Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS INSTRUMENTASI
PERCOBAAN VIII
ANALISIS RHODAMIN B DALAM LIPSTIK SECARA
KROMATOGRAFI

Nama : Haiga Sophia Gunawan

NIM : V3720027

Tanggal Praktikum : Kamis, 9 Desember 2021

Asisten Praktikum : Putri Indah Nurani

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS INSTRUMENTASI
PERCOBAAN VIII
ANALISIS RHODAMIN B DALAM LIPSTIK SECARA
KROMATOGRAFI

I. Tujuan
1. Mempelajari prinsip kerja HPLC.
2. Mengetahui penerapan HPLC untuk kosmetik.
3. Dapat melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif Rhodamin B pada
sampel kosmetik.

II. Tinjauan Pustaka


Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah penampilan warna
pada bibir sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi
bibir lebih kecil atau lebih besar, tergantung warna yang digunakan. Hal
tersebut menjadikan industri kosmetik membuat produk lipstik yang banyak
diminati oleh kaum wanita. Beraneka lipstik ditawarkan, bermacam merk,
jenis, dan warna. Biasanya wanita memilih lipstik terutama karena warnanya,
dimana dapat meningkatkan kesempurnaan dalam tata rias wajah (Nanda dan
Darayani, 2018).
Lipstik dengan warna merah dan warna-warna turunannya tetap menjadi
pilihan utama para perempuan. penggunaan zat warna pada lipstik masih
disalahgunakan dengan alasan untuk menarik konsumen dan keuntungan yang
banyak. Salah satu zat warna sintetis yang sering disalahgunakan dalam
pewarna lipstik adalah rhodamin B (Elfasyari dkk., 2020).
Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan
pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih
seragam, lebih stabil, penggunaanya lebih praktis dan biasanya lebih murah.
Namun, disamping keuntungan itu semua, pewarna sintetik dapat memberikan
efek yang kurang baik pada kesehatan. Rhodamin B merupakan salah satu zat
warna yang biasa dipergunakan dalam bidang industri kertas dan tekstil. Zat
tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan serta
merupakan zat yang bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati (Syakri, 2017).
Meskipun dilarang secara hukum, penggunaan RhB tetap dilakukan secara
rahasia karena harganya yang murah dan warnanya yang cerah, yang dapat
menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia. Akibatnya, analisis
kuantitatif RhB pada tingkat jejak dalam makanan sangat penting. Dalam hal
ini, pretreatment sampel yang berpengaruh harus diadopsi sebelum analisis
instrumental untuk meminimalkan gangguan matriks dan memperkaya
konsentrasi RhB untuk mencapai deteksi yang sangat sensitif (Arabi et al.,
2020).
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah salah satu instrument yang dipakai untuk
teknik analisis pemisahan secara kualitatif, kuantitatif, pemisahan/isolasi dan
pemurnian. Kromatografi pertama kali ditemukan oleh Tsweet pada tahun
1903, dimana Tsweet berhasil melakukan pemisahan pigmen dari daun dengan
menggunakan kolom berisi kapur (CaSO4). Tsweet juga menciptakan istilah
kromatografi untuk menggambarkan daerah berwarna yang bergerak menuju
bawah kolom. Adanya proses adsorpsi dinamis dimana molekul analit akan
bergerak melewati celah berpori merupakan prinsip dasar HPLC. Material
kolom (fase diam) akan berinteraksi dengan komponen sampel sehingga
terjadi pemisahan. Lamanya waktu interaksi (retention time) dipengaruhi oleh
kekuatan interaksi dari material kolom dan komponen sampel (Angraini dan
Desmaniar, 2020).
III. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Unit HPLC dengan detektor UV-Vis (masing-masing 1)
2. Kolom C18 Acclaim Polar Advantage (masing-masing 1)
3. Timbangan (1)
4. Labu ukur 10 ml, 25 ml, dan 100 ml (masing-masing 1)
5. Pipet volume 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 3 ml; 4 ml; dan 5 ml
(masing-masing 1)
6. Filter 0,45 mikron (1)
7. Sentrifuge (1)

B. Bahan
1. Standar Rhodamin B 25 mg
2. Sampel lipstick merk Y (2 g)
3. Asetonotril 750 mL
4. Kalium dihidrogen fosfat 6,8 gram
5. N,N-Dimetilformamida (DMF) (qs)
6. Aquabides (qs)

C. Gambar Alat

Unit HPLC dengan detektor UV-Vis

Kolom C18 Acclaim Polar Advantage


Timbangan Labu ukur 10 ml Labu ukur 25 ml

Labu ukur 100 ml Pipet volume 0,5 ml Pipet volume 1 ml

Pipet volume 2 ml Pipet volume 3 ml Pipet volume 4 ml

Pipet volume 5 ml Filter 0,45 mikron Sentrifuge


D. Mekanisme Alat Utama
HPLC menggunakan dua fase kerja yaitu fase gerak (mobile phase)
dan fase diam (stationary phase). Fase gerak berupa cairan atau pelarut
yang berfungsi untuk membawa komponen campuran menuju detektor
sedangkan fase diam adalah fase tetap didalam kolom berupa partikel
dengan pori yang kecil dan memiliki area surface tinggi (Shimadzu
Document dan Gazdik, 2008). Fase gerak ditampung dalam resorvoir.
Botol kaca merupakan jenis reservoir yang paling umum digunakan. Dari
reservoir, fase gerak akan dialirkan secara terus menerus dengan kecepatan
alir yang tetap oleh pompa. Pengaturan kecepatan alir fase gerak dilakukan
dengan menggunakan program dalam HPLC. Kemudian sampel
diinjeksikan melalui injektor dan akan terbawa oleh fase gerak menuju
kolom. Di Dalam kolom akan terjadi proses pemisahan dimana komponen
sampel akan ditahan oleh fase diam kemudian akan larut oleh fase gerak
yang terus menerus dialirkan sehingga melewati kolom untuk menuju ke
detektor. Detektor akan mendeteksi adanya komponen sampel didalam
kolom dan menghitung kadarnya sehingga keluar dalam bentuk angka
pada layar komputer (Angraini dan Desmaniar, 2020).

IV. Cara Kerja


Penyiapan Instrumen
Persiapan fase Gerak

Persiapan larutan standar


Penyiapan Larutan Sampel
Analisis menggunakan HPLC

V. Hasil

Gambar A. Kromatogram Rhodamin B pada standar (Retention time 5,611


menit)

Gambar B. Kromatogram pada sampel Lipstik Y (Retention time 5,621 menit).


Luas area kurva kalibrasi
Konsentrasi Rhodamin B pada standard (ppm) Area puncak kromatogram
0,502 200056
1,004 400098
1,506 600153
2,008 800119
3,012 1200345
4,016 1600547
5,020 2000543

Diketahui Jumlah
Bobot sampel 2 gram
Bobot separasetamol yang ditimbang untuk 25,10 mg
kurva kalibrasi
Luas area sampel 525.497

VI. Pembahasan
Lipstik dengan warna merah dan warna-warna turunannya tetap menjadi
pilihan utama para perempuan. penggunaan zat warna pada lipstik masih
disalahgunakan dengan alasan untuk menarik konsumen dan keuntungan yang
banyak. Salah satu zat warna sintetis yang sering disalahgunakan dalam
pewarna lipstik adalah rhodamin B (Elfasyari dkk., 2020). Meskipun dilarang
secara hukum, penggunaan RhB tetap dilakukan secara rahasia karena
harganya yang murah dan warnanya yang cerah, yang dapat menjadi ancaman
serius bagi kesehatan manusia. Akibatnya, analisis kuantitatif RhB pada
tingkat jejak dalam makanan sangat penting (Arabi et al., 2020).
Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
No 33086/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetik terdapat beberapa zat
warna yang dilarang penggunaannya, zat warna tersebut merupakan pewarna
untuk tekstil, dalam sediaan kosmetik karena berpengaruh buruk untuk
kesehatan. Zat warna tersebut salah satunya adalah Merah K10 (Rhodamin B,
C.I.Food Red 15, D&C Red NO.19) (Anonim, 2008).
Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis yang sering disalahgunakan
pemanfaatannya dalam produk kosmetika. Secara umum zat warna tersebut
berupa kristal yang tidak berbau, berwarna hijau atau ungu kemerahan, dan
dalam bentuk larutan berwarna merah terang dan berfluoresensi. Pewarna
rhodamin B memiliki sifat toksik dan mudah larut dalam air, metanol, dan
etanol (Gresshma dan Paul, 2012). Dari hasil data laporan International
Agency for Research on Cancer (IARC, 1978) pada hewan uji yang diberikan
rhodamin B secara subkutan dan oral menunjukkan adanya sifat karsinogenik
dari zat warna tersebut. Efek yang membahayakan lainnya adalah dapat
menyebabkan iritasi pada jaringan mukosa.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Tahun 2011 metode analisa Rhodamin B dapat dilakukan dengan metode
KCKT. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem
pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh
kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor
yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai
cuplikan secara kualitatif, baik komponen tunggal maupun campuran.
Adanya proses adsorpsi dinamis dimana molekul analit akan bergerak
melewati celah berpori merupakan prinsip dasar HPLC. Material kolom (fase
diam) akan berinteraksi dengan komponen sampel sehingga terjadi pemisahan.
Lamanya waktu interaksi (retention time) dipengaruhi oleh kekuatan interaksi
dari material kolom dan komponen sampel (Angraini dan Desmaniar, 2020).
HPLC menggunakan dua fase kerja yaitu fase gerak (mobile phase) dan
fase diam (stationary phase). Fase gerak berupa cairan atau pelarut yang
berfungsi untuk membawa komponen campuran menuju detektor sedangkan
fase diam adalah fase tetap didalam kolom berupa partikel dengan pori yang
kecil dan memiliki area surface tinggi (Shimadzu Document dan Gazdik,
2008). Fase gerak ditampung dalam resorvoir. Botol kaca merupakan jenis
reservoir yang paling umum digunakan. Dari reservoir, fase gerak akan
dialirkan secara terus menerus dengan kecepatan alir yang tetap oleh pompa.
Pengaturan kecepatan alir fase gerak dilakukan dengan menggunakan program
dalam HPLC. Kemudian sampel diinjeksikan melalui injektor dan akan
terbawa oleh fase gerak menuju kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses
pemisahan dimana komponen sampel akan ditahan oleh fase diam kemudian
akan larut oleh fase gerak yang terus menerus dialirkan sehingga melewati
kolom untuk menuju ke detektor. Detektor akan mendeteksi adanya komponen
sampel didalam kolom dan menghitung kadarnya sehingga keluar dalam
bentuk angka pada layar komputer (Angraini dan Desmaniar, 2020).
Analisa Rhodamin B dapat dilakukan dengan metode KCKT diawali
dengan penyiapan instrumen. Caranya, perangkat HPLC dan komputer
dinyalakan, software HPLC pada komputer dibuka, dipastikan HPLC telah
terhubung dengan komputer, perhatikan pipa atau selang outlet sudah terletak
pada penampung yang benar. karena ini penting untuk menampung limbah
proses analisa, diakukan flushing atau purging, hal ini dilakukan agar kondisi
kolom selalu dalam keadaan bersih memastikan saluran pada HPLC sehingga
tidak ada yang bocor atau tersumbat. Ciri terjadinya sumbatan, tekanan tinggi,
kemudian pasang kolom pada HPLC, dilakukan conditioning kolom
menggunakan ACN 90% diikuti dengan ACN 10% Perhatikan dan pastikan
larutan yang digunakan untuk fase gerak tersedia dalam jumlah yang cukup.
Setelah dilakukan penyiapan instrumen, selanjutnya dilakukan persiapan
fase gerak. Beberapa jenis larutan yang digunakan diantaranya adalah ACN
90% diikuti dengan ACN 10%. Pertama timbang kurang lebih 6,8 gram
kalium dihydrogen fosfat, masukkan ke dalam labu ukur 250 mL larutkan
dengan air bebas karbondioksida hingga garis batas, kocok hingga homogen,
lalu timbang kurang lebih 2 gram natrium hidroksida masukkan ke dalam labu
ukur 250 mL larutkan dengan air bebas karbondioksida hingga garis batas,
kocok hingga homogen, kemudian masukkan larutan kalium dihidrogen fosfat
ke dalam beaker glass 1 L, tambahkan kurang lebih 2,0 mL larutan natrium
hidroksida, cek pH, tambahkan larutan natrium dioksida hingga pH mencapai
6,8 5. Tambahkan air bebas karbondioksida hingga 1 L. Masukkan 750 mL
larutan acetonitrile ke dalam botol fase gerak, tambahkan 250 mL larutan
dapar kalium hydrogen fosfat pH 6,8. Kocok hingga homogen
Langkah selanjutnya adalah persiapan larutan standar. Pertama, timbang
standar rhodamin B sebanyak 25 mg masukkan kedalam labu ukur 25 mL.
Tambahkan N,N-Dimetolformaldehida (DMF) ± 20 mL, sonikasi hingga larut.
Sonikasi pada HPLC bertujuan agar tercampur dengan sempurna suatu larutan
sehingga memiliki kandungan zat yang homogen, baik kadar zat maupun
warna dalam bentuk fisik dan memecah senyawa atau sel untuk pemeriksaan
lebih lanjut (Sukma dan Fajri, 2019). Tambahkan N,N-Dimetolformaldehida
(DMF) hingga tanda batas, kocok hingga homogen. (Larutan standar 1000
ppm). Pipet 1 ml larutan diatas maksukkan ke dalam labu ukur 100 mL
tambahkan N,NDimetolformaldehida (DMF) higga tanda batas. (Larutan
standar 10 ppm). Pipet masing-masing 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 3 ml; 4 ml;
dan 5 ml larutan standar 10 ppm masing-masing dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 ml, tambahkan N,N-Dimetolformaldehida (DMF) hingga tanda batas.
Saring menggunakan filter 0,45µm.Kolom yang baik akan mempunyai
bilangan lempeng yang tinggi dan karena nya kolom yang baik mempunyai
nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi
bilangan lempeng teoritis. Bilangan lempeng (N) akan meningkat dengan
adanya beberapa faktor yaitu: kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang
lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang
lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih
kecil, pengaruh di luar kolom yang minimal (Rohman, 2009).
Dimetilformamida adalah suatu senyawa organik dengan rumus kimia
(CH3)2NC(O)H. Umumnya senyawa ini disingkat sebagai DMF (walaupun
akronim ini terkadang digunakan pada dimetilfuran, atau dimetil fumarat),
cairan tidak berwarna ini larut dengan air dan mayoritas cairan organik. DMF
adalah pelarut umum bagi reaksi kimia.
Penyiapan Larutan Sampel dilakukan dengan timbang 2 gram sampel
lipstick merk Y masukkan ke dalam labu 25 ml ± 20 mL, sonikasi hingga
larut. Tambahkan N,N-Dimetolformaldehida (DMF) hingga tanda batas,
kocok hingga homogen, kemudian sentrifuge larutan dengan kecepatan 14.000
rpm selama 2 menit (sentrifugasi itu bertujuan memisahkan zat-zat berpartikel
besar dengan zat2 berpartikel kecil, akan menjadi dua lapisan, lapisan atas
adalah lapisan bening (analit) dan yang bawah adalah lapisan padat (matriks).
Ambil bagian bening dan saring menggunakan filter 0,45µm.
Terakhir adalah analisis menggunakan HPLC, pertama dilakukan setting
method pada software HPLC meliputi, komposisi fase gerak waktu injeksi 2.
Masukkan larutan seri standard dan sampel ke dalam vial HPLC 3. Lakukan
analisis menggunakan sistem HPLC dengan panjang gelombang 554 nm hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2014)
dimana panjang gelombang maksimal dari baku Rhodamin-B adalah 554
nm, laju alir 0,75ml/ menit dan vol injek 20 µl. Efisiensi kolom ≥1000
lempeng teoritis, factor ikutan tailing factor ≤2,0. Efisiensi kolom adalah
Parameter uji kesesuaian sistem yang didapat adalah:
Waktu retensi (tR) :
Kromatogram Rhodamin B pada standar (Retention time 5,611 menit)
Kromatogram pada sampel Lipstik Y (Retention time 5,621 menit).
Luas area (AUC) : 525.497
Tailing factor
≤2,0.
Lempeng teoritis (>2000)
Sebuah kromatogram akan memberikan informasi kualitatif terhadap solut
tertentu dalam suatu sampel. Hal ini dapat dilihat dari waktu retensi (tR) atau
posisi pada fasa diam setelah masa elusi tertentu. Waktu retensi dinyatakan
sebagai lamanya waktu analisis sampel, dimana pada fase terbalik zat yang
lebih polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki waktu retensi yang lebih
cepat dibanding zat non polar (Putra, 2004). Jika sampel tidak menghasilkan
puncak pada waktu retensi (tR) yang sama dengan standar,yang dijalankan
dalam kondisi identik tertentu maka dapat diasumsikan senyawa ini tidak ada
dalam sampel atau kadar di bawah limit deteksi dari prosedur. Jika sampel
yang dianalisis memiliki retention time yang sama dengan standar rhodamin b,
artinya sampel tersebut mengandung rhodamin b. Diperoleh hasil
Kromatogram Rhodamin B pada standar (Retention time 5,611 menit).
Kromatogram pada sampel Lipstik Y (Retention time 5,621 menit). Hasilnya
mendekati, artinya sampel mengandung rhodamin B. Pada kosmetik
penambahan rhodamin B dilarang menurut permenkes No
239/Menkes/Per/V/85. Komposisi pelarut harus dipertahankan stabil dan
temperatur harus dipertahankan konstan. Kecepatan alir fasa gerak dan injeksi
sampel harus dipertahankan konstan. Pengaruh injeksi sampel merupakan
masalah penting dalam puncak awal dari kromatogram. Luas puncak
merupakan integrasi dari tinggi puncak (konsentrasi) terhadap waktu (aliran
volume dari fasa gerak) nilainya sebanding dengan total massa solut yang
dielusi. Kebanyakan alat kromatografi modern dilengkapi dengan integrator
elektronik digital yang akan memberikan penilaian presisi luas puncak
(Susanti dan Dachriyanusus, 2014).
Analisis kuantitatif dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi dulu, dari
standar. Dicari persamaan regresinya. Lalu, luas area yang didapat dari si
sampel dimasukkan ke dalam persamaan. Uji linieritas kurva kalibrasi
Rhodamin B dilakukan dengan menggunakan 7 konsentrasi larutan baku
Rhodamin B kemudian larutan diinjeksikan kedalam sistem KCKT setelah itu
dibuat kurva antara konsentrasi analit (x) terhadap luas area (y). Selanjutnya
ditetapkan kurva linier: y = a+bx, dimana a adalah intersept (perpotongan
garis dengan sumbu y) dan b adalah slope (kemiringan garis regresi).
Kelinieran kurva ditentukan dengan menghitung koefisien korelasi (r).
Berdasarkan hasil evaluasi kalibrasi larutan baku Rhodamin B diperoleh
persamaan regresi linier Persamaan regresi diperoleh hasil Y=
398530*x-35,48 . Nilai koefisien korelasi yang diperoleh yaitu 1 dimana nilai
korelasi yang baik adalah r = ≥0,998 . Dari hasil pengukuran linieritas
rhodamin B diperoleh nilai r =1, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang baik antara analit dan respon (Komarudin dkk., 2019). Pada
perhitungan didapatkan kandungan rhodamin B sebesar 2,638 g.

VII. Kesimpulan
Prinsip kerja HPLC adalah adanya proses adsorpsi dinamis dimana
molekul analit akan bergerak melewati celah berpori. Menurut Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tahun 2011 metode
analisa Rhodamin B dapat dilakukan dengan metode KCKT. Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan
dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi
kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan
beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif,
baik komponen tunggal maupun campuran. Analisis kuantitatif dilakukan
dengan membuat kurva kalibrasi dulu, dari standar. Dicari persamaan
regresinya. Persamaan regresi diperoleh hasil Y= 398530*x-35,48. Lalu, luas
area yang didapat dari si sampel dimasukkan ke dalam persamaan. Pada
perhitungan didapatkan kandungan rhodamin B sebesar 2,638 g. Analisis
kualitatif dilakukan dengan melihat rentio n time. Jika sampel yang dianalisis
memiliki retention time yang sama dengan standar rhodamin b, artinya sampel
tersebut mengandung rhodamin b. Sehingga sampel yang diuji tidak
memenuhi syarat BPOM, karena pada kosmetik penambahan rhodamin B
dilarang menurut permenkes No 239/Menkes/Per/V/85. Diperoleh hasil
Kromatogram Rhodamin B pada standar (Retention time 5,611 menit).
Kromatogram pada sampel Lipstik Y (Retention time 5,621 menit). Hasilnya
mendekati, artinya sampel mengandung rhodamin B.
VIII. Daftar Pustaka
Angraini, N., dan Desmaniar, P. 2020. Optimasi Penggunaan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk Analisis Asam
Askorbat Guna Menunjang Kegiatan Praktikum Bioteknologi
Kelautan. Jurnal Penelitian Sains, 22(2) : 69-75.
Anonim. (2008). BPOM/Berita-artikel/Kosmetika.; 10(1), 10-13.
Arabi, M., Ostovan, A., Bagheri, A.R., Guo, X., Li, J., Ma, J., and Chen, L.
2020. Hydrophilic Molecularly Imprinted Nanospheres for the
Extraction of Rhodamine B Followed By Hplc Analysis: A Green
Approach and Hazardous Waste Elimination. Talanta, 215: 1-8.
Dachriyanus D. 2017. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara
Spektroskopi. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara
Spektroskopi. Sumatera Barat: Lembaga Pengembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (LPTIK).
Elfasyari, T.Y., Putri, M.A., dan Andayani, R. 2020. Analisis Rhodamin B
pada Lipstik Impor yang Beredar di Kota Batam secara
Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Vis.
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(01):54-61.
Gazdik, Z., Zitka, O., Petrlova, J., Adam, V., Zehnalek, J., Horna, A.,
Reznicek, V., Beklova, M., & Kizek, R. 2008. Determination of
Vitamin C (Ascorbic Acid) Using High Performance Liquid
Chromatography Coupled with Electrochemical Detection. Sensors
(Basel, Switzerland), 8(11): 7097–7112.
Gresshma, R. dan Paul, M.P.R. 2012. Qualitative And Quantitative Detection
of Rhodamine B Extracted from Different Food Items Using Visible
Spectrophotometry. Malaysian Journal of Forensic Sciences,
3(1):36–40.
International Agency for Research on Cancer. 1978. IARC Monographs on
The Evaluation of Carsinogenic Risk to Humans. volume 16.
sumber:http://monographs.iarc.fr/ENG/Monographs/vol142/mono1
6.pdf. Data diakses pada tanggal 12 Desember 2017.
Kepala BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.08.11.07331
Tahun 2011 Tentang Metode Analisis Kosmetika. Jakarta: BPOM
Komarudin, D., Fauziah, S., dan Pramintari, R. 2019. Analisis Rhodamin B
pada Sediaan Lipstik dan Perona Mata secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 18(3): 99-92.
Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
:239/Men.Kes/Per/V/85
Nanda, E.V., dan Darayani, A.E. 2018. Analisis Rhodamin B pada Lipstik
yang Beredar Via Online Shop Menggunakan Metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV-Vis. Sainstech Farma,
11(2): 17-20.
Putra, E.D. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi.
http://222.USUdigitallibrary.or.id. [diakses pada 20 Agustus 2015].
Rachmawati.W, Sophi. D, dan Mulyana.A. 2014. Identifikasi Zat Warna
Rhodamin-B pada Kosmetik Pemerah Pipi dan Eye Shadow
dengan Metode KLT dan KCKT. Jurnal Farmasi Galenika,1
(2): 71-77.
Republik Indonesia. Pengaturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.
Tentang Metode Analisis Kosmetika No. HK. 03.1.23.08.11.07331.
Jakarta; 2011.
Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sukma, F.F., dan Fajri, R. 2019. Identifikasi Asam Dehidroasetat dalam
Produk Kosmetika dengan Menggunakan HPLC (High Performance
Liquid Cromatography). Quimica: Jurnal Kimia Sains dan Terapan,
1(2): 15-17.
Syakri, S. 2017. Analisis Kandungan Rhodamin B Sebagai Pewarna pada
Sediaan Lipstik Impor yang Beredar di Kota Makassar. JF FIK
UINAM, 5(1): 40-45.

IX. Lampiran
1. Perhitungan
2. Jawaban pertanyaan
3. Dokumentasi
4. Abstrak Jurnal dan bagian yang disitasi
Mengetahui Surakarta, 16 Desember 2021
Asisten Praktikum, Praktikan,

(Putri Indah Nurani) (Haiga Sophia Gunawan)

Lampiran
1. Perhitungan
a. Tentukan persamaan regresinya :Y= 398530*x-35,48
b. Hitung konsentrasi berdasarkan persamaan :
Y= 398530*x-35,48
525.497= 398530*x-35,48
525.497+35,48
x= 398530

x= 1,319 ppm
c. Menentukan faktor pengencer = 1
d. Konsentrasi sampel
= konsentrasi dari persamaan x faktor pengencer
=1,319 ppmX 1
=1,319 ppm
e. kandungan rhodamin B
= 1,319 mg/ kg x 2 gram
= 1319 mg/g x 2g
= 2638mg
= 2,638 g

2. Jawaban pertanyaan
1) Apakah sampel Lipstik Y mengandung Rhodamin B?
Sampel lipstik mengandung rhodamin B sebesar 0,06595 mg
2) Jelaskan cara identifikasi Rhodamin B pada sampel
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Tahun 2011 metode analisis Rhodamin B dapat dilakukan
dengan metode KCKT. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang
tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem
pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam
sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif, baik
komponen tunggal maupun campuran.Analisis kuantitatif dilakukan
dengan membuat kurva kalibrasi dulu, dari standar. Dicari persamaan
regresinya. Lalu, luas area yang didapat dari si sampel dimasukkan ke
dalam persamaan. Analisis kualitatif dilakukan dengan melihat rentio n
time. Jika sampel yang dianalisis memiliki retention time yang sama
dengan standar rhodamin b, artinya sampel tersebut mengandung
rhodamin b. Sehingga sampel yang diuji tidak memenuhi syarat
BPOM, karena pada kosmetik penambahan rhodamin B dilarang
menurut permenkes No 239/Menkes/Per/V/85.
3) Berapa ppm kandungan Rhodamin B pada 2 gram sampel? 0,06595
mg
4) Apakah adanya Rhodamin B pada sampel melanggar peraturan Badan
Pengawas obat dan makanan? Ya.
penggunaan zat warna Rhodamin B tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu
yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

3. Dokumentasi
1. https://youtu.be/mmorc2wzoB0

2. https://youtu.be/QtKpo8NIPR8
3. https://youtu.be/koSN11jZ13k
4. Abstrak Jurnal dan bagian yang disitasi

Anda mungkin juga menyukai