Anda di halaman 1dari 10

PENINGGALAN SEJARAH

KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DI PULAU BALI

Provinsi Bali beribu kota Denpasar. Bali juga merupakan nama dari pulau utama
di wilayah ini. Di awal kemerdekaan Indonesia, pulau ini termasuk dalam Provinsi
Sunda Kecil yang beribu kota di Singaraja, dan kini terbagi menjadi 3 provinsi: Bali,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di
sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan
Pulau Serangan. Secara geografis, Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.
Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai
tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para
wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan
Pulau Seribu Pura.
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan
Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa. Gajah Mada
memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa
orang arya. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat.
Sehingga terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Majapahit menunjuk Sri Kresna
Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali. Berikut ini daftar nama-nama
kerajaan yang pernah ada dan masih ada di Pulau Bali serta peninggalan sejarah dan
kebudayaannya.

A. Kerajaan Bedahulu atau Bedulu (Abad 8 - 14) M


Kerajaan Bedahulu atau yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan
awal yang muncul di Bali. Kerajaan yang terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar,
Kerajaan Bali ini berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-14. Kerajaan ini
diperintah oleh salah satu kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa
dengan Sri Kesari Warmadewa sebagai raja pertamanya. Sri Kesari Warmadewa adalah
salah satu dari Wangsa Warmadewa, dimana mereka merupakan salah satu keluarga
bangsawan yang memiliki kuasa besar akan pulau Bali di masa lalu. Sri Kesari sendiri,
menurut riwayat lisan yang beredar telah berkuasa sejak abad ke-10, dan namanya bisa

1
ditemukan dalam sebuah prasasti di Sanur, bernama prasasti Blanjong. Tertulisnya
nama Sri Kesari di dalam prasasti tadi membuatnya menjadi raja pertama di Bali yang
namanya ada dalam catatan tertulis.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Bedahulu, diantaranya:
1. Pura Jero Agung
2. Pura Samuan Tiga 
3. Goa Gajah 
4. Pura Bukit Sinunggal.
5. Pura Kebo Edan
6. Pura Penataran Sasih
7. Pura Tirta Empul
8. Pura Mengening
9. Pura Yeh Pulu

B. Kerajaan Samprangan (1352-1520)


Setelah berhasil menguasai Bali dengan menaklukkan Raja Bali Kuna Sri
Astasura Ratna Bumi Banten pada tahun 1343 M, sesuai dengan sumpah Palapa yang
didengungkan Gajah Mada, maka terjadi kekosongan kekuasaan di Bali. Untuk
mengatasi hal itu Patih Gajah Mada memutuskan mendudukkan Sri Aji Kresna
Kepakisan sebagai Gubernur Majapahit di Bali pada tahun 1352 M.  Beristana di
Samprangan sehingga pada jamannya disebut Dalem Samprangan. Beliau adalah putera
bungsu dari Brahmana Mpu Kepakisan. Gelar Mpu sebagai Brahmana berubah menjadi
Sri, sebagai penguasa. Beliau didampingi oleh 11 orang Arya dan masing-masing
diberikan tempat kedudukan kerajaan di Bali yang ditaklukkan Majapahit. Raden
Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat
pemerintahan dipindahkan ke Gelgel.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Samprangan, diantaranya:
1. Pura Dalem Samprangan
2. Puri Samprangan

C. Kerajaan Gelgel (1520-1686)

2
Kerajaan Gelgel terletak di pulau Bali yang terbentuk setelah runtuhnya
Majapahit. Kerajaan ini menganggap dirinya sebagai penerus sejati Majapahit. Karena
ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan
oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan
dipindahkan ke Gelgel. Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut
Ngulesir merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong
(1460—1550). 
Kerajaan Gelgel digulingkan oleh kekuasaan raja oleh I Gusti Agung Maruti
pada tahun 1686 Masehi. Setelah dikuasainya kerajaan Gelgel oleh I Gusti Agung
Maruti maka Dalem Di Made (Putra Prami Dalem Sigening) bersama dua putra beliau
yang masih sangat muda yaitu Dalem Pamayun dan Dalem Jambe dengan diiringi oleh
pengawal – pengawal setia beliau mengungsi ke daerah Guliang.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Gelgel, diantaranya:
1. Pura Dasar Bhuana Gelgel
2. Pura Kawitan Pasek Gelgel

D. Kerajaan Klungkung (1668–1950)


Jika menyimak sejarah tentang Bali, tentu tidak akan lepas dari sejarah kerajaan
Bali kuno, kemudian generasi berikutnya adalah kerajaan Gelgel yang pernah
mengalami puncak kejayaanya pada saat pemerintahan dinasti Waturenggong,
kemudian setelah Kerajaan Gelgel, muncullah kerajaan Klungkung, yang mana wilayah
kekuasaan kerajaan Klungkung tersebut meliputi pulau-pulau di di lepas pantai Selat
Badung, yakni pulau Nusa Penida, pulau Nusa Ceningan dan pulau Nusa Lembongan.
Dan saat sekarang ini wilayah-wilayah kekuasaan raja Klungkung tersebut menjadi
pemerintah daerah tingkat II Klungkung.
Berawal dari pemberontakan seorang perdana menteri Kerajaan Gelgel yang
bernama I Gusti Agung Maruti pada tahun 1650, memberontak atas kerajaan Gelgel
yang pada saat itu diperintah oleh Dalem Dimade, pemberontakan ini menyebabkan
runtuhnya kerajaan Gelgel, dan pemerintahan atas kerajaan Gelgel ini diambil oleh I
Gusti Agung Maruti dan sang raja Dalem Dimade menyelamatkan diri dan mengungsi
ke Desa Guliang yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bangli. Runtuhnya

3
kerajaan Gelgel ini menjadi sejarah berakhirnya dinasti Waturenggong yang
memerintah Kerajaan Gelgel.
Kemudian salah satu putra dari Dalem Dimade, yakni Ida Dewa Agung Jambe,
pada abad ke-17 di tahun 1686 Masehi, kembali ke Gelgel untuk merebut kembali
kerajaan dari tangan I Gusti Agung Maruti, dan akhirnya kerajaan bisa direbut kembali,
dan pusat kerajaan dipindahkan, tidak lagi di Gelgel, tetapi di sebelah utara Gelgel,
tempat tersebut dinamakan Klungkung, kemudian disinilah pusat kerajaan dibangun,
sekaligus sebagai istana tempat tinggal Ida Dewa Agung Jambe. Istana baru yang
dibangun tersebut dinamakan Semarapura atau Semarajaya yang dikenal sebagai
Kerajaan Klungkung.
Pada akhir sejarah kejayaan kerajaan Klungkung ini yang akhirnya melakukan
perang puputan melawan kolonial Belanda. Pada tanggal 21 April 1908 mulailah
pasukan kolonial Belanda menyerang Kerajaan Klungkung, kemudian pada tanggal 27
April 1908 pemerintah Belanda kembali menambah pasukannya dari Batavia tiba di
Kusamba dengan persenjataan yang masih tradisional seperti tombak ataupun bambu
runcing melawan senjata meriam pasukan belanda, persenjataan yang tidak berimbang,
sehingga serdadu Belanda bisa merangsek menuju istana Semarapura Klungkung, dalam
serangan tersebut Dewa Agung Gde Semarabawa, Cokorda Gelgel, Dewa Agung Istri
Muter dan sang putra mahkota Gugur.
Mengetahui kejadian tersebut Raja Klungkung lebih membulatkan tekad untuk
melakukan perang puputan atau sampai titik darah penghabisan, Bersama 3.000 orang
pasukan kerajaan Klungkung, raja kembali melakukan perlawanan pada tanggal 28
April 1908, dengan persenjataan yang tidak berimbang akhirnya Raja Dewa Agung
Jambe II gugur di medan perang, dan akhirnya kerajaan Klungkung pada tanggal 28
April 1908 sekitar pukul 15.00 wita jatuh di tangan Belanda.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Klungkung, diantaranya:
1. Monumen Puputan Klungkung
2. Kertha Gosha
3. Taman Gili/Bale Kambang
4. Museum Semarajaya
5. Puri Semarapura
6. Pasar Tradisional Klungkung

4
7. Pura Goa Lawah
8. Pura Dalem Ped

E. Tabanan (1343-1906) M
Kerajaan Tabanan didirikan setelah keruntuhan Majapahit, setelah Dewa Agung
Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi beberapa
kerajaan. Kerajaan Tabanan merupakan pemegang kekuasaan kedua di Bali. Arya
Kenceng, berkuasa di Pucangan, Buahan (Tabanan) dengan diberikan rakyat sebanyak
40.000 orang. Sehingga dapat dipastikan berdirinya Kerajaan Tabanan adalah pada
tahun 1343 Masehi atau tahun Caka 1265.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Klungkung, diantaranya:
1. Puri Anom Tabanan
2. Puri Agung Tabanan
3. Puri Gede Kamasan
4. Pura Natar Jemeng
5. Pura Tanah Lot

F. Kerajaan Bangli (1453-1950)


Kerajaan Bangli adalah kerajaan yang didirikan setelah kejatuhan Majapahit,
setelah Dewa Agung Ketut, Penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya. Bangli
diberikan status baru sebagai panegara atau kerajaan di bawah pusat pemerintahan
langsung kerajaan Gelgel dengan pengangkatan I Gusti Wija Pulada sebagai Anglurah
di Bangli pada Soma Julungwangi, Sasih Kesanga Penanggal ping 9 Caka 1375. Jika
dikomparasikan dengan tahun Masehi, maka saat pengangkatan tersebut yakni 14 Maret
1453 Masehi. 
Bangli sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat lepas dari kekuasaan Gelgel pada
tahun 1686, ketika terjadi pemberontakan I Gusti Agung Maruti di Gelgel. Puri Bangli
sebagai pusat kota kerajaan Bangli sendiri mulai didirikan I Dewa Gde Bencingah
sekitar tahun 1576 Masehi, setelah I Gusti Peraupan dikalahkan Tamanbali dan
Nyalian. 
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Bangli, diantaranya:
1. Puri Agung Bangli

5
2. Pura Kehen
3. Desa Penglipuran
4. Puri Agung Susut Bangli
5. Taman Narmada Baliraja
6. Pura Batur
7. Pura Ulun Danu Batur

G. Kerajaan Karangasem (1600–1950)


Kerajaan Karangasem adalah salah satu kerajaan Hindu yang berdiri pada abad
ke-17 di bagian timur Pulau Bali. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Karangasem
bahkan memiliki wilayah kekuasaan hingga Pulau Lombok. Setelah ditaklukkan
Belanda pada tahun 1894, kerajaan ini berada di bawah kekuasaan pemerintah Hindia
Belanda. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia. 
Kerajaan Karangasem dibentuk setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, sesudah
Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya menjadi
beberapa kerajaan di antara 9 miliknya Kerajaan Karangasem berstatus sebagai Daerah
Tingkat II Karangasem dalam pemerintahan Provinsi Bali.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Karangasem, diantaranya:
1. Puri Agung Karangasem
2. Tirta Gangga
3. Candi Dasa
4. Taman Soekasada

H. Kerajaan Buleleng (1660–1950)


Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali Utara yang didirikan sekitar
pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini
dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara
menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama
Den Bukit. 
Buleleng merupakan kerajaan yang dibangun sebagai akibat dari kejatuhan
Majapahit, setelah Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi

6
kerajaannya. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Kerajaan Buleleng berstatus
sebagai Daerah Tingkat II Buleleng. 
I Gusti Anglurah Panji Sakti atau yang bernama kecil I Gusti Gede Pasekan
adalah seorang pangeran. Ia putra dari I Gusti Ngurah Jelantik, penguasa Kerajaan
Gelgel yang bertakhta sejak tahun 1580 Masehi. Meskipun bertitel pangeran, Panji Sakti
bukanlah putra mahkota karena ia bukan anak dari permaisuri. Ibunda Panji Sakti
bernama Si Luh Pasek Gobleg, istri selir I Gusti Ngurah Jelantik. Dikisahkan oleh Deni
Prasetyo dalam buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara (2009), Panji Sakti
berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia punya keistimewaan, termasuk disebut-sebut
memiliki kekuatan supranatural.
Kelebihan Panji Sakti membuat ayahnya khawatir. I Gusti Ngurah Jelantik
cemas jika suatu saat anaknya dari istri selir itu akan menggeser posisi pewaris takhta
yang telah ditunjuknya, yakni putra mahkota dari permaisuri. Maka, ketika berusia 12
tahun, Panji Sakti diasingkan ke kampung halaman ibunya, yakni di Desa Panji, wilayah
Den Bukit, Bali bagian utara. Di Den Bukit, Panji Sakti tumbuh sebagai sosok
pemimpin muda yang cemerlang. Ia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitar Den
Bukit bahkan kemudian dinobatkan menjadi raja. I Gusti Anglurah Panji Sakti
mendirikan kerajaan pada 1660 yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan
Buleleng.
Di bawah pimpinan I Gusti Anglurah Panji, Kerajaan Buleleng berkembang
pesat dan langsung mencapai kejayaan di masa-masa awalnya. Kerajaan ini punya
bandar dagang yang ramai karena letaknya dekat dengan pantai. Buleleng berperan
sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke daerah-daerah lain.
Dikutip dari buku I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1994) karya Soegianto
Sastrodiwiryo, wilayah Kerajaan Buleleng bertambah luas setelah menaklukkan
Blambangan (Banyuwangi) dan Pasuruan di Jawa bagian timur. Kekuatan Kerajaan
Buleleng perlahan melemah setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti meninggal dunia pada
1704. Tahun 1732, Buleleng takluk kepada Kerajaan Mengwi. Dua dekade kemudian,
tahun 1752, Buleleng kembali menjadi negeri yang merdeka. Namun, lagi-lagi Buleleng
kalah perang tahun 1780 pada era kepemimpinan I Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780).
Pemimpin Wangsa Karangasem, I Gusti Pahang Canang, berhasil merebut wilayah
Buleleng.

7
Selama berada di bawah kekuasaan Wangsa Karangasem, keluarga istana
Buleleng ternyata diberi posisi penting. Salah satunya adalah I Gusti Ketut Jelantik,
pangeran Buleleng putra I Gusti Ngurah Jelantik. Ketika Wangsa Karangasem dipimpin
oleh I Gusti Made Karangasem (1825-1849), I Gusti Ketut Jelantik ditunjuk sebagai
patih atau panglima perang. Pada 1846, 1848, dan 1849, wilayah Buleleng mendapat
serangan dari Belanda. Menurut catatan Robert Pringle dalam A Short History of Bali
(2004), I Gusti Ketut Jelantik memimpin perlawanan rakyat Buleleng terhadap kaum
penjajah. I Gusti Ketut Jelantik gugur dalam rangkaian peperangan yang berakhir
dengan puputan atau perang habis-habisan itu pada 1849. Sejak saat itu, wilayah Bali
bagian utara, termasuk Karangasem dan Buleleng, dikuasai oleh Belanda.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Karangasem, diantaranya:
1. Puri Agung Buleleng
2. Puri Kanginan Buleleng
3. Puri Sukasada
4. Puri Panji
5. Pura Pajenengan
6. Pemandian Kuno Kerajaan Buleleng
7. Benteng Jagaraga
8. Gedong Kirtya
9. Eks Pelabuhan Buleleng
10. Masjid Agung Jami Singaraja
11. Candi Brahmavihara Arama
12. Makam Jaya Prana dan Layonsari

I. Kerajaan Gianyar (1771-1950)


Berdirinya keratin Griya Anyar atau yang kemudian menjadi Puri Agung
Gianyar, yang diresmikan dengan upacara pada taggal 19 April 1771, menandakan telah
lahirnya sebuah kerajaan baru, yang diperintah oleh ida Anake Agung I Dewa Manggis
Api atau I Dewa Manggis Shakti. Setelah dinobatkan menjadi raja, Beliau bergelar I
Dewa manggis IV, sebagai raja Kerajaan Gianyar I (pertama). Puri Agung Gianyar
sebagai keraton istana raja selanjutnya menjadi pusat ibu-kota kerajaan. Ketika
Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan (NKRI) pada tanggal 17

8
Agustus 1950, maka daerah-daerah diseluruh Indonesia menjadi bagian dari Republik
Indonesia.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Karangasem, diantaranya:
1. Puri Agung Gianyar
2. Puri Agung Peliatan Ubud
3. Puri Sukawati
4. Puri Agung Abianbase
5. Puri Agung Tulikup
6. Puri Kelodan Payangan
7. Puri Ageng Jelantik Blahbatuh
8. Puri Agung Payangan
9. Puri Pejeng
10. Puri Agung Keramas

J. Kerajaan Badung (1788–1950)


Badung adalah kerajaan yang dibentuk karena kejatuhan Majapahit, setelah
Dewa Agung Ketut, penguasa Bali dan Lombok membagi kerajaannya untuk ke-9 anak-
anaknya. Wilayahnya saat ini menjadi Kabupaten Badung. Pusat pemerintahan Kerajaan
Badung berada di Puri Agung Denpasar sampai akhirnya pasukan Belanda mengalahkan
Kerajaan Badung melalui Perang Puputan Badung pada tahun 1906.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Badung, diantaranya:
1. Puri Agung Denpasar
2. Puri Tainsiat
3. Puri Gerenceng
4. Puri Kesiman
5. Puri Pemecutan
6. Makam Putri Raja Pemecutan
7. Monumen Puputan Badung

K. Kerajaan Mengwi (1723-1891)


I Gusti Agung Putu adalah putra dari I Gusti Agung Anom. Ia bergelar I Gusti
Agung Made Agung mendirikan kerajaan Mengwi dan menjadi Raja Mengwi I pada

9
tahun 1723. Mengwi pada zaman dahulu merupakan sebuah kerajaan mandiri. Namun,
Mengwi kalah perang dan akhirnya pada tahun 1891 wilayahnya dibagi-bagi antara
Tabanan dan Badung.
Tempat-tempat peninggalan Kerajaan Mengwi, diantaranya:
1. Puri Agung Mengwi
2. Pura Taman Ayun

10

Anda mungkin juga menyukai