Oleh
Dra. Ni Ketut Sudiarsih, M.Si
PENGAWAS SEKOLAH DASAR
pernah dialami lagi oleh manusia yang hidup dewasa ini, walaupun demikian harus diakui bahwa
kejadian itu pada hakekatnya memiliki nilai nilai pendidikan yang sangat penting.
Sejarah Indonesia pada abad ke 18 dan 19 ditandai oleh hubungan yang makin itensif
antara kekuasaan-kekuasaan tradisional dan kekuasaan asing dalam hal ini kekuasaan Belanda.
Intensitas hubungan tersebut ditiap-tiap daerah di Indonesia tidak sama. Hal ini terutama
disebabkan karena proses historis masuknya pengaruh dan meluasnya kekuasaan Belanda di
daerah satu dengan yang lainnya tidak bersamaan. Dapat pula dikatakan bahwa tiap-tiap daerah
Siapapun tidak akan membantah adanya fakta bahwa negara Indonesia pernah
mengalami masa penjajahan dalam masa yang relative panjang, tetapi sejarah pula telah
melukiskan bahwa penjajahan di Indonesia tidak berlalu begitu saja tanpa reaksi, melainkan
selalu diwarnai berbagai bentuk pergolakan yang menandakan bahwa bangsa Indonesia pada
hakekatnya tidak menghendaki adanya segala bentuk penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan
terjadinya perlawanan seperti perang Diponogoro, perang Padri, perang Lombok dan beberapa
peristiwa perang yang pernah terjadi di Bali. Kerajaan-kerajaan di Bali dalam rangka
perang Kusamba, Puputan Klungkung, Puputan Badung, perang Banjar dan perang Jagaraga.
Sehubungan dengan hal ini penulis akan mengungkap jalannya Puputan Klungkung
yang pernah terjadi pada tahun 1908. Judul tulisan ini adalah Nilai- Nilai Pendidikan Perlawanan
Rakyat Klungkung Dalam Usaha Mengusir Kolonial Belanda Pada Puputan Klungkung Tahun
1908.
berhubungan dengan masalah status dan peranan suatu dinasti. Dilihat dari dinasti
raja klungkung adalah keturunan langsung dari dinasti Kresna Kepakisan yang
berkaitan erat dengan expedisi Gajah Mada ke Bali. Selain itu Klungkung dipilih
sebagai ibukota kerajaan karena diyakini bahwa karisma Keraton Gelgel sudah tidak
ada lagi di Sweca Pura, kewibawaan keraton Gelgel sudah punah. Karena tercemar
oleh peristiwa berdarah akibat pemberontakan I Gusti Agung Maruti. Keraton Gelgel
mengalami kerusakan fisik karena pemberontakan tahun 1651 oleh I Gusti Agung
Maruti.
Klungkung dipilih sebagai pusat pemerintahan karena latar belakang agraris atau
disekitar Keraton Gelgel. Dasar lain dipakai alasan terpilihnya Klungkung sebagai
ibukota kerajaan seperti ; Desa Klungkung secara geografis dianggap lebih aman dari
bahaya luapan banjir kali Unda . Jarak dengan dengan Bandar Jumpai dan Klotok
tidak begitu jauh ( Proyek Sejarah Bali tahun 1984/1985). Klungkung jauh lebih
menguntungkan dari segi ekonomi, strategis dan kepentingan politik dari Gelgel.
Setelah berdirinya kerajaan Klungkung maka Dewa Agung Jambe dinobatkan
menjadi Raja Klungkung yang pertama dengan gelar Ida Idewa Agung Putra
(Sidemen, 1983 : 36). Gelar-gelar raja Klungkung berbeda dengan gelar di masa
Samprangan dan gelgel, yang memakai gelar Dewa Agung. Hal ini jelas
menampakkan pengaruh kuat dari kedaerahan (Bali). Masuknya unsur Bali dalam
sistim politik kerajaan Gelgel di mulai dari jaman Waturenggong, karena dalam masa
pemerintahannya ikatan Bali dengan Majapahit boleh dikatakan telah putus, karena
runtuhnya egonomi Majapahit pada tahun 1478. Dalam masa berikutnya terlihat
adanya proses yang lebih banyakuntuk memasukkan unsur-unsur Bali seperti sebutan
bagi keturunan Bali, yakni: “I Dewa atau Ida Idewa Agung” yang mulai mulai terlihat
jelas pada jaman Klungkung, gelar ini telah dipakai oleh raja-raja Klungkung.
hamper saja dapat merebut Klungkung. Dilain pihat antara satu kerajaan dengan
kerajaan lainnya di Bali tidak ada kecocokan sehingga sering terjadi perebutan
sampai ke Pasuruhan dan berikutnya dapat diambil alih oleh kerajaan Karangasem,
setelah cucu dari Panji Sakti memegang tapuk pemerintahan sesudah terjadinya
perang saudara yang dapat melumpuhkan kekuasaan Buleleng (Babad Buleleng 1a-
12a). Pada periode berikutnya tampak Mengwi muncul dengan menguasai Badung,
Tabanan, Gianyar, sampai Bangli, bahkan sampai keluar Bali yang mengambil alih
Dengan Situasi yang demikian ternyata Klungkung tiada pernah dikusik oleh
penguasa-penguasa di Bali lainnya. Ini dapat disimpulkan bahwa adanya rasa hormat
adalah pewaris Majapahit maka sangat wajar untuk dihormati, selain itu sudah
Dengan datangnya Kresna Kepakisan yakni leluhur raja Klungkung itu pula,
raja-raja di Bali lainnya sebagai pembantu Kresna Kepakisan. Dapat juga dikatakan
Kerajaan Gianya, Badung dan Tabanan. Mereka menyatakan takluk dibawah raja
Klungkung, hal ini dinyatakan pada pasobayan yang disyahkan pada hari Rabu
Kliwon Pahang tahun caka 1751 (1829 M). Sejalan dengan itu pula bahwa
Bahwa semua kerajaan tersebut sehidup semati selama hayat didikandung badan.
tersebut yakni; Klungkung, Gianyar, Bangli, Payangan, Badung dan Mengwi. Mereka
berjanji diatas sumpah bahwa menyatakan kerajaan Gianyar, Bangli, Payangan,
Badung dan Mengwi dibawah pimpinan Raja Klungkung. Mereka berjanji diatas
Kalau berani melawan agar tuhan mengutuk negara mereka menjadi hancur ( yan
ulun sinalihtunggal ngaryanin rusak palinggih Batara Cokorda Ida Idewa Agung,
diatas sumpah setia berada dibawah kerajaan Dewa Agung, dan berjanji diatas
sumpah menganggap musuh terhadap musuh Dewa Agung ( Majati sturing satrun
Semua paswara atau Pasobayan diatas menunjukkan usaha dan hasil yang telah
kerajaan Klungkung dengan kerajaan yang lainnya di Bali. Hubungan dengan raja –
raja di Bali dan kesepakatan yang telah dicapai mencerminkan pula hasil usaha raja
Klungkung yang terkait dengan titel Dewa Agung sering ditambah dengan titel
penghormatan dengan bentuk yang lain, sehingga sebutan menjadi Ide Idewa Agung,
bahkan raja Klungkung mendapat sebutan: Betarane Cokorde Ida I Dewa Agung.
Semua titel yang diberikan kepada Dewa Agungraja Klungkung dengan jelas
Pertama kali bangsa Eropa mengenal pulau Bali pada tahun 1586, ketika itu sebuah kapal
Inggris yang dipimpin oleh Thomas Candish singgah di Pulau Bali dalam pelayarannya
menyeberangi selat Magelhains menuju Philipina. Kedatangan kapal inggris ini hanya untuk
berhenti sebentar sambil mengisi persediaan air minum. Perkenalan dengan Bangsa Belanda
terjadi pada jaman kerajaan Gelgel dalam masa pemerintahan Dalem Bekung yang dibantu oleh
Adiknya yang bernama Dalem Segening. Eskandar Belanda pertama kali yang dipimpin oleh
Belanda ini berada di Bali hampir satu bulan lamanya (25 Januari sampai 26 Pebruari 1597)
menimbulkan suasana buruk , tetapi kedatangan Belanda di Bali diterima dengan persahabatan.
Gelgel, tujuannya adalah menyampaikan salam dan rasa hormat Belanda kepada Raja yang
disertai dengan persembahan hadiah persahabatan. Duta Belanda yang pertama ini tinggal di
Gelgel selama seminggu dan diterima dengan ramah ( Sidemen, 1983 : 65). Perkenalan yang
pertama ini hampir sepenuhnya bersifat persahabatan. Hal ini terbukti bahwa salah seorang
utusan tersebut yaitu Manuel Rodenborch bersama dengan Yakob Claess menetap di Bali sampai
tahun 1601.
Pada jaman VOC Belanda mengirim dua kali utusan ke Bali (Gelgel). Duta yang pertama
adalah : Jan Costerwijek yang dikirim pada tahun 1633 0leh Gubernur Jendral Hendrik Brouwer.
Duta ini membawa pesan permintaan agar Bali mau mambantu berperang melawan Mataram
(Jawa) dalam persoalan Blangbangan. Duta ini gagal menjalankan misinya, karena raja Bali
menolak membantu Belanda. Duta yang ke dua dikirim ke Bali pada tahun 1651,dengan maksud
yang sama utusan yang ke dua ini juga gagal karena di Gelgel sedang terjadi kekacauan politik.
Pada masa itu VOC belum perhatikan pulau Bali sebagai suatu daerah yang harus dikuasai.
Hubungan lainnya terjadi dalam soal jual beli budak dan mencari calon-calon prajurit bagi
Kompeni. Permintaan kompeni dan Daendels tidak dapat melupakan keberanian pasukan yang
terdiri atas orang-orang Bali yang derektutnya oleh Hisnet,Moser dan Van de Wahl pada tahun
1808-1809. Hal ini telah menimbulkan suatu tradisi membebaskan budak – budak Bali dengan
jalan membelinya dan dijadikan serdadu Belanda. Ketika Daendels diangkat menjadi Gubernur
Jendral dengan tugas mempertahankan pulau jawa dari serangan Inggris. Belanda mulai
memprhatikan pulau Bali.Belanda menganggap pulau Bali dapat dipakai sebagai benteng di
timur untuk membendung ekspansiInggris, terdapat satu kemungkinan pula bahwa usaha Inggris
untuk menduduki pilau Bali, juga bertujuan mempergunakan pulau Bali sebagai tangga untuk
meloncat menguasai pulau Jawa dan daerah-daerah di sebelah timur pulau Bali. Inggris
kerajaan tersebut menolak pengumuman tersebut dan menyerang kedudukan Inggris pada bulan
Pebruari 1814. Serangan ini dapat digagalkan oleh tentara Spoy Inggris pada tanggal 14 Mei
1814. Inggris mengirim ekpedisi militer dipimpin oleh Jendral Neghtigale menyerang
Buleleng.Laskar Buleleng kalah dan raja terpaksa tunduk pada kekuasaan asing itu ( Z.Ultracht,
1962 : 150 )
Hubungan Bali dengan Belanda dalam bentuk ikatan kontrak ( perjanjian ) baru terjadi
pada masa pulau Bali telah terpecah menjadi Sembilan atau delapan kerajaan.Timbulnya
kerajaan-kerajaan kecil di Bali telah menyebabkan situasi politik dalam negeri menjadi lemah
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Situasi ini memberikan kemudahan bagi Belanda untuk
menerapkan kekuasaannya melalui kontrak, Belanda mengambil manfaat dari peperangan antara
Inggris melawan Buleleng. Buleleng tidak berdiri sendiri dalam menghadapi intervensi Inggris,
raja Klungkung, Karangasem, Bangli membantu Buleleng menghadapi Inggris dan agen-
agennya yang menetap di pulau Bali. Belanda mengetahui bahwa Klungkung tetap diakui dan
dihormati sebagai pimpinan federasi Bali walaupun antara kerajaan-kerajaan di Bali sering
timbul perang saudara, tetapi pandangan dan anggapan mereka terhadap perang raja Klungkung
tidak berubah terutama menghadapi musuh dari luar. Terhadap raja Klungkung dan raja-raja lain
di Bali lebih banyak bersifat diplomatis dengan mengakui Klungkung tetap sebagai sesuhunan
Bali Lombok.
Untuk menjaga agar jangan terjadi kesalah pahaman diantara raja-raja di Bali dengan
pemerintah Kolonial Belanda maka timbullah perjanjian persahabatan pada tahun 1817,
Gubernamen Belanda mengirim duta ke Bali disertai oleh rombongan kecil , rombongan tersebut
dipimpin oleh H.A Van De Broek dengan ajudan bernama Roas dan 20 orang militer dibawah
pimpinan Letnan Lotse. Rombongan duta ini bertujuan mempererat persahabatan antara Bali
dengan Gubernamen, menghindarkan agar raja-raja Bali tidak mengadakan hubungan dengan
bangsa Eropa lainnya terutama Inggris. Dan berusaha mendapat ijin mendirikan satu pangkalan
di Bali, sebenarnya Belanda telah berhasil sebuah Loji di Bali pada tahun 1620. Tetapi tanpa
diketahui sebabnya tahun berikutnya loji itu sudah dibongkar kenbali. Keberhasilan ini harus
diulang kembali oleh misi Van De Broek, dimana-mana Van De Broek mendapat kesan bahwa
raja-raja Bali sangat mencurigai kedatangan misi tersebut. Misi Van De Broek gagal, kegagalan
ini disebabkan oleh kecurigaan raja-raja Bali atas keinginan Van De Broek untuk mendirikan
kantor dagang di Bali, dengan syarat mau membantu dalam suatu sengketa dengan Lombok.
Gagalnya misi Van De Broek tidak mengubah politik Gubernamenterhadap Bali. Gubernamen
tetap meneruskan usahanya untuk memperoleh pengaruh itu di Bali. Ada empat factor yang
1. Ancaman dari Raffles yang berkedudukan di Bengkulu, setiap saat akan berusaha
3. Belanda berkepentingan Tawan Karang agar terhapus, karena hal itu merupakan
Untuk maksud tersebut di atas Belanda mengirim agen-agen rahasia untuk menyelidiki pulau
Bali, salah seorang diantaranya bernama Abdullah Bin Mohamad. Seorang lagi bernama Said
Pada tanggal 30 Desember 1826 Wettera sebagai komisaris Belanda yang bertugas
sebagai utusan merkrut calon serdadu di Bali berhasil mengadakan perjanjian dengan raja
Badung. Kontrak ini ditandatangani di istana Pemecutan dan Wetters sebagai wakil Belanda.
Kontrak ditulis dalam bahasa Bali kemudian diterjemahkan kedalam bahasa melayu oleh Said
Hassan Habashy. Pasal satu, dua, tiga dan empat dari perjanjian ini dijelaskan tentang kesediaan
kedua belah pihak untuk bersahabat erat selama-lamanya. Pada pasal lima, enam dan tujuh
memuat tentang kesediaan raja Badung memberikan calon serdadu kepada Gubernamen dengan
jangka waktu kontrak selama lima tahun, dalam masa kontrak serdadu Bali sepenuhnya dijamin
oleh pemerintah Gubernamen Belanda. Tetapi tidak disebutkan apa imbalannyayang diberikan
oleh Belanda kepada Badung sebagai balas atas kesediaan memberikan calon serdadu, selain itu
dalam perjanjiann pertama sedikitpun tidak ada kelihatan keterlibatan raja Klungkung dalam
proses penyelesaian kontrak ini. Pada tahun 1814 Belanda mengirim komisaris Huskus
Koopman ke Bali, dengan tugas mendapatkan pengakuan atas perjanjian yang disodorkan pada
raja-raja Bali pada tanggal 20 Juli 1814, Huskus Koopman berhasil mengadakan suatu kontrak
dengan raja Badung. Untuk memulihkan kembali hubungan timbal balik antara Bali dan
Gubernamen bagi kepentingan kedudukan politik Belanda, ia juga diberi kuasa penuh untuk
membuat kontrak-kontrak sementara dengan raj-raja Bali. Perjanjian yang pertama tidak
berhasil, Dewa Agung Klungkung tidak mau mengadakan hubungan dengan Gubernamen, raja-
raja Bali lainnya terutama yang masih menghormati kekuasaan tinggi Dewa Agung yang telah
Perjanjian yang pertama kali ditandatangani oleh Klungkung dengan Belanda yaitu
tanggal 6 Desember 1814 di Istana Klungkung, sebagai wakil Klungkung telah membubuhkan
tanda tangan antara lain : Ratu Dewa Agung Putra ( Raja ), Ratu Dewa Agung Gede, Anak
Agung Ketut Rai ( keduanya bahudande), Pedande Wayahan Pidada ( Bhagawanta ) dan Ida
Wayahan Sidemen ( Walaka ) dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. Huskus Koopman.
1849). Mengharuskan Raja Klungkung menanda tangani di Kuta pada tanggal 13 JUli 1849 dan
di syakkan di Batavia pada tanggal 25 Agustus 1849. Pada perjanjian ini pihak Klungkung
diwakili oleh Dewa Agung Ketut Agung mengatasnamakan Dewa Agung Putra Raja Klungkung,
sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Van Swieten Vander Capelan. Pengerahan kedaulatan
pollitik ini dapat dilihat pada pasal 1 antara lain : …bahwa kita Ratu Dewa Agung Putra
Sesuhunan di atas pulau Bali dan Lombok mengaku yang kita punya kerajaan Klungkung, ini
adalah sebagian dari tanah India Nederland dan sebab itu ada dipemerintahan tanah Olanda yaitu
: Tanah Nederlan baik di darat seperti juga di atas kapal-kapal bendera dari negeri Klungkung
( Sidemen, 1938 : 71 ).
Belanda tidak puas dengan pengakuan dan penyerahan kedaulatan politik ke tangan
Belanda. Belanda ingin berkuasa penuh atas kerajaan Klungkung. Tanpa meletuskan peluru,
seperti yang dilakukannya terhadap Gianyar pada tanggal 23 Setember 1904. Belanda
Menyodorkan perjanjian yang telah melanggar kehormatan dan kedaulatan politik dalam Negeri
Kerajaan Klungkung.
Kontrak politik yang benar-benar telah membuat para pembesar kerajaan Klungkung menahan
amarahnya adalah kontrak politik yang disodorkan Belanda pada tanggal 19 Oktober 1906 yang
dilengkapi dengan perjanjian tambahan, pada tanggal 19 Januari 1908. Kedua perjanjian ini telah
mengirim utusan saja yang terdiri atas Cokorde Gede Raka dan Perbekel Ketut Lebah. Karena
tanggal 5 Januari1907 untuk perjanjian pertama dan tanggal 1 April 1908 untuk perjanjian ke
dua.
Perjanjian yang bersifat Ekonomin yaitu hubungan Bali dengan Belanda dalam bidang Ekonomi
Raja-raja Bali telah melakukan penjualan Budak Bali sampai jauh ke luar wilayah Hindia
Belanda. Budak-budak Bali dijual sampai jauh ke pulau Mauritus jajahan Perancis, perdagangan
Budak merupakan pendapatan utama bagi para raja Bali, juga perjanjian yang bersifat social
budaya dalam masa kontrak dengan kerajaan Klungkung atau dengan kerajaan-kerajaan lain di
Bali. Walaupun Belanda ikut campur dalam bidang social budaya terbatas pada hal-hal yang
dianggap berada di luar batas kemanusiaan (yang dimaksud adalah mesatya padem ).
Oleh karena Gubernamen berhasil menghentikan tentang berbagai cara “ Mati Satya” di daerah
wilayah Klungkung sampai ke wilayah para raja-raja Bali se Nusa. Itulah sebabnya diadakan
suatu perjanjian oleh mereka berdua ( kedua belah pihak), Dewa Agung menyetujui permintaan
Belanda, persetujuan ini dimuat pada alenia tiga dan empat antara lain sebagai berikut : …Ida I
Dewa Agung sesuhunan ring Klungkung masobaya tiba ring ragan Ida, mekadi ring
sapranantika turun tumurun Ida, ngusanan salwiring solah karma mesatya satyaan
padem ring jagat Klungkung sakuhubnya. Pedagingan Ida I Dewa Agung tan wenten
pisan ngenakang ngicenin malih wawalun I Dewa Agung. Yadiapin wewalun sesemeton
Ida, Yadiapin wewalun isapesire ugi, kebasmi sareng ring sawan lanang nia, cendeka Ida I
Dewa Agung, tan wenten pisan ngenakangnglugrahang malih jadma isapesira ugi, padem
Yang artinya : Ida I Dewa Gede Agung sesuhunan di Klungkung berjanji pada dirinya sendiri
tentang kematian sampai dengan turun temurunnya menghentikan segala perbuatan “ Mati
Satya” di dalam wilayah Klungkung dan wilayahnya, bahwasanya Ida I Dewa Agung sama
sekali tidak berkenan mengijinka lagi para janda Ida I Dewa Agung seklaipun janda sanak
keluarga Beliau, walaupun janda siapa saja dibakar bersama-sama jenasah suaminya. Pendeknya
Ida I Dewa Agung sama sekali tidak berkenan untuk mengijinkan lagi rakyat, barang siapa saja
BAB II
PERLAWANAN RAKYAT KLUNGKUNG DALAM MENGHADAPI KOLONIAL
BELANDA
1. Perlawanan Rakyat Klungkung Dalam Mengusir Bangsa Asing.
Dalam perlawanan rakyat terhadap kekuasaan asing terjadi dari abad ke 17 sampai 19
dapat dilihat dari adanya para pemimpin dan para pengikut yang sering kali berasal dari
golongan yang berbeda. Sesuai dengan lingkungannya maka perlawanan yang terjadi di
lingkungan kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan atau rajanya sendiri. Bangsa
Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, bangsa Portugis, bangsa Spanyol dan Bangsa
menemuinya.
pedagang-pedagang bangsa Belanda yang pada waktu itu mempunyai peranan yang
cukup penting yaitu sebagai pedagang perantara. Sebelum Belanda pergi ke Asia tahun
Lissabon karena ketika itu Portugal menjadi daerah Spanyol yang baru berperang
melawan Belanda . “Belanda ingin mengambil sendiri rempah-rempah dari
Indonesia.”( Soebantrdjo:80).
Ekspedisi Belanda yang pertama kali dipimpin oleh Cornelis De Houtman yang
Indonesia, rombongan Cornelis De Houtman singgah di Pulau Bali, bertemu dengan raja
Houtman, Gelgel sedang merebut Kerajaan Pasuruan. Hal ini disebutkan oleh I Made
Subaga dalam bukunya : Riwayat Pulau Bali dari Jaman ke Jaman dinyatakan sebagai
berikut :
Baginda Sri Sagening ikut pula mengantarkan keberangkatan pasukan yang akan
mengadakan penyerbuan ke Pasuruan di iringkan oleh Kyai Lir dan beberapa pemuka-
pemuka masyarakat lainnya. Kebetulan pada waktu itu terdapat sebuah kapal dagang
bangsa Belanda (VOC) berlabuh di pelabuhan Kuta. Kapal pelabuhan tersebut di pimpin
oleh nachoda Cornelis De Houtman yang ingin berkunjung ke Bali. Untuk menghadap
pemerintah di kerajaan Gelgel sedang sibuk dan akhirnya Cornelis De Houtman terpaksa
meninggalkan pelabuhan Kuta pada tanggal 27 Pebruari 1597. Setelah lebih kurang
memepertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris dengan demikian Belanda mulai
memperhatikan pulau Bali. Belanda menganggap pulau Bali dapat dipakai sebagi
benteng di timur untuk membendung ekspansi Inggris dan untuk memperkuat pasukan
perangnya. Daendels mencari calon-calon prajurit guna dilatih kemiliterannya yang akan
Dalam hal ini pemerintah colonial menganggap orang Bali memiliki keberanian
cukup tinggi, ini terbukti dari sebuah kutipan : “ Gubernur jendral Daendels mengirim
Vander Wahl untuk mendapatkan calon-calon prajurit di Bali. Pada tangal 28 Nopembe
1808, Wander Wahl berhasil membuat suatu kontrak dengan raja Badung yang
menempatkan kerajaan dibawah perlindungan Daendels. Tetapi usaha itu tentu tidak
semata-mata karena melihat keuntungan ekonomi melainkan yang menjadi pula usaha
mencegah adanya pengaruh bangsa asing seperti Inggris di Bali (Pemerintah Daerah Tk.
I Bali, 1985:11).
politik yang ditujukan Belanda terhadap raja-raja di Bali. Pemerintah colonial telah
kontrak tersebut telah banyak merugikan kerajaaan Klungkung kalau dilihat seluruh isi
sangat licik.
Belanda berhasil membuat suatu kontrak yang bersifat detensif kepada pihak
yang harus dipenuhi oleh pihak Klungkung. Di dalam kontrak tersebut tidak ada suatu
tersebut berat sebelah hanya memberi tugas kepada Klungkung dan tidak ada timbal
balik. Konsep perjanjian yang disodorkan Belanda itu sudah tentu menyinggung perasaan
Hal ini menimbulkan reaksi rakyat yang rupa-rupanya tidak dihiraukan oleh
Belanda. Sikap Belanda yang demikian itu terpaksa harus dijawab dengan senjata oleh
pihak Klungkung. Sebagai akibat kontrak yang diadakan dengan pihak Belanda maka
unutk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri. Sementara pihak Belanda tidak mau
Bagaimanapun sudah nyata para raja-raja yang menandatangani kontrak itu mengakui
Karena muncul rasa takut dari pihak Belanda, Gubernur Jendral Huskus
Koopman menuntut dengan sangat agar hak Tawan Karang dihapuskan, hal yang selama
itu masih dilaksanakan oleh rakyat Klungkung. Hal ini terbukti dengan dirampasnya dua
buah kapal Belanda yang terdampar di pantai Kusamba. “ Terdamparnya dua buah
perahu (sekoner) dimuara pelabuhan Batulahak, yang kemudian dirampas oleh penduduk
Kedua desa diatas termasuk wilayah kerajaan Klungkung. Dalam perjanjian raja-
raja maupun raja lainya di Bali dengan pihak Belanda, dalam penghapusan hak Tawan
Karang rupanya hanya diketahui oleh raja dan aparat pemerintaj kerajaan. Rakyat sendiri
kiranya tidak mengetahui dengan baik atau jikapun tahu rakyat tidak menyetujuinya
ditandatangani oleh kerajaan Klungkung dengan Belanda tidak mau dijalani dengan
sesungguhnya dan tetap membangkang terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati
membantu kerajaan Buleleng yang sedang perang menghadapi pasukan Belanda. “ Hal
ini dilakukan ketika terjadi serangan Belanda terhadap Buleleng pada tahun 1846 dimana
sesuatu yang kebetulan terjadi tetapi telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini Nampak
jelas dalam surat raja Klungkung yang dikirim kepada Raja Karangasem tentang rencana
(Sidemen, 1983:86)
suatu system perbentangan yang disebut dengan istilah Supit Urang. “ Dua tahun lamanya Patih
Jelantik membuat perbentangan yang terkenal dengan perbentangan : Supit Urang” ( Team
Penyusun Naskah dan Pengadaan Buku Sejarah Bali Daerah Tk I Bali, 1980:80)
Benteng ini dapat mempertahankan Jagaraga dalam waktu cukup lama. Disini dapat ditemukan
adanya system perbentangan yang cukup efektif untuk menahan serangan Belanda dari muka,
dari pengalaman pertama Belanda dapat mempelajari system perbentangan jagaraga dan rupa-
rupanya Belanda mengetahui posisi laskar Jagaraga sehingga dasar Urang dari belakang. Sebagai
dari akibat hal itu, benteng Supit Urang Jagaraga hancur berantakan di tahun 1849. “ Jendral
Michiels memutuskan dalam serangannya terhadap Jagaraga nanti akan dilakukan serangan
lintas berputar” (Proyek Penyusunan Sejarah Bali tahun 1984/1985 Pemda Tk I Bali, : 22)
pada waktu memperoleh kemenangan atas serdadu Belanda di tahun1848. Sesuai dengan uraian
oleh Huskus Koopman, hanyalah suatu siasat untuk dapat mengembalikan legetamasinya seperti
masa pemerintahan leluhurnya di Gelgel. Bagi kerajaan Klungkung titel sesuhunan yang
kembali status ini yang dapat digunakan untuk menggalang persatuan melawan intervensi
Belanda. Sehubungan dengan itulah sebagai solidaritas terhadap raja-raja yang anti penjajah
sebenarnya Klungkung tidak boleh ikut campur urusan Buleleng dalam peperangan melawan
Belanda.
Hal ini sebenarnya yang menjadi titik tolak Belanda mengirimkan ekspansinya ke
Klungkung yang dipimpin oleh Jendral Michiels. Disamping itu kemarahan Belanda bertambah-
tambah karena ternyata Klungkung melanggar perjanjian tertanggal 24 Mei tahun 1843, yang
banyak menyangkut perkara penghapusan hak Tawan Karang. Dengan terdamparnya dua buah
perahu Belanda diikuti dengan perampasan dipelabuhan Batulahak oleh penduduk Pesinggahan
dan Dawan. Sikap ini memperlihatkan bahwa raja Klungkung betul-betul mengkhianati
perjanjian yang disepakati. Maka secara tidak langsung menyatakan permusuhan dengan
Belanda. Permusuhan itu nyata-nyata diwujudkan ketika terjadi perang Jagaraga pada tahun
bergabung dengan laskar Gianyar dan laskar Mengwi berperang bahu menbahu dengan laskar
Karangasem dan Buleleng melawan Belanda. Pimpinan Klungkung dibawah pimpinan Dewa
Agung Ketut Agung”. (Sidemen, 1983:87). Ancaman Belanda terhadap Buleleng rupa-rupanya
memperkokoh persatuan raja-raja di Bali dalam rangka menghadapi musuh dari luar secara
1983:87). Sehingga berkobarlah perang antara pasukan Belanda dengan laskar Klungkung di
Klungkung, nsmun Belanda dapat menguasai daerah perbentengan Kusmab dan tempat ini
dihancurkan dengan meriam Belanda, yang dibawa oleh angkatan perang Belanda. Hancurnya
tempat ini mengakibatkan rakyat menjadi kacau dan mundur kearah barat. Dalam perang
Kusamba, laskar Klungkung yang telah berhasil membunuh Jendral Michiels pimpinan tertinggi
menjadi marah. Rakyat muak terhadap beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh patrol
Belanda. Walaupun raja menerima kenyataan ini karena ingin menyelamatkan rakyat dan
kerajaannya lewat diplomasi tetapi rakyat (panjak) tidak bisa menerimanya. Panjak (terutama
pengikut raja yang fanatik) mendorong raja dan para pembesar kerajaan mengadakan
perlawanan terhadap Belanda. Dorongan semangat perang rakyat inilah yang menyebabkan raja
Belanda. Klungkung berhasil menahan serangan Belanda selama hampir 12 hari pertempuran.
2. Pengerahan Laskar
tertinggi laskar kerajaan adalah Dewa Agung Putra (Dewa Agung Jambe) raja Klungkung.
Dewa Agung Jambe mengangkat panglima perang seperti Cokorda Gelgel (Bupati dan
paman raja), Dewa Agung Gde Semarabawa (Bupati wakil raja dan saudara raja, Dewa
Banjarangkan). Para panglima ini dibantu oleh para pimpinan sikep (bala/laskar) yang
terdiri atas pemekel yang ahli perang berwibawa dan banyak memiliki pengikut (bala).
Berapa jumlah laskar kerajaan yang digerakan oleh raja Klungkung untuk menghadapi
intervensi Belanda belum diketahui secara pasti. Begitu pula belum dapat dipastikan berapa
jumlah prajurit yang dimiliki oleh kerajaan Klungkung yang pasti dapat dikerahkan dalam
perang puputan tahun 1908 itu. Ketika pecah perang terbuka antara kerajaan Buleleng (Den
Bukit) melawan Belanda dalam perang Jagaraga dari tahun 1848-1849. “Klungkung telah
mengirimkan bantuan laskar lengkap dengan persenjataan berjumlah 1650 orang (sepehe
Seorang penulis Belanda yang bernama Lants yang menerbitkan bukunya dalam tahun
1820-1827, Klungkung memiliki 15.000 orang prajurit. Jumlah prajurit ini dilaporkan oleh
seorang mata-mata Belanda bernama Abdulla El Marzil, denagn perhitungan bahwa satu
orang prajurit mewakili empat penduduk. Dapat dipastiakn bahwa perhitungan ini tepat
sekali tetapi dapat dipakai sebagai petunjuk memperoleh gambaran sejumlah laskar yang
telah dikerahkan raja Klungkung. Sumber Belanda memberitakan jumlah laskar Klungkung
Laskar Gelgel yang gugur 100 orang, yang mundur 400 orang laskar, yang
mempertahankan istana 1000 orang. Dengan membandingkan semua keterangan
diatas dapat diperkirakan bahwa laskar kerajaan yang dikerahkan digaris depan
dalam perang puputan berjumlah lebih kurang 2000 sampai 3000 orang
(Sidemen, 1983:126)
Dalam organisasi kelaskaran Bali terdapat pembagian kelompok dengan nama dan tugas
sendiri-sendiri, Laskar secara keseluruhan disebut sikep atau bala, kelompok laskar yang
pertama disebut Laskar pemating yaitu prajurit pilihan yang betul-betul diandalkan bertempur di
garis depan atau melakukan serangan grilya. Pemating merupakan laskar berani mati, bertempur
dengan penuh keyakinan, mahir dalam tata perang dan teknik persenjataan serta pada umumnya
Peranan penting pemating sangat menentukan kalah atau menang dalam pertempuran.
Dalam sumber-sumber tradisional Bali yang memuat tentang sejarah perang baik perang saudara
maupun perang melawan intevensi Belanda banyakl dimuat tentang peranan yang sangat
Jatuhnya benteng Gualawah dan Kusamba ketangan Belanda didahului oleh hancurnya
laskar pemating Klungkung yang dipimpin oleh Dewa Ketut Agung, sebaliknya Klungkung
berhasil membunuh Jendral Michiels pada waktu dilakukan serangan balasan yang bersifat
grilya adalah berkat berhasilnya laskar pemating yang dipimpin oleh Anak Agung Made
Klungkung dan para panglima perang mengutamakan pengerahan laskar pemating yang
dipimpin oleh para pemekel masing-masing. Kebijakan ini diambil karena berdasarkan
pengalaman bertempur melawan Belanda, mereka memiliki kekuasaan dalam persenjataan yang
lengkap. Hal ini tampak jelas pada setiap tahapan perlawanan Klungkung hampir selama 12 hari.
Cokorda Gelgel berhasil gemilang menyergap pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van
pertahanan Klungkung di desa Tojan, Galiran, Mergan menjadi berantakan karena laskar
Laskar kedua adalah Telik Tanem, merupakan laskar penyelidik yang bertugas
melakukan gerakan spionase untuk mengetahui kekuatan musuh antara lain: jumlah laskar,
persenjataannya, dan pesediaan logistiknya. Laskar ini sering melakukan provokasi, intimidasi
dan sabotase terhadap gerakan musuh. Sering kali telik tanem sudah lebih dulu melakukan
operasi di daerah musuh. Laskar ini memberikan petunjuk yang jelas tentang kedudukan musuh
yang harus dijadikan sasaran utama dalam penyerangan oleh laskar pemating. Sebagai contoh:
“ketika pasukan Belanda berhasil mendarat di Kusamba, telik tanem Klungkung menyebarkan
berita bahwa raja Klungkung telah mengirimkan utusan kepada raja-raja Bali-Lombok agar
Kelompok laskar lain disebut Pecalang merupakan Bayangkara Istana yang bertugas
melindungi dan mempertahankan istana dari serangan musuh, laskar ini juga disebut tabeng
dada (laskar perisai istana). Mereka mempertahankan hidupnya untuk raja atau para pembesar
kerajaan dengan mengorbankan jiwa. Musuh baru berhasil membunuh raja apa bila laskar
pecalang sudah gugur semuanya. Dalam sumber-sumber Belanda, laskar ini disebut sebagai
Dalam perang puputan Klungkung sebagian besar laskar Pecalang gugur bersama-sama
raja dan pembesar kerajaan Klungkung lainnya. Dalam kelompok terakhir adalah Endehan
(laskar rakyat) terdiri atas seluruh penduduk laki-laki yang sudah siap memanggul senjata.
Endehan merupakan laskar cadangan dengan jumlah paling besar, laskar ini yang setiap saat
dapat dikerahkan bisa diperlukan. Tugas utama endehan adalah menjaga desa-desa perbatasan
dari serbuan musuh. Apabila endehan menyerah kepada musuh maka berarti musuh sudah
berhasil memasuki kota dan kekalahan tidak dapat dielakkan lagi. Ketika pecah perang puputan
di ibukota Klungkung, laskar endehan ini hampir tidak sempat berperang, serdadu Belanda mulai
menyusup, menyerang desa Gelgel, Tojan, Jelantik, Galiran dan Mergan sambil menembaki dan
seharusnya mempertahankan desa justru melarikan diri. Buyarlah perlawanan rakyat ini yang
Didalam peperangan ini laskar Bali mengikat kepalanya dengan secarik atau sehelai kain
(bulet, udeng, sawen), mereka memakai rompi (baju tanpa lengan dan leher) berwarna merah
atau biru. Pada baju ini sering diselipkan jimat-jimat kekebalan. “ Apabila dalam suatu
pertempuran laskar Bali memakai pakaian terdiri atas kain panjang dan destar serba putih, maka
Ditinjau dari jumlah dan system pertahanan kekuatan militer kerajaan Klungkung
senjata yang digunakan Laskar Klungkung terdiri atas: keris, tombak bertangkai panjang
atau pendek dan juga menggunakan bedil-bedil buatan Bali sendiri dan sebagian jenis
bedil diimpor dari Singapura yaitu meriam dan bila dipergunakan tidak di lapangan
terbuka tetapi dipakai untuk memperkuat benteng. Pada umumnya bengkel pembuatan
senjata tajam dan senapan ada di dalam istana. Persenjataan rakyat Klungkung pada
waktu itu diperkirakan oleh Belanda sebagai berikut: Belanda memperkirakan bahwa
laskar Klungkung memiliki kekuatan persenjataan terdiri atas 200 pucuk bedil,4 pucuk
senapan tembak ulang (repetier), 4 buah meriam perunggu dan lebih dari 1000 batang
System perbentengan masih bersifat tradisional, hanya mampu bertahan dalam perang
yang tidak menggunakan meriam kaliber besar. Benteng kerajaan Klungkung tidak
mampu menahan serangan Belanda yang dibantu oleh tembakan-tembakan meriam dari
laut. Pada umumnya system perbentengan terdiri atas dinding pelindung yang terbuat
dari tanah liat, kayu anyaman bambu atau tumpukan batu-batu. Pada dinding tebal
dibuat lubang meriam (lila) dan lubang-lubang dari tabung bambu bagi penembak
dengan senapan kecil, di belakang dinding pelindung dibuat serambi yang kuat dan
lubang-lubang yang diisi penuh dengan air sehingga ledakannya tidak banyak merugikan.
Pada setiap pintu utama yang memungkinkan musuh dapat menerobos masuk menuju
wilayah Klungkung ditutup dengan gebyog (semacam perangkap yang dibuat dari
bambu) di belakang dan di depan gebyog dipasang sungga poleng yaitu ranjau berkait
yang dibuat dari bambu, diberi tangkai yang ditutupi dengan perdu berduri. Tiap-tiap
benteng dan gebyog dipertahankan oleh laskar rakyat dengan sekuat tenaga agar musuh
tidak berhasil menerobos. Disamping itu keadaan geografis juga dipakai sebagai benteng
pertahanan seperti sungai, bukit, semak-semak atau hutan-hutan kecil. Sungai Melangit
yang terletak pada tepi tapal batas bagian barat kerajaan Klungkung, dipakai sebagai
benteng terdepan membendung serangan Belanda dari arah Gianyar. Sungai Unda
sebagai benteng penghambat gerakan serdadu Belanda yang menyerang dari arah
Kusamba.
perbentengan daerah timur dan selatan seperti Satria, Kusamba, Gelgel, Jelantik dan
Klungkung mengatur pertahanannya menjadi tiga jalur yaitu: Benteng timur berpusat di
Satria benteng timur harus mampu menahan serangan Belanda yang bergerak dari Lebu
(Karangasem) dan Kusamba benteng selatan berpusat di Gelgel, Jelantik, Galiran dan
Mergan. Benteng selatan harus mampu menahan serangan serdadu Belanda yang
menyerang dari arah Jumpai. Benteng barat berpusat di Banjarangkan dan diharuskan
dapat menahan serangan Belanda yang akan bergerak dari Tulikup-Gianyar (Sidemen,
1983:130)
Pembagian pertahanan menjadi tiga jalur ini juga dimaksudkan untuk memancing
agar kekuatan Belanda pecah menjadi tiga sehingga menjadi lemah. Ternyata Belanda
lebih pandai mengatur penyerbuannya terhadap system pertahanan seperti ini. Von
Schauroth sebagai pimpinan ekspedisi telah menetapkan kekuatan serangan Belanda
pada pasukan gabungan yang akan bergerak dari Kusumba dan Lebu. Pasukan ini akan
dapat diharapkan dan dapat bergabung dengan pasukan yang didaratkan di Jumpai.
Pasukan ini akan menyerang dengan tenaga terpusat menyerbu Klungkung setelah
melalui benteng selatan. Setelah pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Capenteer
Alting yang bergerak dari lebu berhasil menduduki benteng Satria , pasukan induk
induk bergabung dengan pasukan mariner yang mendarat di Jumpai yang dipimpin oleh
H. Missofer. Walaupun pasukan Belanda di Tulikup yang dipimpin oleh Kapten Van
NUes dapat ditahan oleh laskar Banjarangkan, tetapi pasukan induk Belanda dengan
kekuatan penuh menerobos benteng selatan memasuki kota Klungkung. Perhitungan ahli
tengah hari dan kota Klungkung terkepung pada jam 15.00. Terjadilah puputan dan
Bali telah meracuni rakyat, orang-orang Bali telah kehilangan daya energinya karena
keracunan candu, candu sebagai kenikmatan telah menimbulkan mala petaka bagi rakyat.
mengalirkan darah.
Raja-raja Bali sendiri menghendaki agar pemakaian candu terbatas pada golongan
atas saja sedangkan rakyat di dibebaskan dari pemakaian candu, tetapi kenyataannya
pemakaian candu tidak terbatas hanya pada masyarakat Bali lapisan atas saja tetapi juag
pejabat lapisan bawah dan rakyat. Karena itu candu merupakan masalah yang dapat
Monopoli candu diterapkan dengan paksa oleh Belanda di Bali dengan dalih
menyelamatkan rakyat Bali dari bahaya buruk yang diakibatkan oleh pemakaian candu.
Tetapi dalam prakteknya monopoli candu oleh Gubernemen merupakan pajak yang
dengan mengambil keuntungan belaka sambil meracuni rakyat. Hal ini merupakan bukti
karena system perpajakan baru yang terselubung dalam monopoli candu, keluhan
syahbandar cina yang telah dirugikan oleh Gubernemen lalu dipadukan oleh Cokorde
Gelgel menjadi suatu kebencian mengusir Belanda keluar dari wilayah kerajaan
penolakan itu sudah diajukan sejak perundingan-perundingan tahun 1906. Dalam surat
raja Klungkung kepada Gubernemen Belanda tertanggal 7 Oktober 1906, dengan jelas
Maksud Sri Paduka sahabat kita hendak menjalankan bala tentara Sri
1983:133)
4. Persiapan Perang
timur yang dipusatkan di Desa Satria diperkuat oleh ratusan Laskar yang bersenjata bedil
tombak dan beberapa buah meriem. Laskar Benteng Timur harus mampu membendung
serangan Belanda dari Karangasem yang bergerak dari Desa Lebu. Laskar ini juga harus
mampu menghadang serbuan serdadu Belanda yang bergerak dari Kusamba. Laskar
Benteng Berada dibawah pimpinan Dewa Agung Raid an Para Kesatria lainnya.
yang dipimpin oleh Cokorde Gelgel, Dewa Agung Gede Semara bawa (saudara raja
beserta para pemimpin lainnya). Lebih dari 200 pucuk senjata atau bedil berada ditangan
laskar ini dan dilengkapi pula dengan dua buah meriem, laskar ini harus mampu
Benteng ini merupakan titik tumpu pertahanan Klungkung untuk menghadapi serangan
gabungan pasukan Belanda yang bergerak dari Kusamba, Stria, Jumpai, dan laskar
laskar gabungan dari desa-desa Banjarangkan, Tusan, Bakas, Nyalian, dan Tohpati.
Laskar ini dipimpin oleh Cokorde Gede Oka dan Cokorde Gede Raka. Laskar ini
sebagian besar bersenjata tombakbertangkai panjang atau pendek dan keris. Laskar
benteng barat harus mampu membendung dan menggagalkan serangan Belanda dari
Gianyar yang bergerak dari Tulikup. Jembatan sungai Melangit yang menggabungkan
Klungkung dan Gianyar harus dipertahankan, semua jalur yang dianggap sebagai pintu
masuk ke wilayah kerajaan Klungkung dan yang mungkin akan dilalui musuh, baik
Belanda maupun dari pihak raja-raja Bali yang bersekutu atau telah dikalahkan oleh
Belanda ditutup dengan gebiog (penghalang yang dibuat dari batang-batang bambu atau
kayu yang diberi ranjau berkait dan berduri-duri). Di depan gebiog digali lubang yang
ditepi luarnya dipasang sungga poleng ( ranjau berkait dari bambu diberi tangkai ). Di
belakang gebiog dengan jarak rata-rata 150 meter dibuat gelar (benteng) berbentuk
tembok yang terbuat dari tumpukan batu dan tanah liat, lengkap dengan lubang-lubang
Setiap gelar atau benteng dipertahankan oleh laskar, dan laskar endehan antara 50
sampai 150 orang dengan bersenjatakan tombak, keris, dan beberapa pucuk bedil, pada di
setiap gelar ditempatkan kulkul ( kentongan ) yang tebuat dari kayu sebagai alat
komonikasi yang paling cepat untuk memberitahukan jika kedatangan musuh. Laskar
disusun berlapi-lapis mengikuti struktur dan system perbentengan, garis pertahanan yang
paling banyak memerlukan system perbentengan seperti di atas adalah benteng barat ,
karena Banjarangkan paling jauh jaraknya dari ibukota lebih kurang 6 km, benteng timur
puputan di Denpasar, mendorong raja membuat system pertahanan seperti itu. Persiapan
militer seperti ini diharapkan dapat memberikan perlawanan berat bagi Belanda. Setelah
mengetahui bahwa Dewa Agung Jambe tetap pada pendiriannya, maka Belanda
memutuskan pemboman dengan meriam terhadap ibu kota Klungkung pada tanggal 21
April 1908, sepanjang hari kota Klungkung ditembaki oleh pasukan mariner Belanda
dengan tembakan meriam diarahkan ke istana Semarapura, Gelgel dan Satria. Tembakan
meriam ini bertujuan untuk merobohkan tembok-tembok tebal yang melindungi istana,
selain itu juga sebagai alat intimidasi untuk menurunkan semangat rakyat untuk
berperang melawan Belanda. Hampir selama 6 hari secara terus menerus Klungkung
ditembaki dari laut oleh pasukan mariner Belanda. Tembakan yang dilakukan Belanda
dari atas kapal laut ini juga sebagai taktik mengulur waktu sambil menunggu bantuan
sehingga menjadi menurun, hanya prajurit kerajaan (pecalang) yang tetap bertahan
pasukan Belanda dari Gianyar tidak dapat menyeberang ke Klungkung melalui jalan
utama. Tetapi usaha laskar Banjarangkan tidak berhasil dan mereka kembali mundur ke
Pada tanggal 27 April 1908 malam pasukan Belanda yang dikirim dengan kapal
perang yang dipimpin oleh Van De Bosch tiba di perairan pelabuhan Jumpai. Dari atas
kapal lagi dikirim ultimatum kepada Dewa Agung, agar menyerah tanpa syarat dengan
dijawab sampai dengan jam tersebut, maka pelabuhan Jumpai akan diduduki dan
Dewa Agung Klungkung mengirim Jawaban atas ultimatum Belanda itu yang
isinya antara lain “ Minta penundaan waktu selama 5 hari untuk mengadakan
ternyata ditolak oleh Belanda. Klungkung kembali ditembaki dengan meriam dari laut.
Setelah Belanda tahu bahwa desa Jumpai telah dikosongkan oleh penduduk karena
ketakutan, lalu kapal Belanda mulai mendarat di Jumpai dengan menggunakan sekoci,
pendaratan mengalami kesulitan karena gelombang yang besar dan pantai terjal. Belanda
mendaratkan pasukan marinirnya yang dipimpin oleh De Brabant, De Tromp dan Hertog
Hendrik, pasukan mariner Belanda berhasil menduduki Desa Jumpai dengan amat mudah
bergerak dari Kusamba. Selain itu pasukan ini juga harus memberikan dukungan dalam
yang terdiri atas pasukan alteleri Geni Kavaleri dan kuli pengangkut.
keuntungan kepada pihak Belanda. Belanda mengharap bahwa laskar Klungkung hanya
akan didaratkan di Kusamba adalah inti kekuatan Belanda, karena itu harus diselamatkan
dari perhatian laskar Klungkung. Belanda tidak menyadari bahwa semua gerak-gerik
pasukan Belanda diamati terus menerus oleh laskar pengintai (Telik Tanem) kerajaan
Klungkung. Pasukan didaratkan di Kusamba sebagian besar terdiri dari pasukan batalion
ke 20 dan ekspedisi Belanda ke 6. Anggota pasukan terdiri atas serdadu sewaan orang
rakyat, tetapi perlawanan ini tidak berarti bagi pasukan Belanda yang bersenjatakan
lengkap. Perlawanan laskar rakyat Kusamba dengan mudah dapat dihalau oleh Belanda.
Namun serangan ini dapat memperlambat pendaratan serdadu Belanda. Pendaratan yang
telah mulai berlangsung pada pukul 06.30 dan baru dapat dirampungkan pada pukul
(Karangasem) pasukan ini adalah pasukan pengganti yang akan menempati dan
dari gabungan kekuatan pasukan darat dan mariner yang diangkut oleh kapal-
Overstc Van Schavroth, yang juga menjabat sebagai pimpinan tertinggi pasukan
Bentuk hubungan ini sangat erat kaitannya dengan struktur pemerintahan dan
mereka yang duduk sebagai aparat pemerintah dan orang-orang yang paling
terutama adalah golongan yang memiliki peranan dan pengaruh dalam bidang-
bidang tertentu, dan dalam hal ini adalah dalam bidang kelaskaran (militer).
berperang.
biasanya dipegang oleh para Manca Agung, Bupati atau Punggawa yang memiliki
keahlian militer dan memiliki pengaruh besar terhadap laskar. Para pendeta
kerajaan ( Bhagawanta) dan para Brahmana Ulaka (calon Pendeta) sering pula
umumnya para pendeta dan brahmana ulaka diberi tugas sebagai utusan baik
sebagai contoh adalah “Seorang brahmana Gelgel yang bernama Ida Bagus
pimpinan Brahmana ini menyerang pasukan Belanda, tetapi oleh karena Ida
dipertahankan dengan kuat oleh laskar yang dipersiapkan dengan baik. Kompi
bermarkas di Desa Lebu dengan kekuatan 110 orang serdadu. Pasukan ini
bertugas menyerang benteng desa Satria dan harus berhasil membuka pintu
berhadapan dengan laskar Dewa Agung Rai yang diperkuat oleh dua buah
Sepvanger akan bergabung dengan angkatan darat yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Van Schauroth dengan kekuatan 470 serdadu. Pasukan ini akan
menyerang benteng timur Kerajaan Klungkung, bersama-sama dengan pasukan
Carpentier Alting. Apabila benteng Satria sudah dapat dikuasai pasukan Belanda,
bagian selatan melalui desa Tangkas, Kamasan, lalu Gelgel.Di Gelgel pasukan ini
akan bergabung dengan pasukan yang didaratkan di Jumpai yang dipimpin oleh
Kolonel Van Schauroth akan menyerang Klungkung dari arah selatan dengan
dengan Laskar Klungkung dipimpin oleh Cokorde Gelgel dan Dewa Agung
berkekuatan lebih dari seribu prajurit dengan bersenjatan bedil, tombak, keris dan
bermarkas di Tulikup. Pasukan ini akan memasuki Klungkung dengan lebih dulu
membendung musuh agar tidak dapat melarikan diri masuk ke wilayah kerajaan
Gianyar dan mencegah bantuan lascar dari kerajaan lain yang dikirim dengan
gelap ke wilayah Klungkung. Pasukan Van Neus yang bergerak dari Tulikup ini
desa di Banjarangkan) yang dipimpin oleh Cokorde Gede Raka dan Cokorda
Gede Oka.
Sementara pasukan darat Belanda berada di Tulikup maka bivak Belanda
Klungkung yang berada di Gianyar secara rahasia. Telah banyak diuraikan diatas
Pasukan pendaratan ini berkekuatan 144 orang serdadu dengan senapan dan dua
buah merian 3,7cm di bawah pimpinan Letnan laut J.J Heilbron. Sementara itu
harus bergerak ke sebelah barat menduduki pos di Lebu dan dari sana bergerak ke
Gelgel”. (Rai Mirsha, 1986:129). Untuk ini pada tanggal 16April jam 11.00
diterimaoleh Dewe Agung Jambe yang pada waktu itu Kapten Van Neus
menyerang Gelgel.
Insiden yang terjadi di gelgel pada tanggal 16 April 1908 seperti ditunggu-tunggu
oleh kedua belah pihak yang bersengketa, baik oleh Belanda maupun dari pihak
terhadap kemungkinan adanya perdaganganan candu gelap di Gelgel. Oleh karena itu
dan Lombok yang pada waktu itu sedang ada di Ampenan Lombok sedangkan
bantuan pasukan akan di datangkan dari Denpasar. “Untuk menyerang Gelgel, Letnan
Kolonel Van Schauroth memerintahkan pasukan yang ada di Tampak Siring dibawah
Pasukan pendaratan yang dikirim dari Denpasar diangkut dengan kapal Hr. Ms.
waktu itu kekuatan Belanda terdiri dari 61 orang serdadu yang berasal dari detasemen
berkekuatan 47 orang serdadu dibawah pimpinan Kapten Van Neus. Pasukan ini
ditambah lagi pasukan dengan 2 buah meriam 3,7 cm dibawah pimpinan Letnan
memutuskan untuk berangkat pada jam 07.00. Penyerangan tidak langsung dari
Klungkung tetapi pasukan akan bergerak dahulu ke timur menuju Satria dan dari sana
memutar ke kanan menuju arah selatan. Dari sini pasukan akan bergerak ke baratdaya
menyerang Gelgel. Pada jam 07.00 pasukan Belanda baru diketahui oleh penduduk di
penduduk keluar membawa senjata tombak, keris dan senapan. Mendengar suara
kulkul bulus banjar-banjar yang lain yangada disekitarnya ikut memukul kentongan
sehingga seluruh banjar di desa Gelgel hiruk pikuk dengan suara kentongan. Pasukan
Belanda mulai menembak dengan gencar kesegala jurusan sehingga laskar Klungkug
mereka terlambat melakukan perlawanan. Pada waktu itu lebih kurang 100 orang
Pada jam 12.30 pertempuran agak reda dan ternyata hanya 5 orang serdadu
Belanda yang luka-luka. Mereka yang luka-luka adalah Snoek, Roest, Contuta,
Kypers dan Languer. Pasukan Belanda yang kekurangan persediaan senjata dan
melakukan serangan balasan yang ditujukan terhadap gudang candu seperti gudang
candu dirusak dan kemudian dibakar, sedangkan persediaan candu seharga f.6000
ke Singaraja.
Melihat pasukan Belanda mudur kesebelah utara kea rah Semarapura, Cokorda
Gelgel mengira bahwa pasukan Belanda akan menyerang Puri Semarapura. Oleh
karena itu dengan 400 orang laskar, melalui PuraDasar mereka bergerak kearah
sebelah utara dan disetiap banjar jumlah pengikut bertambah banyak sehingga hampir
jumlah pengikut Cokorda Gelgel hampir 1000 orang dan ternyata bahwa pasukan
Belanda belum sampai di puri. Sementara itu gerakan pasukan Belanda dihadang
ditengah jalan. Persediaan makanan dan amunisi yang diletakan didepan puri
Semarapura dirampas.
mengundurkan diri. Pasukan yang sedang kekurangan makanan dan amunisi menuju
Pantai Lebih disebelah barat laut Semarapura, wilayah kerajaan Gianyar. Apabila
daerah lain secara serentak tetapi berhenti seketika apabila pasukan Belanda telah
menghilang dari daerah mereka sendiri. Demikian juga perlawanan yang di Gelgel,
Pada waktu sampai di pantai Lebih, barulah serdadu yang telah kelaparan
memperoleh makanan yang diangkut oleh kapal Mataram. Pada malam itu juga
Residen Bali dan Lombok tiba dengan kapal perang Reiger dari Ampenan bersama-
sama empat buah kapal perang lainnya yang memuat angkatan laut dibawah
Pada malam itu diadakan rapat untuk menyusun siasat menggempur Puri
Semarapura. Rapat itu dihadiri oleh Residen Bali selatan Schwaartz. Rapat
pasukan dari Jawa. Untuk ini pada tanggal 18 April, Residen Bali dan Lombok
mengirim telegram permintaan pasukan dari Jawa. Sementara itu pasukan Jawa
belum datang diputuskan juga mengirim ultimatum kepada Dewa Agung Jambe agar
dalam waktu 24 jam menyerah kepada Belanda. Untuk memperkuat ultimatum itu
pasukan angkatan laut secara terus menerus menembak Satria, Klungkung dan Gelgel
dengan meriam 13,7 cm dan 15 cm. Dalam penyerangan ini pasukan Gianyar,
menolak dengan tegas. Hal ini berarti belum ada tanda-tanda dari kedua belah pihak
mengusahakan perdamaian dan ini berarti pertemuan lebih lanjut tidak dapat
dengan pohon-pohon kelapa dan tanah liat. Disepanjang jalan menuju Semarapura
disebarkan ranjau bamboo dan untuk menahan gerakan pasukan Belanda di bangun
tembok-tembok pertahanan dari batu dan tanah liat. Untuk menjaga kemungkinan
serangan pasukan Belanda dari Gianyar maka pada tanggal 22 April, laskar
Jembatan ini adalah jembatan Sungai melangit yang menghubungkan jalan dari
menembak laskar Klungkung dengan senjata 3,5cm sehingga jembatan itu masih bisa
Untuk menghadapi kemungkinan serangan pasukan Belanda yang datang dari sebelah
Belanda yang paling benar mungkin akan datang dari sebelah timur Puri
Semarapura.Dua buah meriam dipasang lagi disebelah selatan puri untuk menghadapi
kemungkinan serangan pasukan yang datang dari sebelah selatan dan barat.
Sementara itu pada tanggal 20 April bantuan pasukan yang diminta oleh Residen
Bali dan Lombok telah berangkat dari Batavia. Pasukan ini terdiri dari satu seksi
pasukan zeni yang terdiri dari tugas-tugas kesehatan ditambah sejumlah tahanan
kerajaan. Kapal Van Swooll yang mengangkut pasukan bantuan ini singgah di
Surabaya dan dinaikkan lagi sejumlah pasukan yang terdiri dari dua seksi penembak
mariner caliber 3,7 cm, dua seksi alteleri pegunungan. Pasukan ini diangkut dengan
kapal De Boch dan diambil dari batalyon ke 20 dibawah pimpinan Mayor Snepvangrs
dengan staffnya Kapten Van Hulsteijn P.E Spaan, W Beiyerink, dan W.H Chey
ditambah Letnan H. Hebb, G.W Candri, J. Blumer, J Debus. L Doebel, L.J Yoachens.
Van Swooll bertolak dari Surabaya pada tanggal 25 April jam 17.30 dan sampai di
pasukan Belanda pulang pergi antara Lebih-Jumpai dan Kusamba. Kesibukan juga
Klungkung dan Satria. Tembakan-tembakan meriam dari atas kapal terus dilakukan
karena Dewa Agung Jambe tidak mau menyerah. Kapal Hertog Hendrik, Prisn
Hendrik mulai menembak Gelgel dengan sepuluh kali. Tembakan diikuti Klungkung
dan Satria oleh De Noord Brabant dan DeTromp sehingga selama 11 hari Klungkug,
dimana para wanita bertempat tinggal tetapi menurutlaporan tidak ada korban jatuh.
Dengan insiden yang terjadi di Gelgel itu maka kedua belah pihak ingin
menyelesaikan sengketa tersebut dengan cepat, baik dari pihak Belanda maupun
pihak Klugkung. Bagi kerajaan Klungkung penyelesaian ini adalah hak untuk
mempertahankan diri dan membela kemerdekaan tanah air dari ancaman penjajahan
Belanda. Klungkung bertekad menyelesaikan sengketa ini sampai Belanda keluar dari
Klungkung dan dari Bali pada umumnya. Sedangkan bagi Belanda penyelesaian ini
Bali.
serdadu Belanda yang memiliki kekuatan militer lebih besar dengan persenjataan
Badung dalam pertempuran terbuka melawan Belanda pada bulan September 1906
banyak mempengaruhi rasa pesimis raja Klungkung. Karena itu Dewa Agung
lebih mantap. Dewa Agung tetap berharap agar serdadu Belanda membatalkan
menikmati kemerdekaannya.
baru melalui penjualan candu yang diterapkan Belanda telah menekan hidup rakyat.
bergerak menyerang ibu kota Klungkung. Serangan ini dilindungi oleh tembakan-
tembakan meriam dari atas kapal perang yang berlabuh di pantai pelabuhan Jumpai.
Pasukan pelopor Belanda yang dipimpin oleh Mayor Snepvanger bergerak menuju
benteng Satria. Pada saat yang sama bergerak pula angkatan darat yang dipimpin oleh
Kapten Carpentier Alting dari Lebu (Karangasem) menuju Satria. Adapun tanda-
Dua buah meriam yang diharapkan ikut membantu pertahanan benteng Satria
ternyata tidak berfungsi. Dalam pertempuran ini puluhan prajurit Klungkung gugur,
sisanya mengundurkan diri dengan menyebrangi sungai Unda lalu bergabung dengan
laskar yang mempertahankan kota Klungkung. Kompi pasukan Belanda di Tulikup
(Gianyar) yang dipimpin oleh kapten Van Neus, menyerang benteng Banjarangkan.
kuat. Laskar Banjarangkan yang dipimpin oleh Cokorda Gede Oka dan Cokorda
Gede Raka berhasil menahan serangan pasukan Belanda yang bersenjata lengkap.
Sistem perbentengan yang berlapis-lapis yang dibangun dari mulai tepi timur sungai
Kerajaan Klungkung. Pasukan Belanda bertahan di tepi timur desa Tulikup. Pasukan
Klungkung dengan menyusuri pantai melewati Lebih, Tegalbesar dan tiba di Klotok.
Setelah pasukan Belanda berhasil menduduki benteng Satria, lalu pasukan memecah
diri. Pasukan pelapor dan seluruh kompi Van Schauroth bergerak ke selatan lalu
pasukan ini bergabung dengan pasukan pendarat yang dipimpin H. Missofor. Pasukan
Pasukan Belanda ditahan didepan desa Galiran oleh serangan mendadak dari
tembakan-tembakan bedil dan tikusan (donderbus, sejenis alat peledak yang bersuara
keras). Kompi pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Carpentier Alting
melanjutkan serangannya dari desa Satria menuju ibukota Klungkung. Pasukan ini
dengan mudah melewati pertahanan desa Lebah karena hamper tidak ada perlawanan
yang berarti. Belanda sudah memasuki kota dari pintu timur, Carpentier Alting
menahan serangannya karean menunggu pasukan induk dapat memasuki pintu kota
bagian selatan. “Ibu kota Klungkung akan diserang secara serentak dari dua arah
timur dan selatan. Sistem penyerangan ini akan membagi daya tahan laskar
1983:143)
Ketika pasukan Belanda di selatan dapat dibendung oleh laskar Klungkung, maka
pasukan Carpentier Alting segera menyerang ibukota dari timur. Laskar Klungkung
Belanda, yang dipelopori serdadu Islam, dengan mudah melanda laskar Klungkung
mulai dari banjar Lebah. Pasukan induk Belanda yang menyerbu dari selatan dengan
bantuan pasukan geni mulai merobohkan tembok rumah penduduk untuk mencegah
serangan gerilya yang dengan tiba-tiba dapat menyerang pasukan dari arah lambung.
Sebelum menyebrangi Sungai ayung (sungai kecil atau telabah) pasukan belanda
memecah diri menjadi dua pasukan. Sebagian bertolak kebarat dengan tujuan
menyerang istana Klungkung dari lambung barat. Sebagian lagi bertolak ke timur
Pasukan induk yang dipimpin Von Schauroth tetap bergerak dari selatan . Semua
pintu kota (timur, selatan, dan barat) sudah dikuasai Belanda dan ibu kota dikepung
ketangan Belanda berarti istana raja telah terkepung. Lebih dari 1000 orang prajurit
mempertahankan istana raja, tanda-tanda akan terjadi perang Puputan menjadi jelas”.
(Sidemen, 1983:144).
Sebagian laskar pemating dan pecalang (Bayangkara istana) memakai pakaian
perang yang terbuat dari kain putih yang dikenakan sebatas lutut. Mereka memakai
ikat kepala berwarna putih, kuranglebih ada 200 prajurit bersenjata bedil, sedang
pakaian putih sebatas lutut dengan ikat kepala putih, bersenjatakan keris terhunus.
Apabila sebagian besar laskar dan para pemimpin sudah memakai pakaian dan
peralatan perang seperti ini, berarti mereka akan berperang habis-habisan (Puputan)
Badung terulang kembali. Pemerintah Belanda amat terkejut menerima berita perang
Belanda harus memakai jalan yang paling baik dalam menyelesaikan perang terhadap
Klungkung.
Pasukan Belanda yang mengurung istana dan pusat ibu kota tidak mengindahkan
isyarat yang pernah diterimanya dari negerinya sendiri. Belanda yakin bahwa raja
menghunus keris, kedua pemimpin keluar istana diikuti oleh ratusan laskar pemating
benteng selatan. Belanda dengan mudah menembaki prajurit Klungkung yang sedang
kalap. Laskar Gelgel berguguran seperti laron yang menyerbu nyala lampu.
mendekati istana. Begitu pula pasukan Von Schauroth, pasukan H. Missofer mulai
menyebrangi sungai kecil Ayung dan bergerak perlahan mendekati istana dari arah
barat daya. Gerakan lambat bertujuan untuk mencegah agar peristiwa tragis di
dimaksudkan sebagai intimidasi total agar Dewa Agung dan para pembesar kerajaan
mau menyerah tanpa meneteskan darah, ternyata pasukan Belanda tidak berhasil
Gugurnya Cokorde Gelgel dan Dewa Gede Semarabawa serta para prajurit
Klungkung segera disampaikan kepada Dewa Agung. Sang putra mahkota Dewa
Agug Gede Agung yang walaupun usianya masih 12 tahun turun ke medan perang
mengikuti ibu suri Dewa Agung Muter. Sisa prajurit pemating yang masih berada
dalam istana keluar mengikuti putra mahkota. Semuanya berpakaian perang warna
putih pertanda mereka akan bertempur sampai mati di swargan (surga) bagi kesatria
yang gugur di medan perang membela kebenaran dan kemerdekaan, telah menyusup
turut serta mengajak anak serta istrinya dengan tujuan bersama-sama menuju surga.
Laskar yang dipimpin oleh putra mahkota dan ibunda suri dengan mudah di tembak
oleh serdadu Belanda yang mengepung istana dari selatan. Putra mahkota, ibu suri
dan puluhan prajurit gugur dalam perang puputan. Laskar Klungkung menyerbu silih
berganti mencoba menerobos kepungan Belanda, tetapi mereka gagal dan gugur satu
persatu. Mengetahui putra mahkota dan permaisuri telah gugur di medan perang
maka Dewa Agung Jambe memutuskan maju berperang sampai titik darah
penghabisan. Kekalahan sudah tidak dapat dihindari lagi tetapi kekalahan itu harus
dihadapi dengan sikap kesatria sejati. Dewa Agung Jambe keluar dari istana diikuti
para abdi yang masih hidup dan setia. Laki-laki, perempuan dan anak-anak pembesar
kerajaan, laskar pecalang dan pemating semuanya berpakaian serba putih dengan
melalui pintu gerbang utama istana. Pasukan Belanda sadar bahwa perang puptan
sudah mencapai puncaknya. Dewa Agung Jambe menyerbu disertai oleh para
pengikutnya, pasukan Belanda menembak dengan gencar Dewa Agung Jambe. Raja
Hampir seluruh keluarga istana dan para pembesar kerajaan gugur sebagai pahlawan.
Para kepala bawahan, para pemimpin laskar dengan dukungan sisa-sisa laskar yang
sama dengan seluruh anggota keluarga istana, para pembesar kerajaan dan lebih dari
1000 orang prajurit yang setia maka perangpun berhenti. Tembak menembak yang
tidak seimbang yang telah berlangsung hampir selama 4 jam disekitar istana telah
berakhir menjelang sore hari dengan kemenangan berada pada pihak Belanda. Sore
Desingan peluru dan teriakan laskar yang meregang nyawa kemudian berubah
menjadi alunan tangis dan rintihan kesakitan yang memilukan. Mayat prajurit
Sampai larut malam rakyat Klungkung dibantu oleh serdadu Belanda sibuk
dengan sebagaimana mestinya. Pada pagi harinya raja Klungkung adalah musuh
Belanda yang disegani tetapi pada sore hari jenasah raja adalah jenasah pahlawan
Hindu. Jenasah raja, keluarga raja dan para pembesar kerajaan dibakar ditempat
Puputan Klungkung yang terjadi pada tanggal 28 April 1908 puputan bukan suatu
taktik perang putus asa. Puputan adalah suatu penyelesaian perang membela
kemerdekaan dan kebenaran dari ancaman asing. Kekalahan tidak dijemput dengan
penyerahan tetapi oleh semangat perang dan ajaran suci yang diajarkan agama Hindu
salah satu jalan menuju kesempurnaan hidup di dunia lain. Mati dalam perang dan
puputan akan mendapatkan surga. Dengan demikian berarti bahwa ada factor yang
mendorong orang-orang Klungkung melakukan perang dan puputan yang dianggap suci
tersebut.
Adapun makna dari puputan Klungkung tersebut ada dua. Makna pertama yaitu
menitik beratkan pada dimensi waktu lampau untuk memetik nilai-nilai historis dalam
konteks sejarah Indonesia. Sedangkan yang kedua adalah lebih menekankan dimensi
waktu sekarang dan yang akan datang yaitu untuk memaknai nilai-nilai didalam sejarah
Klungkung terutama nilai Puputan sebagai suatu bentuk kepribadian bangsa Indonesia
yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivitas yang dilancarkan
A. Nilai Pendidikan
akan membawa pengaruh besar diantara kerajaan-kerajaan di Bali. Perlawanan ini timbul
perjanjian yang disodorkan Belanda menunjukkan tindakan Belanda yang sangat licik.
Belanda berhasil membuat suatu kontrak yang bersifat intervensi kepada pihak Klungkung,
dalam artian kontrak hanya dicantumkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pihak Klungkung. Nilai pendidikan yang perlu dicatat dalam sejarah Puputan Klungkung
1. Nilai Patriotisme
Jatuhnya Kerajaan Klungkung ketangan Belanda pada tanggal 28 April 1908, dengan
ditandai adanya Puputan Klungkung oleh segenap keluarga Puri serta pengikut-
pengikutnya yang melambangkan kesatria utama. Gugurnya Cokorde Gelgel dan Dewa
Gede Semarabawa serta para Prajurit Klungkung segera disampaikan kepada Dewa Agung.
Dewa Agung Gede Agung ( putra mahkota) walaupun umurnya masih muda yaitu 12 tahun
juga turun ke medan perang mengikuti Ibu Suri Dewa Agung Muter. Sisa prajurit Pemating
yang masih berada dalam istana keluar mengikuti putra mahkota, semuanya berpakaian
perangberwarna putih bertanda mereka bertempur sampai gugur. Dengan gugurnya Raja
Klungkung bersama-sama dengan seluruh anggota istana, para pembesar kerajaan dan lebih
dari 1000 orang prajurit yang setia, maka peperanganpun berhenti tembak menembak yang
tidak seimbang yang telah berlangsung selama 4 jam disekitar keraton telah berakhir sore
hari dengan kemenangan berada di pihak Belanda. Pada sore hari sekitar pukul 15.00 wita
Sejarah yang mengandung nilai-nilai kepahlawanan dan patriotism perlu diajarkan kepada
generasi muda sebagai suatu pedoman didalam membina kepribadian bangsa . Dengan
kalangan generasi penerus. Dengan melakukan puputan yang berarti tidak mau menyerah ,
lebih baik mati di medan pertempuran dari pada tunduk kepada colonial
2. Nilai Nasioalisme
Di dalam perang Puputan laskar Klungkung mengikat kepalanya dengan secarik atau
sehelai kain putih, mereka juga memakai rompi berwarna merah atau biru, pada baju ini
sering diselipkan jimat-jimat kekebalan apabila suatu pertempuran laskar Klungkung harus
memakai pakaian terdiri dari kain panjang dan destar (ikat kepala) serba putih, maka itu
dalam perang yang tidak menggunakan meriam caliber besar. Benteng kerajaan Klungkung
tidak mampu menahan serangan Belanda yang dibantu oleh tembakan-tembakan meriam
dari laut. Pada umumnya sistim perbentengan terdiri atas dinding pelindung yang terbuat
Untuk persiapan menghadapi perang terbuka melawan Belanda maka raja Klungkung
mengatur sistim pertahanannya. Benteng timur yang dipusatkan di Desa Satria diperkuat
oleh ratusan laskar yang bersenjatakan bedil, tombak, dan beberapa buah meriam. Laskar
benteng timur harus mampu membendung serangan Belanda dari Karangasem yang
bergerak dari Desa Lebu. Laskar ini juga mampu menghadang serangan serdadu Belanda
yang bergerak dari Kusamba. Diharapkan dengan pembagian laskar-laskar tersebut
Melakukan Puputan.
Dalam peristiwa Puputan Klungkung yang terjadi tahun 1908 merupakan bukti sejarah
yang tidak bisa diabaikan karena pada waktu itu pelaku-pelaku puputan secara spontan
tidak dijamaholeh colonial Belanda. Ada beberapa nilai budaya Hindu yang menjiwai
sehingga mereka bangkit untuk berperang sampai titik darah penghabisan. Nilai-nilai
budaya tersebut antara lain ; nilai keagamaan dan nilai social kemasyarakatan.
Agama Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali menjiwai semua segi kehidupannya.
Semua aktivitas masyarakat Bali meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan senantiasa
berakibat kepada keyakinan agama yang disebut Panca Sradha dan Trikaya Parisudha.
Panca Sradha adalah lima keyakinan agama Hindu dan inilah yang diyakini oleh pelaku
Begitu pula Trikaya Parisudha mengajarkan umatnya tidak hanya bisa memikirkan
(berpikir) saja namun lebih dari itu bisa mengucapkan dan bisa berbuat yang benar.
Dalam hai ini pelaku puputan tidak hanya bisa memikirkan strategi perang namun
umat agama Hindu di Bali secara sekala dan niskala atau lahiriah dan batiniah. Maka
nilai-nilai keagamaan menjadi konsepsi kehidupan dalam berinteraksi social dan penata
tindakan berpola pada masyarakat Bali. Adapun nilai-nilai budaya Hindu yang menjiwai
1. Bakti (subakti) berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha
Esa) adalah suatu keharusan didalam keyakinan agama Hindu. Landasan Bakti
adalah Dewa Rna yaitu hutang hidup kepada Ida Sang Hyang Hidhi Wasa, karena
beliau memberikan kehidupan kepada semua manusia dan beliau juga menjadi tujuan
akhir dari pada kehidupan manusia. Dari Dewa Rna inilah muncul ajaran Bakti
Marga, dalam agama Hindu dengan menempuh jalan berbakti yang setulus-tulusnya
kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa tidak membedakan orang yang pintar, dengan
orang bodoh, melainkan beliau membedakan orang yang berbakti kepadaNya dengan
yang tidak berbakti. Begitu pula orang yang akan berperang selalu berdoa terlebih
2. Yasa - kerti adalah tindakan atau aktivitas yang mewujudkan rasa bakti itu ke dalam
perbuatan nyata, jadi dapat dikatakan bakti itu adalah ide. Yasa-kerti mutlak
diperlukan untuk mencapai kesucian batin dan ketenangan jiwa. Demikian pula
halnya dengan melakukan tapa dan brata . Menurut keterangan dalam kekawin
Arjuna Wiwaha, bahwa orang yang tidak pernah melaksanakan yasa, tapa dan brata,
oleh umat Hindu. Nilai Karmaphala itu meresapi jiwa umat Hindu sehingga aktivitas
pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilakukan senantiasa berorientasi kepada
karmaphala itu. Hukum sebab akibat ini seringn dinyatakan dalam kata-kata
sederhana seperti ; Jagung pula jagung puponin, jele gawe Jele tupuk, mekecuh
marep menek ( dia yang berbuat dia yang mendapat hasilnya ). Dengan demikian
maka karmaplhala itu menjadi pengendali pikiran, perkataan dan perbuatan dalam
masyarakat. Bagi pelaku-pelaku puputan dia mau melakukan yang terbaik dalam
mempertahankan negerinya, sebab dia percaya bahwa berjuang atau berperang adalah
teguh, karena kebenaran ini memberikan sinar terang dalam kehudupan. Masyarakat
Bali sangat mendabakan kebenaran dan iklas berkorban jiwa dan raga demi membela
kebenaran. Dari sisilah moncul nilai budaya yang sangat tinggi di Bali yaitu ;
5. Sadu-budi, artinya berpendirian jujur dan berpegangan pada kebenaran. Dasar dari
pada Sadu-budi adalah suddhacita yaitu pikiran yang bersih dan tidak dinodai oleh
sifat-sifat negatif. Dengan demikian hatinya lapang sehingga tidak ada keruwetan
6. Mekardi ane patut, membuat sesuatu yang benar merupakan suatu orientasi dalam
kehidupan masyarakat Bali. Disini kebenaranlah yang menjadi focus perhatian. Ada
beberapa ungkapan yang yang sering berlaku dalam kehidupan masyarakat Bali
seperti ; yen sampun patut, nunas pematut, sapunapi patutne, sire patutne dan lain
bahwa mereka menolak berbuat sesuatu yang tidak benar. Berhubungan dengan hal
itu pemerintah Belanda dianggap berbuat tidak benar terhadap kerajaan Klungkung,
colonial Belanda.
7. Pageh, pageh atau puguh berarti kuat pada pendirian terhadap prinsip kebenaran
dalam menempuh kehidupanini. Puguh berarti tekun dan ulet bekerja dalam mencari
Ada seperangkat nilai kemasyarakatan pada kehidupan masyarakat Bali yang menjadi
orientasi dan arahan serta pola tindakan dalam kehidupan bersama. Secara inplisit
nilai-nilai kemasyarakatan itu juga dipancari oleh ajaran agama Hindu yang menjiwai
budaya inilah yang menjiwai pelaku-pelaku puputan Klungkung yang terjadi tahun
1908
menghadapi bahaya maut. Semboyan seperti ini amat penting artinya bagi suatu
hidup seperti ini memberikan gambaran mengenai adanya loyalitas yang tinggi pada
dorongan bahwa pekerjaan apapun atau dalam situasi apapun kesatuan dan persatuan
10. Jengah, jengah atau wiring adalah suatu perasaan atau sikap memberi dorongan
kepada seseorang untuk bertindak atau berusaha. Dalam pengertian yang positif ,
11. Nindihin Patut, artinya ; membela kebenaran atau yang benarlah yang dibela, bukan
adalah demi membela kebenaran dan keadilan. Pada waktu pengikut raja ( prajurit
kemenangan sudah tidak mungkin didapat karena persenjataan lawan jauh lebih
membela kebenaran tetap terlintas dihati mereka sehingga tetap berjuang demi
membela kebenaran.