Perbedaan Teks Sejarah Dengan Novel Sejarah
Perbedaan Teks Sejarah Dengan Novel Sejarah
Teks sejarah maupun novel memiliki beberapa persamaan, di antaranya sebagai berikut.
1. Sama-sama tergolong ke dalam teks naratif (ada unsur penokohan, alur atau rangkaian
2. Sama-sama berpola kronologis (peristiwanya beruntun sesuai waktu) dan kausalitas (adanya
sebab akibat).
akhirnya dan konjungsi kasualitas , contohnya :sehingga, karena, dan oleh karena itu.
Walaupun begitu, teks sejarah dan novel bukanlah dua hal yang sama. Perbedaan yang paling
jelas di antara keduanya adalah soal kebenaran peristiwanya. Dalam teks sejarah, setiap
peristiwa yang terjadi bersifat faktual, benar-benar terjadi di masa lalu sesuai sejarah.
Dalam novel, peristiwanya hanya bersifat fiktif, yakni imajinasi belaka dan tidak benar-benar
Selain itu, semua peristiwa dalam teks sejarah adalah sesuatu yang penting, sedangkan dalam
novel tidak demikian. Peristiwa dalam novel disusun dari yang kurang penting ke yang paling
pembaca.
Pada bagian akhir, teks sejarah memberikan kejelasan tentang konsekuensi dari rangkaian
peristiwa yang telah diceritakan. Sementara itu, akhir cerita dalam novel sering dibuat
menggantung bahkan tidak jelas. Pembaca biasanya dipersilakan menyelesaikan cerita dengan
tafsiran masing-masing.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan teks sejarah dengan novel adalah
sebagai berikut.
3. Dalam teks sejarah ada kepastian pada akhir cerita, sedangkan dalam novel kejelasan akhir
Perang Bali
Pada abad ke-19 Belanda ingin menguasai Bali. Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Bali
takluk kepada Belanda yang berpusat di Batavia. Raja-raja di Bali masih merasa bahwa mereka
Pada tahun 1846 Perang Bali meletus. Pasukan Bali bertahan di benteng. Karena persenjataan
yang lebih lengkap, pasukan Belanda berhasil merebut benteng dan menduduki istana raja.
Raja Buleleng dan Karangasem dipaksa menandatangani perjanjian damai. Isi perjanjian
Belanda menyangka bahwa dengan perjanjian itu Bali telah ditundukkan. Karena itu, pasukan
induknya dikembalikan ke Jawa. Rakyat kembali menyerang Belanda. Pos Belanda di Bali
Pada tahun 1848 Belanda kembali mengirimkan pasukannya. Belanda mengancam dan
meminta pasukannya yang ditawan dibebaskan. Belanda mengetahui bahwa apabila Gusti
Jelantik, patih Kerajaan Buleleng, masih bebas akan selalu terjadi perlawanan. Karena itu ia
harus diserahkan kepada Belanda. Ternyata raja-raja Bali tidak segera memenuhi tuntutan itu.
Pada bulan Juni 1848 pasukan Belanda didatangkan. Mereka menuju Benteng Jagaraga yang
merupakan pusat perlawanan orang Bali. Pada tahun 1849 Belanda kembali mengirimkan
pasukan besar untuk menyerang Bali. Belanda mendarat di Buleleng dan langsung menuju ke
Jagaraga. Gusti Jelantik beserta seluruh pasukannya mengadakan perang puputan atau perang
Ken Dedes kehilangan kedamaiannya memasuki pura bersamadengan orang Wisynu, juga
Paramesywari Tumapel. Dilihatnya Ken Arok dan KenUmang telah tenggelam dan puji syukur.
Dan waktu ia berpaling ke belakang dilihatnya Bango Samparan dan Bana juga sedang
tenggelam. Dari cara mereka bersimpuh dan menunduk dapat diketahuinya: dua-duanya orang
Wisynu.
Ia melirik pada suaminya yang sedang tenggelam di samping kirinya. Apakah benar ucapan
Lohgawe, dia mendapat pancaran sepenuhnya dari Hyang Bathara Guru dan titisan Hyang
Lelaki di sebelah kirinya memang sangat berharga untuknya,sangat berharga untuk cinta dan
hidupnya. Dia telah persembahkan kemenangan untuk kawula Tumapel dengan muslihat
bermuka ganda dan cara tanpa bilangan. Dania tahu, kemenangan itu tidak dipersembahkan
kepada dirinya. Sejak pertama kalinaik ke panggung kekuasaan Tumapel dia telah membawa
serta dengannya orang Wisynu, Buddha, Tantrayana dan Kalacakra, orang-orang bodoh yang
hanya menyembah leluhur. Ia tidak yakin Ken Arok akan mendudukkan kembali Hyang
Syiwapada cakrawartinya.
Ia mengerti Ken Arok mempunyai cara berperang tanpa membukagelar, tidak seperti para satria
sebelum ini. Dan dengan cara-cara berperangitu ia takkan mungkin terkalahkan. Keselamatan
dan keagungan Tumapel terjamin di dalam tangannya. Hanya ia sendiri kehilangan tempat di
samping suami yang dicintainya, kehilangan balatentara yang dapat diperintahnya, kehilangan
kepercayaan dari orangtua yang dicintai dan dipujanya setulus hati. Dan dalam kandungannya
seorang bayi, anakku dari musuh suaminya, sedang menunggu giliran untuk jadi berkuasa atas
Tumapel. Dan Paramesywari lain itu, juga sedang mengandung. Juga dalam kandungannya
seorang bayi sedang menunggu giliran untukjadi penguasa atas Tumapel. Dan bayi itu adalah
anak Ken Arok yang menang atasTumapel. Bayinya adalah anak dari yang dikalahkannya.