Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRATIKUM PERCOBAAN I

Identifikasi Pewarna Merah K10 (Rhodamin B) Dalam


Lipstik/Lipgloss Secara Kromatografi Kertas

OLEH:
Nama : Febri Hamzah
Nim : 1900014
Kelas : DIII – 3A
Kelompok : 2 (Dua)
Email : febrihamzah@stifar-riau.ac.id
Nomor HP : 081378143561
Tanggal Praktikum : 29 September 2020
Jam Praktikum : 08.00-11.00 WIB
Dosen Pembimbing : apt. Mustika Furi, M. Si
Asisten Dosen : 1. Ainun Alfatma
2. Annisya Shafira

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2020/2021
I. Tujuan
1. Pengenalan metoda pemisahan zat pewana Merah K10 (Rhodamine B) dengan
Kromatografi Kertas.
2. Analisis zat pewana Merah K10 (Rhodamine B) Secara Kromatografi Kertas.

II. Prinsip Praktikum


Identifikasi pewarna merah k10 secara kromatografi kertas.

III. Tinjauan Pustaka


Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil dan
kertas. Rodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak
berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang
berpendar (berfluoresensi). Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta
Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Kromatografi adalah teknik pemisahan diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau
cair) dan fase gerak (cair atau gas). Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu
analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran Kromatografi Lapis
Tipis. Spektrofotometri UV/Vis Penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh suatu
molekul yang dapat menyebabkan eksitasi electron dalam orbital molekul tersebut
dari tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Khopkar, S. M., 1990).
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada
industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih
terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat
Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada
sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya
zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai
keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari
(Ditjen POM RI. 2001).
Bahan pewarna Rhodamine B untuk warna merah dan Metanil Yellow untuk
warna kuning, merupakan zat pewarna sintesis yang dilarang untuk produk makanan
karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat
membahayakan bagi kesehatan (Trestiati, 2003).
Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal
hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga
merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam
laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co,
Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165° C (Ditjen POM RI. 2001).
Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat
informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja
disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang
terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh
senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen.Dengan terkontaminasinya
Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika
digunakan dalam makanan ( Ditjen POM RI. 2001).
Penggunaan rhodamin B tentunya berbahaya bagi kesehatan. Penumpukkan
rhodamin B dilemak dalam jangka waktu yang lama jumlahnya terus menerus
bertambah di dalam tubuh dan dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh
sampai mengakibatkan kematian (Latifah. 2007).
Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan cuplikan
yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita. Kromatografi lapis tipis
preparative merupakan metode isolasi dari suatu simplisia untuk mendapatkan
senyawa tunggal (Anonim. 1985).
Prinsip kerjanya adalah kromatography kertas dengan pelarut air (PAM,
destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan
(elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat
pewarn makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil (Latifah. 2007).
Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang
cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat warna merah).
Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen 1 (etil
metalketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) dan eluen II (2 gr NaCl dalam 100 ml etanol
50%). Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak
yang timbul. Perhitungan / penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rfdari
masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zatterlarut oleh
jarak zat pelarut (Devianti et al, 2010).
Dua sifat yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat bergantung pada mereka.
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia
bergerak dalam di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya
kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal
dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan
komponen tunggal dari campuran. Perbedaan migrasi merupakan dasar pemisahan
kromatografi, tanpa perbedaan dalam kecepatan migrasi dari senyawa, tidak mungkin
terjadi pemisahan (Devianti et al, 2010).

IV. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Kertas saring whattman Baku pembanding rhodamine B BPFI
Chamber Natrium Sulfat Anhidrat
Lampu Uv
Kertas Saring
Pensil
Gelas Ukur
Spektrofotometer Uv
Beaker Glass

V. Cara Kerja
1. Larutan uji
 Timbang sampel 500 mg dalam beker glass
 Tambahkan 4 tetes HCl
 Tambah 5 ml methanol, lelehkan diatas waterbath
 Tambah methanol sampai 10 ml, lalu aduk sampai homogen
 Saring dengan kertas saring berisi Natrium Sulfat Anhidrat
2. Larutan baku
 Timbang 5 mg Rhodamn BPFI
 Tambahkan methanol 10 ml
 Larutan baku siap digunakan
3. Cara identifikasi:
Lakukan A dan B masing-masing ditotolkan secara terpisah dan dilakukan
kromatografi sebagai berikut:
 Fase diam : kertas Whattman
 Fase gerak : Etil Asetat-n-butanol -amonia (20:55:25)
Etil Asetat-Metanol-amonia (15:6:3)
N-propanol-amonia (90:10)
 Penjemuran : Dengan kertas saring
 Volume penotolan : Larutan A dan B masing-masing 10 ml
 Jarak rambat : 15 cm
 Penampak bercak : Tanpa penampak bercak, bercak berwana
merah dengan lampu UU 254 nm bercak berwarna kuning.

VI. Hasil
Diketahui:
Standar jarak noda : 1,36 cm
Jarak noda sampel : 1,25 cm
Jarak hambat elven : 4 cm

Ditanya:
Rf sampel dan Rf standar=?

Jawab:
jarak noda sampel 1,25 cm
Rf sampel = = =0,3125 cm
jarak hambat elven 4 cm

standar jarak noda 1,36 cm


Rf standar = = =0,34 cm
jarak hambat elven 4 cm

VII. Pembahasan
Pada pratikum kali ini membahas tentang identifikasi Rhadamin B warna
merah pada lipstick/libgloos. Tujuan dari pratikum ini untuk menganalisa zat warna
merah K10 (rhodamine B) secara kromatografi kertas dan juga untuk pengenalan
metode pemisahan zat pewarna merah K10 (rhodamine B) dengan kromatografi
kertas.
Tujuan dilakukannya pengujian rhodamine pada pewarna merah pada lipstick
adalah Penggunaan Rhodamin B pada produk makanan dan kosmetik dalam jangka
waktu yang lama akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Kandungan
klorin (Cl) pada Rhodamin B merupakan senyawa halogen yang tidak hanya
berbahaya tetapi juga reaktif. Tertelannya klorin (Cl) didalam tubuh akan membuat
senyawa tersebut berusaha mendapatkan kestabilan dalam tubuh meski harus dengan
mengikat senyawa lain yang berada di dalam tubuh sehingga, kehadirannya menjadi
racun bagi tubuh. Senyawa lain yang diikat tersebut tidak lagi berfungsi dengan baik
sehingga kinerja tubuh tidak lagi optimal.
Jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka akan terjadi gejala
keracunan Rhodamin B. Jika Rhodamin B masuk ke dalam tubuh melalui makanan
akan mengakibatkan terjadinya iritasi pada saluran pencernaan dan akan
mengakibatkan gejala keracunan dengan mengeluarkan urin yang bewarna merah
maupun merah muda. Jika Rhodamin B masuk melalui pernapasan maka akan terjadi
iritasi pada saluran pernapasan.
Analisis ini dilakukan karena rhodamin b dalam kosmetik terutama lipstik
perlu diawasi keberadaanya sebab rhodamin b merupakan pewarna sintesis yang biasa
digunakan pada tekstil. Pengunaan rhodamin b dalam suatu sediaan dilarang karena
dapat menimbulkan dampak yang tidak diharapkan seperti gangguan kesehatan.
Selain uji kualitatif, dilakukan juga uji kuantitatif. Analisis kuantitatif ini
bertujuan untuk mengetahui kadar rhodamin b dalam sampel lipstick karena
berdasakan uji kualitatif, sampel mengandung rhodamin b. Analisis kuantitatif yang
dilakukan adalah spektrofotometri UV-Vis. Metode spektrofotometri ini mempunyai
prinsip yaitu hukum lambert beer. Hukum lambert beer menyatakan konsentrasi suatu
zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorbsi, atau berbanding terbalik
dengan logaritma cahaya yang ditransmisikan. Dengan demikian, dari pengukuran
spektrofotometri dapat dihitung konsentrasi sampel yang dianalisis.
Alasan menggunakan metode analisis spektrofotometri UV-Vis adalah karena
senyawa rhodamin b memiliki gugus kromofor yaitu gugus dalam senyawa organik
yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak seperti gugus karboksil,
senyawa aromatik dan juga memiliki gugus auksokrom yaitu gugus yang memiliki
pasangan elektron bebas seperti NR2. Alasan lain, yaitu karena metode ini mudah
dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengujian laurutan uji. Untuk larutan uji
timbang lebih kurang 500 mg cuplikan dalam beaker glass lalu tambahakan 4 tetes
HCl 4M. lalu tambahkan 5 ml methanol sampai 10 ml, lalu saring berisi Natrium
Sulfat Anhidrat. Yang kedua dilakukan adalah pembuatan larutan baku. Untuk
larutan baku, dibuat sejumlah 5 mg baku pewarna rhodamin b BPFI, lalu dilarutkan
dengan methanol 10 ml dan dikocok hingga larutan homogen. Hasilnya yaitu
terbentuk larutan pink bening dengan konsentrasi 100 ppm. Setelah dibuat larutan
baku, lalu dibuat larutan sampel. Prosedur dan bahan preparasi sampel sama seperti
pada analisis kualitatif, yang berbeda hanya jumlah sampel.
Setelah ditambahkan pelarut, sampel dipindahkan ke beaker glass kecil dan
ditutup dengan kaca arloji yang berfungsi untuk meminimalisir penguapan karena
methanol bersifat mudah menguap, terlebih lagi jika dipanaskan. Beaker glass
tersebut kemudian dipanaskan di atas penangas air. Tujuannya yaitu untuk
mempercepat proses pelarutan lipstick yang berwujud padat hingga diperoleh larutan
berwarna merah. Setelah diperoleh larutan berwarna merah, maka larutan kemudian
difiltrasi dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring dan bantuan corong
penyaring. Namun sebelumnya, larutan sampel ditambahkan dengan Natrium sulfat
anhidrat. Fungsinya yaitu untuk menyerap air. Penyaringan ini dilakukan untuk
memisahkan senyawa Rhodamin b yang akan dianalisis dari senyawa-senyawa
pengotor yang dapat mengganggu absorbansi, misalnya basis lipstik. Filtrat yang
diperolah ditampung dalam beaker glass bersih. Filtrat hasil penyaringan berupa
larutan bening berwarna merah yang diduga berasal dari pewarna merah Rhodamin b.
Setelah dibuat larutan sampel, maka dibuat larutan rhodamin-B BPFI dengan pelarut
yang sama yaitu methanol. Larutan baku ini digunakan sebagai pembanding Rf noda
dengan Rf yang mengandung Rhodamin.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lais tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah kertas whattman. Dalam
fase diam terdapat plat tipis aluminium yang berfungsinya untuk tempat berjalannya
adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Fase diam ini
bersifat polar. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah Etil asetat n butanol
anomia (20:55:25), Etil asetat methanol amoonia (15:6:3), N propanol ammonia
(90:10). dengan total volume eluent yaitu 100 ml. Eluent yang digunakan bersifat
lebih polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat pada fase
diamnya. Penggunaan eluent ini disesuaikan dengan sifar polar Rhodamin b karena
memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas dan gugus amina pada
struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan membentuk ikatan hidrogen
intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti
alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran eluen polar agar dapat mengeluasi
Rhodamin b dengan baik.
Setelah dibuat eluent, maka larutan eluent tersebut dijenuhkan terlebih dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fasa gerak terdistribusi merata
pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fasa diam oleh
fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk
mengotimalkan naiknya eluent. Untuk mengetahui kejenuhan tersebut maka
digunakan kertas saring yang disimpan diatas bagian dalam chamber. Kejenuhan
ditandai dengan suhu di dalam chamber hangat serta lebabnya kertas saring.
Hasil yang didapat dari praktikum kali ini adalah Rf sampel 0,3125 cm dan Rf
standar 0,34 cm. Jadi Rf sampel terdapat noda dan sampel mengandung Rhodamin B,
karena jarak antara sampel dengan larutan standar (baku) berdekatan.

VIII. Kesimpulan
Rf sampel terdapat noda dan sampel mengandung Rhodamin B, karena jarak
antara sampel dengan larutan standar (baku) berdekatan.

IX. Daftar Pustaka


Anonim. 1985. Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/1985 tentang Zat Warna Tertentu
yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Departemen Kesehatan, Jakarta.

Deviyanti. (2010). Catatan Kimia. Teknik Analisa Pewarna Makanan.

Ditjen POM RI. 2001. Metode Analisis PPOMN. Ditjen POM, Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Tranggono, R. I., dan F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. PT. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai