Anda di halaman 1dari 9

KULTURISTIK: Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 4, No. 2, Juli 2020, 28-36


GAGURITAN RUSAK BULELENG … Doi: 10.22225/kulturistik.4.2.1882

GAGURITAN RUSAK BULELENG


SEBUAH KAJIAN NILAI-NILAI

Ni Nyoman Kertiasih
Universitas Warmadewa
nn.kertiasih@gmail.com

ABSTRAK
Gaguritan Rusak Buleleng, koleksi Gedong Kirtya dapat memberikan gambaran mengenai peristiwa
sejarah eroik di Bali Utara. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1846, menyebabkan kerajaan Buleleng
jatuh ke tangan penjajah Belanda. Pada masa itu situasi menunjukkan bahwa kekuatan politik
Belanda sedang meluaskan pengaruhnya di Kepulauan Indonesia. Bali mulai menjadi sasaran
pemerintah kolonial di pertengahan abad ke-19. Adapun nilai-nilai yang dapat digali dari cerita GRB
dapat disebutkan: nilai persatuan, kebersamaan, kepahwanan, nilai pendidikan, nilai religious, nilai
politik/diplomasi, dan nilai kompetisi kuasa politik antar kekuatan politik. Sebagai bagian dari
model pendekatan analisis konten, dapat disebutkan, berbagai konteks situasi, system nilai budaya
berpengaruh di dalamnya. Dalam hubungan itu, tampak berpengaruh system nilai guyub, persatuan
orang Bali, nilai kompetisi politik raja-raja Bali, nilai tradisi masyarakat Bali, dan system politik
colonial yang sedang berkembang.

Kata kunci: Buleleng; geguritan rusak; peristiwa sejarah

ABSTRACT
Gaguritan Rusak Buleleng, Gedong Kirtya collection can provide an overview of heroic historical
events in North Bali. The incident occurred in 1846, causing the kingdom of Buleleng fell into the
hands of the Dutch invaders. At that time the situation showed that Dutch political power was
expanding its influence in the Indonesian Archipelago. Bali began to be targeted by the colonial
government in the mid-19th century. The values that can be extracted from the GRB story can be
mentioned: the value of unity, togetherness, leadership, educational values, religious values,
political / diplomacy values, and the value of competition for political power between political
forces. As part of the content analysis approach model, it can be mentioned, various contexts of the
situation, cultural value systems influence in it. In that connection, it seems to influence the system
of values of harmony, unity of the Balinese, the value of the political competition of the kings of Bali,
the value of traditional Balinese traditions, and the colonial political system that is developing.

Keywords: Buleleng; broken geguritan; historical event

PENDAHULUAN dengan nomor kropak Vc 1035, dengan nama


Website merupakan salah satu media Rusak Buleleng. Lontar itu (berbahasa Bali)
promosi yang berkaitan erat dengan internet. kemudian diambil dan diterjemahkan ke dalam
Gaguritan Rusak Buleleng (disingkat GRB) Bahasa Indonesia oleh I Putu Geria. Oleh I Putu
adalah sebuah karya sastra (Bali) dalam bentuk Geria, naskah itu kemudian diberi nama,
puisi (gaguritan), yang mengungkapkan suatu Gaguritan Rusak Buleleng. Nama “Gaguritan”
peristiwa heroic, kepahlawanan yang terjadi di ditambahkannya, tampak karena naskah itu
Kerajaan Buleleng (Bali Utara) pada ditulis dalam bentuk puisi/tembang-pupuh
pertengahan abad ke-19 (tahun 1846). Sebagai (gaguritan). Disebutkan, gaguritan adalah
karya sastra dalam bentuk lontar (berbahasa sebuah jenis (genre) dalam kesusastraan Bali
Bali) naskah itu diperoleh (disimpan) di yang lumrah terdapat dikalangan masyarakat
Perpustakaan Lontar Gedong Kirtya, Singaraja, Bali. Gaguritan itu dapat berbentuk terjemahan

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

28
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

dari Bahasa yang bukan Bali (seperti Jawa, ke melakukan kesepakatan dengan Pemerintah
dalam Bahasa Bali, lalu disadur), atau memang Jajahan (Belanda). Dengan perjanjian itu,
berupa karya Bali asli yang berbentuk gaguritan Pemerintah Belanda mengapuskan Hukum
(Van Eck, dikutip dari Agastia, 1980: 4). Tawan Karang raja-raja Bali, yang
Menurut Kamus Bali-Indonesia, gaguritan menghalangi masuknya kapal-kapal dagang
berarti, “saduran cerita yang berbentuk asing masuk tanpa izin. Berani masuk ke daerah
tembang (pupuh) (Panitia Penyusun Kamus, Bali tanpa izin, kapal itu akan dirampas isinya.
1978: 223). Dengan perjanjian itu, yang dibuat pada tahun
Dalam karya pendahuluan ini, penulis tidak 1840-an antara raja-raja Bali dan Lombok dan
berusaha melacak berapa banyak karya Pemerintah Belanda di Batavia, maka Belanda
gaguritan Rusak Buleleng yang ada di Bali, merasa telah bebas hambatan untuk masuk ke
tetapi lebih terfokus pada yang wiyaha perairan Bali. Akan tetapi Raja
terdapat/tersimpan di Gedong Kirtya, Buleleng, dengan ketokohan patihnya I Gusti
Singaraja. Di sana terdapat satu naskah tentang Ketut jelantik, – kemudian – tidak mengakui
Gaguritan Rusak Buleleng, selain ada juga yang apa yang telah disepakati, karena merasa
disebut sebagai Babad Buleleng. Yang kedua menjadikan wilayahnya menjadi milik Belanda.
ini, berupa cerita panjang yang Hal itu membawa konflik berkepanjangan
menggambarkan mengenai riwayat raja-raja dengan pemerintah Belanda, seterusnya terjadi
Buleleng, keturunan Panji Sakti, yang disebut perang besar yang menghancurkan Kerajaan
berawal dari turunan (putra) Dalem Gelgel Buleleng. Dalam kaitan itu tampak terjadi
(Dalem Sagening) sekitar pertengahan abad ke- pergolakan nilai-nilai pada diri tokoh-
16. Diceritakan, ada seorang wanita dari tokoh/raja-raja Bali dalam membela sikap mana
Buleleng (Desa Panji) bernama Si Luh Pasek yang dipandang benar atau salah. Memahami
menjadi sahaya di Kerajaan Gelgel. Pada masa keadaan itu, tampak penting menulis Gaguritan
itu memerintah sebagai raja, Ida Dalem Rusak Buleleng dengan melihat dari sudut
Sagening. Rupanya raja (Dalem Sagening) nilai-nilai.
jatuh cinta pada wanita Si Luh Pasek itu. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk
Kemudian diketahui bahwa Luh Pasek hamil, menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam
dan Dalem Sagening sadar diri, telah Gaguritan Rusak Buleleng (GRB), yang ditulis
menyebabkan Si Luh Pasek mengandung. Oleh setelah peristiwa, “Perang Buleleng” (1846)
karena itu, merasa sudah tua, raja menyerahkan terjadi. GRB memberikan gambaran tentang
Si Luh Pasek itu (sedang hamil) kepada seorang terjadi konflik, kemudian perang besar antara
elit kerajaan bernama Arya Jlantik (Ki Gusti pasukan kerajaan melawan pasukan Belanda.
Ngurah Jlantik). Ketika lahir, anak laki-laki, Di sini, Kerajaan Buleleng sebagai kekuatan
berparas tampan, diberi nama Ki Barak Panji, yang bertahan, memegang hak-hak sebagai
yang kemudian bergelar Ki Gusti Ngurah Panji, penguasa pribumi, sedangkan pihak Belanda
menjadi cakal bakal raja-raja Buleleng yang merasa mempunyai hak di Buleleng sebagai
bersambungan darah dengan Raja Gelgel dan hasil dari kesepakatan yang dibuat antara kedua
raja lainnya di Bali. Kemudian, Raja belah pihak. Sementara raja-raja Bali lainnya
Karangasem – karena merasa kuat, (Karangasem, Klungkung, Badung, Lombok)
menaklukkan Buleleng dan menggantikan raja- mengambil sikap berhati-hati, karena perjanjian
rajanya dengan raja turunan Karangasem sudah terlanjur dilakukan. Dilema memang.
(Lihat, W.Simpen AB, Babad Kerajaan Tetapi di Buleleng atas kekerasan pikiran patih
Buleleng). raja, I Gusti Ketut Jelantik, raja bertahan, tidak
Kembali kepada Gaguritan Rusak mau menyerah, karena perjanjian yang dibuat
Buleleng, sebagai karya sastra bercerita sebelumnya itu, pastinya akan membuat
mengenai keadaan, kekacauan di Kerajaan kerajaan tunduk di bawah pemerintahan
Buleleng, pada awal kedatangan kekuasaan penjajah Belanda.
Belanda di Bali di abad ke-19. Pada masa itu, di Maka tujuan dari penulisan ini adalah
Buleleng memerintah raja dan patih turunan menggali nilai-nilai, nilai budaya yang
Karangasem. Pengaruh kekuasaan Belanda terkandung di dalam pergolakan yang terjadi.
mulai masuk ke Bali, karena raja-raja Bali telah Disebutkan nilai budaya merupakan tingkat

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

29
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

yang paling abstrak dari adat. “Suatu system soal raja Buleleng bertentangan dengan
nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang Belanda. Dikabarkan juga bahwa raja-raja lain
hidup dalam alam pikiran sebagaian besar dari di Bali dan Lombok bersahabat dengan
warga masyarakat, mengenai hal-hal yang Belanda. Tetapi disebut bahwa Belanda,
harus mereka anggap amat bernilai dalam melalui Gubernur Jendralnya, sepertinya
hidup. Sistem nilai budaya biasanya berfungsi mencari-cari kesalahan, dengan membuat
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan perjanjian (pasobaya), menghapuskan hukum
manusia” (Lihat, Kuntjaraningrat, 1974: 32). tawan karang di Bali, sehingga ia (Belanda)
Dari kajian GRB, akan dicoba menggali nilai- bebas berlayar. Demikian dibuat perjanjian
nilai apa yang terkandung di dalamnya, yang tertulis, diberikan kepada semua raja di Bali dan
mendukung sikap kedua pihak mesti berperang Lombok. Tetapi ada dua kerajaan di Bali
mempertahankan pendiriannya. (Karangasem dan Buleleng) – sedang
bermusuhan – ke Lombok, menjadi ganjalan
METODE dalam perjanjian – menolak mengikuti
Seperti diungkapkan di atas, Gaguritan perjanjian.
Rusak Buleleng merupakan karya sastra Maka ketika ada perahu lewat di Pantai
berbentuk pupuh dan bait-bait pupuh, Sangsit (perairan Buleleng), tahun 1844, semua
berbahasa Bali, diterjemahkan ke dalam Bahasa isinya dirampas, karena Buleleng menjalankan
Indonesia. Dari segi metode, dilakukan hukum tawan karang, di bawah pimpinan Patih
pembacaan secara cermat atas GRB, mengurai, I Gusti Ketut Jelantik. Pihak Belanda menjadi
lalu dibangun suatu synopsis, ringkasan yang marah, dan meminta raja mengganti rugi
jelas dari isi/temanya. Sinopsis diurai menjadi barang-barang yang dirampas. Dan berusaha
bagian-bagian dari GRB, pertama (pupuh mendekati Patih Jelantik, juga melalui Raja
durma) dan kedua (pupuh sinom), sehingga Klungkung, agar mau berdamai, tetapi harus
jelas gambaran nilai yang terkandung di membayar ganti rugi. Usaha itu gagal. Bahkan
dalamnya. Ketut Jelantik menghardik, mencaci maki,
Sebagai penyajian analisis, penulisan menghina utusan Belanda yang dipertemukan
dibagi ke dalam bab-bab, seperti: Bab I. di Puri Klungkung. Surat-surat utusan
Pendahuluan, Bab II Sinopsis, Bab III Analisis Pemerintah Belanda dirobek-robek dengan
GRB, yang menguraikan tentang nilai-nilai keris oleh I Gusti Ketut Jelantik. Ia bersikukuh,
yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya Bab bahwa kapal itu telah melanggar aturan
IV Kesimpulan. Dengan demikian, diharapkan pelabuhan (pabean) dengan masuk tanpa izin.
penulisan GRB mengangkat nilai-nilai dari Karena itu dijarah. Tjokorda Klungkung, yang
karya sastra itu. berusaha mendamaikannya, tidak dapat
menasehatinya. Sementara itu, dikabarkan
PEMBAHASAN bahwa Raja (I Gusti Made Karangasem) banyak
Sinopsis GRB diam, menyerahkan saja kepada patihnya.
Gaguritan Rusak Buleleng (GRB), yang Sebaliknya, Ketut Jelantik menantang, kapan
digunakan di sini adalah yang tersimpan di saja kalau mau datang menyerang akan
Gedong Kirtya, Singaraja, yang kemudian dihadapi secara kesatria.
ditulis kembali dan diterjemahkan oleh I Putu Oleh karena itu, pihak Pemerintah Belanda
Geria. GRB terdiri atas 27 lembar lontar di Jawa (Besuki) menjadi sangat marah, akan
(ditulisi bolak-balik), dua pupuh (tembang) mempertimbangkan langkah yang akan
yakni: pupuh Durma dan pupuh Sinom. dilakukan. Penguasa Belanda di Besuki (Tuan
Tembang Durma terdiri atas 106 pada (bait) Mayor) segera mempersiapkan pasukan untuk
dan tembang Sinom berisi 95 pada (bait). menyerang Buleleng. Tetapi disebut, Tuan
Dilihat dari segi isinya, dapat diringkas sebagai Mayor bijaksana, terlebih dahulu melakukan
berikut. pendekatan kepada raja-raja lainnya di Bali
Bagian pertama (pupuh Durma), (Klungkung, Karangasem), namun gagal.
menceritakan tentang usaha pengarang menulis Disebut pada suatu hari (Sasih Kasa) akan
gaguritan itu, menceritakan tentang perang (di berangkat ke Bali membawa pasukan besar,
Buleleng), berasal dari kabar yang didengar, lengkap dengan mesiu, obat-obat peluru.

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

30
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

Kemudian disebutkan, bahwa kapal-kapal dilakukan oleh Ketut Jelantik. Dengan cara itu,
sudah datang di Pabeyan, serdadu sudah banyak mereka akan menaruh belas kasihan kepada kita
yang turun (sekitar 600 orang), keadaan dan berbaik kembali. Tampaknya di sana Raja
menjadi panik. Peristiwa itu terjadi tahun 1846. dan saudaranya, dapat menerima nasehat I
Selanjutnya pada bagian kedua (akhir) dari Gusti Made Jungutan, dan kini menyerahkan
Tembang Durma ini, digambarkan bagaimana kebijakan itu kepadanya. Di sana para
keadaan di pantai, sudah ramai dengan pasukan punggawa yang menyertainya, seperti sepakat
Belanda. Pada saat itu pula raja mengirim dengan nasehat itu, dan siap mendukungnya.
utusan ke Pabeyan agar bertemu dengan Akan tetapi, sebaliknya, I Gusti Ketut Jelantik
pimpinan pasukan Belanda. Pasukan, serdadu diam saja, seperti tidak setuju. Dia orangnya
Belanda kelihatan berbaris menuju berpendirian teguh, mengatakan diri kuat dan
sasaran/desa Buleleng), sementara di desa kebal. Demikian pembicaraan yang muncul
Buleleng telah dipasang juga penjagaan dari awalnya di Jagaraga. Tetapi berikutnya, datang
rakyat (orang-orang Bali, Bugis) yang setia pasukan dari raja Bali lainnya, seperti:
kepada raja. Di sini bertindak I Gusti Ketut Klungkung, sekitar 1650 orang, Gianyar
Jelantik sebagai pemimpin pasukan Bali. Sorak mengikuti, berkumpul di Jagaraga. Kemudian
sorai gemuruh dari kedua belah pihak. Situasi datang pula pasukan dari Mengwi sebanyak 600
semakin panas, peluru pasukan Belanda pun orang.
menyasar pasukan raja Buleleng. Mereka Dalam kaitan demikian, saudara raja, I
mengurung dari kanan dan kiri, perkelahian Gusti Gde Ngurah mendahului bertemu dengan
secara dekat pun terjadi menggunakan senjata Tuan Mayor (pimpinan Belanda) di Banjar
pedang, tombak. Tetapi pasukan kerajaan Jawa (Buleleng). Dalam pertemuan dengan
menjadi kocar-kacir, tidak kuat dan I Gusti Tuan Mayor, ia diterima, tetapi raja diminta
Ketut Jelantik ditinggalkan sendirian. mengganti rugi ongkos perang, makanan,
Pertempuran sengit berlangsung sampai sekitar peluru yang dihabiskan dalam perang. Raja
jam 16.00, rakyat Buleleng kualahan, mereka merasa sulit. Tampak keadaan semakin terasa
lari tunggang langgang. genting.
Pasukan Belanda menyasar istana raja. Pada bagian kedua (akhir) dari Pupuh
Besoknya, sekitar pukul 08.00, istana Buleleng Sinom itu, diceritakan bahwa Raja Lombok
terbakar habis (sejarah mencatat, itu terjadi akan melaksanakan upcara yadnya dan
pada 28 Juni 1846). Akibatnya, rakyat mengundang raja-raja di Bali. Setelah selesai
berlarian, berduyun meninggalkan kampung, melakukan upacara, datang utusan dari Bali
dan raja bersama patihnya I Gusti Jelntik pun sebanyak 3 orang yakni: I Gusti Made
ikut lari menuju desa Jagaraga. Di sana mencari Jungutan, Ida Bagus Tamu, dan seorang
perlindungan pada rakyat dan membangun brahmana dari desa Bungaya. I Gusti Made
banteng pertahanan. Jungutan bersama temannya menyampaikan
Bagian Kedua (pupuh Sinom), awalnya kepada Raja Lombok, prihal keadaan di
diceritakan bahwa I Gusti Ngurah Made (raja) Buleleng sudah direbut oleh Belanda, dan
didatangi oleh I Gusti Gde Ngurah (adiknya) berharap raja dapat membantunya. Putra
ketika berada di Jagaraga. Adiknya menyatakan paduka di Karangasem dan Singaraja berharap
minta maaf, karena tidak dapat banyak agar raja-raja di Bali berbaik kembali. Kembali
membantu sampai kakaknya seperti itu. dari Lombok, utusan menyampaikan
Mungkin kemudian, apabila mereka (Belanda) pembicaraannya kepada Raja Buleleng.
datang lagi kemari, adinda siap menjadi Mendengar penyampaian utusan yang ke
pemimpin dalam perang. Raja menjawab Lombok – kurang mendapat dukungan - raja I
sambil menangis, “ya malang benar adinda Gusti Ngurah menjadi marah, kecewa,
punya saudara pengecut, menyebabkan adinda mengatakan diri sudah dibuang. Namun itu
menderita”. Pada saat itu juga datang seorang tidak membuat semangat Raja Buleleng
tokoh I Gusti Made Jungutan, yang menjadi habis untuk melakukan tindakan
berpendapat, kalau bisa baik Ratu (raja) menghadapi musuh. Waktu itu, sepakat,
lakukan daya upaya, minta maaf saja kepada Buleleng, Karangasem, Klungkung bersatu
pihak Belanda tentang segala kesalahan yang menghadapi musuh.

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

31
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

Kemudian terdengar, Tuan Mayor ”Yen ada perahu kandas, karusakan ring
meninggal di Betawi, maka semangat paswan salih tunggil, apang da
perjuangan tumbuh kembali. I Gusti Ketut mangarampas, manjarah tawan karang,
Jelantik, mendengar kematian pemimpin dening ya memanggih sakit,
Belanda itu, lalu berkata, “Telah kawenangannya olasin ya tulungin
sepantasnyalah engkau mati, Si Mayor mati ditu”.
kualat”. Keberanian I Gusti Ketut Jelantik yang Artinya:
ngotot ingin melawan terus, terdengar juga Apabila ada perahu kandas, kerusakan
sampai ke telinga pasukan Belanda. Maka I pada salah satu kuala/pelabuhan, tidak
Gusti Ketut Jelantik dipandang sebagai tikus boleh dirampas, di tawan karang, karena
yang dimaki-maki seperti akan menyeberang mereka mendapat bahaya, tetapi harus
kawah, tiada memandang kiri dan kanan, dan ditolong (GRB, I,5).
setiap berbuat berakibat kehancuran. Cerita Dilihat dari konten, wacana yang muncul,
ditutup sampai di sini. tampak bahwa semua perjanjian itu merupakan
siasat, perspektif pemerintah Belanda dalam
Analisis GRB Bagian Pertama rangka mempermudah geraknya di perairan dan
(Pupuh Durma) memberi arti bahwa wilayah raja-raja itu
GRB ditulis dalam Bahasa Bali dan menjadi wilayah kekuasaan Belanda. Di sini
terjemahan bahasa Indonesia. Pada bagian ini tampak nilai kuasa politik kolonial
kajian dipusatkan pada usaha menemukan nilai- mendominasi keadaan waktu itu.
nilai yang terkandung di dalamnya. Sebagai Kemudian diceritakan, ada sebuah perahu
unit analisis, sasaran diarahkan pada bagian- dagang sedang kerusakan di pangtai Sangsit,
bagian yang lebih kecil, bagian dari pupuh, dirampas. Sejarah mencatat, bahwa peristiwa
yakni bait-bait yang memberikan petunjuk itu terjadi pada tahun 1844. Pihak pemerintah
tentang nilai-nilai tersebut. Untuk Belanda memanfaatkan peristiwa itu. Tuwan
menunjukkan unsur pupuh dan bait maka pada Besar (Gubernur Jendral) di Betawi menjadi
penulisannya digunakan kode I (pupuh Durma) marah, ingin menuntut agar Buleleng
dan II (pupuh Sinom). Apabila ditulis, I. 3, mengganti rugi barang-barang perahu yang
artinya itu menunjuk pada pupuh Durma, bait 3. dijarah. Dan berusaha menghubungi Raja
Bila ditulis, II.5, artinya menunjuk data dari Klungkung agar menasehatinya, tetapi tidak
pupuh Sinom, bait 5. dapat meredakan kemarahan I Gusti Ketut
Dilihat dari segi teori, analisis ini Jelantik yang merasa dilanggar hak-haknya.
merupakan “penelitian sastra dengan model Disebutkan dalam GRB:
analisis konten”. Disebut, model analisis ini “Tuwan Besar berangti, mahutusan ka
merupakan model baru, maksudnya, ketika Bali mangawa surat, I Gusti Ketut
peneliti ingin mengungkapkan, memahami Jelantik sampun kapitelas ngenemin,
pesan-pesan dari karya itu (Suwardi, 2003: nampi surat, kocap munyine ditulis I
160). Tuwan Besar jani ya menagih”.
Nilai politik-hukum dan nilai Sababwatan perahune kajarahin di
moral/etika. Pada bagian pertama tampak Sangsit tagiha makejang, tur iya
nilai-nilai, seperti: nilai politik/hukum ngawatang raja Buleleng tan tindih ring
(pasobaya), yang dilakukan oleh Belanda di pasobaya ne makranan becik” (GRB.I,
Bali dan Lombok. Dalam sejarah tercatat, 17-18).
bahwa raja-raja di Bali dan Lombok telah Artinya:
melakukan perjanjian dengan Belanda pada Gubernur Jendral Belanda marah,
tahun 1843. Hal itu dilakukan – dalam mengirim utusan ke Bali membawa
perspektif Belanda - untuk mengatasi surat. I Gusti Ketut Jelantik sudah
berlakunya hukum tawan karang, yang diserahi menerima utusan itu. Bunyi
melarang kapal-kapal asing datang di perairan surat itu, “Gubernur Jendral menagih
Bali, Lombok tanpa izin dari raja (Utrecht, seluruh barang yang dirampas pada
1962: 174). Isi perjanjiannya adalah: perahu di Sangsit, dan Belanda menuduh

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

32
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

bahwa Raja Buleleng tidak mentaati madabdab, banban pejalane gilik, ada
perjanjian yang menyebabkan baik. mapencar, panjawat kanan-keri”
Dengan itu, I Gusti Ketut Jelantik menjadi (GRB.I, 71).
sangat marah, serta protes, kata-katanya tak Artinya:
karuan, sementara raja tidak punya pendapat, Pagi-pagi I Tuwan Mayor sudah
acuh tak acuh pada sikap marah I Gusti Ketut menurunkan tentaranya semua sebanyak
Jelantik. 600 orang, setelah bersiap, berjalanlah
“Boya tityang mangrandah bahita perlahan-lahan.
kandas, Kandane sapuniki. Ipun perahu Dalam sejarah tercatat, bahwa pasukan
dagang melabuh ring pabeyan, tan Belanda dalam jumlah besar datang di Pabeyan,
manut krama iriki, paswaran bangsal Buleleng pada tanggal 27 Juni 1846
purug ipun iriki’ (GRB.I, 33). “Punika (Kartodirdjo & (dkk.), 1977: 200)).
dawning tityang mangrandah, apan Dalam situasi demikian, di desa Buleleng
mula pemargi. Yan tan asapunika, doh masyarakat sudah membangun benteng-
kapimanah tityang kadi ngarihinin benteng pertahanan untuk menghadapi
muncit” (GRB.I, 34). kedatangan musuh. Ketika serdadu (musuh)
Artinya: datang, masayarakat Buleleng sudah siap
Bukannya hamba menjarah perahu menghadapi, kedua kelompok saling bersorak
kandas, soalnya begini, itu perahu menandakan kesiapan masing-masing. Dalam
dagang berlabuh di pabean, tidak sesuai GRB disampaikan demikian.
aturan di sini, aturan pelabuhan “Di desa Buleleng sampun nangun gelar,
dilanggarnya. Itu sebabnya, kami katah wang kampung Bugis, nggama
menjarah, memang begitu aturan. Bila jroning desa, wang Bali masarengan,
tidak demikian, jauh rupanya hamba Gusti Ketut nyenapati, raris karegah
akan berani mendahului Tjokorda. munyin bedile titir” (GRB.I, 72).
Sampai di sini tampak, bahwa sikap I Gusti “Mahusungan surake nimbal katimbal,
Ketut Jelantik yang terus menentang, pada saling timbalin, anging selat gelar,
merupakan bagian dari nilai sikap moral suradadune ngregah, tuara ngitung tatu
mempertahankan kebenaran (hak) atas wilayah kanin, pada lagawa nyidayang kayun
yang sudah memiliki aturan hukum sendiri. gusti” (GRB.I, 73).
Tampak bahwa dari sisi pikiran Raja Buleleng “I Twan Mayor membedil saking bahita,
dan patihnya, jelas bahwa ia ingin munyin bedile tarik, meriem muah lela,
mempertahankan kekuasaannya dan akan kadi gelap sajuta, limut bahan andus
melawan siapa pun yang berani merampasnya. bedil, Bhatara Surya remrem mateja
Nilai, semangat kepahlawanan I Gusti Ketut kuning” (GRB.I, 75).
Jelantik teruji di sini. Dengan keberanian pihak Artinya:
Buleleng menyampaikan pikirannya “Di Buleleng, masyarakat sudah
(menentang), maka pihak Belanda tidak dapat membuat benteng, banyak orang
menerima, lalu menyiapkan pasukan, serdadu kampung Bugis ikut berjaga, bersama
untuk menyerang Buleleng. orang-orang Bali. I Gusti Ketut Jelantik
“Tan kocapan di jalan rawuh di Pabeyan sebagai pemimpinnya, lalu disambut
kapale pajegirgir, sami kapal perang, suara bedil yang tidak berkeputusan”.
sakotor sakonyer, wangkang julung- “Sorak sorai gemuruh saling berganti
julung, kapal api dadi prakarya ngenter dari luar batas benteng. Serdadu Belanda
kapale sami” (GRB.I, 64). Artinya: menyerang tidak menghitung bahaya.
Tidak diceritakan di jalan, datanglah di Sekalian ikhlas berperang mengikuti
Pabeyan kapal-kapal besar yang bernama kehendak pemimpinya”.
sakotor, sakonyer. Kapal yang besar “Pemimpin pasukan Belanda menembak
menjadi pemimpin itu semua. dari kapal, suara bedil gemuruh tidak
“Pasemengan I Tuwan Mayor berkeputusan seperti suara sejuta
manuhunang suradadune sami halilintar, diselimuti asap mesiu. Bhatara
makatigangatak, sampun pada

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

33
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

Surya remang-remang, berwarna Analisis GRB Bagian Kedua (Pupuh Sinom)


kuning”. Nilai-nilai persatuan dan
Dengan kejadian demikian, tampak kompetisi/diplomasi politik
pasukan kerajaan menjadi kocar-kacir, tidak Berkaitan dengan kepahlawanan I Gusti
mampu bertahan, sehingga I Gusti Ketut Ketut Jelantik, bagian ini tidak benyak
Jelantik sepertinya bertahan sendirian. Para bercerita. Awal cerita menuturkan keadaan di
pengikutnya, setelah banyak yang meninggal, Desa Jagaraga. Raja dan Patih I Gusti Ketut
banyak yang meninggalkan medan perang, Jelantik sudah berada di sana. Pada saat itu,
menyelamatkan diri mereka. Istana Singaraja datang saudara raja (adiknya) menemui raja di
pun akhirnya dibakar, dihancurkan musuh, Jagaraga, menyatakan maaf dan mendukung
membuat pasukan kerajaan menjadi putus asa perjuangannya. Disebutkan.
sama sekali. Pada akhirnya, I Gusti Ketut “Ida Gusti Gede Ngurah nyalempoh
Jelantik pun tidak dapat bertahan dalam raris menangis, kangen ring rakane reko,
menghadapi kekuatan musuh, dan ikut ngelut cokor matur aris.’Ampura tityang
menyingkirkan diri. beli, kasep kapo tityang rawuh, doh
“Pasemengan ring coma pwon tityang nubalihang keweh beline iriki,
dungulan suradadune malih, mara dumadakang wenten sih ican batara”
malaksana manggebug Singaraja, (GRB.II, 1).
munyin bedile titir, wang Singaraja pada Artinya:
takut mesuwin” (GRB.I, 84). Ida I Gusti Gede Ngurah bersimpuh,
Artinya: memeluk kaki, lalu menangis, karena
Pagi-pagi pada hari Senin Pon, Dungulan merasa kasihan kepada kakaknya (raja).
(dua hari sebelum hari Galungan), lagi ‘Mohon maaf dinda kepada kakanda,
serdadu bergerak menggempur kota terlambat datang, tak mungkin dinda
Singaraja, suara bedil tidak berhenti- akan melihat saja kesulitan kanda di sini.
henti, warga Singaraja takut ke luar. Semoga ada anugrah Hyang’.
“Sakewala ngalawan saking jroning “Menawi te benjang puwan ipun malih
desa, sok mesiat ban bedil, surak mangwawanin, magebug ke Jagaraga,
sinurakan, sawatara dawuh tiga sagetan irika tityang mapamit, pucukang
puwun di puri di Singaraja, bedil bome dadarin, sampunang beli bas lacur,
muwunin” (GRB.I, 85). wilang tityang I Wolanda ngrobok
Artinya: segara, kalilih, ica beli irika ngadeg
Tetapi melawan dari dalam desa, macingak” (GRB.II, 2).
berperang dengan bedil, saling sorakin, Artinya:
dan sekitar pukul 08.00, tiba-tiba kota Barangkali besok atau lusa mereka lagi
Singaraja terbakar. memulai memerangi ke Jagaraga, di sana
Sejarah mencatat, bahwa itu terjadi tanggal dinda akan meminta, dahulukan dinda
29 Juni 1846 dan pasukan Belanda menduduki menjadi pemuka, jangan kakanda merasa
kota Singaraja (Kartodirdjo & (dkk.), 1977: rendah, kanda rasa I Wolanda seperti
201). Namun semangat kepahlawanan I Gusti menerebak samudra, akan kalah. Harap
Ketut Jelantik tetap membara, meskipun harus kanda dapat menyaksikan.
menyelamatkan diri, menyingkir ke Desa Kata-kata adik raja di atas seperti memberi
Jagaraga. dukungan, semangat kalau raja masih bisa
Dari catatan di atas, Nampak bahwa di sini melawan, dan berhasil. Di sini muncul nilai
muncul nilai kebersamaan antara raja dan kebersamaan dari saudaranya untuk berbela,
rakyatnya, bersama-sama membela, mengatasi keadaan. Akan tetapi ada juga yang
mempertahankan wilayah Buleleng yang berpendapat, agar raja mau berdamai, meminta
diserang pasukan musuh. Peristiwa itu juga maaf, seperti disarankan oleh I Gusti Made
memberi pelajaran, pendidikan kepada generasi Jungutan, menunjukkan adanya nilai
berikutnya, betapa generasi terdahulu berjuang diplomasi, politik dalam mengahadapi musuh.
mempertahankan kemerdekaannya. GRB menulis demikian.

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

34
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

“Para punggawa makejang sahur Artinya:


manuk mamisinggih. Gusti Ketut Seperti dikabarkan, rakyatnya yang pada
Jelantik meneng, rupa kadi bersedih berduyun sama menyingkir,
manyenggladin, mula daginge daki, menyesalkan I Gusti Jelantik dan
pangrawose teguh timbul, bikase berkata, ‘begini saja menjadi Patih, tidak
nguragada, ngaku aeng, ngaku sakti, tahu tatwa (kemanusiaan), hanya
sangkan pamuktine kene embad” memenuhi kesenangan sendiri,
(GRB.II, 10). minum/memadat, senangnya sendiri,
Artinya: menggunakan daya upaya yang
Para punggawa semuanya kompak menguntungkan diri sendiri’.
mendukung. Tetapi Gusti Ketut Jelantik Ungkapan pengarang GRB ini dapat juga
diam, seperti tidak setuju, memang isinya dilihat dari sudut nilai pendididikan, bahwa
kotor, kata-katanya selalu tinggi, kebiasaan minum, memadat dari I Gusti Ketut
prilakunya angkuh, mengaku sakti, Jelantik, dikeluhkan oleh masyarakat.
kebal. Dan karena itu, buktinya begini Selanjutnya, tuntutan pemerintah Belanda
hancur. tampak sangat memberatkan Raja Buleleng,
Akan tetapi, I Gusti Ketut Jelantik sehingga sulit akan diwujudkan. Keadaan itu
mendengar percakapan itu, tampak diam, tidak pula tampak tetap mendorong semangat untuk
setuju, meskipun para punggawa menyatakan mempertahankan kekuasaan. Dan pihak
persetujuannya. Bersamaan dengan itu, raja- Belanda tetap berusaha untuk menaklukan total
raja lainnya di Bali, semakin memberi kerajaan Buleleng.
dukungan pada perlawanan yang dilakukan Kata-kata I Gusti Jelantik seperti itupun
Ketut Jelantik. GRB mengungkapkan kedengaran sampai ke Jawa, pada pihak
demikian. Belanda, sehingga tampak pihak Belanda terus
“Keto kocapannya tuturan munggah bersiap, berusaha mematahkan perlawanan I
ditulis, pangrawos di Jagaraga, kocap Gusti Ketut Jelantik. Sampai di sini tampak,
dinane ne mani akeh rawuh pamating, bahwa pihak Belanda akan terus bergerak
sikepe saking Klungkung sawatara mengepung persembunyian Raja dan Patih I
sepaha seket, Gianyar menyarengin, Gusti Ketut Jelantik. Memang pergolakan
Dewa Ketut Agung rawuh kairingang” belum selesai. I Gusti Ketut Jelantik sebagai
(GRB.II, 11). pemimpin perlawanan bertahan di Jagaraga.
Artinya: Ketegangan masih menghantui keadaan dalam
Begitu cerita yang sudah dicatat membela harga diri dan wilayah (bangsa).
pembicaraan di Jagaraga. Disebut dihari Cerita GRB diakhiri sampai di sini, meski
besoknya datang banyak pasukan berani perjuangan belum selesai.
mati dari Klungkung, sekitar 1650 orang,
Gianyar juga mengikuti, dipimpin oleh I SIMPULAN
Dewa Ketut Agung. Dari uraian di atas, dapat disampaikan
Ungkapan di atas menunjukkan betapa raja- bahwa Gaguritan Rusak Buleleng, koleksi
raja di Bali menunjukkan rasa kebersamaan, Gedong Kirtya, memberikan gambaran
nilai persatuan muncul. Akan tetapi keadaan mengenai peristiwa sejarah eroik di Bali Utara
masyarakat, juga digambarkan sebagai banyak dalam kerangka perluasan pengaruh kekuasaan
yang putus asa, mengeluh payah mengikuti colonial Belanda di kepulauan. Peristiwa itu
semangat I Gusti Ketutu Jelantik. Disebutkan terjadi pada tahun 1846, menyebabkan kerajaan
dalam GRB. Buleleng jatuh ke tangan penjajah Belanda.
“Kocapa ucap-ucapan, panjake ne pada Pada masa itu situasi menunjukkan bahwa
sedih, rarud sambeh paberasat nyadcad kekuatan politik Belanda sedang meluaskan
Gusti Ketut Jelantik, ‘kene san dadi pengaruhnya di Kepulauan Indonesia. Bali
pepatih, twara ko manawang tutur, sok mulai menjadi sasaran pemerintah kolonial di
nuhukin mamadat, kalegane padidihin pertengahan abad ke-19.
manggugonin daya pikena ken rowang” Pengaruh Pemerintah Belanda mulai masuk
(GRB. II. 13). dengan memutus mata rantai perangkat “hukum

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

35
GAGURITAN RUSAK BULELENG …

tawan karang” yang sudah lama berlaku di Bali situasi, system nilai budaya berpengaruh di
dan Lombok. Meskipun pihak Bali dalamnya. Tampak berpengaruh system nilai
berkeberatan hukum tawan karang dihapuskan, guyub, rasa persatuan orang Bali, nilai
namun dengan upaya politik diplomasi yang kompetisi politik raja-raja Bali, nilai tradisi
cerdik dari Belanda, hukum tawan karang dapat masyarakat Bali, dan system politik kolonial
dirombak. Dihapusnya hukum tawan karang itu yang sedang berkembang. Dari cerita GRB
pada dasarnya menimbulkan konflik-konflik mengenai pergolakan di Bali Utara,
politik antara raja-raja Bali-Lombok dengan kepemimpinan, semangat kepahlawanan I
pihak Pemerintah Belanda. Namun karena Gusti Ketut Jelantik menonjol.
kekuatan pasukan Belanda yang besar dengan
persenjataan modern yang lengkap, sementara DAFTAR PUSTAKA
pasukan kerajaan menggunakan senjata Bali-Indonesia, P. P. K. (1978). Kamus Bali-
tradisional (keris, tombak), maka kekuatan Indonesia. Dinas Pengajaran Propinsi
perlawanan Bali-Lombok dapat dikalahkan. Daerah Tingkat I Bali.
Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa Kartodirdjo, S., & (dkk.). (1977). Sejarah
pergolakan yang terjadi tidak lepas dari nilai- Nasional Indonesia. Balai Pustaka.
nilai sitem budaya yang mendasarinya. Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan,
Mengenai nilai-nilai yang dapat digali dari Mentalitet dan Pembangunan. PT
cerita GRB dapat disebutkan: nilai persatuan, Gramedia.
kebersamaan, kepahlawanan, nilai pendidikan, Suwardi, E. (2003). Metodologi Penelitian
nilai politik/diplomasi, dan nilai kompetisi Sastra. Epistemologi, Model, Teori, dan
kuasa politik antar kekuatan politik. Berkaitan Aplikasi. Universitas Negeri Yogyakarta.
dengan teori, penggunaan model analisis Utrecht, E. (1962). Sedjarah Hukum
konten relevan di dalamnya. Berbagai konteks Internasional di Bali dan Lombok. Sumur.

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2020

36

Anda mungkin juga menyukai