Anda di halaman 1dari 10

UTS 1

Mata Kuliah Filsafat Seni

Dosen Pengampu Drs. Bedjo Riyanto M.Hum.

Nama: Ivana Anabella

NIM: C0720023

Kelas: A

Soal:

1. Uraikan persamaan dan perbedaan pemikiran seni pada masa Yunani Klasik dengan
periode Helenisme dan Romawi!
2. Uraikan konsep tentang seni dalam periode jaman abad pertengahan dan pemikiran
tokoh-tokoh pentingnya!
3. Uraikan filsafat seni yg menonjol pada masa Renaissance yg ditandai dengan
bangkitnya rasionalisme humanisme dan sekularisme!
4. Uraikan perbedaan filsafat seni dengan estetika yg dikemukakan oleh Baumgarten
serta uraikan konsep2 seni yg penting pada masa pencerahan (aufklarung) dan
perbedaan antara seni murni dan seni pakai!

Jawaban:
1. Yunani Klasik adalah periode yang berlangsung sekitar 200 tahun (abad ke-5 dan ke- SM)
dalam sejarah Yunani. Selama periode ini, banyak wilayah Yunani jatuh ke tangan Persia,
tetapi wilayah Yunani ini kemudian merdeka kembali. Yunani klasik sangat berpengaruh di
Romawi dan juga menjadi dasar peradaban Barat. Banyak pemikiran politik, seni, arsitektur,
patung, filsafat, teater, dan sastra berasal dari periode ini. Seni Yunani Kuno memiliki ciri yang
khas jika dibandingkan dengan seni budaya peradaban lainnya, yakni perkembangan
penggambaran tubuh manusia yang natural tetapi ideal, merepresentasikan dewa-dewa,
keindahan, kemampuan fisik, dan kekuatan yang ideal, dengan sebagian besar berupa laki-laki
telanjang. Hellenisme adalah periode transisi dari Yunani kuno ke Abad Pertengahan sebelum
munculnya agama Kristen. Zaman di mana peradaban Yunani jatuh. Istilah Hellenisme adalah
istilah modern yang diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein, yang berarti berbicara atau
berperilaku seperti orang Yunani. Bangsa Romawi dibangun sejak sekitar tahun 800 SM.
Peradaban ini dibangun dan dikembangkan oleh masyakatnya di wilayah semenanjung
Apenina, atau sekarang dikenal sebagai Italia. Seni Romawi mengacu pada seni visual yang
dibuat di Roma Kuno dan di wilayah Kekaisaran Romawi. Seni Romawi dibagi menjadi karya
arsitektur, lukisan, patung dan mosaik. Barang-barang mewah seperti logam, permata berukir,
gading, dan kaca terkadang dianggap sebagai bentuk kecil seni Romawi dalam istilah modern.

Yunani Kuno memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi budaya seni Romawi. Kedua
kebudayaan ini memiliki pemikiran seni yang cukup serupa, baik dari kuil, patung, relief, dan
lukisan-lukisannya. Banyak seniman Romawi awal yang merupakan keturunan Yunani,
menyebabkan karya seni mereka mencerminkan periode Klasik dan Helenistik Yunani Kuno.
Seni periode Romawi sangat bergantung pada teknik-teknik dan material pada periode Yunani.
Persamaan antara pemikiran seni pada zaman Yunani klasik dan Romawi adalah keduanya
sama-sama berpendapat jika seni adalah meniru atau mimesis dari apa yang sudah ada.
Berdasarkan pemikiran kedua zaman ini, seni adalah meniru atau mimesis, dan sama-sama
membahas konsep yang ideal. Perbedaan mendasar antara Romawi dan Yunani klasik adalah
bangsa Yunani lebih tertarik pada konsep seni yang ideal, yaitu makhluk-makhluk yang indah
dan sempurna, sedangkan bangsa Romawi lebih tertarik pada realitas dan fungsi praktikalnya
yaitu sebagai ornamen dan dekorasi. Bangsa Romawi memiliki ciri khas seni berupa patung
yang menggambarkan tokoh tertentu yang serupa dan bersifat realistis dengan segala
kekurangannya. Pemikiran seni Romawi menganggap bahwa dengan membuat wajah yang
indah pada patung seseorang akan membuat arwah mereka tenang setelah wafat. Hal ini
menyebabkan banyaknya patung yang dibuat pada masa Republik dan Kekaisaran Romawi.

Perbedaan utama seni pada periode Helenisme dan Yunani Klasik adalah seni pada periode
Helenisme yang muncul jauh sebelum periode klasik, menunjukan adanya evolusi di jenis style
dan detail. Anatomi manusia lebih tampak dan digambarkan secara baik pada seni periode
Helenisme. Seni pada periode Helenisme bermula pada tahun 323 SM dan berakhir pada tahun
31 SM, sedangkan seni Yunani Klasik bermula jauh setelahnya yaitu pada tahun 5 SM. Art
style Helenistik lebih ekspresif, karena seni pada periode ini sudah mengalami banyak evolusi,
pergerakan tubuh, ekspansi, dan kontraksi otot dapat terlihat jelas. Tetapi, seni pada periode
klasik lebih statis, menggambarkan figur yang dianggap ideal yang bahkan tidak tampak seperti
manusia, melainkan seperti dewa-dewa. Wajah pada figur patung periode Helenistik lebih
seperti manusia, ekspresif, menunjukan kebahagiaan, duka, rasa sakit, tetapi figur periode
klasik lebih menunjukkan wajah-wajah tanpa ekspresi. Berbeda dengan patung pada periode
klasik yang lebih menunjukkan sosok-sosok dewa yang diidealisasi, patung pada periode
Helenistik menunjukkan adanya kemajuan, subjek yang diambil terinspirasi dari rakyat biasa
dalam berbagai tingkatan strata sosial. Selain itu, style yang digunakan juga lebih naturalis,
dinamis, dan menunjukan emosi pada wajahnya.

2. Zaman Pertengahan adalah zaman kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama
berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk
pemerintahan dan seni. Sebagai konsekuensinya, sains yang sudah berkembang di masa klasik
dipinggirkan dan dianggap semakin sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia
dari ketuhanan. Pada masa ini ilmu ilmu dan kesenian dimanfaatkan untuk kebutuhan religi.

Seni rupa Abad Pertengahan adalah kumpulan karya dan konsep seni rupa yang muncul sejak
dimulainya abad pertengahan. Karya seni rupa pada zaman ini memiliki ciri khas, yaitu
keterikatan atas otoritas gereja yang mendominasi pemerintahan dan struktur sosial
masyarakat. Ketaatan pada gereja adalah hal yang mutlak, sehingga tidak jarang gereja ikut
serta dalam menentukan isi karya yang dibuat. Pada zaman ini, pembuatan suatu karya seni
baik lukisan maupun patung harus bertemakan tentang Kristianitas, mendirikan bangunan
harus mengutamakan gereja atau basilica dengan sifat vertikalisme sebagai lambang kekuasaan
segalanya. Kemudian dalam seni musik pun yang dikembangkan hanya musik-musik gereja
yang disebut Liturgi. Telah tersedia pula larangan pengeksposan tubuh manusia dan hewan,
membuat kesenian menemukan teknik abstraksi yang memungkinkan terciptanya sensasi tanpa
adanya kehadiran wujud realis.

Secara visual, karya seni rupa Abad Pertengahan terlihat datar, dengan pengolahan warna-
warna primer dan pose yang agak kaku. Konsep perspektif pada masa ini sangat jarang
ditemukan, atau kalaupun ada, hanya berupa pengolahan sederhana dengan banyak distorsi.
Selain itu, tidak sulit menemukan material cat emas, emas, batuan berharga, dan gading sebagai
bahan utama karya. Ukuran karya seni rupa pada masa ini kebanyakan besar. Namun, tidak
seperti pada masa klasik Romawi, ukuran yang besar tidak dimaksudkan untuk hal
monumental, melainkan lebih sebagai pengisi ruang arsitektur yang pada masa itu, yaitu
cenderung tinggi dan luas sebagai manifestasi kebesaran Tuhan.
Tokoh-tokoh/filsuf abad pertengahan, dan pemikiran-pemikirannya:

A. Plotinus (204-270)

Plotinus adalah filsuf pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Ia mengajukan
teori emanasi yang terkenal. Teori ini telah diikuti oleh banyak filosof Islam, dan menjadi
jawaban atas pertanyaan Thales sekitar delapan abad sebelumnya tentang apa materi alam
semesta itu. Plotinus menjawab bahwa materinya adalah Tuhan.

Filosofi Plotinus bersifat mistis; bahkan tujuan filsafat, menurutnya, adalah pemahaman mistik.
Awal Abad Pertengahan dapat dikatakan dimulai dengan Plotinus. Karena pengaruh agama
Kristen, filsafatnya tampak bersifat spiritual. Secara umum, ajaran Plotinus disebut Plotinisme
atau Neoplatonisme. Oleh karena itu, ajaran Plotinus erat kaitannya dengan ajaran Plato.
Pengaruhnya jelas sangat besar, pengaruhnya baik dalam teologi Kristen maupun dalam
Renaisans. Kosmologi Plotinus cukup tinggi, terutama dalam kedalaman spekulasi dan
imajinasinya.

Berbeda dengan konsep Plato bahwa idea bersifat umum, Plotinus menganggap bahwa idea itu
partikular, sama dengan dunia partikular. Sistem metafisika Plotinus di tandai dengan
konsep transendens. Menurut pendapatnya dalam pikiran terdapat tiga realitas: The One, The
Mind, The Soul. The One (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo, yaitu Tuhan
merupakan suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui sains atau logika. Ia
berada di luar eksistensi, merupakan puncak semua yang ada, cahaya di atas cahaya, pokok
atau prinsip yang berada di belakang aka dan jiwa, merupakan pencipta dari semua yang ada.
The Mind (Nous) adalah gambaran tentang Yang Esa dan didalamnya mengandung ide-ide
Plato. Kandungan Nouns adalah benar-benar kesatuan, dan untuk menghayatinya harus melalui
perenungan. The Soul (Psykhe) mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa
dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang
sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek, yang
pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional.

Tentang ilmu Plotinus menganggap sains lebih rendah dari metafisika, metafisika lebih rendah
dari pada keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi, sebab syurga itu tempat peristirahatan
jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya
hantu-hantu yang bertempat diantara bumi dan bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan
rendahnya mutu sains Plotinus. Plotinus dapat dikatakan sebagai musuh naturalisme. Ia
membedakan dengan tegas tubuh dan jiwa, jiwa bagi Plotinus tidak dapat diterjemahkan ke
dalam ukuran-ukuran badaniah, fakta alam harus dipahami sesuai dengan spiritualnya. Tujuan
filsafat Plotinus ialah terciptanya kebersatuan dengan Tuhan.
B. Augustinus (354-430)

Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan dan manusia. Akan tetapi
dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di
ambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari
itu. Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena itu ia menolak
skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung
kesungguhan. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakan bahwa Tuhan itu diatas segala
jenis (catagories). Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak
terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu baru,
Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.

C. Boethius

Boethius dikatakan sebagai penemu quadrium yang merupakan bidang studi pokok pada abad
pertangahan. Ia dianggap sebagai filosof skolastik yang pertama, karena ia berpandapat bahwa
filsafat merupakan pendahulu kepada agama. Boethius memiliki pemikiran yang hampir serupa
dengan Augustinus. Sesudah Boethius, Eropa mulai mengalami depresi besar-besaran.
Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya materialisme agama, munculnya feodalisme, invasi
besar-besaran, munculnya supranaturalisme baru, semuanya merupakan faktor yang dapat
menghasilkan kekosongan intelektual. Semua para ilmuwan pada waktu itu lebih tertarik pada
teologi daripada filsafat, dan mereka mempertahankan dogma-dogma kristen.

D. Anselmus (1033-1109)

Di dalam filsafat Anselmus, iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus
adalah yang paling penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami
pernyataannya, credo ut intelligam (believe in order to understand/percayalah agar mengerti).
Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Iapun mengatakan
wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai berfikir. Kesimpulannya akal hanyalah
pembantu wahyu.

Anselmus adalah seorang ahli Kristen yang mencoba memasukkan logika dalam pelayanan
iman. Meskipun Anselmus mengetahui Alkitab dengan baik, tetapi ia ingin menguji kekuatan
logika manusia dalam upayanya membuktikan doktrinnya. Namun selalu imanlah yang
mendasari semua itu. Dalam karyanya Proslogium, yang pada awalnya berjudul Iman Mencari
Pengertian (Fides Quaerens Intellectum). Menurut Anselmus, apa yang kita sebut Allah
memiliki suatu pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang bisa kita pikirkan. Apabila
kita berbicara tentang Allah, yang kita maksudkan ialah suatu pengertian yang lebih besar dari
pada apa saja yang dapat kita pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang ada di dalam
rumusan pemikiran kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada di dalam pikiran.

E. Thomas Aquinas (1225-1274)

Berdasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Aquinas mengatahui banyak ahli teologi
percaya pada adanya Tuhan hanya berdasarkan pendapat umum. Menurut Aquinas, eksestensi
Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan. Ia mengajukan lima dalil (argumen)
untuk membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal, yaitu argumen gerak,
sebab yang mencukupi, kemungkinan dan keharusan, memperhatikan tingkatan yang terdapat
pada alam, keteraturan alam, dan tentang jiwa.

Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa manusia tidak akan selamat tanpa
pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu perlu, sakramen itu mempunyai dua tujuan
yaitu: Pertama, menyempurnakan manusia dalam penyembahan kepada Tuhan. Kedua,
menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga mengatakan bahwa Baptis mengatur permulaan
hidup, penyesalan (confirmation) untuk keperluan pertumbuhan manusia dan sakramen maha
kudus (eucharist) untuk menguatkan jiwa.

3. Pada dasarnya, seni Renaisans didorong oleh gagasan baru tentang "Humanisme," sebuah
filosofi yang telah menjadi dasar bagi banyak pencapaian (misalnya demokrasi) Yunani kuno.
Humanisme menekankan pada nilai dan martabat manusia di atas segalagalanya, serta
menekankan pentingnya tindakan dan kehendak manusia. Mereka menemukan kesadaran
untuk bangkit dengan cara menggali nilai-nilai rasional filsafat Yunani. Humanisme
meremehkan dogma agama dan sekuler dan malah mementingkan martabat. dan nilai individu.
Pandangan humanis juga memuat suatu unsur ide kemajuan masa kini, yakni mereka berani
berpikir bahwa mereka adalah ‘modern’, bahkan mungkin melampaui kejayaan masa Yunani
dan Romawi kuno, kepentingan manusia sebagai ukuran kebenaran yang mutlak. Humanisme
dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya.

Dalam seni rupa, humanisme berarti (1) Munculnya figur individu, menggantikan figur
stereotip, atau simbolik. (2) Realisme yang lebih besar dan perhatian terhadap detail yang
konsekuen, sebagaimana tercermin dalam perkembangan perspektif linier dan meningkatnya
realisme wajah dan tubuh manusia; pendekatan baru ini membantu menjelaskan mengapa
patung klasik begitu dipuja, dan mengapa seni Bizantium ketinggalan zaman. Promosi tindakan
berbudi luhur pada masa ini mencerminkan gagasan yang berkembang bahwa manusia, bukan
takdir atau Tuhan, yang mengendalikan nasib manusia, dan merupakan alasan utama mengapa
lukisan sejarah (yaitu, gambar dengan 'pesan' yang membangkitkan semangat) menjadi
dianggap sebagai bentuk lukisan tertinggi.

Era Renaisans dalam sejarah seni sejajar dengan permulaan zaman penemuan Barat yang hebat,
di mana muncul keinginan umum untuk menjelajahi semua aspek alam dan dunia. Penjelajah
angkatan laut Eropa menemukan rute laut baru, benua baru, dan mendirikan koloni baru.
dengan cara yang sama, arsitek, pematung, dan pelukis Eropa menunjukkan keinginan mereka
sendiri untuk menemukan metode dan pengetahuan baru. Menurut pelukis, arsitek, dan
komentator Renaisans Italia Giorgio Vasari (1511-74), hal ini bukan hanya karena tumbuhnya
rasa hormat terhadap seni klasik. zaman kuno yang mendorong Renaisans, tetapi juga
keinginan yang berkembang untuk mempelajari dan meniru alam. Dampak Humanisme dalam
periode renaisans adalah timbulnya kebebasan berekspresi dalam bidang kesenian. Arti penting
masa Renaisans adalah yang disampaikan melalui seninya, khususnya seni arsitektur, seni
pahat, dan seni lukis. Contoh-contoh ‘Renaisans’ dari ketiga bentuk seni itu mencerminkan
suatu gaya yang menekankan proporsi, keseimbangan, dan harmoni. Selain itu, pola yang
terbentuk adalah suatu gerakan kembali ke model-model klasik di bidang arsitektur, ke
pembuatan tokoh telanjang, dan ke visi heroik manusia (Perry, 2014)

Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan
atau didapatkan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, bukan berasal
dari pengalaman inderawi. Rasionalisme menentang paham empirisme, karena kaum rasionalis
berpendapat bahwa ada kebenaran yang secara langsung dapat dipahami. Dengan kata lain,
orang-orang yang menganut paham rasionalis ini menegaskan bahwa beberapa prinsip rasional
yang ada dalam logika, matematika, etika, dan metafisika pada dasarnya benar. Sedangkan
sekularisme adalah suatu aliran yang menganggap bahwa ajaran Agama harus dipisahkan dari
urusan Negara. Agama tidak berhak mencampuri urusan politik, ekonomi, pendidikan, hukum
dan tata Negara. Sekularisme sebenarnya timbul akibat ketidakpuasan masyarakat Eropa
terhadap sikap kaum gereja sekitar abad pertengahan karena kaum gereja ingin berkuasa secara
mutlak dalam segala permasalahan. Selain itu kegiatan ilmu pengetahuan dan kesenian berada
dibawah pengawasan kamu gereja, sehingga masyarakat tidak bebas mencari ilmu
pengetahuan, berpikir, dan menyatakan pendapat, kecuali setelah mendapat persetujuan dari
mereka. Pada waktu itu mulai bermunculan tokoh-tokoh pemikir yang berani menyatakan
ketidaksetujuan terhadap sikap gereja yang selalu mengekang dan membatasi kegiatan ilmiah
serta menindas kebebasan berpikir sehingga timbulah bentrokan di mana-mana. Untuk
mengatasi hal tersebut munculah gagasan pemisahan kekuasaan yang menghendaki agar kaum
gereja hanya mengurus masalah pribadi terutama hal-hal yang menyangkut ritual keagamaan
seperti perkawinan, kematian, kebangkitan dan sebagainya, sedangkan kegiatan-kegiatan
ilmiah yang bersifat duniawi diurus oleh Negara.

Salah satu filsafat dari periode Renaissance adalah dari Leornado DaVinci. Leonardo DaVinci
(1452-1519), yaitu seorang seniman yang dikenal dengan sebutan “the Renaissance Man”.
Sebagai pemuda, Ia telah berkontribusi pada arsitektur Katedral florens dengan membantu
dalam membuat “TheGoldenBall” dengan kubah emas. Da Vinci secara khusus menyinggung
kesetiaan dan ketelitian dalam penggambaran sembari memperhatikan segala unsur sampai
yang terkecil sekalipun. Kecenderungan ini merupakan warisan dari akhir abad pertengahan.
Da Vinci juga mengadakan studi tentang “hukum-hukum” perspektif yang amat berarti.
Beberapa seniman lain juga berpikir sejalan dengan pelukis Monalisa ini, seperti
Michaelangelo dan Donato Bramate. Mereka yakin bahwa dalam membuat karya seni, seniman
harus takluk pada ilham asal seniman taat pada alam. Namun, tidak serta-merta membuat karya
seni harus meniru alam begitu saja, penelitian dan pengamatan juga dibutuhkan. Khususnya
tubuh manusia yang merupakan sumber keseimbangan ukuran yang menjamin terjadinya karya
seni dan pengalaman estetis untuk representasi penghayatan dan imaji seniman.

4. A. Perbedaan filsafat seni dan estetika

Ketika Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762) mengemukakan istilah “estetika”, yang


dimaksudkan adalah “filsafat seni,” menurutnya seluruh deretan pengalaman (empiris)
memiliki susunan atau struktur yang dirinci serta bersatu dalam seni (Bagus, 1991). Hal senada
inilah yang dirunut Kant dalam filsafat seninya gaya pendekatan empiris ini juga dalam
pembahasan tentang keindahan dan karya seni selama zaman modern. Baumgarten
menyatakan bahwa estetika adalah ilmu pengenalan sensitif dan teori seni. Istilah estetika
diambil dari bahasa Yunani kuno, aistheton. yang berarti "kemampuan melihat lewat
"penginderaan". Dalam mengemukakan pendapatnya, Baumgarten membuat suatu filosofis
yang singkat yang menyatakan bahwa estetika merupakan ilmu pengenalan sensitif yang
merupakan ilmu yang melibatkan emosional dari pendapat atau perspektif manusia secara
individual, yang juga merupakan salah satu bentuk sebuah teori seni. Baumgarten menamakan
seni termasuk dalam pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya
pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan sedangkan tujuan logika adalah
kebenaran. Sejak itu istilah estetika dipakai dalam bahasan filsafat benda-benda seni.

Lalu, karena karya seni tidak selalu indah seperti yang dipersoalkan dalam estetika, maka
diperlukan suatu bidang khusus yang benar-benar menjawab tentang apa hakikat seni atau art
itu. Kemudian lahirlah apa yang dinamakan filsafat seni. Jadi, perbedaan antara estetika dan
filsafat seni hanya dalam objek materialnya saja. Estetika mempersoalkan hakikat keindahan
alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni
atau artefak yang disebut seni. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa estetika merupakan
pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan
bagian dari estetika yang khusus membahas karya seni. Filsafat seni membahas aspek
kreatifitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahas
nilai konteks seni dan mengenai resepsi publik seni.

B. Konsep seni penting masa pencerahan

Masa pencerahan adalah suatu masa di sekitar abad ke-18 di Eropa yang diketahui memiliki
semangat revisi atas kepercayaan-kepercayaan tradisional, memisahkan pengaruh-pengaruh
keagamaan dari pemerintahan. Bertolak dari pemikiran ini, masyarakat mulai menyadari
pentingnya diskusi-diskusi dan pemikiran ilmiah. Ideologi Sekularisme menjadi dasar tonggak
peradaban maju Eropa. Terdapat 4 ciri Transformasi di Zaman Pencerahan, yaitu adanya
kapitalisme awal/Merkantilisme, kemandirian/Individualisme, berperannya aspek-aspek
rasional, dan pesatnya kemajuan teknologi.

Melalui slogan Aufklärung, “Sapere Aude!” yang berarti “Beranilah Berpikir Sendiri”,
Immanuel Kant, filsuf asal Jerman mengajak orang-orang untuk semakin berani dan bebas
menggunakan akalnya.semakin tingginya keyakinan manusia terhadap kemampuannya sendiri
mengakibatkan banyak orang berpendapat bahwa peran Tuhan dalam kehidupan berhenti
setelah proses penciptaan alam semesta dan segala isinya selesai. Pandangan ini dikenal dengan
istilah deisme.
Perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan sehingga mempengaruhi bidang seni.
Pada zaman ini, seni tidak harus bergantung pada gereja sehingga banyak orang
mengekpresikan dirinya secara bebas. Ciri-ciri seni pada zaman ini adalah keindahan dinilai
dengan indra manusia dan intelektual manusia dipandang berdasarkan pengalaman dan
transendental. Pada masa pencerahan juga tersebar ajaran tentang kemampuan dasar manusia
yaitu vegetatif, lokomotif, rasional dan sensoris atau penginderaan.

C. Perbedaan seni murni dan seni pakai

Seni rupa murni merupakan hasil karya seni yang dibuat oleh seorang seniman, fungsinya
semata-mata hanya untuk dinikmati keindahannya saja. Kebanyakan seni rupa yang dapat
ditemui merupakan hasil yang memberikan arti simbolik. fungsi dari hasil karya tersebut hanya
sebagai lukisan keindahannya saja tanpa bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Dilansir dari
buku The Perceptual Structure of Three-Dimensional Art (2016) karya Paul MW, fungsi dari
seni rupa murni untuk memuaskan batin di dalam ciptaanya

Seni rupa terapan merupakan salah satu jenis seni rupa yang hasil karyanya sengaja
dibuat untuk membantu kegiatan manusia. dalam seni rupa terapan tinggi atau rendahnya
nilai estetika sejatinya tidak terlalu menjadi bahan pertimbangan. seni rupa terapan bisa
ditemukan semua benda yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, karena nilai
guna fokus utama. seniman yang membuat hasil seni karya seni rupa terapan harus
mempertimbangkan sisi keamanan, kenyamanan. nilai guna serta tentunya nilai
estetika. Fungsi dari karya seni rupa terapan justru menonjolkan kegunaan atau kebutuhannya,
seperti kebutuhan pokok atau kebuituhan sosial. Contoh karya seni rupa terapan adalah
arsitektur, anyaman, keramik, kriya bambu, kriya kayu, ukiran, batik, tembikar, dekorasi,
busana, dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai