik SP-6
(Sanyinjiao) adalah titik akupresur yang dapat digunakan dalam upaya penurunan glukosa
darah. perlakukan akupresur ini dapat diberikan selama 10 menit pada bagian kiri dan kanan
responden dengan total pemberian selama 3 minggu dan frekwensi sebanyak 6 kali (Jumari et
al., 2019).

Penelitian ini pernah diteliti dengan hasil terdapat pengaruh terapi akupresur dalam
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II dimana rata-rata KGD
setelah akupresur adalah 150,50 mg/dl, lebih rendah dibandingkan sebelum akupresur
pemberian yaitu 181 mg/dl. Adapun KGD kelompok kontrol pada minggu ketiga post test
adalah sebesar 188 mg/dl, lebih tinggi daripada kelompok intervensi (Masithoh et al., 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti menganggap sangat penting untuk mencari
metode alternatif yang dianggap efektif membantu pasien diabetes dalam mengontrol kadar
gula darah secara nonfarmakologis sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang ‘pengaruh penerapan terapi akupresur sebagai upaya dalam menstabilkan glukosa
darah pada pasien diabetes melitus’. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian terapi akupresur sebagai upaya menurunkan glukosa darah pada pasien diabetes
mellitus.

580
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

METODE
Jenis penelitian ini adalah Quasy Eksperimen dengan pendekatan pretest dan postest design.
Responden dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus yang memiliki kesadaran
penuh, bersedia menjadi reponden, dan tidak menderita masalah yang menjadi kontraindikasi
(kulit terluka, bengkak, patah tulang dan myalgia). Penentuan besar sampel digunakan
menggunakan rumus Federer (Dahlan, 2017) sehingga didapatkan jumlah sampel 32 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling jenis purposive
sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang
berasal dari pasien dan studi dokumentasi. Alat pengumpul data yang digunakan adalah
lembar kuesioner untuk mengisis data demografi dan hasil pemantauan KGD serta alat
mengukur KGD (Gluko Chek) Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisa statistik Uji T (paired sample T-Test). Penelitian ini sudah lulus uji etik oleh komite
etik Akper Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh dengan nomor 018/UPPM.ETIK/VII/2021.

HASIL
Tabel 1.
Karekteristik Responden (n=16)
Variabel f %
Jenis Kelamin
Perempuan 11 68.75
Laki-laki 5 31.25
Usia
dewasa 6 37.5
lansia 10 62.5
Pendidikan
Tidak sekolah 3 18.75
Sekolah Menengah 8 50.00
Sekolah Atas 3 18.75
Sekolah Tinggi 2 12.5

Tabel 2.
Pengaruh akupresur dalam menurunkan kadar gula darah (n=16)
n Mean Standar deviasi Nilai alfa
Pretest 16 269.75 21.804 0.000
Post test 16 259.06 22.849

Tabel 1 diketahui bahwa responden yang menderita diabetes melitus dominan berjenis
kelamin laki-laki (68,75%) dengan usia lansia (37.5%) dan berpendidikan Sekolah Menengah
(50,00%). dan pada tabel 2 diketahui bahwa adanya pengaruh penerapan akupresur dalam
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus (p = 0.000).

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Kejadian diabetes mellitus dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir
responden. Jenis kelamin perempuan dipercaya lebih beresiko menderita diabetes mellitus
dibandingkan laki-laki. hal ini terlihat pada hasil penelitian yang menunjukkan dominan
responden penderita dibetes mellitus berjenis kelamin perempuan (68,75%). hasil ini
didukung oleh data yang didapatkan pada Riskesdas tahun 2018 dimana prevalensi diabetes
mellitus pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,78%

581
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

terhadap 1,21%. pada 5 tahun terakhir, prevalensi pada perempuan menunjukkan sedikit
peningkatan sedangkan pada laki-laki menunjukkan penurunan (RI, 2020).

Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena berpeluang mengalami peningkatan indeks
massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Peningkatan IMT merujuk pada
kelebihan berat yang mengalami peningkatan kadar leptin yang merupakan hormone yang
berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan merangsang hipotalamus dalam mengatur
lemak tubuh, metabolism lemak sehingga menjadi energi, dan menimbulkan rasa kenyang.
Kadar leptin akan meningkat seiring dengan peningkatan berat badan. Leptin ini juga bekerja
pada sistem saraf perifer dan pusat dan berperan dalam menghambat fosforilasi insulin
receptor substrate-1 (IRS) sehingga penggunaan glukosa menjadi terhambat dan
menyebabkan kadar gula darah menjadi lebih tinggi (D’adamo, 2008).

Perempuan juga memiliki hormone estrogen yang akan terus menurun seiring pertambahan
usia. penurunan hormone estrogen ini dapat mempengaruhi keseimbangan glukosa darah
khususnya perempuan yang mengalami menopause. Pada saat menopause maka
keseimbangan kadar glukosa darah akan berkurang sehingga dapat menyebabkan perempuan
lebih beresiko terkena diabetes mellitus. (Wulandari, 2015). Persentase insiden wanita lebih
banyak menderita diabetes mellitus dari laki-laki juga dikarenakan perempuan lebih banyak
mengalamai beban psikologis dimana faktor psikologis seperti stress menjadi salah satu faktor
penyebab meningkatnya kadar gula darah (Lisanawati, R., Hasneli, Y., & Hasanah, 2015).
Stress erat kaitannya dengan adanya perubahan hormon. Hormon yang membantu mengontrol
reaksi tubuh terhadap stress adalah corticotrophin releasing hormone. CRH bekerja dengan
merangsang lepasnya hormone adrenocorticotropin(ACTH) sehingga mengalir dalam korteks
adrenal yang kemudian merangsang pelepasan kortisol. Kortisol inilah yang kemudian
melakukan fungsi-fungsinya dengan cara merangsang glukoneogenesis di hati (perubahan
sumber non karohidrat menjadi karbohidrat di hati), menghambat jaringan dalam menyerap
dan memakai glukosa sehingga menyebabkan glukosa beredar dalam darah dan akhirnya
memberikan efek peningkatan konsentrasi gula darah (Sherwood, 2012).

Selain jenis kelamin, usia juga mempengaruhi diabetes mellitus. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa umur bukan menjadi faktor tunggal dalam mempengaruhi kejadian DM
hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang diketahui bahwa 62,5% responden dalam
penelitian ini merupakan lansia. Hasil ini didukung oleh Adib (2011) yang menyatakan bahwa
diabetes melitus bisa terjadi pada semua golongan umur baik umur anak-anak maupun orang
dewasa, namun biasanya penyakit ini menyerang setelah usia 30 tahun, dan pada umumnya
masyarakat yang berisiko tinggi menderita DM adalah yang berusia lebih dari 45 tahun.
seiring dengan pertambahan usia sampai lanjut usia, penyakit diabetes mellitus ini biasanya
akan semakin beresiko meningkat Prevalensinya. Hal yang sama disampaikan Wild, dkk
(2004) yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya umur maka semakin tinggi pula
prevalensi diabetes mellitus.

Lebih lanjut Sutanto (2015) juga menyatakan bahwa usia merupakan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalam mencegah penyakit ini. Semakin bertambahnya usia maka resiko
seseorang menderita diabetes juga semakin tinggi sehingga usia lansia merupakan usia yang
paling rentan menderita odiabetes mellitushal ini dikarenakan kategori usia ini merupakan
kategori usia dimana seseorang sudah mengalami kehilangan jaringan tubuh secara progresif
disertai dengan menurunnya 2% metabolisme basal setiap tahunnya yang disertai dengan
perubahan di semua sistem di dalam tubuh sehingga sistem endokrin yang berkaitan dengan
sekresi insulin juga ikut mengalami penurunan fungsi

582
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Kenaikan kadar gula darah juga sangat erat hubunganya dengan umur sehingga prevalensi
diabetes mellitus juga semakin meningkat serta semakin tingginya masalah toleransi glukosa.
Proses menua ini mengakibatkatkan terjadinya perubahan fungsi anatomis, fisiologis dan
biokimia. Sel beta merupakan salah satu kompenen tubuh yang mengalami perubahan dalam
menghasilkan glukosa, serta hormon lain yang mempengaruhi kadar gula darah (Yuwono, P.,
Khoiriyati, A., & Sari, 2015). disampaikan juga bahwa peningkatan usia dapat menyebabkan
resiko terkena diabetes melitus karena terjadi peningkatan intoleransi glukosa, seiring dengan
adanya proses penuaan (aging proses) yang mempengaruhi kemampuan sel pankreas dalam
memproduksi insulin, selain itu pada individu yang yang lebih tua akan terjadi penurunan
aktivitas mitokondria yang akan menyebabkan peningkatan kadar lemak yang akan memicu
terjadinya resistensi insulin (Sujaya, 2009).

Selain jenis kelamin dan usia, pendidikan juga dapat mempengaruhi kejadian diabetes
mellitus.Pendidikan diyakini sebagai faktor yang penting untuk memahami manajemen,
kepatuhan kontrol gula darah, mengatasi gejala yang muncul dengan penanganan yang tepat
serta mecegah terjadinya komplikasi pendidikan umumnya terkait dengan pengetahuan.
Penderita dengan pendidikan yang tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai
penyakit diabetes dan efeknya terhadap kesehatan sehingga penderita akan menyikapi dengan
cara positif serta akan berusaha. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit diabetes melitus. Orang yang tingkat pendidikanya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan
memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatanya. Tingkat pengetahuan juga mempengaruhi
aktifitas fisik seseorang karena terkait pekerjaan yang dilakukan. Orang yang tingkat
pendidikanya tinggi biasanya lebih banyak bekerja dikantoran dengan aktifitas fisik sedikit.
Sementara itu, orang yang tingkat pendidikanya rendah lebih banyak menjadi buruh maupun
petani dengan aktifitas fisik yang cukup atau berat. Meningkatnya tingkat pendidikan akan
meningkatkan kesadaran untuk hidup sehat dan memperhatikan gaya hidup dan pola makan.
Pada individu yang pendidikan rendah mempunyai risiko kurang memperhatikan gaya hidup
dan pola makan serta apa yang harus dilakukan dalam mencegah DM (Notoatmodjo,
2011).Hal ini juga didukunga oleh penelitian Falea, et al yang menyatakan bahwa faktor
pendidikan berpengaruh pada kejadian dan pencegahan diabetes (Felea, M.G, Covrigb, M.,
Mirceab, 2014).

Penerapan Akupresur dalam menurunkan glukosa darah


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penerapan akupresur dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada pasien dengan diabetes mellitus. hal ini didukung oleh beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan adanya perubahan kadar gula darah (KGD) pada penderita
diabetes mellitus sebelum dan setelah diberikan penerapan akupresur (Masithoh et al., 2016).
Akupresur dapat menurunkan glukosa darah dengan cara mengaktifkan salah satu enzim
metabolisme karbohidrat dan dapat memberikan efek pada hipotalamus serta bekerja dalam
meningkatkan sintesis insulin yang ada dalam pangkreas, meningkatkan salah satu reseptor
sel target, dan meningkatkan penggunaan gula darah dalam sel, sehingga kadar gula dalam
darah juga akan mengalami penurunan (Robiul Fitri Masithoh, Helwiyah Ropi, 2016). Hal
yang sama juga disebutkan bahwa akupresur juga dapat mengaktifkan glucose-6-phosphate
dan berefek pada hipotalamus serta bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran insulin
dalam pancreas dan mempercepat penggunaan glukosa didalam sel, yang akhirnya dapat
menurunkan kadar gula dalam darah (Jumari et al., 2019).

Penekanan Akupresur untuk menurunkan kadar gula darah dilakukan pada titik Zusanli (ST
36) yang dapat merangsang pelepasan neurotransmitter yang membawa sinyal sepanjang saraf

583
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

atau melalui kelenjar yang kemudian mengaktifkan hipotalamus. pituitari - sumbu adrenal
untuk mengatur fungsi kelenjar endokrin, perangsangan pada titik ini juga meningkatkan
fungsi sekresi insulin pada penderita non insulin dependen diabetes melitus dan secara
bermakna dapat menurunkan kadar gula. Peneliti berasumsi bahwa keberhasilan dari
penerapan akupresur dalam menurunkan KGD sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya lama menderita DM, durasi dan frekuensi akupresur, aktifitas fisik, dan
kepatuhan diet yang dilakukan oleh penderita diabetes itu sendiri. Penderita yang mengalami
DM lebih lama dipercaya dapat mempelajari perilaku self care diabetes berdasarkan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani penyakitnya sehingga akan lebih memahami
tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukannya untuk memperoleh status kesehatannya.
selain itu, Durasi, frekwensi serta tehnik akupresur juga berkontribusi dalam penurunan KGD
pada penderita DM. semakin teratur lama dan tepat penerapan yang dilakukan maka akan
semakin baik pula hasil yang akan di peroleh (Fihayati, 2011).

Aktifitas fisik juga diyakini dapat mempengaruhi penurunan KGD pada penderita DM. Tubuh
akan menggunakan glukosa otot untuk diubah menjadi energy saat beraktifitas. Hal tersebut
menyebabkan kekosongan glukosa dalam otot yang kemudian menarik glukosa dalam darah
dan menyebabkan kadar gulsa dalam darah akan turun. Aktivitas fisik juga sangat membantu
dalam penyerapan glukosa darah kedalam otot dimana pada saat otot berkontraksi
permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat dan akan bertindak seperti insulin dan
menyebabkan resistensi insulin berkurang (WHO, 2010). Selain itu aktivitas fisik dan
kepatuhan akan diet juga termasuk penentu dalam pengelolaan diabetes melitus terutama
sebagai pengontrol gula darah dan memperbaiki faktor resiko dalam masalah kardiovaskuler
seperti menurunkan kadar insulin dalam darah, meningkatkan sensitifitas insulin, menurunkan
lemak tubuh, serta menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik sedang yang teratur
berhubungan dengan penurunan 45-70% angka mortalitas akibat diabetes melitus serta
menurunkan kadar HbA1c ke level yang bisa mencegah terjadinya komplikasi. Aktivitas fisik
seperti latihan aerobic, latihan ketahanan maupun kombinasi keduanya minimal selama 150
menit setiap minggu sangat berkaitan dengan penurunan kadar HbA1c pada penderita diabetes
melitus tipe 2 (Umpierre et al., 2011). Kepatuhan dalam menjalankan diet sebagai kunci
utama kontrol metabolic yaitu kadar glukosa darah, penderita yang patuh menjalankan
diet menunjukkan penurunan kadar glukosa sebanyak 27%.

SIMPULAN
Usia, jenis kelamin dan pendidikan berpengaruh terhadap kejadian diabetes mellitus.
Pemberian Akupresur dapat menurunkan Kadar Gula Darah (KGD) pada pasien diabetes
mellitus namun hal ini juga dipengaruhi oleh lama menderita DM, Aktifitas fisik. kepatuhan
diet, serta durasi, frekwensi dan tehnik pemberian akupresur.

DAFTAR PUSTAKA
D’adamo, P. (2008). Diet Sehat Diabetes sesuai Golongan Darah. Delapratasa.
Dahlan, M. S. (2017). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, dan
Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS (6th ed.). Epidemiologi Indonesia.
Dupler, D. (2020). Gale Encyclopedia of Alternative Medicine. Acupressure.
https://www.encyclopedia.com/medicine/divisions-diagnostics-and-
procedures/medicine/acupressure
Felea, M.G, Covrigb, M., Mirceab, and N. (2014). Socioeconomic Status and Risk of Type 2
Diabetes Melitus amongan Elderly Group Population in Romania. Procedia Enomics

584
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

and Finance, 10, 61 – 67.


Fihayati, Z. (2011). Pengaruh Akupresur pada titik Zusanli terhadap kebugaran dan kadar
gula darah pada penderita diabetes melitus tipe II yang mendapat oral antidiabetes.
Universitas Sebelas Maret.
Humas FKUI. (2019). Hari Diabetes Nasional 2019: Atasi Obesitas, Hindari Diabetes. FK UI.
https://fk.ui.ac.id/berita/hari-diabetes-nasional-2019-atasi-obesitas-hindari-diabetes.html
Jumari, Waluyo, A., Jumaiyah, W., & Natashia, D. (2019). PENGARUH AKUPRESUR
TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
kemenkes RI. (2018). CEGAH, CEGAH, dan CEGAH: Suara Dunia Perangi Diabetes.
https://www.kemkes.go.id/article/view/18121200001/prevent-prevent-and-prevent-the-
voice-of-the-world-fight-diabetes.html
Lisanawati, R., Hasneli, Y., & Hasanah, O. (2015). Perbedaan Sensitivitas Tangan dan Kaki
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Pijat Refleksi pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe II. https://media.neliti.com/media/publications/185064-ID-perbedaan-
sensitivitastangan-dan-kaki-s.pdf
Luthiani, Karota, E., & Sitepu, N. F. (2020). Panduan Konseling Kesehatan dalam Upaya
Pencegahan Diabetes Melitus. Deepublish.
Masithoh, R. F., Ropi, H., & Kurniawan, T. (2016). Pengaruh Terapi Akupresur terhadap
Kadar Gula darah Pada Pasien Diabetes Melitus tipe II. Journal Of Holistic Nursing
Science, 3(2), 26–37. http://journal.ummgl.ac.id/index.php/nursing/article/view/872
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta.
RI, K. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus. Infodatin, 1–10.
Robiul Fitri Masithoh, Helwiyah Ropi, T. K. (2016). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap
Kadar Gula Darahpada Pasien Diabetes Melitus Tipe Iidi Poliklinik Penyakit Dalam RS
Tk II Dr. Soedjono Magelang. Journal of Holistic Nursing Science, 2(4), 26–37.
http://journal.unimma.ac.id/index.php/nursing/article/view/872
Sherwood. (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC (6th ed.). EGC.
Soelistijo SA, Novida H, R. A., & Soewondo P, Suastika K, Manaf A, et al. (2015).
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. PERKENI.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Sujaya. (2009). Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes
Melitus Tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husada, 6(1), 75–81.
Sutanto, T. (2015). Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Buku Pintar.
Umpierre et al. (2011). Physical Activity Adviced Only or Structured Excercise Training and
Association with HbA1C Levels in Type 2 Diabetes. Diabetes. American Medical
Association, 35, 107.
WHO. (2010). Physical Activity In Guide to Community Preventive Services. WHO.

585
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 4, Hal 579 - 586, Oktober 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Williams, L. S., & Hopper, P. D. (2015). Understanding Medical Surgical Nursing (5th ed.).
F.A. Davis Company.
World Health Organization. (2016). Facts and Key. April, 17–19.
Wulandari. (2015). Perbedaan Kadar Gula Darah Setelah Terapi Bekam Basah dan Pijat
Refleksi pada Penderita Diabetes Mellitus di Karangmalang.
http://eprints.ums.ac.id/36780/
Yuwono, P., Khoiriyati, A., & Sari, N. K. (2015). Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Kaki
terhadap Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Motorik,
10(20). ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/motor/article/download/.../219

586

Anda mungkin juga menyukai