Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SEJARAH

Nama :Ikhlasul Amal (18)

SMA NEGERI 1 LAMONGAN


TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KERAJAAN BULELENG

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali bagian utara yang didirikan sekitar
pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun
oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh
wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Setelah
kemerdekaan Republik Indonesia, Kerajaan Buleleng berstatus sebagai Daerah Tingkat II
Buleleng.
 Ibu kota : Singaraja
 Bahasa: Bali
 Agama: Hindu
 Bentuk Pemerintahan:Monarki Kerajaan
 Sejarah
- Didirikan: 1660
- Bergabung dengan Indonesia: 1950
Raja yang pernah berkuasa di kerajaan buleleng, antara lain :
1. Wangsa Panji Sakti
2. Gusti Anglurah Panji Sakti
3. Gusti Panji Gede Danudarastra
4. Gusti Alit Panji
5. Gusti Ngurah Panji
6. Gusti Ngurah Jelantik
7. Gusti Made Singaraja
8. Wangsa Karangasem
9. Anak Agung Rai
10. Gusti Gede Karang
11. Gusti Gede Ngurah Pahang
12. Gusti Made Oka Sori
13. Gusti Ngurah Made Karangasem
14. Wangsa Panji Sakti
15. Gusti Made Rahi
16. Gusti Ketut Jelantik
Adapun kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Buleleng adalah sebagai berikut :
a. Kehidupan Politik
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti
Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal
menklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri
Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa.
Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang
nantinya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut
prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjlain hubungan erat dengan
Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama
Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh
putranya Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum
karena selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat
peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi
di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya
yaitu Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Ia
berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan dari dalam
maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat
yang disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan tafsirandan
nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul.
b. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian
terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah,
parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.
Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai
dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan
penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam prasasti
Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor
kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa
perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga
memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.
c. Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasu kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi
megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan
ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di
Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang.
Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua
Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana.
Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat
raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.
d. Kehidupan Sosial Budaya
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya
yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan
sosialnya sebagai berikut
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding
keagamaan
3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi,
pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah
tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.

Masa kejayaan kerajaan Buleleng yaitu raja pada masa itu melakukan perluasan wilayah,
maka pajak meningkat dan menambah keuntungan raja saat itu dan daerah kekuasaannya
bertambah berkali lipat. Terjadi perkembangan perdagangan yang sangat pesat barang
dangangan diangkut atau dijual ke pulau seberang. Ini terjadi pada masa Dinasti Warmadewa
yang diperintah oleh Anak Wungsu.
Keruntuhan kerajaan Buleleng disebabkan oleh perang melawan kolonial Belanda yaitu
“Perang Jagaraga”. Hampir semua kerajaan di Bali mengobarkan perang tersebut, termasuk
kerajaan Buleleng. Terjadinya perang tersebut penyebabnya adalah sebagai berikut.
Berlakunya hak tawan bagi raja-raja Bali, yaitu hak raja untuk merampas kapal dan
muatannya yang terdampar di Pulau Bali. Raja Buleleng merampas kapal-kapal Belanda di
Sangsit dan Prancah.
Belanda menuntut supaya hak tawan karang dihapus, dan raja-raja Bali mau mengakui
kekuasaan Belanda di Bali serta mau melindungi perdagangan di Bali
Dalam menundukkan kerajaan Buleleng tidaklah mudah bagi Belanda. Terbukti dengan
Belanda yang memerlukan beberapa ekspedisi untuk menaklukkan kerajaan Buleleng yang
dibantu oleh sekutunya. Berikut ekpedisi dari Belanda.

a. Ekspedisi I (18 Juni 1846)


Dalam ekspedisi pertamanya (1846) Belanda mengirim 1700 pasukan yang dipimpin Van
den Bosch. Kerajaan Buleleng yang meski mendapat bantuan dari sekutunya (seperti
kerajaan Karangasem, Klungkung, Gianyar, dan Mengwi) tidak mendapat mempertahankan
kerajaannya. Bersamaan dengan jatuhnya pusat kerajaan Buleleng ke tangan Belanda,
menyebabkan laskar Buleleng terdesak, dan atas desakan Patih Jelantik raja Buleleng telah
mengambil keputusan untuk mengundurkan pasukannya ke Buleleng Timur memasuki desa
Jagaraga serta menetapkan untuk menggunakan Jagaraga sebagai benteng konsolidasi
kekuatan dan sebagai ibukota kerajaan yang baru.
b. Ekspedisi II “Perang Jagaraga I” (7 Maret 1848)
Kapal perang Belanda mengirim 2265 serdadu yang dipimpin Mayor Jendral Van der
Wijk di Sangsit. Dengan dibangunnya Benteng Jagaraga dan berkat kegigihan para laskar
yang dipimpin Patih Jelantik, pasukan Belanda dapat dipukul mundur. Disini para laskar
dapat mengalahkan Belanda dengan mutlak.
c. Ekspedisi III “Perang Jagaraga II” (15-16 April 1849)
Kekalahan yang diluar dugaan Belanda dari rakyat Bali, membuat Belanda menjadi
geram. Dan pada tahun 1849 Belanda mengirimkan pasukan yang jauh lebih banyak, yakni
15000 pasukan lebih yang terdiri dari pasukan Infanteri, Kavaleri, Artileri, dan Zeni.
Serangan tersebut dibalas oleh rakyat Bali dengan “Perang Puputan” yaitu bertempur sampai
titik darah penghabisan. Akhirnya, benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Setelah
benteng Jagaraga jatuh, serangan diarahkan ke Klungkung, Karangasem, dan Gianyar. Baru
pada tahun 1906, Belanda dapat menegakkan kekuasaannya di Bali.
Peninggalan Sejarah
a. Prasasti Blanjong

b.
Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa. Pada
prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini
bertarikh 835 çaka (913 M). Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur
Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf;
yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan
menggunakan bahasa Sanskerta.
b. Prasasti Penempahan dan Malatgede
Prasasti Panempahan di Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ditulis pada bagian paro
bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913.
d. Pura Tirta Empul

Pura tersebut terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M oleh raja Sri
Candrabhaya Warmadewa. Pura ini, digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas
dari keterikatan dunia materi. Penamaan Pura Tirta Empul diambil dari nama mata air yang
terdapat didalam pura ini yang bernama Tirta Empul. Tirta Empul artinya air yang menyembur
keluar dari tanah. Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan.
e. Pura Penegil Dharma

Pura Penegil Dharma didirikan dimulai pada 915 M. Keberadaan pura ini berkaitan dengan
sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha
Rsi Markandeya di Bali.
Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara
Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri
disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan
Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai