Anda di halaman 1dari 69

I.

PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
1. HB (Hemoglobin)

Adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan Haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin (alfa,
beta, gama dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen.
Kualitas darah dan warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Struktur HB
dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul
asam amino pada rantai alfa dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

 HB F (Fetal), terdapat dalam eritrosit janin, dibentuk setelah janin berusia 6 minggu
kehamilan dan < 2 % pada umur bayi > 1 tahun.
 HB A (Adult),terdapat pada eritrosit orang dewasa. Pada bayi usia 6 bulan terdapat 80-90%
HBA.
 HB S : Hemoglobin sel sabit yaitu HB abnormal yang paling berat dari jenis HB lainnya.

Penurunan HB terdapat pada penderita : anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan
intra vena berlebihan dan penyakit Hodkins. Dapat juga disebabkan oleh obat-obatan,
misalnya : antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin, sulfonamida,
primaquin, rifampin dan trimetadion.

Peningkatan HB terdapat pada pasien dehidrasi, polistemia, penyakit paru obstruktif (COPD),
gagal jantung kongesti dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan hasil pemeriksaan
HB adalah metilpoda dan gentacimin.

2. MCV (Mean Corpuscular Volume)

Volume rata-rata sel darah merah dalam microcubik darah (HMT x 10) : jumlah eritrosit (juta).

Penurunan MCV,terdapat pada pasien anemia mikrositik defisiensi besi, keganasan, artritis
reumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah dan radiasi.

Peningkatan kadar MCV,terdapat pada anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia pernisiosa,
defisiensi asam folat, penyakit hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan
dan antimetabolik.

3. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

Kadar hemoglobin rata-rata dalam microgram

Penurunan MCH, terdapat pada anemia mikrositik dan anemia hipokromik.

Peningkatan MCH, terdapat pada anemiadefisiensi zat besi.


4. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consntration)

Adalah rata-rata konsentrasi Hemoglobin dalam %

Penurunan MHCH, terdapat pada penderita anemia hipokromik dan talasemia.

Peningkatan MCHC, terdapat pada penderita anemia defisiensi zat besi.

5. Trombosit/ Platelet

Adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik dan berfungsi utama
dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/ Mcl berpotensi untuk
terjadinya pendarahan dan hambatan pembekuan darah.

6. Hematokrit (HMT)

Adalah perbandingan bagian dari darah yang mengandung Eritrosit terhadap volume seluruh
darah atau volume sel darah merah dalam 100 ml/ 1 dl keseluruhan darah atau eritrosit dalam
seluruh volume darah yang dihitung dalam %.

Semakin tinggi prosentase HMT berarti konsentrasi darah makin kental, diperkirakan banyak
plasma darah yang keluar (ekstra vakasi) dari pembuluh darah berlanjut ke keadaan shok
hipovolemik.

Penurunan HMT, terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukimia,
penyakit Hodkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, serosis hepatis,
malnutrisi, defisiensi vitamin B dan C, kehamilan, SLE, arthritis reumathoid dan ulkus peptikum.

Peningkatan HMT, terjadi pada hipovelemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis
diabetikum, emfisema paru, iskemik serebral (TIA), eklampsia, efek pembedahan dan luka
bakar.

7. Reticulosit

Adalah sel darah merah yang masih terdapat pecahan inti (RNA, organela dan mitochondria)
yang berbentuk seperti jala. Reticulosit berukuran lebih besar dibanding eritrosit matang dan
berwarna lebih biru. Jumlah normalnya adalah 1% daris eluruh eritrosit yang beredar atau 0,5-
2,5% dari darah. Sel darah merah dewasa yang normal tidak terdapat pecahan inti. Ditemukan
dalam jumlah tinggi dalam darah menunjukkan adanya pacuan pembentukan eritrosit sehingga
terjadi perlompatan tahapan dari stadium eritroblast langsung menjadi eritrosit dewasa.

Peningkatan jumlah reticulosit disertai kadar HB yang normal mengindikasikan adanya


penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan yang diimbangi dengan peningkatan
aktifitas sumsum tulang. Penyakit yang disertai peningkatan reticulosit antara lain anemia
hemolitik, sel sabit, tasemia mayor, leukimia, eritroblastosis foetalis, HBC dan D positif,
kehamilan dan kondisi paska pendarahan hebat.
Peningkatan reticulosit disertai dengan kadar HB yang rendah menunjukkan bahwa respon
tubuh terhadap anemia tidak adekuat.

Penurunan jumlah retikulosit yang seharusnya justru tinggi terdapat pada kondisi krisis aplastik,
yaitu kejadian dimana destruksi eritrosit tetap berlangsung tetapai produksi eritrosit berhenti,
misal pada anemia hemolitik kronik karena HBS, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam
folat, anemia aplastik, terapi radiasi, hipofungsi adrenocortical, hipofungsi hipofise anterior dan
sirosis hati.

8. Lekosit

Adalah sel darah putih yag diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranula
(polimorfonuklear) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi
dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Peningkatan jumlah lekosit (lekositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut,
misalnya pneumonia, meningitis, apendiksitis, tuberkulosis, tosillitis,dll. Dapat juga terjadi pada
miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukimia, penyakit kolagen, anemia
hemolitik, anemia sel sabit, penyakit parasit dan stress karena pembedahan maupun gangguan
emosi. Peningkatan lekosit juga dapat disebabkan karena obat-obatan, misalnya : aspirin,
prokainamid, alopurinol, kalium yodida, sulfonamida, heparin, digitalis, epinefrin, litium dan
antibiotika terutama ampicilin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin dan
streptomycin.

Penurunan jumlah lekosit (lekopeni) dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama
visur, malaria, alkoholik, SLE, reumatoid artritis dan penyakit hemopoetik (anemia aplastik,
anemia pernisiosa). Lekopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama
asetaminofen, sulfonamide, profiltioracyl (PTU), barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam,
diuretika, antidiabetika oral, indometasin, metildopa, rifampin, fenotiazin dan antibiotika
(penicilin, cefalosporin dan kloramfenikol).

9. Hitung Jenis Lekosit (Diferential Count)

Adalah penghitungan jenis lekosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis
lekosit dari seluruh jumlah lekosit. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan kejadian dan
proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Lima tipe sel darah putih (lekosit) yang
dihitung adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Neutrofil dan limfosit
merupakan 80-90% dari total lekosit. Hasil pemeriksaan hitung jenis lekosit memberi informasi
spesifik berhubungan dengan infeksi dan proses penyakit.

10. Neutrofil

Lekosit bergranula yang intinya mempunyai banyak lobus sehingga disebut Polimoronuklear.
Merupakan 60-70% dari jumlah seluruh lekosit. Lekosit ini cukup besar, yaitu 2x besarnya
eritrosit, dan mampu bergerak aktif dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah.
Neutrofil paling cepat bereaksi terhadap radang dan pelukaan dibanding lekosit lain dan
merupakan garis depan pertahanan selama fase infeksi akut. Segmen adalah neutrofil matang
dan pita adalah neutrofil tak matang yang memperbanyak diri dengan cepat selama infeksi
akut.

Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, penyakit radang, kerusakan
jaringan (AMI), penyakit Hodkin’s, hemolitik pada bayi baru lahir, apendiksitis akut, dan
pankreastitis akut.

Peningkatan jumlah netrofil terdapat pada infeksi virus, leukemia, agranulositosis, anemia
aplastik, dan anemia defisiensi besi.

11. Eosinofil

Adalah lekosit bergranula, mempunyai 2 lobus dalam intinya, merupakan 1-2% dari seluruh
jumlah lekosit. Lekosit ini akan meningkat jumlahnya dalam darah pada peristiwa alergi dan
infeksi parasit (terutama cacing) dalam tubuh. Dengan pemberian steroid jumlah eosinofil akan
menurun.

Peningkatan eosinofil terdapat pada peristiwa alergi, infeksi parasit, flebitis, kanker pada
tulang, otak, testis, dan ovarium.

Penurunan eosinofi ditemukan pada hiperfungsi adrenokortikal, stress, shock, dan luka bakar.

12. Basofil

Lekosit yang intinya terdapat granula yang besar menyerupai huruf S, merupakan 0,5-1% dari
jumlah lekosit.

Peningkatan basofil terdapat pada proses inflamasi, leukemia, dan fase penyembuhan infeksi.

Penurunan basofil terdapat pada penderita sress, reaksi hipersensitivitas dan kehamilan.

13. Limposit

Limposit yang tak bergranula dengan inti besar, ukuran lebih besar sedikit dari eritrosit,
dihasilkan oleh jaringan limpatik, berperan penting dalam proses kekebalan dan pembentukan
antibodi.

Peningkatan Limposit terdapat pada leukimia limpositik, infeksi virus, infeksi kronik, penyakit
Hodkin’s, mieloma multiple dan hipofungsi adrenokortikal.

Penurunan Limposit terdapat pada penderita kanker, leukimia myeloid, hiperfungsia


drenokortikal, anemia aplastik, agranulositosis, gagal ginjal, scerosis multiple, sindrom nefrotik
dan SLE.

14. Monosit

Lekosit dengan sitoplasma tak bergranula, berinti besar dengan ukuran dua (2) kali lebih besar
dari eritrosit, tersebar dalam sirkulasi darah dan dibuat pada jaringan limpatik.

Peningkatan monosit terdapat pada infeksi viral, penyakit parasit, leukimia monosit, kanker dan
penyakit kologen.
Penurunan monosit terdapat pada leukimia limposit dan anemia aplastik.

15. Eritrosit

Sel darah merah atau Corpus Collum, dibuat pada sumsum tulang merah, mempunyai struktur
penting didalamnya yaitu hemoglobin yang bertugas mengangkut oksigen dalam darah.

VER (Volume Eritrosit Rata-rata) = HMT : JML. Eritrosit.

HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata), kadar HB = jumlah eritrosit dalam mikro mikrogram/uug.

KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) = Kadar HB : HMT dalam % volume darah.

16. Blast (Hemocytoblast)

Adalah embrio paling awal dalam proses pembentukan lekosit bergranula baik eosinofil, basofil
maupun netrofil pada sumsum tulang merah. Hemocytoblast merupakan komponen
pemeriksaan diferential lekosit. Jumlah yang tinggi dalam darah menunjukkan adanya pacuan
pembentukan sel-sel muda lekosit bergranula oleh karena suatu rangsangan.

Dalam darah normal seharusnya tidak ditemukan hemositoblast atau negatif.

17. Promielosit, Mielosit, Metamielosit

Merupakan tahap perkembangan lekosit bergranula pada sumsum tulang merah sebelum
menjadi dewasa berupa eosinofil, basofil dan neutrofil. Ketiganya merupakan komponen
penghitungan diferensial lekosit. Dari bentuk hemocytoblast berkembang menjadi Promielosit –
mielosit – metamielosit – lekosit dewasa. Keberadaan dalam jumlah tinggi dalam darah
menunjukkan adanya sel-sel muda lekosit beredar dalam sirkulasi dan menggambarkan adanya
pacuan pembentukan atau penggunaan lekosit.

18. Tes Analisis Pembekuan Darah (Faktor Essei)

Pemeriksaan terhadap komponen-komponen yang berpengaruh terhadap proses pembekuan


darah, meliputi faktor I s/d XIII.

a. Penurunan protrombin, vitamin K dan fibrinogen dapat terjadi pada penurunan fungsi hati
atau kekurangan lemak sebagai pelarut, kekurangan makanan sumber vitamin K, malabsorpsi
atau karena pengaruh flora usus akibat peristiwa suprainfeksi atau penggunaan antibiotika
broad spektrum tertentu.

b. Penurunan faktor VII, IX, X juga menunjukkan penurunan fungsi hati atau karena faktor
genetika, misal pada penderita penyakit hemofilia.

c. Secara umum penurunan kadar komponen pembekuan darah dapat menunjukkan


penurunan fungsi organ terutama hati dan sumsum tulang yang berakibat pada hambatan atau
perpanjangan proses pembekuan darah.
19. Masa Perdarahan (Bleeding Time/BT)

Pemeriksaan ditujukan pada kadar trombosit, dilakukan dengan indikasi ada riwayat mudahnya
terjadi perdarahan dalam keluarga atau screening preoperative. Terjadinya trobositopeni
(50.000 mg/dl) menunjukkan adanya potensi perdarahan yang memanjang.

Waktu perdarahan memanjang terjadi pada penderita trombositopeni, abnormalitas fungsi


trombosit, ketidaknormalan vaskular, penyakit hati berat, DIC, anemia aplastik, defisiensi faktor
pembekuan, leukimia. Perpanjangan waktu perdarahan dapat disebabkan oleh penggunaan
obat salisilat, antikoagulan warfarin, dekstran dan agen fibrinolitik streptokinase.

20. Masa pembekuan/ Masa Prothrombin (Clothing Time/CT)

Pemeriksaan ditujukan untuk mengukur faktor I (Fibrinogen), faktor II (protrombin), faktor V, VII
dan X. Pemeriksaan ini digunakan untuk memonitor penggunaan antikoagulan oral. Apabila
masa pembekuan > 2,5 kali nilai kontrol, potensial terjadi perdarahan.

Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit thromboplebitis, infark miokard, emboli
pulmonal dan penggunaan obat barbiturat, pil KB, difenhidramin, rifampin, metaproterenol
(alupent), vitamin K, digitalis dan diuretik.

Perpanjangan masa pembekuan terjadi peda penderita penyakit hati, defisiensi faktor
pembekuan, leukimia, eritroblastosis foetalis dan gagal jantung kongesti.

21. LED (Laju Endap Darah)

Mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma serta


perbandingannya antara eritrosit dan plasma. Laju endap darah dipengaruhi oleh berat sel
darah dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Makin berat sel darah makin cepat laju
endapnya dan makin luas permukaan sel makin lama pengendapannya.

LED darah normal relatif kecil karena gravitasi bumi seimbang dengan perpindahan plasma ke
atas. Setiap peningkatan viskositas plasma ( misal oleh kolesterol dan lemak lain) akan
menimbulkan daya tarik ke atas semakin besar sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya
setiap keadaan yang membuat sel darah lebih berat (misal : saling melekat/ menggumpal),
maka laju endap kebawah makin meningkat.

Perlekatan sel darah (Rouleaux) dapat terjadi karena peningkatan perbandingan globulin,
albumin dan fibrinogen.

LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit
terutama penyakit kronis misal : artritis reumatoid, TBC. Peninggian LED biasanya terjadi akibat
peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis atau
trauma, kehamilan, infeksi kronis dan infeksi terselubung yang berubah menjadi akut.
Penurunan LED dapat terjadi pada polisitema vera gagal jantung kongesti, anemia sel sabit,
infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, arthritis degeneratif dan angina pektoris.
Dapat juga karena penggunaan obat etambutol, quinine, aspirin dan kortison.

Peningkatan LED terjadi pada arthritis reumatoid, infark miokard akut, kanker (lambung, calon,
payudara hepar dan ginjal), penyakit Hodkin’s, mieloma multiple, limfosarkoma, infeksi bakteri,
Gout, SLE, Eritoblastosis Foetalis, kehamilan trimester II dan III, operasi dan luka bakar.

22. SI (Serum Iron)

Suatu pemeriksaan untuk mengetahui kadar besi dalam serum. Pada penyakit genetik
hemokromatosis terjadi penimbunan zat besi pada serum, jaringan hati, pankreas, jantung dan
peningkatan pigmentasi kulit. Keadaan ini dapat juga terjadi pada penderita serosis hati.

23. TIBC (Total Kapasitas Ikat Besi/Total Iron Bound Capacity)

Pemeriksaan untuk melihat jumlah besi yang dapat diikat oleh transferin dalam serum setelah
diberikan zat besi secara berlebihan. Transferin adalah beta globulin yang dibuat didalam hati.
Pemeriksaan ini menggunakan bahan darah yang diambil pagi hari, yang sebelumnya puasa
dalam 24 jam dan bebas dari makanan/ obat yang mengandung besi.

24. Sat. I (Saturasi Iron)

Kadar besi yang terikat dengan transferin, ditemukan paling tinggi pada pagi hari, paling rendah
pada sore dan malam hari.

25. Coombs Tes Direct

Adalah pemeriksaan darah terhadap antiglobulin bertujuan untuk mendeteksi antibodi group
ABO yang bersatu dengan sel darah merah.

26. Coombs Tes Indirect

Pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi bebas dalam serum, biasanya pada darah donor dan
resipien sebelum transfusi dilakukan (cross match) untuk mencegah reaksi transfusi yang
merugikan.

27. HB Elektroforesis

Adalah pemeriksaan darah untuk mengindetifikasi hemoglobin abnormal (hemoglobinopatie)


dari lebih kurang 150 macam HB. HB yang diperiksa terutama HbS, HBC dan HBF.

28. G6PD (Glukosa 6 Phosfat Dehidrogenase)

Pemeriksaan sejenis enzim yang berada dalam sel darah merah untuk melihat kerentanan
seseorang terhadap anemia hemolitika. Kekurangan G6PD merupakan kelainan terkait seks
genetik yang dibawa oleh kromosom wanita, karena konyugasinya dengan obat dan penyakit
membuat seseorang rentan terhadap kejadian anemia hemolitika. Sebaiknya sebelum
pemeriksaan kuantitatif dilakukan dulu skrening.
Penurunan G6PD terdapat pada penderita anemia hemolitik, infeksi bakteri, virus, septikemi
dan DM asidosis.

Peningkatan G6PD dapat karena obat-obatan aspirin, asam askorbat, asetanilid, nitrofurantin,
quinidin, sulfonamide, vitamin K dan tolbutamid.

29. BMP (Bone Morrow Punction)

Pemeriksaan mikroskopis sumsum tulang (yang diambil secara biopsi atau aspirasi), untuk
menilai sifat dan aktifitas hemopoetiknya (pembentukan sel darah). Aspirasi biasanya dilakukan
pada tulang sternum, tulang krista iliaka anterior/ posterior dan pada anak dilakukan pada
bagian proksimal Tibia atau tulang belakang. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada penderita
yang dicurigai menderita leukimia dan mieloma multiple.

30. Hemosiderin/ Feritin

Adalah cadangan zat besi dalam tubuh yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya defisiensi zat besi dalam tubuh.
Apabila cadangan besi dalam tubuh habis cenderung terjadi anemia defisiensi besi.

31. Sel LE

Adalah pemeriksaan untuk penentuan spesifik (skrening) terhadap keberadaan sel lupus
eritematosus. Apabila ditemukan sel LE + : 60-80% menderita SLE dapat juga karena menderita
artritis reumatoid, sklerodema dan hepatitis kronis. Obat-obatan yang dapat meningkatkan hasil
pemeriksaan sel LE antara lain penicillin, tetracyclin, hidralasin, prokainamid, sulfonamida,
streptomisin, metilpoda, isoniazid, kolfibrate, reserpin, fenilbutason, dilantin dan kontrasepsi
oral. Pemeriksaan yang lebih spesifik dari sel LE saat ini adalah Ana Test.

32. APTT (Activated Partial Thromboplastine Time)

Tes masa protrombin teraktivasi adalah tes dalam kaitannya dengan proses pembekuan darah
dengan menggunakan reagen yang mengaktivasi faktor pembekuan XII dengan cepat. Tes ini
merupakan bentuk modifikasi dari PPT (Prothrombin Partial Time) yang hasilnya lebih teliti. Tes
dilakukan untuk keperluan memantau terapi anti koagulan dan resiko perdarahan.

33. PPT (Prothrombin Partial Time)

Merupakan tes skrening untuk mendeteksi defisiensi faktor-faktor pembekuan darah kecuali
faktor VII, VIII dan variasa trombosit. Tes ini baik dilakukan untuk pemantauan terapi obat
antikoagulan heparin.

Pemeriksaan pembekuan darah ini menggunakan reagen trombopalstin uang tidak terlalu kuat
(partial). Bekuan fibrin akan terbentuk dari plasma, normal 60-85 detik setelah pemberian
tromboplastin partial dan Kalsium. Kadar faktor pembekuan < 30% dari normal menyebabkan
PPT memanjang.
Memanjangnya PPT dan APTT menunjukkan adanya defisiensi faktor pembekuan V, IX, X, XI, XII
dan juga pada penyakit sirosis hepatik, defisiensi vitamin K, leukimia, penyakit Hodkin’s, DIC,
Hipofibrinogemia dan penyakit Von Willebrands (hemofilia vaskular).

34. Fibrinogen

Adalah protein plasma yang disintesa oleh hati dan dipecahkan oleh trombin. Menghasilkan
benang-benang fibrin untuk pembentukan bekuan.

Penurunan kadar fibrinogen terdapat pada penyakit hati berat, DIC, leukimia dan komplikasi
obstetrik.

Peningkatan kadar fibrinogen menunjukkan adanya infeksi akut, penyakit kolagen, hepatitis dan
penyakit infeksi lain.

35. Retraksi Bekuan

Adalah tes sederhana untuk mengukur besarnya bekuan (retraksi) dan jumlah serum yang
diperas dari darah yang berada dalam tabung.

Dari retraksi bekuan dapat dinilai : HMT rendah bila bekuan kecil jumlah serum besar.

Polisitema : retraksi bekuan buruk dengan jumlah eritrosit yang banyak.

Fibrinogen rendah terlihat dari rapuhnya bekuan.

36. Masa Pembekuan

Merupakan pemeriksaan yang sederhana untuk melihat berapa lama diperlukan waktu untuk
proses membekunya darah. Darah dimasukkan dalam tabung dan diamati dengan memiringkan
tabung tiap saat untuk melihat terjadinya bekuan.

37. Agregasi Trombosit

Merupakan salah satu dari banyak pemeriksaan pembekuan darah. Agregasi trombosit
merupakan tes untuk melihat kenormalan fungsi dan kerentanan trombosit terhadap zat-zat
pemicu agregasi (pemecahan), misalnya aspirin, kolagen, epinefrin, fenotiazin dan zat anti
inflamasi.

Dalam prosesnya sengaja trombosit dalam PRP (Platelet Rich Plasma/plasma yang kaya
trombosit) dipaparkan/dikontakkan dengan zat pemicu agregasi dan diawasi proses
penggumpalan, PRP yang tadinya keruh menjadi jernih yang diukur dengan alat agregometer
atau spectrophotometer. Hasil agregasi trombosit diukur dengan membandingkan kurva
transmisi cahaya pada plasma normal.

38. Limposit Plasma B (LPB)


Limposit yang dibentuk pada sumsum tulang, merupakan prekursor sel-sel plasma yang
menghasilkan dan melepaskan antibodi ke dalam plasma. Pembentukan antibodi terhadap
antigen tertentu oleh LPB tergantung dari bantuan dan stimulasi Tlimposit.

39. Fragility Test (FT)

Tes tehadap kerentanan hemolisis dari sel darah merah, dengan cara memasukkan 1 tetes
darah ke dalam 25ml larutan garam 0,28-0,50%. Sel darah normal akan dimulai terjadi hemolisis
pada konsentrasi 0,42-0,44% dan hemolisis lengkap pada konsentrasi 0,36-0,32%. Selain
konsentrasi juga waktu mulai dan berakhirnya hemolisis juga dicatat.

40. International Normallized Ratio (INR)

Adalah rasio normal berstandar internasional yang direkomendasikan oleh WHO yang sering
digunakan untuk pengukuran masa protrombin dan sabagai pedoman terapi obat
antikoagulansia.

INR

41. Seruloplasmin (CP) Serum

Adalah tembaga yang mengandung glikoprotein dalam plasma dan merupakan salah satu dari
alfa globulin, dihasilkan di hati. Penurunan seruloplasmin dalam serum menandakan adanya
peningkatan ekskresi melalui urine dan terjadi peningkatan deposit pada kornea, otak, hati dan
ginjal serta menimbulkan kerusakan pada organ tersebut.

Hiposeruloplasmin dapat terjadi pada penderita penyakit Wilson’s, malnutrisi protein dan
sindrom nefrotik.

Peningkatan seruloplasmin terjadi pada penderita sirosis hati, hepatitis, kehamilan, penyakit
Hodkin’s, infark jantung, SLE, artritis reumatoid dan kanker pada tulang, usus dan paru.

42. Adolase Serum (ALD)

Merupakan enzim yang terdapat pada beberapa tipe sel terutama otot jantung dan rangka.
Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi penyakit pada sitem rangka, misalnya : distrofi otot,
dermatomiositis dan trikinosis. Pada distrofi otot progresif terjadi peningkatan adolase serum
10 kali atau lebih. Pemeriksaan ini kurang sensitif untuk mendeteksi infark miokard dan
gangguan syaraf.

Penurunan adolase terjadi pada distrofi otot lanjut dan efek terapi fenotiazid dosis besar.
Peningkatan kadar adolase dapat terjadi pada distrofi otot tahap awal dan progresif, trikinosis,
dermatomiositis, hepatitis akut, kanker gastrointestinal, leukimia dan kadang-kadang pada akut
miokard infark.

43. Aldosteron dalam Serum

Aldosteron adalah hormon mineralkortikoid yang dihasilkan oleh kortek adrenal dan paling
potensial diantara minera;kortikoid yang lain. Fungsi utama aldosteron adalah mengatur
keseimbangan natrium, kalium dan air dengan mempengaruhi absorpsi natrium, ekskresi kalium
dan hydrogen pada tubulus ginjal.

Mekanisme kerjanya dipengaruhi oleh ACTH dan system rennin-angiotensin. Pemeriksaan


dilakukan pada penyakit gangguan keseimbangan elektrolit darah terutama kalium dan natrium.

44. Parathyroid Hormone dalam serum (PTH)

PTH mengatur konsentrasi kalsium dan fosfat dalam cairan ekstra seluler dengan meningkatkan
reabsorpsi dan ekskresi fosfor. Ada 2 jenis PTH yaitu PTH-C (inaktif) dan PTH-N (aktif). PTH-C
merupakan indikator utama gangguan paratiroid kronis dan PTH-N digunakan untuk
membedakan apakah hiperkalsemia disebabkan oleh malignansi atau kelenjar paratiroid.
Penurunan PTH-C terjadi pada hipoparatiroid, hiperkalsemia non paratiroid dan tumor tertentu.
Peningkatan PTH-C terjadi pada hiperparatoroid sekunder, tumor, hiperkalsemia primer dan
gagal ginjal kronik.

45. Alfa 1 Antitripsin Serum (A1AT)

Alfa 1 AT adalah protein yang dihasilkan oleh hati dan menghambat enzim Proteolitik yang
dikeluarkan oleh paru-paru.

Peningkatan kadar enzim ini terjadi pada emfisema paru, kerusakan hati berat, malnutrisi dan
sindrom nefrotik. Kekurangan antitripsin heriditer memungkinkan enzim ini merusak jaringan
paru sendiri, sehingga terjadi emfisema pulmonum.

46. Alkohol dalam Plasma

Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya intoksikasi alkohol dan dilakukan untuk keperluan medis
dan hukum. Peningkatan kadar alkohol darah melebihi 100 mg/dl tergolong dalam intoksiasi
alkohol sedang-berat dan dapat terjadi pada peminum alkohol kronis, sirosis hati, malnutrisi,
defisiensi asam folat, pankreatitis akut, gastritis dan hipoglikemia.

47. Amonia dalam Plasma

Amonia adalah sisa metabolisme protein yang diubah menjadi urea oleh hati dan dikeluarkan
melalui ginjal. Peningkatan kadar urea dalam darah menandakan adanya gangguan hati atau
aliran darah ke hati. Peningkatan kadar amonia darah terjadi pada pasien gangguan hati, koma
hepatik, anastomosa forta kaval, sindrom reye, eritroblastosis foetalis, korpulmonale kronikum,
gagal jantung kongesti berat, diet tinggi protein dengan kerusakan hati dan asidosis.

Obat-obatan yang dapat meningkatkan amonia, neomisin, kanamisin, tetrasiklin, MAOI,


difenhidramin, garam kalium dan natrium.
Penurunan kadar urea darah terdapat pada pasien gagal ginjal, hipertensi maligna dan
hipertensi essential.

48. Asam Laktat dalam Darah

Keberadaan asam laktat berlebihan dalam sirkulasi darah menyebabkan asidosis metabolik.
Latihan dan hipoksia yang berat, dehidrasi dan shok dapat menyebabkan katabolisme sel dan
akumulasi asam laktat.

Penurunan asam laktat terjadi pada pasien dengan LDH yang tinggi.

Peningkatan asam laktat juga terjadi pada trauma berat, ketoasidosis, infeksi berat, neoplasma,
gagal hati, penyakit ginjal, alkoholis kronis dan toksisitas salsilat berat.

49. Kadar Asetaminofen dalam Serum

Asetaminofen atau parasetamol adalah obat analgetik antipiretik yang tidak mau menghambat
agregasi trombosit tetapi kelebihan dosis menyebabkan hepatotoksik yang berat. Jika dosis
tunggal 10 gram atau 30 tb /325 mg, atau 20 tb /500 mg akan terjadi kerusakan hati.

Kadar asetaminofen dapat turun dengan makanan tinggi karbohidrat, obat antikolinergik dan
kolestiramin. Obat yang membantu peningkatan asetaminofen adalah khloramfenikol dan
fenobarbital. Pemeriksaan dilakukan pada penderita gangguan hati yang diduga kelebihan dosis
asetaminofen.

50. Daya Ikat CO2 dalam Serum

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi gangguan kenormalan metabolisme asam-basa.


Apabila CO2 menurun, HCO3 juga turun akan terjadi asidosis metabolik. Peningkatan CO 2 serum
berlebih, HCO3 berkurang akan terjadi alkalosis metabolik.

Penurunan CO2 : asidosis metabolik, diabetik ketoasidosis, malnutrisi, dehidrasi, diare hebat,
shok, gagal ginjal akut, keracunan salsilat dan olahraga berat. Obatobatan yang menurunkan
CO2 : deuretik tiazid, triaamteren, antibiotik tetrasiklin, metisilin, nitrofurantoin dan paraldheid.

Peningkatan kadar CO2 terjadi pada alkalosis metabolik, penggunaan NGT, ulkus peptikum,
hipotiroid dan hipokalemia. Obat-obatan yang meningkatkan CO 2 : barbiturat, steroid dan
deuretic high loop.

51. Human Growth Hormon/ Somatotropik Hormone (HGH/ STH)

Hormon yang dihasilkan oleh hipofise anterior, berfungsi untuk mengatur pertumbuhan tulang
dan jaringan terutama pada masa pertumbuhan.

Peningkatan HGH pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gigantisme dan pada masa
selesai pertumbuhan terjadi akromegali.

Penurunan HGH pada masa anak menyebabkan kekerdilan atau dwarfisme.

Nilai HGH dapat meningkat dengan olahraga, diet tinggi, protein dan tidur yang teratur. Nilai
tertinggi terjadi selama tidur dan nilai berkurang pada obeisitas, terapi kortikosteroid dan
fenotiazin.

Peningkatan kadar HGH dapat juga disebabkan karena pengobatan estrogen, insulin, glukagon,
metildopa dan amfetamin.
52. Kalsitonin Hormone (CTH)

Kalsitonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berfungsi untuk mengatur
keseimbangan kalsium dan fosfat dalam darah dengan cara meningkatkan reabsorpsi kalsium
dari tubulus ginjal dan menghambat reabsorpsi dari tulang.

Kalsitonin adalah antagonis dari parathormon dan vitamin D.

Peningkatan kadar kalsitonin serum mencapai 500-2000 pg/ml menandakan adanya carcinoma
thyroid dan nilai >2000 pg/ml merupakan tanda pasti carcinoma meduler thyroid.

Peningkatan kalsitonin dalam jumlah sedang dapat ditemukan juga pada karsinoma paru dan
payudara, gagal ginjal kronis, sindrom Zollinger-Ellison, feokromositoma dan tiroiditis.

Pemberian obat epinefrin, infus kalsium, estrogen, kontrasepsi oral dan glukagon dapat juga
meningkatkan kalsitonin.

53. Kortikosteroid dalam Plasma

Kortikosteroid (kortisol) adalah hormon glukokoticoid yang dihasilkan oleh kortek adrenal akibat
dari stimulasi ACTH. Kadar kortisol dalam plasma tinggi pada pagi hari dan rendah pada sore
hari.

Peningkatan kortisol dapat disebabkan oleh hiperfungsi adrenokortikal pada sindrom Cushing’s,
kanker kelenjar adrenal, stres, kehamilan, asidosis diabetik, hiertiroidisme, AMI dan nyeri atau
panas yang hebat. Dapat juga karena obat-obat piul KB, estrogen, spironolakton dan triparanol.

Penurunan kortisol dapat disebabkan oleh hipofungsi adrenokortikal pada penyakit Addison’s,
hipofungsi adenohipofise dan hipotiroidisme.

54. Osmolalitas Serum

Osmolalitas serum berkaitan dengan konsentrasi serum. Peningkatan osmolalitas menunjukkan


adanya hemokonsentrasi dan dehidrasi. Penurunan osmolalitas menunjukkan adanya
hemodilusi atau kelebihan cairan. Osmolalitas dapat juga menggambarkan jumlah partikel
(elektrolit, gula, urea, dll) yang larut dalam serum.

Penurunan osmolalitas terjadi pada kondisi over hidrasi, infus dextrose yang terus menerus,
hiponatremia, penyakit ginjal akut dan diabetus incipidus melalui osmolalitas urine.

Peningkatan osmolalitas terjadi pada pasien dehidrasi, hiperglikemia dan hipernatremia.

55. Pemeriksaan Toleransi Laktosa

Laktosa adalah gula sakarida yang ditemukan banyak dalam susu. Satu gelas susu mengandung
12 gram laktosa. Laktosa oleh enzim usus akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa.
Penumpukan laktosa dalam usus dapat terjadi karena kekurangan enzim laktase dalam usus dan
menimbulkan gejala diare, kejang abdomen dan flatus terus menerus, biasanya disebut
intoleransi laktosa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya intoleransi laktose
dengan cara memberi minum laktosa dalam jumlah besar dan kemudian diperiksa kadar gula
darah sewaktu. Apabila nilai glukosa darah sewaktu > 20 mg/dl dari nilai gula darah puasa
berarti laktosa diubah menjadi glukosa atau toleransi laktosa dan apabila glukosa sewaktu < 20
mg/dl dari kadar gula puasa berarti terjadi intoleransi laktosa. Untuk itu sebaiknya menghindari
makanan dari produk susu.

56. Deksametason Supresi Test (DST) / Pemeriksaan Supresi ACTH

Deksametason adalah kelompok glukokortikoid yang kuat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya supresi deksametason dengan cara memberikan obat deksametason dan
memeriksa ACTH. Apabila ACTH turun setelah pemberian deksametason berarti umpan balik
negatif dan berdampak pada penurunan kortisol dalam plasma dan urine. Dalam kasus psikiatrik
tes deksametason sangat bermanfaat dalam mendiagnosa penyakit efektif, misalnya depresi,
melankolia, dll.

57. Renin dalam Plasma

Renin adalah enzin yang disekresi oleh jungta glomerulus ginjal, berfungsi mengaktifkan sistem
renin-angiotensin yang menyebabkan pelepasan aldosteron dan berdampak pada
vasokontstriksi. Aldosteron yang meningkat akan meningkatkan reabsorpsi natrium dari ginjal
dan berakibat pada retensi natrium dan air. Akibat dari peningkatan aldosteron dan
vasokontstriksi berupa manifestasi hipertensi. Pemeriksaan ini juga berguna untuk
membedakan apakah hipertensi tersebut dari faktor renal atau esensial. Hipertensi esensial
tidak dipengaruhi oleh kadar renin plasma.

Nilai plasma renin biasanya tinggi pada jam 08.00-12.00 dan menurun pada jam 12.00-18.00
sore.

Penurunan kadar renin ditemukan pada hipertensi esensial, sindrom Chusing’s, diabetes
mellitus, hipotiroidisme, obat antihipertensi, propanolol dan levodopa.

Peningkatan renin plasma terjadi pada hipertensi maligna, renovaskuler, hiperaldosteron,


kanker ginjal, gagal ginjal akut, penyakit Addinson’s, sirosis hepatis, penyakit obstruksi paru
menahun gangguan jiwa manik depresif, kehamilan trimester III, eklamsia, hipertiroidisme dan
hipokalemia.

58. Testosteron dalam Plasma

Testosteron adalah hormon seks pria yang dihasilkan oleh testis (pria), ovarium (wanita) an
kelenjar adrenal. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi masalah perkembangan
seksual (disfungsi seksual) pada pria. Kadar testosteron paling tinggi pada waktu pagi hari.
Penurunan kadar terjadi karena hipofungsi testikuler, hipogonadisme primer (sindrom
Klinefelter’s), alkoholisme, hipofungsi adenohipofise dan terapi estrogen.
Peningkatan kadar testosteron terjadi padsa hiperplasia adrenal, siindrom adreno genital pada
wanita, polikistik ovarium dan perkembangan abnormal seksualitas yang terlalu cepat pada
pria.

59. Pemeriksaan Kadar Timah Darah

Pemeriksaan kadar timah (plumbun) dalam darah pada orang yang banyak kontak dengan timah
dan terpapar akibat pekerjaan. Nilai timah darah yang masih dapat diterima adalah 40 ug/dl.
Kadar timah yang lebih tinggi akan menimbulkan toksisitas timah kronis maupun akut.

60. Pemeriksaan Kadar Teofilin dalam Plasma

Teofilin adalah obat derivat xantine yang berfungsi untuk relaksasi otot polos bronkus,
pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, miokard dan meningkatkan kecepatan aliran darah
ke ginjal. Obat ini diberikan untuk mengontrol serangan asma sehingga potensial untuk
digunakan lebih sering, maka diperlukan pemantauan kadarnya di dalam darah. Kadar teofilin >
30 ug/ml dapat menyebabkan toksisitas dengan gejala aritmia jantung, kejang, henti nafas dan
henti jantung.

61. Pemeriksaan Kadar Salisilat dalam Serum

Pemeriksaan kadar salisilat dalam darah berguna untuk menetapkan dan memantau
konsentrasi salisilat akibat dari suatu terapi atau kecelakaan. Peningkatan salisilat dalam darah
akan menghambat agregasi trombosit sehingga potensial terjadi perdarahan.

62. Pemeriksaan Kadar Digoksin dalam Serum

Digoksin atau lanoksin adalah obat kardiotonika preparat digitalis yang berfungsi untuk
mengembalikan elastisitas otot jantung pada penderita dikompensasi kordis. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memantau efektifitas terapi dan mencegah efek toksis. Obat-obat yang dapat
menurunkan kadar digoksin dalam darah adalah antasid, kaopektat, metoklopramid, barbiturat,
kolesteramin dan spironolakton.

Peningkatan kadar digoksin dapat disebabkan oleh kelebihan dosis, gangguan hati dan ginjal
serta obat-obat lain yaitu deuretik, amfoterisin B, quinidin, reserpin, suksinilkolin, kortikosteroid
dan obat-obat efek simpatomimetika.

63. Kadar Fenition (Dilantin) dalam Serum

Dilantin adalah obat untuk mengendalikan serangan epilepsy grandmal dan sebagai antiaritmia
kordis. Karena potensial dipakai dalam waktu yang panjang dan sering maka diperlukan
pemantauan kadar obat di dalam darah untuk efektifitas terapi dan pencegahan toksisitas.

Penurunan kadar dilantin dapat disebabkan oleh kehamilan, infeksi mononukleus, alkohol, obat
asam folat dan karbamazepin.

Peningkatan kadar dilantin disebabkan karenan gangguan hati, uremia dan pemberian dalam
dosis berlebihan. Obat lain yang mempengaruhi peningkatan dilantin adalah aspirin, dikumarol,
sulfonamid, fenilbutason, deuretik tiazid, obat trangulizer, INH fenobarbital dan propoksifen.
64. Gastrin Plasma

Gastrin adalah hormon yang diproduksi oleh sel G mukosa pylorus yang berfungsi menstimulasi
penghasilan HCI lambung nilai tinggi gastrin pada siang hari setelah makan dan hipersekresi HCI
menghambat produksi gastrin. Pemeriksaan dilakukan untuk mendiagnosa anemia pernisiosa,
ulkus gaster dan Zollinger-Ellison sindrom.

Peningkatan kadar gastrin pada plasma terjadi karena anemia pernisiosa, Zoolinger-Ellison
sindrom, neoplasma gaster, ulkus peptikum, gastritis atopik kronis, sirosis hepatis, gagal ginjal,
dan obat-obatan : kalsium, insulin, katekolamin, dan kopi.

Penurunan nilai gastrin karena vagotami, hipotiroidisme dan obat sulfas atropine.

65. Haptoglobin Serum (HG)

Haptoglobin adalah molekul globulin yang tergabung beberapa dengan hemoglobin selama
terjadi hemolisis. Penurunan nilai haptoglobin serum menunjukkan adanya hemolisis.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi adanya hemolisis akibat transfusi, obat-obatan
atau proses penyakit yang tidak nampak.

Penurunan kadar haptoglobin dapat juga terjadi pada anemia sel sabit, anemia hemolitik,
penyakit hati berat, trombositopeni purpura, malaria dan DIC.

Peningkatan kadar haptoglobin terjadi pada infeksi akut/ peradangan, malignasi, penyakit
Hodkin’s, kolitis ulseratif, pielnefritis kronis, demam rematik, AMI dan obat-obatan terutama
steroid, estrogen dan kontrasepsi oral.

66. Krioglobulin Serum

Krioglobulin adalah globulin (protein) dalam serum, bagian dari kelompok IgG dan IgM yang
ditemukan dalam kondisi patologis, misalnya : leukimia, mieloma multiple, artritis reumatoid,
SLE dan anemia hemolitik. Peningkatan kadar krioglobulin juga terdapat pada penyakit
Hodkin’s, sirosis bilier dan makroglobullemia Waldenstorm’s.

67. Nukleotidase 5 (5 NT) Serum

Adalah enzim hepar yang dapat digunakan untuk diagnosis penyakit hepatobilier. Peningkatan 5
NT disertai dengan alkalis fosfatase (ALP) menunjukkan adanya kelainan hepar. Meningkatnya 5
NT tanpa diikuti peningkatan ALP menunjukkan adanya kelainan tulang (J. F. Kee, 2004)

Peningkatan kadar 5 NT terdapat pada sirosis hati, obstruksi saluran empedu oleh batu, tumor,
metastis tumor hati dan obat-obatan asetaminofen, aspirin, narkotik, fenotiazin dan fenitoin.

68. PBI (Protein ound Iodine)


Pemeriksaan untuk melihat kadar Iodine non hormonal yang terikat dengan protein berada
dalam sirkulasi darah akibat gangguan tiroid. Biasanya dilakukan untuk menemukan adanya
gangguan kelaenjar tiroid.

69. T3 (Triiodotironin)

Pemeriksaan untuk mengetahui kadar triiodotironin yang diproduksi oleh kelenjar tiroid dalam
serum darah. T3 dihasilkan oleh kelenjar tiroid fungsinya sama dengan T4 tetapi lebih pendek.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi adanya hipertiroid.

Penurunan kadar T3 dapat terjadi pada trauma, penyakit berat, malnutrisi dan obat-obatan
propiltioueasil (PTU), metimazol, metiltiourasil, litium, fenitoin, propanolol, reserpin, aspirin
dosis besar, steroid dan sulfonamide.

Peningkatan kadar T3 menunjukkan adanya hipertiroidisme, tirotoksikosis T3, tiroiditis


Hashimoto. Obat-obat yang mempengaruhi peningkatan T3, Oestrogen, progesteron, liotironin
(T3) dan metadon.

70. T4 (Thiroksin)

Pemeriksaan untuk mengetahui konsentrasi hormon tiroksin dalam plasma darah sebagai cara
untuk mengidentifikasi fungsi dan gangguan kelanjar tiroid. Hormon thiroksin dihasilkan oleh
kelenjar tiroid, mempunyai kepekatan 25 kali dibanding, hormon triiodotironin (T3).

Peningkatan T4 menunjukkan adanya hipertiroidisme, tiroiditis akut, myasthenia gravis,


kehamilan, hepatitis virus dan preeklamsia. Peningkatan T4 dapat juga disebabkan oleh
penggunaan obat perfenazin, klofibrat dan pil KB.

Penurunan T4 menunjukkan adanya hipotiroidisme (kretinisme, miksedema), malnutrisi protein,


hipofungsi adenohipofisis, gagal ginjal dan akibat dari latihan berat. Penurunan T4 juga
disebabkan oleh obat-obatan antara lain : kortison, klorpromazin, fenitoin, heparin, litium,
sulfonamid, reserpin, testosteron, propanolol, tolbutamid dan salsilat dosis tinggi.

71. Tiroid Stimulating Hormon (TSH)

Adalah pemeriksaan untuk mengukur hormon TSH dalam darah untuk mengetahui apakah
gangguan berasal dari tiroid atau dari hipofise anterior. Hormon TSH dalam keadaan normal
berfungsi untuk merangsang kelenjar tiroid menghasilkan hormon terutam T4.
TABEL 1

NILAI NORMAL PEMERIKSAAN HEMATOLOGI

NO JENIS SATUAN NORMAL PADA


PEMERIKSAAN LAKI WANITA LAKI-LAKI/WANITA BAYI ANAK
DEWASA DEWASA DEWASA
1 HB Gr/dl 14-18 12-16 12-24 10-16
2 MCV U3 80-90
Fl 80-95
3 MCH Uug/pg 27-31
27-34
4 MCHC % 32-36
5 Eritrosit Jt/mm³ 4,6-6,2 4,2-5,4
VER Um³ 80-94 81-99
HER Uug/pg 27-31
KHER % 32-36
6 Hematokrit % 40-58 37-43 33-38
7 Total lekosit Ribu/Mm³ 4-10 9-30 9-12
Neutr. Total % atau 50-70%/2500- 32-61%
mm³ 7000/mm³
Eosinofil 1-3%/100-300/mm³
Basofil 0,4-1%/40-100/mm³
Monosit 4-6%/200-600/mm³ 4-9%
Limfosit 25-35%/1700- 34-60% 38-42%
3500/mm³
8 Trombosit Ribu/mcl 200-400
9 Masa SDM Total Ml/kg 25-35 20-30
10 Volume plasma Ml/kg 40-50 40-50
11 Iron serum Ug/dl 60-70
Umol/L 10-30
12 TIBC Ug/dl 300-360
Umol/l 40-75
Gr/L 2,0-4,0
13 Transferin Umol/L 14-150
14 Feritin Ug/L 40-130 14-150
15 Vit. B12 Ug/L 160-925
16 Folat Ug/L 3,0-15,0
17 Folat SDM Ug/L 160-640
18 Retikulosit 0/00 5-15
19 Masa perdarahan menit 3-7/Ivy
20 Masa pembekuan menit 1-3/Duke
2-6/Ivy
21 LED Mm/jam 0-8 (W) 0-15 (W)
22 APIT Detik 20-45
23 PPT Detik 60-70
24 Fibrinogen Mg/dl 200-300 150-300
25 Retraksi bekuan %/jam >40%/jam
26 INR Detik atau 13-17 detik, range 70-
% >100%
27 Seruloplasmin Mg/dl 18-45 <23 26-55
28 ALD u/dl 3-8 12-24 6-16
29 Aldosteron Ng/dl <16 puasa
4-30 (duduk)
NO JENIS PEMERIKSAAN SATUAN NORMAL PADA
LAKI WANITA LAKI-LAKI/WANITA BAYI ANAK
DEWASA DEWASA DEWASA
30 PTH C dan N Pg/ml 400-900 (C)
200-600 (N)
31 Alkohol Mg/% 0
32 Amonia Ug/dl 15-45 64-105 21-50
33 Asetaminofen Ug/ml 5-20 (terapi)
50-200 (toksik)
34 HGH Ng/ml <5 <10 <10
35 CTH Pg/ml <40 <20 <70
36 Kortikosteroid Ug/dl 5-23 (pagi) 15-25 (p)
37 Osmolalitas serum M osm/kg 280-300 100-600 270-290
H₂O
38 Laktosa Mg/dl <0,5
39 DST % atau >50%
ug/dl <10 (pagi)
<5 (sore)
40 Testosteron Ug/dl 0,3-1,0/ 0,03-0,1 >0,1
300-
1000
ng/dl
41 Kadar timah Ug/dl 10-20
50-80 -toksik
42 Teofilin Ug/ml 5-20 (terapi) 3-12
43 Salisilat Mg/dl Negatif, 15-30
(terapi)
44 Digoksin (digitalis) Ng/ml 0,5-2 (terapi) 1-3
>2 ng (toksik)
45 Gastrin Pg/ml <100 <10-125
46 Haptoglobin Mg/dl 20-240 0-30 0-10
47 Krioglobulin Mg/dl Negatif Negatif
(toleransi s/d 6
mg/dl)
48 5 NT U/L <17 H Trimester III
II. PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGI

Tes Antibodi/Imunologik

1. Limfosit

Adalah jenis imunologis seluler yang terdiri dari Limfosit T dan Limfosit B.

Limfosit T : berada dalam sirkulasi darah dan jaringan RES (reticulo Endotelial), didewasakan
pada kelenjaryaitu membentuk Thymus, merupakan 70% dari jumlah seluruh limfosit. Limfosit
ini mempunyai fungsi sangat luas yaitu membentuk respon imunologis humoral maupun seluler
untuk melindungi tubuh dari invasi antigen dari luar yang berupa benda asing, bahan kimia,
tanaman, mikroorganisme, dll.

Limfosit B (bursa fabricus/ mirip jaringan organ imun pada burung) : Limfosit yang berada dalam
sirkulasi, di bentuk oleh sel plasma, permukaannya dilapisi oleh imunoglobulin sehingga
berfungsi sebagai reseptor terhadap antigen. Limfosit ini jumlahnya 10-20% dari seluruh jumlah
limfosit.

2. Imunoglobulin

Protein yang dibentuk oleh Limfosit B dan mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan
antigen spesifik. Berdasarkan susunan asam aminonya, imunoglobulin menjadi 5 kelas yaitu IgA,
IgD, IgE, IgC, IgM. Peningkatan jumlah imunoglobulin menandakan adanya peningkatan invasi
antigen spesifik.

a). IgA : Imunoglobulin dengan rantai berat Alfa, terdapat pada cairan tubuh dan permukaan
organ sekresi, konsentrasi tinggi pada mukosa saluran pernafasan dan pencernaan (saluran
yang sering terpapar mikro organisme) dan juga terdapat pada air mata, kolostrum dan air susu
ibu. IgA berfungsi sebagai alat pertahanan pertama terhadap invasi mikroorganisme.

b). IgD : Imunoglobulin yang mempunyai kadar terendah di dalam tubuh dibanding Ig lain.
Fungsi dan cara kerjanya belum jelas.

c). IgE : Imunoglobulin yang bertanggung jawab terhadap reaksi hipersensitivitas, diantaranya
reaksi atopik dan anafilaktik. Biasanya ditemukan dalam jumlah tinggi pada pasien penyakit
akibat hipersensitivitas, misalnya asthma bronchiale, renitis, eksem, dll. IgE dibentuk secara
lambat, berfungsi di luar sirkulasi dalam keadaan aktif terikat dengan sel khusus, sehingga tak
berkeliling mencari antigen tetapi menunggu antigen datang ke sel tempat terikat. IgE diukur
dalam satuan nanogram/ml.

d). IgG : Merupakan imunoglobulin utama, pada orang normal ditemukan 8-15 mg/ml. IgG
mudah keluar dari sirkulasi menuju ekstravaskuler, mudah menembus plasenta dan masuk
sirkulasi janin sehingga kadar IgG pada bayi ama dengan kadar IgG pada ibu. Pembentukan IgG
cukup lambat, tetapi konsentrasinya tetap tinggi dalam darah walaupun antigen sudah hilang.
Adanya pemaparan antigen yang sama (ulang) IgG akan cepat terbentuk kembali.

e). IgM : Merupakan antibodi/ imunoglobulin yang pertama kali dibentuk dan terus dibentuk
selama antigen masih ada. Dalam keadaan normal IgM tidak ada dalam sirkulasi darah. IgM tak
berkemampuan menembus plasenta tetapi dapat masuk ke cairan ekstravaskuler apabila
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat.

3. Matosit

Disebut juga basofil jaringan, adalah zat yang mengandung histamin dan berpengaruh pada
pemeabilitas kapiler. Adanya reaksi antara antigen dan antibodi akan merangsang mastosit
melepaskan zat vasoaktif dan menimbulkan gejala atopik dan anafilaktik. Mastosit dalam
konsentrasi tinggi terdapat pada saluran nafas dan kulit. Histamin dan produk mastosit
merupakan penyebab dari gejala atopik dan anfilaktik sedangkan reaksi IgG dan antigen
berperan sebagai pencetus gejala klinis, misal : asma, renitis, eksim, urtikaria, dll.

4. Makrophag

Adalah sel yang berperan penting dalam sistem pagosit mononuclear, yang terdiri dari
monoblast dan promonosit (dalam sumsum tulang) serta monosit ( dalam sirkulasi). Makrophag
berada dalam jaringan, mempunyai tugas utama pagosit terhadap molekul atau partikel asing.
Respon imunologis terjadi setelah antigen diproses lebih dulu oleh makrophag.

5. CRP (Protein C Reaktif)

Adalah Alfa globulin yang timbul dalam serum apabila terjadi inflamasi.

CRP positif (+) (selalu ada) : terdapat pada demam rematik, arthritis rheumatoid, infeksi
bakterial akut dan hepatitis virus.

CRP + (sering ada) : terdapat pada TBC aktif, gout, tumor ganas std. Lanjut, lepra, sirosis aktif,
luka bakar dan peritonitis.
CRP + (kadang ada) : terdapat pada varicella, paska bedah dan penggunaan alat KB intra uterin.

6. RF (Rheumatoid Factor)

Adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan IgG.


RF + biasanya terdapat pada 80% penderita arthritis rheumatoid dan kelainan sendi dengan
komplikasi sistemik yang prognosisnya buruk.

7. Gol Darah Sistem ABO

Adalah golongan darah yang termasuk dalam 4 macam golongan darah, yaitu A, B, AB dan O.

8. Anti A dan Anti B

Adalah aglutinin kuat yang dengan cepat menghancurkan eritrosit yang tidak kompatibel dalam
sirkulasi sehingga terjadi hemolisis dan aglutinasi. Tidak kompatibelnya eritrosit dalam sirkulasi
dapat disebabkan oleh proses transfusi darah yang salah, misalnya : salah indentifikasi pasien,
kesalahan sample donor meupun penerima, kesalahan administrasi pemberian, dll.

Anti A dan Anti B jenis IgG dapat menembus plasenta dan menimbulkan hemolisis pada darah
janin. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir dijumpai paling banyak pada ibu dengan golongan
darah O, anti A dan Anti B selalu pada orang normal.

9. Rhesus Factor (RF/Rh)

Yaitu keberadaan eritrosit seseorang yang mengandung antigen D. Rhesus + apabila ditemukan
antigen D pada eritrosit, Rh- apabila tidak ada antigen D pada eritrosit. Darah dengan Rh- yang
terpapar darah Rh- tidak selalu membentuk anti D, sehingga pembentukan anti D lebih banyak
pada kesalahan transfusi daripada pada kehamilan. 20% ibu dengan Rh- membentuk anti D
setelah mengandung janin dengan Rh+. Oleh karena itu transfusi darah dengan Rh+ pada
penerima dengan Rh- harus dihindari karena akan menyebabkan hemolisis yang berat. Anti Rh
(anti D) dari ibu dapat masuk ke plasenta janin dan menyebabkan hemolisis pada bayi baru lahir
dan disebut hemolytic desease of the new born (HDN). Wanita dengan anti D+ pada awal
kehamilan sangat potensial melahirkan bayi dengan HDN.

Dengan obat imunosupresi dapat mencegah pembentukan anti D pada ibu dengan Rh- (negatif).
Orang kulit putih pada umumnya 85% mempunyai antigen D.

10. Imunoserologi yang Berkaitan dengan Virus Hati

Lihat pada pemeriksaan faal hati.

11. ASTO (Anti Streptolisin O)

Pemeriksaan untuk mengindetifikasi keberadaan antigen streptolisin O, yang dibentuk oleh


Streptokokus beta hemoliticus grup A yang dapat menyebabkan hemolisis. 80% penderita yang
terinfeksi streptokokus beta hemolitikus grup A akan terjadi peningkatan ASTO dalam darah.
Infeksi ini merupakan penyulit yang merangsang terjadinya respon imunitas dan menimbulkan
kerusakan organ.

12. Hemaglutination Inhibition Test (HI Tes)

Pemeriksaan spesimen dengan bahan darah. Dinyatakan positif (+) apabila terjadi proses
aglutinasi oleh virus. Dinyatakan DBD + akut apabila titer antibodi pada HI Tes 4 kali atau lebih
(1/ 1280 atau lebih).

13. Ana Test (Antibodi Antinuclear Test)

Adalah tes yang dilakukan untuk melihat adanya proses autoimun di dalam tubuh, dan biasanya
dilakukan untuk kasus-kasus kelainan kulit, dan Steven Johnson sindrom. Autoimun terjadi
karena reaksi antara antibodi sel dengan antigen dari sel itu sendiri. Tes Ana sering disebut juga
Fana (fluoresensi antibody antinuclear), biasanya dilakukan pada kecurigaan penyakit lupus
eritromatosis (LE) atau penyakit pada jaringan kolagen vaskuler lain.

14. Widal

Tes dengan menggunakan antigen Salmonela jenis O (somatik) dan H (flagel) untuk menentukan
tinggi rendahnya titer antibodi. Titer antibodi pada penderita infeksi tifus akan meningkat pada
minggu II. Titer antibodi O, akan menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibodi H akan
menetap sampai beberapa tahun. Titer antibodi O meningkat segera setelah demam,
menunjukkan adanya infeksi Salmonella starin O, demikian juga untuk H.

15. Weil Felix

Tes untuk melihat titer antibodi terhadap proteus. Biasanya hasil + menunjukkan adanya infeksi
riketsia.

16. Takata Ara Tes

Tes dengan mencampurkan larutan merkuri kloride dengan natrium karbonat bersama cairan
spinal. Cairan spinal yang normal berwarna ungu sedangkan cairan spinal abnormal berwarna
merah muda. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya radang pada meningen
oleh kuman sifilis atau bakteri lain.

17. Khan Tes

Tes terhadap kadar albumin dalam sel kanker. Biasanya ditemukan kadar tinggi pada sel kanker
diikuti dengan penurunan albumin dalam serum plasma darah.

18. VDRL Tes

Adalah tes yang dirancang oleh Veneral Desease Research Laboratory (VDRL), dengan
menggunakan antigen VDRL yaitu kardiolipin, kolesterol dan lesitin, berguna untuk menguji
apakah cairan spinal atau serum terdapat kuman sifilis.
19. T3 dan T4 bebas

Keberadaan hormon tiroksin dan triiodotironin dalam darah terikat dengan protein (lihat PBI)
sehingga juga disebut TBG (Tiroksin/ Triiodotironin Bounding Globulin). Keberadaan T3 dan T4
bebas diukur berdasarkan indek dan rasio sehingga tidak ada satuannya dan disebut FT3I dan
FT4I (Free T3/T4 Indeks). Rasio TBG dengan serum normal 0,8-1,35. Peningkatan rasio dan FTI
menandakan adanya hipertiroid dan penurunannya menandakan hipotiroid.

20. Antitrombosit

Adalah pemeriksaan untuk mengidentifikasi keberadaan obat/ zat/ antibodi yang menekan
fungsi dan produksi trombosit. Keberadaan antitrombosit potensial terjadi perdarahan atau
hambatan proses pembekuan, misal pada penyakit DIC (desseminated intravascular
coagulation).

21. Rheumatoid Arthritis (RA)

Merupakan pemeriksaan skrening untuk mendeteksi keberadaan antibodi (IgM, IgG, IgA)
terhadap penyakit reumatoid artritis (radang sendi reumatik), melalui pemeriksaan darah. Pada
penderita RA, 53-94% hasil positif.

22. Pemeriksaan Antibodi terhadap Rubella

Virus Rubella dapat menyebabkan infeksi pada anak maupun orang dewasa. Virus ini dapat
menembus plasenta, sehingga apabila terjadi pada ibu hamil dapat menimbulkan kecacatan
pada janin. Virus ini ditularkan melalui urine dan kontak pernapasan.

Pemeriksaan titer antibodi terhadap rubella (IgM, IgC) melalui pengukuran HI (hemaglutinasi
inhibitor). Pemeriksaan ini cukup sensitif untuk mendeteksi keberadaan rubella (campak
jerman).

23. Pemeriksaan TORCH

Pemeriksaan untuk mengindetifikasi keberadaan virus Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus


(CMV) dan herpes simplek (TORCH) pada ibu dan bayi baru lahir, dengan bahan darah. Skrening
ini perlu sekali bila ada riwayat sebelumnya atau dugaan infeksi kongenital pada bayi baru lahir
yang ditandai dengan hasil pemeriksaan IgG janin lebih tinggi daripada IgG ibu.

Toksoplasma gondii merupakan parasit yang hidup dalam usus hewan piaraan rumah terutama
anjing dan kucing. Diduga parasit ini juga terdapat pada tikus, ayam, merpati, sapi, kambing dan
kerbau, sehingga mudah menular pada manusia. Apabila parasit ini menginfeksi ibu hamil akan
menyebabkan infeksi pada janin dan kecacatan fisik setelah lahir dengan gejala retinitis,
kalsifikasi serebri, mikro sefalus atai hidrosefalus. Ibu yang hamil tidak ada tanda-tanda yang
spesifik tetapi berbahaya bagi janinnya.

24. Pemeriksaan C3 dan C4 Komplemen


C3 dan C4 adalah komponen dari sistem komplemen dari 11 kelompok protein yang akan aktif
apabila ada pertemuan atau penggabungan antara antigen dan antibodi. C3 merupakan
komponen terbanyak dalam sistem komplemen yaitu 70% dari protein total.

25. Antigen Carsinoma Embrionik (CEA)

Pemeriksaan ini mendeteksi adanya antigen karsinoma (dihasilkan oleh ephitel gastrointestinal
embrio) yang biasanya dilakukan pada pasien dengan kecurigaan karsinoma kolon, pankreas
atau untuk memantau pengobatan karsinoma kolon dan pankreas. Untuk mengakkan diagnosa
karsinoma kolon atau pankreas sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan lain karena
peningkatan CEA juga terjadi pada kanker oesefagus, prostat, lambung, usus halus, rektum,
hepar, paru-paru, mamae, servik, kandung kemih, testis, ginjal dan leukimia. CEA juga
meningkat pada penyakit radang usus, perokok sigaret kronis, kolitis ulseratif, sirosis hati,
pneumonia bakteri, emfisema paru, pankreatitis akut, gagal ginjal akut dan penyakit jantung
iskemik.

26. Human Lekosit Antigen (HLA)

HLA berada pada permukaan membran lekosit, trombosit dan berbagai sel jaringan. Sistem
antigen ini berhubungan erat dengan respon imun dan kecocokan ajringan pada transplantasi.
Ada 5 antigen pada sistem HLA antara lain A, B, C, D dan DR (D-related).

Tujuan utama pemeriksaan HLA adalah :

a. Melihat adanya histokomtabilitas pada transplantasi organ dan transfusi.

b. Penyakit yang berhubungan dengan arthritis rematoid, spondilitis alkilosis miastenia gravis,
penyakit addinson dan DM tipe I.

c. Konsultasi genetik berhubungan dengan kerentanan penyakit tertentu. Histokomtabilitas


positif (cocok) apabila ada kecocokan antara jaringan dari luar.

27. Prostat Spesifik Antigen (PSA)

PSA adalah glikoprotein dari jaringan prostat yang meningkat apabila terjadi hipertropi dan
meningkat tinggi pada karsinoma prostat. Pemeriksaan ini lebih sensitif dari pada asam
fosfatase prostat, tetapi kombinasi keduanya akan lebih akurat. Pemeriksaan PSA pada pasien
kanker prostat yang mendapat terapi kemoterapi diperlukan sebagai sarana monitor.

28. Treponemal Pallidum Hemaglutination (TPHA)

Disebut juga microhemaglutination for Treponema Pallidum (MHA-TP) digunakan untuk


mendeteksi antibodi spesifik treponema.

29. Fluorecen Treponemal Antibodi-Absorpsi Serum (FTA-ABS)


Pemeriksaan antibodi treponemal dengan menggunakan organisme treponemal itu sendiri
untuk mendeteksi keberadaan antibodi dan sekaligus merangsang pembentukan antibodi.
Pemeriksaan ini lebih sensitif daripada VDRL dalam mendeteksi sifilis.

30. Anti-ds-DNA

Antibodi yang reaktif terhadap DNA (double stranded = Ds-NA) atau reaktif terhadap DNA yang
mengalami perombakan (single stranded ss-DNA). Merupakan tes spesifik menggunakan teknik
aglutinasi (RIA) untuk mendeteksi adanya Lupus Eritematosus. Tes ini mempunyai makna
dignostik dan prognostik. Peningkatan titer menunjukkan meredanya penyakit. Tes anti ds-DNA
lebih sensitif dibanding anti ss DNA.

31. Antibodi Heterofil

Pemeriksaan ini mengidentifikasi keberadaan kelompok antibodi yang bereaksi terhadap


eritrosit lembu dan kuda. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan infeksi
mononukleosus (IM) oleh virus EBV (Esptein Bars Virus).

32. Antibodi Tiroid (TA)

Pemeriksaan untuk mengidentifikasi keberadaan antibodi tiroid yaitu antitiroglobulin dan anti
mikrosomal. Keberadaan anti ini akan menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid. Terbentuknya
antibodi tiroid disebabkan karena masuknya pecahan tiroglobulin dari tiroksin kedalam
sirkulasi. Antibodi mikrosomal terbentuk pada mikrosom-mikrosom ephitel tiroid.

33. Aglutinin Dingin/ Hemaglutinin Dingin

Adalah pemeriksaan terhadap antibodi yang mengaglutinasi sel darah merah pada suhu 0-10
derajay celcius.

34. Carsinoma Antigen (CA)

Pemeriksaan dengan bahan darah untuk mengidentifikasi keberadaan antigen karsinoma


tertentu dan pemeriksaan ini digunakan sebagai panel penanda tumor pada organ tertentu.

35. Complemen Fixation (CF)

Merupakan tes yang cukup sensitif untuk mengidentifikasi antibodi terhadap jamur pathogen.
Jenis-jenis jamur yang sering menyerang sebagai penyakit primer di Amerika Serikat, antara
lain : blastomikosis, koksidiomikosis, kriptokokosis dan histoplasmosis. Jenis jamur oportunistik
di Indonesia adalah : kandida albicans (moniliasis), aspergillus dan mukorasae. Pada penyakit
jamur yang sudah lanjut akan ditemukan titer CF yang tinggi.

36. Identifikasi Antibodi Virus


Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen yang dibiakkan bertujuan untuk menemukan
antibodi/ antigen virus tertentu dalam biakan tersebut. Pemeriksaan antibodi virus dapat
dilakukan dengan tes fiksasi komplemen, hemaglutinasi, inhibitor dan radioimmunoassay.

37. Anti EBV (Anti Epstein Bars Virus)

EBV merupakan penyebab infeksi mononukleosus. Uji serologi bertujuan untuk mengidentifikasi
antibodi terhadap antigen EBV. Infeksi primer awal EBV ditandai dengan peningkatan IgM (IgM
anti virus capsid antigen/ IgM anti VCA), selanjutnya diikuti peningkatan IgG anti VCA yang
dapat terdeteksi seumur hidup. Early antigen EBV (EA-EBV) mempunyai dua tipe yaitu tipe difus
(D) dan terbatas (R), merangsang timbulnya antibodi pada awal infeksi primer dan hilang
setelah 2-3 bulan.

38. Pemeriksaan Cito Megalovirus (CMV)

CMV adalah salah satu dari keluarga herpes virinaebeta, sering menimbulkan infeksi pada
segala kelompok umur di seluruh penjuru dunia. Insidensi dan prevalensi CNV di Indonesia
cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Virus kelompok TORCH ini potensial
menimbulkan kelainan Kongenital pada bayi, menimbulkan sindrom mononukleosus pada
remaja dan dewasa muda dengan ciri infeksi yang khas yaitu sel yang terinfeksi membesar. CMV
dapat dideteksi dengan pemeriksaan hispatologi jaringan, PCR (pada ibu hamil), pemeriksaan
titer antibodi terhadap CMV melalui darah (IgG, IgM CMV) dengan serologi tes ELISA dan biakan
cairan tubuh (virus kultur). Biasanya dinyatakan positif apabila antibodi positif dengan titer
meningkat 4 kali normal. IgG CMV menggambarkan kejadian infeksi CMV sebelumnya (lama)
dan IgM CMV menggambarkankejadian infeksi baru. 50-80% orang dewasa memiliki antibodi
anti CMV. Infeksi primer jarang menimbulkan gejala, tetapi virus tetap hidup dalam tubuh
penderita selama bertahun-tahun (laten). Virus CMV akan aktif apabila kondisi fisik penderita
menurun dan timbul gejala vertigo, migrain, radang tenggorok dan lambung.

39. Anti HIV

Tes antibodi HIV bertujuan untuk mendeteksi dan mengukur keberadaan/ kadar imunoglobulin
(IgG tipe 1-4, IgA, IgM, IgD). IgM muncul pertama kali dengan masa hidup pendek (6 bulan), IgG
muncul kemudian dengan masa hidup lama sampai beberapa tahun, IgA merupakan
imunoglobulin yang dominan berada di kelenjar ludah, bronkus dan bagian tubuh yang
menghasilkan mukus dan positif (+) pada pemaparan pertama.

Tes antibodi dan antigen HIV dapat dilakukan beberapa cara antara lain :

a). Enzin Linked Immunosorbent Assay (ELISA), hasil + berarti terjadi ikatan antigen dan antibodi
HIV pada serum dan berarti anti-HIV +.

b). Anti HIV immunoblot/ western blot, merupakan pemeriksaan konfirmatif (Anti HIV
konfirmatif) setelah ELISA dinyatakan positif. Apabila anti HIV ELISA + dan Anti HIV konfirmasi –
(negatif) tidak berarti positif palsu, tetapi dirujuk untuk pemantauan terus.

c). Anti Env dan Anti Core secara ELISA. Perubahan atau reaksi warna dan intensitasnya pada
proses pemeriksaan berkaitan dengan keberadaan anti HIV dalam serum.
d). Anti HIV-immunofluoresensi. Terjadinya fluoresensi yang terlihat dengan mikroskop
fluoresens menandakan adanya Anti HIV.

e). Anti HIV-radioimunopresipitasi. Adanya radioaktifitas yang tinggi pada presipitat


menandakan adanya anti-HIV.

f). Tes HIV recombinant neutralization assay. Merupakan tes alternatif konfirmasi, tambahan
dari ELISA dan Western blot setelah ditemukan hasil +. Penurunan absorbance lebih dari 50%
dipastikan hasil positif.

g). Immunoassay dengan peptide sintetik. Pemeriksaan spesifik untuk membedakan HIV-1 dan
HIV-2 dengan menggunakan polipeptida 12 asam amino dari GP 41.

Tes penetapan adanya antigen HIV (HIV-Ag), dengan cara :

a. Tes inhibisi antigen HIV


b. Kultur HIV

40. CD2, CD3, CD4 dan CD8

Cluster Designation (CD) atau Cluster of differentiation adalah pengelompokan lekosit


berdasarkan penanda pada permukaan selnya. Ada 78 kelompok CD (Leucocyte Diofferentiation
Workshop, 1989), dan terbagi lagi pada beberapa sub kelompok. CD merupakan sistem
kekebalan humoral, subpopulasi dari sel T Limfosit.

CD2 merupakan sel T limfosit yang matang dan mempunyai penanda berupa cekungan pada
permukaan selnya. CD2 berperan dalam proliferasi sel T baik dalam thymus maupun di perifer.

CD3 merupakan glikoprotein bagian integral dari reseptor sel T (TcR), berperan untuk
menimbulkan energi sementara sel T terhadap antigen pada respon imun.

CD4 (t4) dan CD8 merupakan sel T limfosit yang mempunyai penanda khusus pada permukaan
selnya. CD4 dan CD8 tidak ada persamaan struktur tetapi homolog dalam fungsi. CD4 sering
disebut sebagai sel T helper, berkaitan dengan virusHIV dan menjadi sarana masuk ke dalam sel
tubuh yang sehat lainnya. Nilai CD4 (T4) < 0,2x10 pangkat 9/L : pertanda + Aids.

41. Uji Serologi Hepatitis Virus A (HVA)

Virus hepatitis A berukuran kecil (27 nm), berbentuk heksagonal dengan single stranded RNA
tergolong virus Picornaviridae. Untuk mendeteksi HVA dapat dilakukan dengan cara
Immunofluoresensi ELISA dan immune elektron microscope (IEM). Diagnosis HVA saat ini yang
terpercaya adalah mendeteksi keberadaan anti-HVA IgG dan Anti HVA IgM dalam serum.

Anti HVA IgG + : pernah mendapat infeksi hepatitis A dimasa lalu atau imun terhadap HVA.
Imunoglobulin ini menetap dalam darah sampai bertahun-tahun.

Anti HVA IgM + : menunjukkan adanya infeksi akut hepatitis A. Anti HVA IgM muncul 1-6 minggu
setelah infeksi dan berada dalam darah hingga minggu ke 6 sampai 16.

42. Uji Serologi Hepatitis C (HCV) atau Hepatitis Non A-Non B (NANB)
HCV sebagian besar berkembang menjadi kronik sama dengan hepatitis B, demikian juga
kemungkinannya untuk menjadi serosis dan kanker hati, maka secara epidemiologis dianggap
sangat perlu diperhatikan. Uji serologis HVC dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap
virus hepatitis C, yaitu IgG- anti HVC dan IgM-anti HCV.

Anti HCV IgG + : pernah mendapat infeksi HCV dimasa lalu atau imun.

Anti HCV IgM + : Adanya infeksi akut. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode stick
maupun RIA (Radio Imuno Assai).

43. Mucin Like Carsinoma Associated (MCA)

Antigen yang bersifat seperti mucin (lendir) yang dijumpai pada kanker payudara. Pemeriksaan
serum dengan MCA kadar tinggi menandakan adanya kanker payudara jenis epitel. Pada orang
normal tidak ditemukan atau ada dalam kadar sangat rendah (7 U/ml). Kadar MCA dapat juga
meningkat pada pasien hamil trimester dua dan tetap tinggi sampai laktasi. Nilai rujukan kadar
MCA adalah 11 U/ml (usia reproduktif), 15 U/ml (menopause). Peningkatan MCA diatas nilai
rujukan perlu dicurigai adanya kanker payudara.

44. Pemeriksaan Herpes Simplex Virus (HSV 1 dan HSV 2)

Human Herpes Virus (HHV) terdiri dari 8 jenis di antaranya HHV 1 (Human Herpes Simplex 1).
HHV 2 (Human Herpes Simplex 2), HHV 3 (Varisela), HHV 4 Epstein Bars Virus/ EBV, HHV 5
adalah Cytomegalovirus/ CMV, dll.

Pemeriksaan HSV dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara yaitu :

a. Pemeriksaan spesimen dari cairan vesikel


b. Usapan mukosa
c. Biopsi kulit
d. Kultur
e. Pemeriksaan serologis untuk indentifikasi antigen dan antibodi HSV

HSV1 menyebabkan infeksi pada kulit, mukosa mata, mulut, hidung dan telinga. HSV2, 84%
menyebabkan penyakit kelamin. Infeksi HSV2 pada ibu hamil dapat menimbulkan kecacatan
pada janin dan kematian.

Pemeriksaan serologis lebih spesifik dan hasilnya tepat. Pemeriksaan serologis dengan deteksi
antigen immunofluoresen positif ternyata sesuai 90% dengan pemeriksaan kultur positif.
Pemeriksaan serologis dapat juga ditujukan untuk mendeteksi keberadaan antibodi spesifik (IgG
dan IgM) dari HSV (+) menunjukkan keberadaan anti HSV yang berarti pernah atau sedang
terjadi infeksi HSV. IgG yang tinggi menggambarkan pernah infeksi di masa lalu dan IgM positif
menggambarkan adanya infeksi akut.

45. Pemeriksaan Virus Dengue


Pemeriksaan virus dengue dapat dilakukan dengan cara : uji serologis untuk mendeteksi
keberadaan antibodi (IgG, IgM terhadap dengue), haemaglutinatie test (HI test) dan uji
pengikatan komplemen (Complemen Fixation Test/ CFT).

Pemeriksaan serologis IgG dan IgM lebih mudah dan sering dilakukan. Keberadaan
imunoglobulin G dan M menunjukkan keberadaan antibodi dan keberadaan antibodi
menunjukkan adanya antigen yaitu virus dengue.

46. Antibodi Insulin

Adalah sejenis immunoglobulin (IgM, IgG, IgE) yang menetralisir insulin sehingga terjadi
hambatan metabolisme glukosa. Akibat dari tingginya titer antibodi insulin menyebabkan
pasien memerlukan banyak tambahan insulin buatan dari luar.

47. Pencocokan Silang Darah

Pada permukaan sel darah merah sistem ABO (A, B, AB, O) terdapat antigen A, B, AB dan O
(kosong). Pencocokan silang dengan cara mempertemukan darah resipien (penerima) dengan
darah donor untuk melihat apakah ada ketidakcocokan antara antigen dan antibodi dari kedua
darah tersebut yang sangat potensial merusak sel darah merah dengan segala akibatnya.

48. Anti TBC

Merupakan pemeriksaan imunoserologi untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap


kuman/ antigen tuberkulosa. IgG terhadap TBC+ tinggi menggambarkan infeksi di masa lalu, dan
IgM+ tinggi menggambarkan infeksi akut TBC.

49. TPI (Treponemal Immobilization Test)

Merupakan tes terhadap kuman treponemal dengan cara mempertemukan serum penderita
dengan suspensi treponema. Apabila dalam tes ditemukan imobilisasi kuman treponema dan
kemudian mati berarti dalam serum penderita terdapat antibodi terhadap treponema dan
dinyatakan tes positif. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan kuman sifilis.
Sifilis tergolong treponema pallidium yang berbentuk spiral. TPI (+) menunjukkan sifilis (+).

50. HCV RNA/ DNA

Hampir setiap virus tersusun dari protein dan asam nukleat yang berbentuk Ribo Nukleik Acid
(RNA) dan Dioksiribo Nucleik Acid (DNA). Virus hepatitis termasuk hepatitis C ada 2 kelompok
yaitu HCV RNA dan HCV DNA.

51. WR (Wassermann Reaction)

Adalah pemeriksaan terhadap treponemal pallidium. WR positif (+) terjadi pada sifilis primer 2-4
minggu sesudah lesi, sifilis sekunder dan 80-90% sifilis tertier.

WR+ : dapat juga terjadi pada penyakit patek, infeksi spirocheta lain, hepatitis dan malaria.
TABEL 2

RINGKASAN NILAI NORMAL PEMERIKSAAN IMMUNOSEROLOGI

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN

1. Limfosit T 70 % dari total limfosit Imunologis seluler


Limfosit B 10-20% total limfosit
2. Imunoglobulin total, IgC, IgA, IgM, IgD, IgE Lihat tabel nilai normal
rujukan imunoglobulin
3. CRP Negatif
4. RF Negatif
5. ASTRO < 125 IU Orang Dewasa
< 200 IU Anak
>200 : patologis
6. ANA test Negatif Tak ada reaksi autoimun
(LE : -)
7. Widal Negatif + tinggi : Infeksi
salmonella
8. Weil Felix Negatif + : Infeksi Riketsia
9. VDRL Negatif + : Sifilis
10. PBI 3,5-8 ug/dl Orang Dewasa
11. T3 1-2% dari T4
80-200 ng/dl Orang Dewasa
11-190 ng/dl Anak
90-170 ng/dl Bayi baru lahir
12. T4 4,5-13 ug/dl Orang dewasa (T4 displ)

1,0-2,3 ng/dl Orang dewasa (T4 bebas)


11-23 ug/dl Bayi baru lahir
7,5-16,5 ug/dl Umur 1-4 bl
5,5-14,5 ug/dl Anak s/d umur 4 tahun
5,0-12,5 ug/dl Anak s/d umur 10 tahun
13. Konsentrasi Iodin serum 65% dari T4
14. T3 dan T4 bebas T3/ T4 bounding globulin Peningkatan : Hipertiroid
(TBG) dengan serum : 0,8- Penurunan : Hipotiroid
1,35
15. Antitrombosit Negatif
16. RA Titer < 1:20 >1:80 : rheumatoid
17. Antibodi Titer < 1:8 Rentan rubella
Rubella Titer HI 1:8 -1:32 Paska pemanjanan
Titer > 1:64 Imunitas
18. TORCH IgG : negatif
19. CEA <2,5 ng/ml Tidak Merokok
<3,5 ng/ml Perokok
>10 ng.dl Inflamasi akut
>12 ng/dl Neoplasma
20. HLA Negatif
21. PSA 0-4 ng/ml Tak ada kelainan
4-19 ng/ml Hipertropi prostat
10-20 ng/ml Kanker Prostat
22. TPHA Negatif
23. FTA-ABS Negatif
24. Anti – ds DNA Negatif
NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN

25. Antibodi heterofil Titer < 1 : 28 Normal dewasa


Titer + 1 : 56 s/d 1 :224 Curiga infeksi
mononukleus/ EBV
Titer + > 1 : 224 Positif Infeksi
mononukleus/ EBV
26. Tiroid antibodi Negatif Titer < 1 : 32 Antithyroglobulin
Negatif Titer < 1 : 100 Antimikrosomal
27. Aglutinin dingin Titer 1 : 8 (normal) Orang dewasa
Titer > 1 : 32 + : Pneumoni primer
28. CA Negatif
29. CF Negatif
30. Virus HIV Negatif
31. CD4 500-1000 (normal) Orang dewasa
<0,2 x 10 pangkat + Aids
9/ L
32. HV A Ig/ HVC/ HVB Negatif
33. MCA 0-7 U/ml (normal) Orang dewasa
s/d 11 U/ml Toleransi pada usia
produktif
s/d 15 U/ml Toleransi pada
monopause
>15 U/ml Curiga kanker payudara
34. HSV 1 dan HSV 2 Negatif
35. Kadar Insulin darah 5-25 uU/ml atau 10-250 Orang dewasa
uIU/ml
36. Antibodi insulin < 4% ikatan serum Orang dewasa
37. TPI Negatif
38. WR Negatif WR + :Syphilis

TABEL 3

PENANDA TUMOR PADA ORGAN

NO. JENIS ANTIGEN KARSINOMA PENANDA TUMOR PENANDA LAIN


PADA ORGAN
1. CA 19 – 9 Tumor pancreas CEA
Tumor kolorektal
2. CA 15 – 3 Tumor payudara CEA, MCA
3. CA 125 Tumor ovarium CEA, CA 72 - 74
4. CA 72 – 74 Tumor ovarium, CEA, CA 19 - 9
Tumor lambung
5. Uji saring tumor AFP, Hb spesifik, PSA (laki-laki),
Pap smear (wanita)
6. Tumor Hati AFV, PIVKA-II
7. Tumor Thyroid Tiroglobulin, kalsitonin
8. Tumor servix Pap smear, SCC
9. Tumor prostat PSA, Free PSA
10. Tumor paru-paru CEA, SCC, NSE
11. Tumor nasopharing Anti EBV VCA IgA,
Anti EBV EA IgA

TABEL 4

JENIS BIAKAN/SPESIMEN DAN VIRUS YANG DAPAT DIJUMPAI


NO. JENIS BIAKAN/SPESIMEN VIRUS YANG DAPAT DIJUMPAI

1. Tenggorok Mump’s, enterovirus, paramikovirus, adenovirus,


rubella, herpes simplek dan myxovirus
2. Tinja Enterovirus dan adenovirus
3. Cairan otak Mump’s dan enterovirus
4. Urine Cytomegalovirus
5. Cairan vesikel Variola, varisela dan herpes simplek

III. PEMERIKSAAN KIMAI DARAH UNTUK FAAL GINJAL


1. Asam Urat

Merupakan produk akhir metabolisme purin (bagian penting dari asam nukleat). Pergantian
purin dalam tubuh berlangsung kontinyu dan menghasilkan banyak asam urat walaupun tidak
adanya input makanan yang mengandung asam urat. Asam urat sebagian besar disintesis dalam
hati, diangkut sirkulasi ke ginjal. Intake purin normal melalui makanan akan menghasilkan 0,5-1
gr/ hari. Peningkatan asam urat dalam serum dan urine tergantung dari fungsi ginjal,
metabolisme purin dan intake makanan yang mengandung purin. Asam urat dalam urine asam
akan membentuk kristal/ batu dalam saluran kencing. Hiperuricemia akan menyebabkan
tertimbunnya asam urat dalam jaringan lunak dan sendi-sendi sehingga muncul sindrom klinis
yang disebut sebagai penyakit Gout.

Peningkatan kadar purin terjadi pada penyakit gout, alkoholik, leukimia, metastasis kanker,
eklamsia berat, mieloma multiple, hiperlipoproteinemia, DM berat, gagal ginjal, glumerulo
nefritis, stress, gagal jantung kongesti, keracunan timah hitam, latihan yang berat, malnutrisi,
limfoma, anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan polisitemia vera.

Obat-obat yang meningkatkan asam urat antara lain : asetaminofen, vitamin C, levodopa,
methyldopa, fenotiazin, teofilin, merkaptopurin dan aspirin jangka panjang, diuretik, kelompok
tiazid, asetazolamid dan furosemid.
Penurunan asam urat dapat terjadi pada penyakit Wilson’s, asidosis pada tubulus proksimal
ginjal, anemia karena defisiensi asam folat, luka bakar dan kehamilan.

Obat yang dapat menurunkan asam urat adalah allopurinol, kumarin, probenesid, sulfinpirazon
dan azatioprin.

Purin terdapat dalam jenis makanan daging, jeroan, kacang-kacangan, ragi dan melinjo dengan
hasil olahannya.

2. Kreatinin

Merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat (protein), disintase
dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah, dan disekresikan dalam urine. Jumlah
kreatinin yang disusun sebanding dengan masa otot rangka. Pemeriksaan kreatinin serum
berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerullus yang hasilnya lebih spesifik daripada BUN
(Joyce L F.K). Peningkatan dalam serum tak dipengaruhi oleh diet dan masukan cairan.

Perbandingan normal antara BUN dan kreatinin adalah 10:1. Nilai rasio yang lebih tinggi
menjadi petunjuk adanya gangguan prerenal.

Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan
penyusutan masa otot rangka. Kadar reatinin darah cenderung tetap/ tidak banyak berubah
dibanding kadar ureum. Peningkatan kadar kreatinin terjadi pada gagal ginjal akut dan kronis,
shok yang lama, kanker, lupus eritematosus, nefropatie diabetik, gagal jantung kongesti, AMI
(akut miokard infark) dan konsumsi daging sapi tinggi. Obat yang dapat meningkatkan kadar
kreatinin adalah vitamin C, metildopa, litium karbonat dan antibiotik golongan sefalosporin,
amfoterisin B, aminoglikosid dan kanamisin.

3. Kreatinin Klearan (Creatinine Clearance)

Mengukur kreatinin dalam darah dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal dalam
ekskresi kreatinin. Apabila klearan mengecil berarti konsentrasi kreatinin dalam darah naik.

4. BUN (Blood Urea Nitrogen)

Adalah produk aktif dari metabolisme protein, dibuat oleh hati sampai pada ginjal tidak
mengalami perubahan molekul. Pada orang normal ureum diekskresikan melalui urine.
Konsentrasi Nitrogen/ urea dalam darah bukan untuk mengukur fungsi glomerulus yang ideal,
karena peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor di luar ginjal.

Penurunan kadar BUN dapat disebabkan oleh hipervolemia (overhidrasi), kerusakan hati yang
berat, diet rendah protein, malnutrisi, kehamilan dan penambahan cairan glukosa intra vena
yang lama. Obat fenotiazin juga dapat menurunkan BUN.

Peningkatan kadar BUN dapat terjadi pada dehidrasi, konsumsi protein yang tinggi, kegagalan
prerenal (suplai darah menurun), gagal ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis, perdarahan
gastrointestinal, sepsis, AMI dan DM.
Obat yang dapat meningkatkan BUN adalah diuretika, antibiotika, guanetidin, sulfonamide,
propanolol, morfin, litium, karbonat dan salsilat.

Urea (NH2CONH2) adalah asam karbonat, berwarna putih dapat dikristalkan, ditemukan dalam
urine, merupakan produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein, dibentuk dalam hati
dari asam amino dengan senyawa amoniak

5. Fosfatase Asam/ Prostatic Acid Phosphatase/ PAP

Merupakan enzim fosfatase yang aktif dalam media asam, dijumpai terutama pada jaringan
prostat, eritrosit dan trombosit, dan ditemukan sedikit pada epitel, lien, ginjal, hepar, pankreas,
plasma darah dan sumsum tulang. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengukur
keberadaan dan luasnya penyebaran karsinoma prostat.

Penurunan kadar asam fosfatase dapat disebabkan oleh sindroma Down’s atau karena obat
fluorida, oksalat, fosfat dan alkohol.

Peningkatan kadar asam fosfatase terdapat pada penderita karsinoma prostat, pembedahan
prostat, kanker payudara dan tulang, mieloma multiple, hipertropi prostat benigna, anemia sel
sabit, sirosis hati, gagal ginjal kronik, hiperparatiroid dan infark jantung.

6. Ureum

Merupakan senyawa amonia berasal dari metabolisme asam amino yang diubah oleh hati
menjadi ureum. Ureum bermolekul kecil mudah berdifusi ke cairan ekstra sel, dipekatkan dan
diekskresikan melalui urine lebih kurang 25 gr/hari.

Peningkatan ureum dalam darah (uremia) terjadi karena :

a. Faktor prerenal
1) Shok
2) Penurunan volume darah ke ginjal
3) Perdarahan
4) Dehidrasi
5) Peningkatan katabolisme protein pada hemolisis
6) Luka bakar, demam tinggi dan trauma

b. Faktor renal
1) Gagal ginjal akut (GGA)
2) Glumerulo nefritis
3) Hipertensi maligna
4) Nekrosis kortek ginjal
5) Obat-obat nefrotoksik

c. Faktor post renal


1) Obstruksi ureter oleh batu, tumor dan radang
2) Penyempitan atau penyumbatan uretra karena prostat hipertropi, striktura, dll.
TABEL 5

NILAI NORMAL KIMIA DARAH FAAL GINJAL

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN


1. Asam urat darah 3,4-8,5 mg/dl Pria dewasa
2,8-7,3 mg/dl Wanita dewasa
3,5-8,5 mg/dl Lansia
2,5-5,5 mg/dl Anak
2. Kreatinin darah 0,6-1,3 mg/dl Orang dewasa
0,4-1,2 mg/dl Anak
0,8-1,4 mg/dl Bayi baru lahir
3. BUN 8,0-20 mg/dl Orang dewasa
5,0-20 mg/dl Anak
5,0-15 mg/dl Bayi
4. Rasio nitrogen urea : 12 : 1 – 20 : 1
Kreatinin
5. Fosfatase asam 4,8-13,5 u/L Orang dewasa
6,4-15,2 u/L Anak
6. Ureum 10-50 mg/dl
IV. PEMERIKSAAN KIMIA DARAH/ SERUM UNTUK

PENYAKIT JANTUNG

1. CK/ CPK (Creatin Posfo Kinase)

Enzim berkonsentrasi tinggi dalam jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada jaringan
otak, berupa senyawa nitrogen yang terfosforisasi dan menjadi katalisator dalam transfer fosfat
ke ADP (energi). Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 16-24 jam, kembali normal setelah 72 jam.

Peningkatan CPK merupakan indikator penting adanya kerusakan miokardium.

NO. PENINGKATAN CPK PENYEBAB

1. Peningkatan 5 kali atau lebih dari nilai normal Infark jantung, Polimiosis,
Distropia Muskularis
Duchene

2. Peningkatan ringan/ sedang (2-4 kali nilai normal) Kerja Berat, Trauma,
Tindakan bedah, Injeksi
i.m, Miopati alkoholika,
Infark miocard/ iskemik
berat, Infark paru/ edeme
paru

3. Dengan hipitiroidisme Psikosis akut

2. CKMB (Creatinkinase Label M dan B)

Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miocardium dan otak. Terdapat
3 jenis isoenzim kreatin kinase dan diberi label M (muskulus) dan B (brain), yaitu :

Isoenzim BB : banyak terdapat di otak

Isoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletel

Isoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MM

Otot bergaris berisi 90% MM dan 10% MB, Otot jantung berisi 60% MM dan 40% MB

Peningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indikator terpercaya adanya kerusakan jaringan
pada jantung.

Peningkatan isoenzim CPK-MM terdapat pada penderita ditrofi otot, trauma hebat, paska
operasi, latihan berlebihan, injeksi i.m, hipokalemia, hemofili dan hipotiroidisme.

Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pektoris, operasi jantung, iskemik jantung, miokarditis,
hipokalemia dan defibrilasi jantung.

Peningkatan CPK-BB terdapat pada cedera cerebrovaskuler, perdarahan sub arachnoid, kanker
otak, cedera otak akut, sindrom reye, embolisme pulnomal dan kejang.

Obat-obatan yang meningkatkan nilai CPK : deksametason, furosemid, aspirin dosis tinggi,
ampicilin, karbenicillin dan klofibrat.

3. LDH (Laktat Dehidrogenasde)

Merupakan enzim yang melepas hidrogen dari suatu zat dan menjadi kalisator proses konversi
laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal, rangka, hati dan
miokardium.

Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncak
24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.

No. PENINGKATAN LDH KONDISI/ PENYEBAB

1. Peningkatan 5 kali nilai normal atau lebih Anemia megaloblastik,


Karsinoma metastis, Shok
dan hipoksia, Hepatitis
dan infark ginjal

2. Peningkatan sedang (3-5 x normal) Miokard infark, Infark


paru, Kondisi hemolitik,
Leukimia, Infeksi
mononukleus, Delirium
tremens dan Distrofia
otot.

3. Peningkatan ringan (2-3 x normal) Penyakit hati, Nefrotik


sindrom, Hipotitoidisme
dan Kolangitis

4. Troponin

Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang menghambat kontraksi dengan
memblokade interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan Ca ++, akan mengubah
posisi molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein regulator ini terletak
di dalam aparatus kontraktil miosit dan mengandung 3 sub unit dengan tanda C, I, T.

Peningkatan troponin menjadi pertanda positip adanya cedera sel miokardium dan potensi
terjadinya angina.

5. SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase)

Adalah enzim transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator
perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat.

Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan enzim yang
tinggi ke dalam serum menunjukkan adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan
hati.

Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak
setelah 24-36 jam kemudian dan akan kembali normal pada hari ke tiga sampai hari ke lima .

No. PENINGKATAN SGOT KONDISI/ PENYEBAB

1. Peningkatan ringan (<3 x normal) Perikarditis, Sirosis hepatik,


Infark paru dan Cerebrovaskulsr
accident (CBA)

2. Peningkatan sedang (3-5 x normal) Obstruksi saluran empedu,


Aritmia jantung, Gagal jantung
kongesti dan Tumor hati

3. Peningkatan tinggi (>5 x normal) Kerusakan hepatoseluler, Infark


jantung, Kolaps sirkulasi dan
Pankreas akut

6. SGPT (Serum Glutamik Pyruvik Transaminase)

Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh
terutama hati. Sering disebut juga ALT (Alanin Aminotransferase).

Peningkatan dalam serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati.
a. Peningkatan SGOT/ SGPT : >20 x normal : hepatitis virus, hepatitis toksis.

b. Peningkatan 3-10 x normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu
ekstra hepatik, sindrom reye dan infark miokard (AST > ALT)

c. Peningkatan 1-3 x nilai normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis laennec dan sirosis
biliar.

7. HBDH (Alfa Hydroxygutiric Dehidrogenase)

Merupakan enzim yang non spesifik diagnostik mikard infark. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
membedakan LDH 1,2 dan LDH 3,4. Peningkatan HBDH biasanya juga menandai adanya miokard
infark dan juga diikuti peningkatan LDH.

TABEL 6

NILAI NORMAL PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG

NO. JENIS PEMERIKSAAN SATUAN BAYI ANAK DEWASA

PRIA WANITA

1. CPK/ CK Ug/ ml 5-35 5-25

IU/ L 65-580 0-70 30-180 25-150

2. CKMB U/L 10-13

3. LDH U/L 80-240

4. SGOT/ AST U/L s/d 37 s/d 31

5. SGPT/ ALT U/L s/d 42 s/d 32


V. PEMERIKSAAN FRAKSI LEMAK DARAH

1. Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah Kolesterol

Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak
hewani, minyak, empedu,susu, kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan
sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan
cenderung membuat endapan kristal/ lempengan yang akan mempersempit atau menyumbat
pembuluh darah.

Klinis : Peningkatan kolesterol menyebabkan ateroklerosis dan terdapat pada penderita


hipotiroidisme, DM, sirosis bilier, pankreatektomi, kehamilan trimester III, stres berat,
hiperlipoproteinemi, diet tinggi kolestrol dan sindrom nefrotik. Dapat juga disebabkan oleh pil
KB, epinefrin, fenotiazin, vitamin A, d. Sulfonamid dan fenitoin.

2. Trigliserida

Merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak yang teresterisasi menjadi gliserol,
disintesis dari karbohidrat dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh
lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakit arteri dibanding kolestrol. Peningkatan
trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Pada peristiwa
hidrolisis lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk lemak bebas.
Klinis :

Penurunan kadar trigliserida serum dapat terjadi karena kongenital, hipertiroid dan malnutrisi
protein. Dapat juga oleh obat-obat, asam askorbat, Atromid-S (kofribat), penformin dan
metformin.

Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada lipoproteinemi, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom


nefrotik, trombosis cerebral, sirosis alkoholik, DM tak terkontrol, Down’s sindrom, diet tinggi
karbohidrat dan kehamilan. Obat pil KB terutama estrogen dapat juga meningkatkan
trigleserida.

3. HDL (High Density Lipoprotein)

Merupakan salah satu dari tiga komponen lipoprotein, kombinasi lemak dan protein,
mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserid dan fosfolipid, mempunyai sifat umum
protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik yang membantu mengurangi
penimbunan plak pada pembuluh darah.

Klinis : Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, cortisone, kontrasepsi,
fenotiazin dan sulfonamide, juga penyakit : DM, hipotiroid, nefrotik dan eklamsia.

4. LDL (Low Density Lipoprotein)

Adalah lipoprotein dalam plasma yang mengandung sedikit trigliserida, fosfolipid sedang,
protein sedang dan kolesterol tinggi.

Klinis : Merupakan lipoprotein Beta yang mempunyai andil utama terjadinya arterosklerosis dan
penyakit arteria koronaria.

5. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserida tinggi, fosfolipid dan kolesterol
sedang, serta protein rendah. Termasuk lipoprotein beta yang andil besar dalam kejadian
arteriosklerosis dan PJK.

JENIS LIPOPROTEIN TRIGLISERID % KOLESTEROL % FOSFOLIPID % PROTEIN %

1. Chilomicron 85-95 3-5 5-10 1-2

2. VLDL 60-70 10-15 10-15 10

3. LDL 5-10 45 20-30 15-25

4. HDL Sangat sedikit 20 30 50


TABEL 7

NILAI NORMAL PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG

NO. JENIS NILAI RUJUKAN KETERANGAN


PEMERIKSAAN

1. Kolesterol < 200 mg/dl Orang Dewasa

200-240 mg/dl OD resiko sedang

>240 mg/dl OD resiko tinggi

90-130 mg/dl Bayi

130-170 mg/dl Anak

>185 mg/dl Bayi/ anak resiko tinggi

2. Trigliserida s/d 150 mg/dl Dewasa muda

s/d 190 mg/dl Dewasa >50 tahun

5,0-40 mg/dl Bayi

10-135 mg/dl Anak


3. HDL >55 mg/dl Pria Dewasa

>65 mg/dl Wanita dewasa

< 35 mg/dl Resiko tinggi jantung koroner

35-45 mg/dl Resiko sedang jantung koroner

>60 mg/dl Resiko rendah jantung koroner

4. LDL <150 mg/dl Normal OD

>160 mg/dl Resiko tinggi jantung koroner

130-159 mg/dl Resiko sedang jantung koroner

<130 mg/dl Resiko rendah jantung koroner

VI. PEMERIKSAAN KIMIA DARAH UNTUK FAAL HATI


DAN IMUNOSEROLOGI PENYAKIT HATI

A. Imunoserologi

1. HbsAg (Hepatitis B Surface Antigen)

Adalah material permukaan/ kulit virus hepatitis B berisi protein yang dibuat oleh sitoplasma sel
hati yang terkena infeksi dan beredar dalam darah sebelum dan selama infeksi akut, karier dan
hepatitis B kronik. HbsAg tidak infeksius tetapi justru merangsang tubuh untuk membentuk
antibodi. Apabila ditemukan + (positif) pada darah berarti pasien mengidap HVB (hepatitis virus
B). HbsAg muncul/ menjadi + setelah 6 minggu dari infeksi dan menghilang dalam 3 bulan.
Apabila HbsAg tetap ada lebih dari 6 bulan berarti menjadi kronis atau karier.

2. HbeAg

Adalah antigen yang beredar dalam darah dan lebih terkait dengan core virus. Apabila positif (+)
menunjukkan terjadinya sintesis virus dan infeksi terus berlanjut. Apabila + lebih dari 10 minggu
akan berlanjut ke hepatitis virus B kronis. Apabila kondisi tubuh baik dan timbul antibodi maka
HbeAg biasanya negatif (-). Dalam epidemiologi pemeriksaan HbeAg sangat diperlukan untuk
melihat tingkat penyebaran/ penularan, karena HbeAg (+) diperkirakan mempunyai potensi
untuk menularkan secara vertikal maupun horisontal.

3. Anti Hbe

Antibodi terhadap antigen HbeAg yang dibentuk oleh tubuh. HbeAg + menunjukkan bahwa virus
hepatitis B berada pada fase non replikatif.

4. HbcAg

Adalah antigen core(inti) virus hepatitis B yang berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati
yang terinfeksi. HbcAg + menunjukkan keberadaan protein dari inti virus hepatitis B.

5. Anti HbcAg

Merupakan antibodi terhadap HbcAg, biasanya muncul lebih dini daripada HbsAg dan
cenderung menetap selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Anti HbcAg + menunjukkan
adanya antibodi terhadap protein core virus. Dalam titer tinggi menunjukkan infeksi akut, pada
titer menetap berarti infeksi kronis dan pada titer rendah berarti ada riwayat infeksi. Anti HbcAg
+ pada titer tinggi disertai HbsAg negatif (-) menunjukkan adanya infeksi hepatitis B persisten.

6. DNA HVB +

Menunjukkan masih adanya partikel virus B yang utuh dalam tubuh manusia.

7. Anti HbsAg

Adalah antigen terhadap HbsAg yang muncul setelah secara klinis menderita Hepatitis B. Anti
HbsAg +, menunjukkan adanya antibodi terhadap virus hepatitis B yang berarti memberi
perlindungan dari penyakit Hepatitis B. Apabila Anti HbsAg + menetap akan memberi
perlindungan terhadap infeksi HVB. Apabila titer menurun menunjukkan perlunya imunisasi
ulang. Anti HbsAg + tanpa pernah diimunisasi hepatitis B berarti orang tersebut pernah terkena
virus hepatitis B.

8. Partikel Dane

Merupakan partikel yang tersusun dari core DNA dan selubung protein dari virus hepatitis B
yang infeksius.

9. HCV/ HVC

Adalah hepatitis virus C yang beredar dalam sirkulasi. Apabila HVC + menunjukkan pasien
mengidap infeksi hepatitis virus C.

10. Anti HVC

Adalah antibodi terhadap virus hepatitis C. Apabila anti HVC + menunjukkan adanya
perlindungan terhadap infeksi virus hepatitis C.

11. Anti HAV IgM dan Anti HAV-IgG

Adalah pemeriksaan terhadap hepatitis virus A, HAV-IgM + menunjukkan adanya infeksi akut,
dan HAV-IgG menunjukkan keterkaitan dengan pembentukan kekebalan.

B. Kimia Darah untuk Faal Hati


1. SGOT dan SGPT (lihat Isoenzim)

2. Gama-globulin

Pemeriksaan terhadap kadar protein pengangkut antibodi yaitu globulin jenis gama. Gama-
globulin yang meningkat menunjukkan tubuh aktif membentuk perlawanan terhadap infeksi
yang sedang terjadi. Gama-globulin yang menurun menandakan ketahanan tubuh terhadap
penyakit menurun.

3. Fosfatase Alkalis (ALP)

Adalah enzim yang aktif menghidrolisir senyawa ester monoposfat, aktif dalam media alkalis,
dijumpai pada tulang, darah, ginjal, mamae, lien, paru-paru dan adrenal.

4. Bilirubin

Adalah pigmen empedu, produk dari pemecahan Haem (degradasi HB) dalam reticulo
endothelial, masuk sirkulasi dalam plasma terikat dengan albumin, diambil oleh hati dan
dikonyugasikan menjadi bilirubin diglukoronoid. Kadar bilirubin dalam serum menggambarkan
tingkat kesanggupan hati mengkonyugasi bilirubin dan diekskresikan ke empedu.

5. Bilirubin Direk (Terkonyugasi)

Pigmen empedu yang telah diambil oleh hati dan dikonyugasikan menjadi bilirubin
diglukoronoid yang larut dalam air.

Peningkatan bilirubin direk maupun indirek biasanya diakibatkan oleh ikterik obstruktif
intrahepatik atau ekstra hepatik karena kerusakan sel atau batu.

6. Bilirubin Indirek (tak terkonyugasi)

Adalah bilirubin yang tak terkonyugasi, larut dalam lemak, masuk dalam sirkulasi terikat longgar
dengan protein.

Peningkatan bilirubin indirek menunjukkan kerusakan sel darah merah, misal : hemolisis.

7. Albumin

Adalah protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma ditemukan
hampir pada tiap jaringan Albumin (C720 H 1134 N 218 S5 ) 248), dibuat di hati dan berfungsi
utama untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah sehingga cairan vaskular dapat
dipertahankan.

Penurunan Albumin mengakibatkan keluarnya cairan vaskular menuju ke jaringan sehingga


terjadi oedema.

Penyakit/ kondisi yang sering menyebabkan hipoalnuminemia (penurunan dalam darah) :

a. Berkurangnya sintesis albumin : malnutrisi, sindrom malabsorpsi, radang menahun, penyakit


hati menahun dan kelainan genetik.

b. Peningkatan akskresi (kehilangan) : nefrotik sindrom, luka bakar yang luas dan penyakit usus.
c. Katabolisme meningkat : luka bakar luas, keganasan yang meluas faktor berganda : sirosis
hati, kehamilan dan gagal jantung kongesti.

8. Globulin

Merupakan protein yang diproduksi di hati yang tak larut dalam air tetapi larut dalam garam,
berperan dalam pengangkutan antibodi, maka sangat penting untuk sistem pertahanan tubuh
(immuno-globulin). Ada beberapa jenis globulin diantaranya globulin alfa, beta dan gama.

Penurunan globulin biasanya terjadi pada orang defisiensi protein karena penyakit kronis dan
berdampak pada menurunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit.

9. AFP (Alfa Feto Protein)

Adalah glikoprotein yang disintesa cukup tinggi pada hati janin pada minggu ke 32 kehamilan,
dan seterusnya mengalami penurunan tajam. Dalam tali pusat konsentrasi AFP tetap tinggi yaitu
20.000 x dibanding pada darah orang dewasa. Peninggian kadar AFP menunjukkan gangguan
kenormalan hati, menggambarkan sel-sel yang berfungsi menekan penghasilan AFP, dan kalah
dengan aktifitas hepatosit yang memproduksi AFP, misal pada Ca hati. AFP yang meningkat
dapat juga terjadi pada serosis hepatitis, hepatitis kronis aktif dan hepatitis virus dalam fase
penyembuhan. Pemeriksaan juga sering dilakukan pada skrining kehamilan pada kehamilan 16-
20 minggu, untuk mengetahui apakah kehamilan kembar, bayi berat badan lahir rendah atau
adanya cacat kongenital yang serius.

Nilai normal sesuai minggu kehamilan (1-21 minggu)

NO. MINGGU KEHAMILAN KADAR AFP DALAM DARAH NORMAL (ng/ml)

1. 8-12 0-39

2. 13 6-31

3. 14 7-50

4. 15 7-60

5. 16 10-72

6. 17 11-90

7. 18 14-90

8. 19 24-112

9. 20 31-122

10 21 19-124

Klinis :
Peningkatan AFP dalam kondisi tak hamil dapat disebabkan oleh sirosis hati, keberadaan sel
tumor ganas.

Peningkatan AFP dalam keadaan hamil : kematian janin, kelainan janin (spina bifida,
anencephali, atresia duodenal, tetralogi fallot, hidrocefalus dan encefalocel).

21. Amilase

Enzim yang berfungsi untuk pemecahan amylum menjadi molekul hidrat arang lebih kecil.
Enzim ini dihasilkan kelenjar ludah dan pankreas. Peningkatan amilase dalam darah biasanya
berlangsung hanya pada 6-24 jam, dalam 2-7 hari akan normal kembali tetapi kadar dalam urine
masih tetap tinggi.

22. Pemeriksaan Protein Total dalam Darah

Protein total terdiri dari albumin dan globulin.

Nilai rujukan protein dalam serum

NO. JENIS PROTEIN NORMAL % DARI PROTEIN TOTAL/ BERAT (g/dl)

1. Albumin 52-68 berat : (3,5-5,0)

2. Globulin 32-48 (1,5-3,5)

3. Alfa 1 globulin 2,4-5,3 (0,1-0,4)

NO. JENIS PROTEIN NORMAL % DARI PROTEIN TOTAL/ BERAT (g/dl)

4. Alfa 2 globulin 6,6-13,5 (0,4-1,0)

5. Beta globulin 8,5-14,1 (0,5-1,1)

6. Gama globulin 10,7-21 (0,5-1,7)

Kondisi-kondisi yang menyebabkan abnormalitas nilai protein dalam serum

NO. ABNORMALITAS GANGGUAN ORGAN


JENIS PROTEIN

1. Protein total

a. Penurunan Malnutrisi, kelaparan, malabsorpsi, penyakit hati berat, kanker


usus, luka bakar berat, Hodkins desease, gagal ginjal kronis,
kolitis ulserativa.
b. Peningkatan Dehidrasi, muntah, diare, sarkoidosis, distres pernapasan,
mieloma multiple.

2. Globulin alfa 1
a. menurun Emfisema, nefrosis

b. meningkat Kehamilan, neoplasma, infeksi akut dan kronis, nekrosis jaringan

Globulin alfa 2

a. menurun Anemia hemolitik, penyakit hati berat

b. meningkat Infeksi akut, cedera, trauma, luka bakar berat, neoplasma luas,
demam rematik, infark miokard akut, sindrom nefrotik, sirosis
bilier, obstruksi jaundis
Globulin betha

a. menurun Hipokolesterolemia
b. meningkat Hipotiroidisme, sirosis bilier, nefrosis, sindrom nefrotik, DM,
chusing sindrom, hipertensi maligna, penyakit hati menahun,
radang menahun
Gama globulin

a. menurun
Sindrom nefrotik, leukimia limfositik, limfosarcoma
b. meningkat
Penyakit kolagen, rematoid artritis, SLE, limfoma malignan,
penyakit hodkins, anemia limfositik, penyakit hati menahun,
radang menahun, mieloma multiple

NO. ABNORMALITAS GANGGUAN ORGAN


JENIS PROTEIN

3. Albumin rendah Sindrom nephrotik


puncak Beta
globulin meningkat

Albumin menurun Penyakit hati kronik, malnutrisi, kelaparan, malabsorpsi,


leukimia, malignansi, gagal ginjal kronik, SLE, luka bakar berat,
nefrotik sindrom, gagal jantung kongesti, toksemia gravidarum

Albumin Dehidrasi, latihan yang berat


meningkat

4. Tranferin Kehamilan, penggunaan kontrasepsi hormonal, pengurangan


meningkat (protein cadangan besi
pengankut basi)

5. Haploglobin Infeksi, keganasan


(pengikat HB
bebas) :

a. meningkat Luka bakar

b. menurun Penyakit hati berat

6. Antithrombin III Penyakit hati, KB hormonal oral


menurun

7. Ceruloplasmin Inflamasi khronis, nekrose jaringan


(pengangkut
tembaga)

meningkat Kehamilan, kontraseosi oral

menurun Penyakit hati berat, penyakit Wilsons

23. Cholin Esterase (CHE)

Enzim katalisator yang menghidrolisir asetil cholin menjadi kolin dan anion.

Ada 2 macam cholin esterase yaitu asetilcholin esterase (AcCHS) yang diproduksi oleh ujung
syaraf dan eritrosit dan Pseudocholinesterase (CHS) yang diproduksi oleh hati. Penurunan CHS
memberi petunjuk adanya gangguan berupa distruksi pada hati.

24. Gama-GT/ GGT (Gama Glutamil Transferase)

Gama Glutamil Transferase adalah enzim yang ditemukan terutama pada jaringan hati dan
ginjal. Pemeriksaan ini sensitive untuk mendeteksi maca-macam penyakit hati.

Peningkatan GGT dalam serum menunjukkan adanya kerusakan hati, konsumsi alkohol (124 jam
setelah konsumsi), hepatitis akut maupun kronis, sirosis hati, nekrosis hati, kanker hati,
pankreas dan prostat, mononukleasis, enyakit ginjal, paru-paru dan otak.

25. Lipase

Adalah enzim yang diproduksi oleh pankreas untuk membantu pencernaan lemak pada
duodenum. Masuknya lipase dalam aliran darah terjadi akiba kerusakan pankreas. Pada
pankreatitis akut lipase akan meningkat setelah 2-12 jam dan 14 hari kemudian terjadi
peningkatan dalam serum pada pankreatitis episode akut.

Peningkatan kadar lipase dalam serum disebabkan karena pankreatitis akut/ kronik, kanker
pankreas, obstruksi saluran empedu, perforasi usus dan gagal ginjal akut (GGA) stadium awal.
Dapat juga oleh karena penggunaan obat narkotik dan steroid.

26. Protein Elektroforesis

Merupakan pemeriksaan protein dengan proses pemisahan berbagai pecahan menjadi albumin,
globulin alfa 1, alfa 2, beta dan gama globulin.

27. Icterus Indek

Pemeriksaan untuk melihat tingkat icterus dengan cara membandingkan warna plasma dengan
larutan kalium bichromat dalam tabung yang konsentrasinya secara bertahap dinaikkan atau
membandingkan warna plasma darah pasien dengan fotoelectric.
TABEL 8

NILAI NORMAL KIMIA DARAH UNTUK FAAL HATI

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN

1. Gamma globulin 1,5-3,0 gr/dl Orang dewasa

2. Fosfatase alkalis 53-128 U/L Pria

42-98 U/L Wanita

3. Bilirubin total 0-1,1 mg/dl atau 1,7-20,5 umol/L Orang dewasa

0,2-0,8 mg/dl Anak

1,0-12 mg/dl Bayi baru lahir

4. Bilirubin direk 0-0,25 mg/dl atau 1,7-5,1 umol/L orang dewasa

5. Bilirubin indirek 0,1-1,0 mg/dl atau 1,7-17,1 umol/L Orang dewasa

6. Albumin 3,8-5,1 gr/dl (52-68% dari protein total) Orang dewasa

4,0-5,8 gr/dl Anak

4,4-5,4 gr/dl Bayi


2,9-5,4 gr/dl Bayi baru lahir

7. Globulin 1,5-3,0 gr/dl Orang dewasa

8. Alfa feto protein < 15 ng/ml Orang dewasa tidak


hamil

9. Amilase 60-160 somogyi u/dl Orang dewasa

10. CHE 2,3-7,4 KU/L Pria

2,0-6,7 KU/L Wanita

11. GGT (Gama Glutamil 0-45 iu/L Rata-rata OD


Transferase)
10-80 iu/L Dewasa pria

5,0-25 iu/L Dewasa Wanita

5 x normal OD Bayi baru lahir

10 x normal OD Bayi prematur

12. Lipase 20-180 iu/L atau 14-280 U/L Orang dewasa

20-136 iu/L Anak

9,0-105 iu/L Bayi

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI NORMAL KETERANGAN

13. Ikterus indeks 4-7 satuan

14. Kunkel s/d 12 S

15. TTT 7 S maclagan


VII. ANALISA GETAH LAMBUNG, DUODENUM
DAN CAIRAN EMPEDU
Getah Lambung

1. BAO (Basic Acid Output) adalah jumlah getah lambung yang dihasilkan selama 1 jam dalam
keadaan puasa dan tanpa rangsangan yang diambil melalui NGT atau sonde yang diukur dalam
satuan Milliequivalen/ jam.

2. MAO (Maximum Acid Output) adalah jumlah getah lambung dalam 1 jam setelah lambung
dirangsang. Perangsang lambung dapat menggunakan histamin, betasol atau pentagastrin.

3. Akhlorhidrida atau anasiditas terjadi apabila PH cairan lambung tak pernah kurang dari 6
meskipun sudah dirangsang. Hal ini menandakan adanya gangguan fungsi atau kerusakan sel
lendir lambung (F.K. Widmann, 1994). Gangguan lambung dapat berupa/ berakibat anemia
perniciosa, karsinoma lambung, anemia aplastik dan anemia hipokhromik, kelainan imunologis
pada kelenjar gondok, lambung dan jaringan ikat lain. Ankhlorhidrid jarang terjadi pada Ulkus
Peptikum.

4. Apabila terjadi peningkatan BAO : 5-7 MEq/ jam, MAO > 40 MEq/ jam (peningkatan lebih dari
40%) merupakan tanda adanya ulkus duodenum. BAO dan MAO tak begitu korelatif dengan
ulkus peptikum.

5. Pada Zolinger Ellison Sindrom akibatb produksi gastrin berlebihan, BAO akan > dari 10 MEq/
jam.
Pemeriksaan Asam Bertingkat Getah Lambung

Pemeriksaan untuk mengukur kadar keasaman getah lambung setelah dirangsang dengan alkohol
7%. Pemeriksaan getah lambung juga untuk mengetahui apakah lambung sanggup mensekresi HCI
dan berapa jumlah HCI yang disekresi, terlalu banyak atau kurang.

Pemeriksaan makroskopis getah lambung :

1. Volume getah lambung

Rata-rata volume getah lambung normal 25 ml. Apabila volume mendekati 100 ml disebut
hipersekresi.

2. Warna getah lambung

Normal : abu-abu mutiara dan agak keruh.

Analisa getah lambung berdasarkan warna

NO. WARNA GETAH LAMBUNG ANALISA PENYEBAB

1. Kehijauan atau kuning Regurgitasi isi dodenum sehingga biliverdin ikut masuk
lambung

2. Merah muda Adanya darah segar, mungkin disebabkan oleh trauma


waktu sonde masuk atau perdarahan lambung/
duodenum karena kanker, iritasi atau ulkus.

NO. WARNA GETAH LAMBUNG ANALISA PENYEBAB

3. Coklat Adanya darah tua karena hemoglobin telah berubah


menjadi hematin asam. Pendarahan mungkin sudah
terjadi sebelumnya.

4. Warna campur bermacam- Mungkin adanya obat atau makanan dalam lambung.
macam

3. Bau getah lambung

Normal berbau asam.

Bau asam keras : lambung statis disertai peragian

Bau busuk : adanya proses nekrosis dalam lambung

Bau tinja : adanya obstruksi usus atau fistel lambung usus

4. Lendir lambung

Normal : tidak ada lendir.

Apabila ditemukan banyak lendir perlu diperiksa asal lendir (dari mulut atau saluran cerna),
corak lendir, struktur lendir, mikroskopis lendir dan berat lendir (terapung atau mengendap).

5. Sisa makanan dalam lambung


Normal : tidak ada sisa makanan

Kalau ada sisa makanan mungkin karena motilitas kurang atau adanya obstruksi.

6. Keberadaan Pus

Normal : tidak ada pus.

Jarang ditemukan pus pada pemeriksaan makroskopis. Misalnya ada pus pasti dari pemeriksaan
mikroskopis dengan ditemukannya lekosit dalam jumlah banyak. Keberadaan lekosit mungkin
berasal dari sputum yang tertelan atau dari saluran pencernaan.

7. Keberadaan potongan jaringan

Apabila ditemukan potongan jaringan menunjukkan adanya trauma atau tumor yang
memerlukan pemeriksaan lanjutan.

Pemeriksaan mikroskopis

1. Identifikasi mikroorganisme patologis dalam lambung.

2. Mendeteksi asam laktat, untuk identifikasi hipoklorhidrid kurang dari 20 S (satuan). Apabila
ditemukan hipoklorhidrid mungkin disebabkan oleh radang kronis, obstruksi pylorus atau
karsinoma lambung.

Getah Duodenum

1. Sekresi normal getah duodenum : 1200-1500 ml/ hari, berisi enzim, ion, bikarbonat dengan pH :
8-8,5. Apabila pada cairan duodenum puasa, ditemukan adanya empedu, darah atau sisa
makanan dapat dinilai sebagai abnormal.

2. Test sekretin adalah tes dengan menyuntikkan zat sekretin atau pankreozymin 1 unit/kg. BB
intra vena yang berrtujuan untuk melihat jumlah sekresi cairan duodenum tiap priode waktu
(20-60 menit). Produksi normal getah duodenum setelah dirangsang dengan sekretin : 2-4
ml/kgBB, atau 90-130 MEq/L bikarbonat. Apabila volume kurang dari normal biasanya
menunjukkan adanya radang menahun pankreas atau tumor. Tes ini biasanya dilakukan karena
adanya kecurigaan menyusutnya fungsi pakreas secara terus menerus.

3. Tes Khlesistokinin, biasanya dilakukan setelah tes sekretin, bertujuan untuk mengukur
banyaknya enzim amilase, lipase dan tripsin yang disekresi. Penurunan sekresi menunjukkan
adanya difisiensi enzim dan menandakan adanya gangguan/ penyakit pada pankreas, mungkin
radang atau tumor.

Analisa Getah Duodenum

1. Analisa makroskopis

Jumlah normal < 10 ml dalam keadaan puasa, agak kental, jernih dan tak berwarna atau sedikit
kuning. Apabila ditemukan kekeruhan mungkin disebabkan oleh proses radang atau bercampur
dengan getah lambung. Adanya darah menunjukkan proses ulkus atau kanker.

2. Analisa Mikroskopis
Setelah getah duodenum dikeluarkan maka analisa mikroskopis harus segera dijalankan agar
bahan pemeriksaan tidak rusak. Pemeriksaan ditujukan pada keberadaan sel epitel, lekosit,
parasit dan bakteri patologis. Keberadaan lekosit, sel epitel dan kuman yang banyak
menunjukkan adanya rahang.

3. Analisa Kimia

Mendeteksi keberadaan dan jumlah enzim, misalnya tripsine, amilase, enzim-enzim lain dari
usus dan kandung empedu maupun pankreas.

Analisa Cairan Empedu

Cairan empedu diperoleh melalui pemasangan sonde sampai pada duodenum dalam keadaan pasien
berpuasa. Setelah getah duodenum puasa dikeluarkan baru dilakukan perangsangan kantong
empedu agar cairan empedu keluar dengan menggunakan larutan magnesium sulfat 25%. Cairan
empedu yang keluar ditampung, dan yang keluar paling awal dan berturut-turut disebut :

1. Empedu A : berwarna kuning emas, jumlah antara 5-30 ml, berasal dari Ductus Choleducus.

2. Empedu B : keluar kemudian, berwarna kehijau-hijauan, kental, jumlah 30-60 ml, berasal dari
kantong empedu.

3. Empedu C : keluar dari saluran empedu dalam hati, berwarna kuning muda dan jumlah antara
30-200 ml.

Pemeriksaan makroskopis cairan empedu :

1. Warna cairan : membandingkan warna cairan dengan warna standar cairan empedu normal.

2. Jumlah : mengukur jumlah cairan empedu tiap tahap (A, B, C) dan catat jenis mana yang paling
sedikit/ tidak ada dan yang paling banyak. Hal ini penting untuk memperkirakan adanya
obstruksi di tempat tertentu.

3. Kepekatan/ konsistensi.

Pemeriksaan mikroskopis cairan empedu

Pemeriksaan mikroskopis lebih diarahkan pada analisa sedimen hasil pusingan dari tiap jenis cairan :

1. Keberadaan sel epithel dalam jumlah banyak, dan lekosit menandakan adanya peradangan.

2. Keberadaan darah dan potongan jaringan menunjukkan kecurigaan tumor atau ulkus atau
perlukaan.

3. Keberadaan kristal-kristal kolesterol dan bilirubin dapat menggambarkan adanya proses


pembentukan batu.

4. Keberadaan kuman salmonella pada cairan empedu B, mungkin pasien mengidap tifus karier.
TABEL 9

RINGKASAN NILAI RUJUKAN GETAH LAMBUNG, DUODENUM DAN CAIRAN EMPEDU

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN KETERANGAN

1. BAO getah lambung 4-5 MEq/ jam Puasa tanpa rangsangan

2. MAO getah lambung 16-26 MEq/ jam Getah lambung dengan


dirangsang
BAO:MAO = 0,3:0,6
Peningkatan BAO 5-7 MEq/
Vol. MAO = 1,5-3 kali jam dan MAO > 40% atau >40
MEq/ jam menandakan
Vol. BAO
adanya ulkus duodenum.

BAO > 10 MEq/ jam : Zolinger


Ellison Sindrom

3. Volume getah + 25 ml Mendekati 100 ml :


lambung hipersekresi

4. PH Asam (<6) >6 akhlorhidrid atau anasiditas

5. Asam bertingkat getah Asam bebas: 25-50


lambung
Asam total: 50-75 S
6. Makroskopis Warna : abu-abu mutiara agak keruh

Bau : asam

Lendir : -

Sisa makanan : -

Pus : -

Darah : -

Sisa jaringan : -

7. Volume getah <10 ml Saat pengambilan/ puasa


duodenum
1200-1500 ml/ hari Normal

2-4 ml/ kg BB atau Setelah rangsangan

90-130 MEq/ L Sekretin

8. Ph getah duodenum 8-8,5

9. Makroskopis getah Warna: jernih/tak berwarna/sakit


duodenum kuning, kental

Mikroskopis Parasit/bakteri : -Sel epitel/lekosit : -

NO. JENIS PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN KETERANGAN

10. Volume cairan Empedu A : 5-30 ml Saat pengambilan


empedu
Empedu B : 30-60 ml

Empedu C : 30-200 ml

11 Mikroskopis Kristal

Kolesterol/bilirubin: -

Darah/ lekosit/ potongan jaringan,


sel epit : -

Salmonella : -
VIII. PANEL PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK BEBERAPA PENYAKIT PENTING
NO. TUJUAN KELOMPOK JENIS PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN

1. Uji saring anemia Hematologi Hemoglobin, eritrosit, hematokrit, retikulosit,


gambaran darah tepi, nilai mean corpuscullar

2. Anemia defisiensi Hematologi Hemoglobin, besi, TIBC, Feritin, Vitamin B12,


asam folat, gambaran darah tepi

3. Anemia hemolitik Hematologi Hemoglobin, retikulosit, bilirubin total dan direk,


G6PD, haptoglobin, analisa Hb, Coombs tes,
gambaran darah tepi

4. Anemia aplastika Hematologi Hemoglobin, lekosit, thrombosit, retikulosit,


gambaran sumsum tulang

5. Uji saring thalasemia Hematologi Hematologi rutin, analisa hemoglobin, gambaran


darah tepi, besi, feritin, TIBC

6. Uji saring faal Hematologi Waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu


hemostasis protrombin, APTT, fibrinogen, retraksi bekuan

7. Risiko trombosis Hematologi Protein C, protein S, AT III, fibrinogen,


(genetik) hemocystein, Lp (a)
8. Risiko trombosis Hematologi ACA (IgA, IgG, IgM), hemocystein, trigliserida,
(dapatan) kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL

9. Pengelolaan diabetes Kimia Glukosa puasa, glukosa 2 jam PP, HbA1C,


mellitus mikroalbumin kuantitatif, creatinin, albumin,
globulin, GPT, kolesterol total, kolesterol HDL,
kolesterol LDL, trigliserida, fibrinogen,
hematologi rutin, urine rutin

10. Pemeriksaan lemak Kimia Kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL,
trigliserida, Apo B, Lp (a)

11. Risiko penyakit Kimia Kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL,
jantung koroner dan trigliserida, Apo B, insulin dan glukosa puasa,
stroke glukosa 2 jam PP, status antioksidan total,
fibrinogen, ACA (IgA, IgG, IgM), CRP,
hemocystein

12. Uji saring hepatitis B Imunoserologi HBsAg, anti HBs, anti HBc

13. Diagnose dan Imunoserologi HbsAg, HbeAg, anti HbsAg, HbcAg, SGOT, SGPT,
prognosis hepatitis B dan kimia AFP

14. Pemeriksaan TORCH Imunoserologi Antitoksoplasma (IgG, IgM,anti rubella (IgG,IgM),


Anti CMV (IgG, IgM). Anti HSV2 (IgG, IgM)

NO. TUJUAN KELOMPOK JENIS PEMERIKSAAN


PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN

15. Penyakit menular Imunoserologi VDRL/ RPR, TPHA, GO, IgG dan IgM untuk
seksual (PMS) chlamydia dan HSV-2, HbsAg, anti HIV

16. Penyakit dengan tanda Imunoserologi Hematologi rutin, malaria, widal, gal kultur,
utama demam SGOT, SGPT, IgG dan IgM anti dengue, CRP
Hematologi kuantitatif

17. Uji saring rheumatik Imunoserologi ASTO< CRP, RF, Asam urat, ANA, LE test, C3
komplemen, C4 komplemen, HLA

18. Pemeriksaan tiroid Endokrin TSH, T3, T4, PBI, FT4, anti TPO, tiroglobulin, TRA
b

19. Amenorhoe Endokrin LH, FSH, prolaktin, estradiol, gonadotropin

20. Kesuburan pria Endokrin LH, FSH, prolaktin, testosteron, analisa sperma,
antibodi sperma, fruktosa

21. Uji saring umum Penanda AFP, darah samar, anti-EBV VCA IgA, anti-EBV EA
tumor tumor IgA, PSA (pria), pap smear (wanita)

22. Tumor colorectal Penanda Darah samar (Hb spesifik), CEA, CA-19-9
tumor

23. Tumor hati Penanda AFP, PIVKA-II


tumor

24. Tumor lambung Penanda CEA, CA 72-4, CA 19-9


tumor

25. Tumor pankreas Penanda CEA, CA 19-9


tumor

26. Tumor tiroid Penanda Tiroglobulin, calsitonin


tumor

27. Tumor ovarium Penanda CEA, CA 125, CA 72-4


tumor

28. Tumor servik Penanda SCC, pap smear


tumor

29. Tumor payudara Penanda CEA, MCA, CA 15-3


tumor

30. Tumor prostat Penanda PSA, free PSA


tumor

31. Tumor paru-paru Penanda CEA, SCC, NSE


tumor

NO. TUJUAN KELOMPOK JENIS PEMERIKSAAN


PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN

32. Tumor nasopharing Penanda Anti-EBV VCA IgA, anti EBV EA IgA
tumor

33. Uji saring alergi Imunoserologi, IgE total, Eosinofil, Faeces rutin
hematologi,
faeces

34. Check UP Panel check up Hematologi rutin, urine rutin, faeces rutin,
kesehatan bilirubin total dan direk, SGOT, SGPT, fosfatase
alkalis, gamma GT, protein elektroforesis,
glukosa puasa, urea N, HbsAg, kreatinin, asam
urat, koleterol total, trigliserida, kolesterol HDL,
kolesterol LDL

35. Check UP plus Panel check up Sama dengan check up ditambah anti HCV, AFP,
kesehatan PSA (pria), pap smear (wanita)

36. Check UP pra Panel check up Hematologi rutin, urine rutin, faeces rutin,
karyawan kesehatan kolesterol total, trigliserida, SGOT, SGPT,
kreatinin, glukosa puasa, glukosa 2 jam PP,
HbsAg, tes kehamilan (wanita)

37. Check UP premarital Panel check up Hematologi rutin, urine rutin, golongan darah
kesehatan ABO, rhisus, glukosa puasa, glukosa 2 jam PP,
HbsAg, VDRL/ RPR, Analisa HB, anti rubella IgG,
anti toksoplasma IgG, CMV IgG (wanita)

38. Awal kehamilan Panel check up Hematologi rutin, urine rutin, golongan darah
kesehatan ABO, rhesus, glukosa puasa, glukosa 2 jam PP,
HbsAg, VDRL/ RPR, anti toksoplasma IgG, IgM,
anti rubella IgG, IgM, anti CMV IgG, IgM, anti
HSV2 IgG, IgM

39. Uji saring neonatus Panel check up Glukosa, TSHs, bilirubin, hemoglobin, Analisa Hb,
kesehatan retikulosit

40. Pemeriksaan Panel check up Hematologi rutin, hematokrit, urine rutin,


hipertensi dan kesehatan glukosa puasa, glukosa 2 jam PP, kolesterol total,
evaluasi awal kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida, Apo
B, urea N, kreatinin, kaliun serum dan urine 24
jam, mikroalbumin, kualitatif, renin (PRA)

41. Pengelolaan hipertensi Panel check up Urine rutin, glukosa puasa, kolesterol total,
kesehatan kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, Apo
B, urea N, kreatinin, asam urat, kalium, natrium,
mikroalbumin kualitatif

42. Osteoporosis Penanda Deoxpyridinolin, isoenzim ALP/ osteocalsin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK UNTUK MASALAH KLINIS TERTENTU

NO. MASALAH KLINIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


LAIN

1. Cedera cerebro Darah lengkap, kolesterol total, CT scan otak, MRI, angiografi
vaskuler analisa cairan otak cerebral, PET (positron emission
tomografi)

2. Kolesistitis Darah lengkap, alkalis fosfatase, USG kandung empedu,


bilirubin direk kolangiografi, CT scan kantong
empedu

3. Sirosis hati SGOT, SGPT, fosfatase alkalis, Angiografi hati, USG hati, biopsi
gamma GT, 5 nucleo-tidase (5N), hati, CT scan hati
bilirubin total dan direk, protein
dan albumin serum, darah
lengakap, masa prothrombin
(PT), elektrolit serum, amonia
plasma

4. Gagal jantung Darah lengkap, elektrolit serum, Ro : thorax, EKG, ekokardiografi,


kongesti osmolalitas serum dan urine, CVP
SGOT, SGPT

5. Throboplebitis vena Darah lengkap, PT, PTT, APTT USG doppler, venografi
6. Emfisema AGDA, antitripsin alfa 1 Foto thorax, scan paru

7. Kanker paru AGDA, sitologi sputum Foto thorax, bronchoscopi, CT


scan paru, MRI, biopsi paru

8. Sklerosis multipel Analisa cairan otak MRI, CT scan, EMG

9. Infark jantung akut SGOT, SGPT, kolesterol LDL dan EKG, ITM (imaging thalium
(AMI) HDL, kreatin posfokinase (CPK), miokard), ekokardiografi,
isoenzim CKMB, LDH 1-2, darah angiografi, jantung/ kateterisasi
lengkap, protein trigliserida, jantung, foto Ro. Thorax, tread
elektrolit serum, PT, PTT/ APTT, mill, PET (positron, emission
gula darah, LED, AGDA tomografi)

10. Osteoporosis Kalsium serum, fosfat serum, Foto Ro. Tulang, scan densitas
alkalis fosfatase, protein tulang
elektroforesis

11. Pankreatitis Amilase serum, amilase urine, USG, CT scan pankreas


lipase serum

12. Ulkus peptikum Elektrolit serum, darah lengkap, USG, endoscopi, barium enema
analisa getah lambung

NO. MASALAH KLINIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


LAIN

13. Pnemonia Darah lengkap, kultur sputum Foto thorax, scan paru
dan darah, AGDA

14. Gagal ginjal BUN serum, kreatinin serum, Foto ginjal, ureter dan kandung
analisa urine, osmolalitas serum kencing, angiografi ginjal, scan
dan urine, AGDA ginjal

15. Arthritis rheumatoid Darah lengkap, RF (rheumatoid Analisis cairan sinovial, foto Ro.
factor), ANA, CRP, komplemen 3 Sendi
dan 4, LED

16. SLE Darah lengkap, LED, ANA, anti Biopsi ginjal


AND, SLE, CRP, komplemen 3 dan
4
SINGKATAN ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN
LABORATORIUM

A1AT Alfa 1 Antitripsin

ACTH Adrenocorticotropin Hormon

ADH Anti diuretic Hormon

AFP Alfa Feto Protein

AGD/ AGDA Analisa Gas Darah Arteri

A-ds-DNA Anti Double Stranded DNA

AHF Anti Hemofilic Factor (factor VIII)

AIDS Aquired Immuno Defisiensi Syndrome

ALD Aldolase enzym

ALP Alkalis posfatase

ALT Alanin Amino Transferase (SGPT)

ANA Test Anti Nuclear Antibody test

APC Antibodi Presenting Cell


AST Aspartat Aminotransferase (SGOT)

ASTO Anti Streptolisin –O

APTT Activated Partial Thromboplastin Time

BAO Basic Acid Output (pem. Getah lambung)

BMP Bone Morrow Punction

BT Bleeding Time ( masa perdarahan)

BUN Blood Urea Nitrogen

CA Carsinoma Antigen

CD Cluster of Deferentation/ Cluster Designation

CEA Carsinoma Embrionic Antigen

CF Complemen Fixation

CG Chorionic Gonadotropin

CKMB Creatinkinase label M dan B

CO/ LCS Cairan Otak/ Liquor Cerebro Spinalis

CP Ceruloplasmin

CRP Protein C Reactif

CMV Cytomegalo virus

CPK/ CK Creatin Posfokinase

CT Cloting Time (masa pembekuan)

CTH Calsitonin Hormon

DIC Disseminated Intravasculer Coagulation

DNA Diribo Nucleic Acid

Ds-DNA Double Stranded-DNA

E1 Estron (komponen esterogen)

E2 Estradiol(estrogen)

E3 Estriol

E4 Estretol

EBV Epstein Barr Virus

EIA Enzyme Immuno Assay

ELISA Enzyme Linked Immunosorbent Assay


FSF Fibrin Stabilized Faktor

FT Fragility Test

FTA-ABS Fluorocence Treponemal Antibodi Absorption

FSH Folikel Stimulating Hormon

G6PD Glukosa 6 Posfat Dehidrogenase

Gamma GT Gamma Globulin Test

GGT Gamma Glutamil Transferase

HAI Human Aglutination Inhibitor

HB Hemoglobin

HbA1C Hemoglobin A Glikosilasi (Tingkatan gula dengan Hemoglobin A_)

HB-S Hemoglobin sel sabit

HBcAg Antigen inti virus hepatitis B

HBeAg Antigen core virus Hepatitis B yang beredar

HBsAg Hepatitis B surface Antigen

HCG Human Chorionic Gonadotropin

HCG EIA Pemeriksaan HCG dengan Enzyme Immuno Assay

HDN Hemolitic Desease of The New Born

HDL High Density Lipoprotein

HER Hemoglobin Eritrosit Rata-rata

HG Haptoglobin

HGH/ STH Human Growth Hormon/ Somototropik Hormon

HIV Human Immunodefisiensi Virus

5-HIAA 5 Hidroxyndole Acetic Acid

HI Test Hemaglutination Inhibition Test

HLA Human Lukosit Antigen

HMT/ HCT Hematokrit/ Hemoconcentration

HPL Hormon Laktogen Plasenta

HSV1/ HSV2 Herpes Simplex Virus 1 atau 2

IEP Immuno Electro Phoresis

Ig A, D, E, G, M Immunoglobulin jenis A, D, E, G, M
INR Internatinal Normalized Ratio

ITP Idiopatic Thrombocitopenic Purpura

KHER Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata

LDH Lactat Dehidrogenase

LDL Low Density Lipoprotein (lemak jahat)

LED Laju Endap Darah (KEE) : Kecepatan Endap Eritrosit

LPB Limposit Plasma B

Mast Sel Sel Mastosit

MAO Maksimum Acid Output (pemeriksaan getah lambung)

MCA Mucin Like Carcinoma Associated Antigen

MCH Mean Corpuscullar Hemoglobin

MCHC Mean Corpuscullar Hemoglobin Consentration

MCV Mean Corpuscullar Volume

5-NT Nucleotidase-5

PAP Prostatic Acid Posfatase/ Fosfatase Asam

PRP Platelet Rich Plasma

Pa O2 Tekanan Oksigen dalam arteri

Pa CO2 Tekanan CO2 dalam arteri

PBI Protein Bound Iodine

PPT Pregnosticon Plano Test

PSA Prostatic Specific Antigen

PT Protrombin Time

PTU Propiltio Uracil

PPT Prtrombin Partial Time

RA. Rheumatoid Arthritis

RF Rheumatoid factor

RhF Rhisus Factor

RPR Rapid Plasmaa Reagen

SLE Systemic Lupus Eritematosus

SDM Sel Darah Merah


SGOT Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase

SGPT Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

Sat.I Saturasi Iron

SI Serum Iron

T3 Triiodothironin

T4 Thyroxin

TA Thyroid antibody

TCR T Cell Receptor

TIBC Total Iron Bound Capacity

TORCH Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes simplex

TPHA Treponema Pallidum Hemaglutination Assay

TSH Thyroid Stimulating Hormon

VDRL Veneral Desease Research Laboratory

VER Volume Eritrosit Rata-rata

VHA (HVA) Virus Hepatitis A (hepatitis virus A)

VHB (HVB) Virus Hepatitis B (hepatitis virus B)

VHC (NANB) Virus Hepatitis C (hepatitis virus non A non B)

VLDL Very Low Density Lipoprotein

Anda mungkin juga menyukai