Anda di halaman 1dari 10

Design by : Mutyarania Insyira

Nabila Laverda
Kerajaan Dinasti
Kerajaan Buleleng Warmadewa
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan Buleleng adalah
suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17. Menurut
berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan
yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan
kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila
ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke dalam mulutnya
dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian mayat
itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.

Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan
Majapahit. Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga
berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan
Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul
kerajaan yang lain.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan
Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa
(Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan
Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan
Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752.
Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja
Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde
Karang membangun istana dengan nama Puri
Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama
I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Kekuasaan Karangasem melemah, terjadi beberapa
kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made
Karangsem memerintah dengan Patihnya I Gusti
Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun
1849.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan
Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak
rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih/Panglima
Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848
Buleleng kembali mendapat serangan pasukan
angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada
serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat
menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya
Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu
Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial
Belanda.
Wangsa Warmadewa
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Menurut riwayat lisan
turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut dalam
prasasti Blanjong di Sanur dan menjadikannya sebagai raja Bali pertama yang
disebut dalam catatan tertulis. Menurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut
Buddha Mahayana yang ditugaskan dari Jawa untuk memerintah Bali. Dinasti inilah
yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa
Timur pada abad ke-10 hingga ke-11.

Berikut adalah raja-raja yang dianggap termasuk dalam wangsa Warmadewa :


• Sri Kesari Warmadewa (882M - 914 M)
• Sang Ratu Sri Ugrasena (915 M - 942 M)
• Sri Tabanendra Warmadewa (943 M - 961 M)
• Candrabhayasingha Warmadewa (962M - 975 M)
• Janasadu Warmadewa ( 975 M -988 M)
• Udayana Warmadewa (989 M - 910 M)
• Dharmawangsa Warmadewa (memerintah Medang)
• Airlangga (991-1049, penguasa Kerajaan Kahuripan)
• Anak Wungsu (1049M - 1077M)
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa.
Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak
Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di
Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana
menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini
dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni
merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya,
yaitu Marakatapangkaja.
Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring).
Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak
Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil
menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari
dalam maupun luar kerajaan.
Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan
menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya
yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut.
Hasil pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari
Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam,
kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang).
Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa
Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya kata-kata pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang
berangka tahun 1065 M.
Kata-kata yang dimaksud
berbunyi, “mengkana ya hana
banyaga sakeng sabrangjong,
bahitra, rumunduk i manasa...”
Artinya, andai kata ada saudagar
dari seberang yang datang
dengan jukung bahitra berlabuh
di manasa...”
Sistem perdagangannya ada yang
menggunakan sistem barter, ada
yang sudah dengan alat tukar
(uang). Pada waktu itu sudah
dikenal beberapa jenis alat tukar
(uang), misalnya ma, su dan
piling. Dengan perkembangan
perdagangan laut antar pulau di
zaman kuno secara ekonomis
Buleleng memiliki peranan yang
penting bagi perkembangan
kerajaan-kerajaan di Bali
misalnya pada masa Kerajaan
Dinasti Warmadewa.
Peninggalan Sejarah
a. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari
Warmadewa. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan
sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M). Prasasti
Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur,
Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf
Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan
menggunakan bahasa Sanskerta.

b. Prasasti Penempahan dan Malatgede


Prasasti Panempahan di Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ditulis pada
bagian paro bulan gelap Phalguna 835 S atau bulan Februari 913.

c. Pura Tirta Empul


Pura tersebut terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M
oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura ini, digunakan beliau untuk
melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi. Penamaan Pura
Tirta Empul diambil dari nama mata air yang terdapat didalam pura ini yang
bernama Tirta Empul. Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah.
Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan.
d. Pura Penegil Dharma
Pura Penegil Dharma didirikan dimulai pada 915 M. Keberadaan pura ini
berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja
Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
Design by : Mutyarania Insyira
Nabila Laverda

Anda mungkin juga menyukai