Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adelia Ayu Pratiwi

Nim : 061711133085
Kelas :D

1. Jelaskan hubungan antara eritropoietin dengan produksi eritrosit


Eritropoietin merupakan hormon glycoprotein
yang merupakan stimulant bagi sumsum tulang
untuk proses eritropoiesis/pembentukan eritrosit.
Sasaran bagi eritropoietin yaitu stem cell yang
berperan pada pembentukan eritrosit, kemudian di
sumsum tulang terjadi proliferasi dan pematangan
eritrosit.
Hormon eritropoietin dihasilkan oleh organ
ginjal, dan akan menuju ke sumsum tulang apabila jumlah oksigen dan sel darah merah dalam
sistem vaskuler berkurang. Hormon ini juga diproduksi oleh hepar, namun dalam jumlah sedikit.
Pada saat fungsi ginjal terganggu dan bersifat ireversibel seperti pada penderita penyakit ginjal
kromis, akan menyebabkan kemampuan untuk memproduksi eritropoietin berkurang atau bahkan
tidak dihasilkan sama sekali, sehingga stimulasi produksi eritrosit pada sumsum tulang akan
terganggu, akibatnya akan terjadi penurunan produksi eritrosit. Kondisi ini dikenal dengan
keadaan anemia.

2. Jelaskan klasifikasi anemia berdasarkan respons sumsum tulang dan berikan masing-masing
paling sedikit 2 contoh
 Anemia regeneratif/responsive : Anemia yang terjadi saat tubuh kehilangan
darah/hemolisis/destruksi eritrosit. Hilangnya darah dapat bersifat internal maupun
eksternal(trauma),akut(tumor dan ganggua hemostasis) dan juga kronis(perdarahan
gastrointestinal dan akibat parasit). Tanda dari anemia regeneratif yaitu polikromasia,
retikulositosis, makrositosis(mcv meningkat) dan hipokromik(penurunan mch dan mchc)
disertai retikulositosis, serta tanda lainnya yaitu adanya hiperseluler sumsum tulang.
Contoh : kucing mengalami diare dan muntah
 Anemia hemolitik: anemia hemolitik adalah keadaan dimana masa hidup eritrosit
memendek. Anemia hemolitik termasuk dalam kelompok kelainan dimana
didapatkan ketahanan atau umur eritrosit berkurang baik episodik faktor eksternal
merupakan anemia hemolitik imun. Termasuk dalam makrositik – normokromik.
 Anemia perdarahan: anemia perdarahan terjadi keadaan perdarahan akut seperti
trauma, operasi pembedahan, defek-defek koagulasi yang parah seperti perdarahan
akut pada keracunan  warfarin. Perdarahan kronis biasanya mikrositik hipokromik
(kekurangan elemen-elemen untuk pembentukan atau sintesis hemoglobin) dengan
ciri-ciri yaitu mikrosit meningkat jumlahnya, penurunan kadar hb, peningkatan
jumlah retikulosit dan eritrosit berinti sehingga adanya peningkatan proses maupun
kontinyu. Kelainan anemia hemolitik secara umum diklasifikasikan berdasarkan
faktor intrinsik dan faktor eksternal. Defek faktor intrinsik terjadi dalam seluruh
komponen eritrosit meliputi membran, sistem enzim, herediter dan hemoglobin.
Sedangkan defek
 Eritrogenesis. Penyebabnya yaitu infestasi parasit seperti cacing kait, cacing perut,
coccidia, cacing bungkul dan cacing hati. Parasit eksternal yaitu kutu dan pinjal.
 Defisiensi fe: anemia defesiensi besi (fe) adalah anemia yang sekunder terhadap
kekurangan fe yang tersedia untuk sintesa hemoglobin. Oleh karena fe merupakan
bagian dari molekul hemoglobin maka dengan berkurangnya fe, sintesa hemoglobin
berkurang dan kadar hemoglobin akan berkurang. 

 Anemia non-regenerative: anemia dimana disebabkan karena sebuah penyakit kronis


seperti gagal ginjal atau jenis kanker tertentu yang menghalangi sum-sum tulang untuk
meregenerasi sel baru.  Diagnosa terhadap gangguan sumsum tulang, pemeriksaan
sumsum tulang diwajibkan untuk menguatkan diagnosa dan klasifikasi anemianya, pada
perdarahan akut atau perakut atau kasus hemolisis pada hewan yang mengalami gangguan
sumsum tulang akan terlihat tanda-tanda non regeneratif terlihat setelah 2-3 hari
kemudian.
 Penyakit sistemik: anemia ada penyakit ini berhubungan dengan terjadinya
anemia ringan atau sedang. Penyebab yang sering terjadi yaitu infeksi atau
inflamasi kronis, kanker, gangguan autoimun dan infeksi-infeksi kronis yang
biasanya timbul beberapa bulan setelah penyakit tersebut mulai menyerang.
 Sumsum tulang: anemia aplastik (anemia aplastik adalah suatu keadaan dimana
jaringan sumsum tulang digantikan oleh jaringan lemak. Sehingga terjadi
pensitopenia (anemia, leukemia, dan tronositopenia). Gejala yang timbul yaitu
suhu tubuh naik, pucat dan terjadi oedem). 

3. Apakah polisetemia?
Polisitemia merupakaan keadaan yang ditandai oleh peningkatan volume sel darah merah
secara abnormal sehingga volume darah dan viskositasnya meningkat. Keadaan ini harus
dibedakan dengan polisitemia relatif, di mana terjadi peningkatan hemoglobin yang tidak disertai
peningkatan jumlah sel darah merah, misalnya karena dehidrasi dan luka bakar.
Berdasarkan penyebabnya, polisitemia dapat dibagi menjadi polisitemia vera (primer) dan
polisitemia sekunder. Polisitemia vera adalah gangguan sel punca yang ditandai dengan kelainan
sumsum tulang panhiperplastik, maligna, dan neoplastik. Pada polisitemia vera, akan didapatkan
peningkatan massa sel darah merah akibat produksi yang tidak terkontrol. Peningkatan ini juga
diikuti dengan peningkatan produksi sel darah putih (myeloid) dan platelet (megakariotik) akibat
klon abnormal sel punca hematopoietik. Polisitemia sekunder adalah peningkatan jumlah sel
darah merah akibat suatu penyakit dasar. Polisitemia sekunder lebih cocok disebut sebagai
eritrositosis atau eritrositemia sekunder. Sedangkan istilah polisitemia biasanya mengarah pada
polisitemia vera. Jenis ini biasanya dipicu oleh keadaan hipoksemia kronis, seperti
pada emfisema dan penyakit jantung bawaan sianotik, yang menyebabkan peningkatan produksi
eritropoietin di ginjal.

4. Apakah komponen dan fungsi utama leukosit


Leukosit berfungsi membunuh mikroorganisme atau molekul asing penyebab penyakit atau
infeksi, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Leukosit tidak hanya memerangi kuman yang
menyebabkan penyakit dan infeksi, tetapi juga melindungi terhadap agen asing yang menjadi
ancaman bagi tubuh. Dalam setiap mm3 darah, terdapat sekitar 8000 jumlah leukosit. Komponen
leukosit:
 Neutrofil: Neutrofil : jumlah neutrofil yaitu 60-70% dari jumlah sel leukosit. Ukurannya
10-12μm. Neutrofil adalah sel pertama dari sistem kekebalan tubuh yang merespons
dengan cara menyerang bakteri atau virus. Neutrofil umumnya ada pada nanah yang
keluar dari infeksi atau luka di tubuh. Leukosit ini akan keluar setelah dilepaskan dari
sumsum tulang, dan bertahan di tubuh hanya sekitar 8 jam. Sel neutrofil yang telah
matang berbentuk bulat dengan granula sitoplasmanya tercat pucat. Granula neutrofil
mempunyai afinitas yang sedikit terhadap zat warna basa/eosin yang akan memberi
warna biru atau merah muda pucat dan dikelilingi sitoplasma yang berwarna merah
muda.
 Eusinofil: jumlahnya 1% dari total leukosit. Ukurannya berdiameter 10-15μm.
Jumlahnya relative sedikit pada kebanyakan hewan dan meningkat pada kasus alergi
akut, infeksi parasit, bakteri, ragi, dan ntigen-antibodi. Sel yang dibuat di sumsum tulang
ini mengandung histamin dan dapat melepaskan serotonin, namun tidak mempunyai sifat
fagositosis. Dengan pewarnaan giemsa, granula sitoplasma berwarna merah (bersifat
asam).
 Basofil: merupakan leukosit yang jumlahnya hanya sekitar 1 persen. Basofil berfungsi
untuk meningkatkan respons imun non-spesifik terhadap patogen. Intinya berjumlah satu
dan besar, umumnya berbentuk “s”. Sitoplasma terisi granul yang lebih besar dan
seringkali menutupi inti.
 Limfosit : limfosit berfungsi memproduksi zat antibodi/imunoglobulin(IgA, IgG, IgM,
IgE) serta sebagai agen fagosit yang sifatnya terbatas (partikel mikro) saja. Serta berperan
dalam pembentukan antibodi humoral dan seluler. Ada dua jenis utama limfosit, yaitu
limfosit sel b dan sel t. Limfosit b fungsinya membuat antibodi untuk menyerang bakteri,
virus, dan racun yang menyerang tubuh anda. Sementara itu, limfosit t bertanggung jawab
untuk menghancurkan sel tubuh sendiri yang telah diserang virus atau menjadi
kanker. Limfosit t merupakan pejuang yang melawan penjajah secara langsung. Limfosit
jenis ini juga memproduksi sitokin yang merupakan zat biologis yang membantu
mengaktifkan bagian lain dari sistem kekebalan tubuh.
 Monosit: monosit dalam jaringan disebut makrofag yang berfungsi sebagai sel efektor
yaitu mengahncurkan mikroorganisme, sel ganas dan benda asing. Serta mengekspresikan
MHC-II pada permukaan sel untul menyajikan antigem pada sel-T . Memproduksi
mediator lain seperti interleukin untuk memacu limfosit pada reaksi radang kronis.

Anda mungkin juga menyukai