Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahuluan Autoimmune Disease (AIHA)

Oleh Areta Dewi Pramudita, 1806203383


Overview Sistem Imun

Fungsi sistem imun:


- Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit menghancurkan dan menghilangkan
mokroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur dan virus) yang masuk
kedalam tubuh.
- Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk memperbaiki jaringan.
- Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Komponen selular utama sistem imun adalah monosit dan makrofag, limfosit dan golongan sel
granulositik, termasuk neutrofil, eosinofil dan basofil. Fagosit mononukleus berperan sentral dalam
respon imun. Makrofag jaringan berasal dari monosit darah. Sebagai respon terhadap rangsangan
antigen makrofsg menelan antigen tersebut (fagositosis) dan kemudian mengolah dan
menyajikannya dalam bentuk yang dapat dikenali oleh limfosit T.
- Limfosit bertanggung jawab mengenali secara spesifik antigen dan bentuk ingatan
imunologis, yaitu ciri imunitas adaptif. Sel-sel ini secara fungsional dan fenotipik dibagi
menjadi limfosit B yang berasal dari bursa limfosit T yang berasal dari timus.
- Null cell merupakan 75% limfosit darah yaitu limfosit T dan 10% - 15% adalah limfosit B,
sisanya bukan limfosit B atau T. Null cell mungkin mencakup berbagai jenis sel termasuk
suatu kelompok yang dinamai Natural Killer (NK Cells).
- Leukosit polimorfonukleus (neutrofil) adalah sel granulosotik yang berasal dari sumsum
tulang dan beredar dalam darah dan jaringan. Fungsi utamanya adalah fagositosis non-
spesifik antigen dan destruksi partikel asing atau organisme.
- Eosinofil sering ditemukan ditempat peradangan atau rektivitasi imun dan berperan penting
dalam pertahanan pejamu terhadap parasit. Eosinofil memperlihatkan fungsi modulatorik
atau regulatorik dalam berbagai jenis peradangan.
- Basofil berperan penting dalam respon alergik fase cepat dan lambat. Sel-sel ini
mengeluarkan banyak mediator poten pada penyakit peradangan imunologis.
1. Sistem imun bawaan (innate) alami dan sistem adaptif yang bersifat didapat.
Imunitas bawaan terdapat sejak lahir, cepat dimobilisasi dan aktivitasnya bersifat non-
spesifik. Permukaan kulit berfungsi sebagai lini pertahanan pertama sistem imun bawaan,
sementara enzim, jalur sistem komplemen alternatif, protein fase-akut, sel NK, dan sitokin
membentuk lapisan pertahanan tambahan.
2. Sistem imun adaptif
Ditandai oleh spesifisitas terhadap benda asing dan ingatan imunologis yang memungkinkan
terjadinya respon yang lebih intensif terhadap pertemuan berikutnya dengan benda yang
sama atau terkait erat. Introduksi suatu rangsangan ke sistem imun adaptif memicu suatu
rangkaian kompleks proses yang menyebabkan pengaktifan limfosit.

Ada dua kelas respon imun adaptif: imunitas yang dimediasi antibodi yang melibatkan
produksi antibodi oleh sel plasma yaitu turunan limfosit B dan imunitas yang dimediasi sel,
yang melibatkan produksi limfosit T teraktivasi, yang secara langsung menyerang sel yang
tidak diinginkan. Limfosit secara khusus dapat mengenali dan secara selektif menanggapi
berbagai macam agen asing yang hampir tak terbatas, bahkan sel kanker.
Proses pengenalan dan respon berbeda antara sel B dan sel T.
- Sel B mengenali penyerbu asing yang ada secara bebas seperti bakteri dan toksinnya serta
beberapa virus, yang akan dilawan dengan mensekresi antibodi spesifik untuk penyerbu.
- Sel T berspesialisasi dalam mengenali dan menghancurkan sel-sel tubuh yang rusak,
termasuk sel yang terinfeksi virus dan sel kanker.
Sel darah merah umumnya memiliki usia 120 hari, bila 120 hari sel darah merah akan menuju
spleen/limpa dimana banyak makrofag untuk di metabolisme. Di limpa, hemoglobin akan dipecah
menjadi heme dan globin. Globin akan dirubah menjadi amino acid. Heme berperan penting dalam
pembentukan bilirubin. Heme dengan bantuan enzim heme oksigenasi akan berubah menjadi
biliverdin. Biliverdin dengan bantuan biliverdin reductase akan berubah menjadi unconjugated
bilirubin (indirect). Unconjugated bilirubin tidak larut dalam air dan tidak bisa berpindah sendiri. Ia
akan berikatan dengan albumin dan kemudian melalui pembuluh darah menuju hati. Di hati
bilirubin akan diubah dengan bantuan glucuronic acid menjadi conjugated bilirubin yang kemudian
akan menuju kantung empedu. Dari kantung empedu akan disekresikan ke duodenum.

Bilirubin direct = conjugated, indirect = unconjugated


Normal findings
Adult/elderly/child:
- Total bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL or 5.1-17 μmol/L (SI units)
- Indirect bilirubin: 0.2-0.8 mg/dL or 3.4-12.0 μmol/L (SI units)
- Direct bilirubin: 0.1-0.3 mg/dL or 1.7-5.1 μmol/L (SI units)
Prehepatik (masalah terjadi "sebelum hati") → ikterus hemolitik, penyakit kuning muncul dari
pemecahan berlebihan (hemolisis) sel darah merah. Ikterus hemolitik terjadi ketika sel darah merah
dihancurkan pada tingkat yang melebihi kemampuan hati untuk mengeluarkan bilirubin dari darah.
Ini mungkin mengikuti reaksi transfusi darah hemolitik, karena penurunan umur sel darah merah
yang disumbangkan, atau dapat terjadi pada penyakit seperti sferositosis herediter, di mana
membran sel darah merah rusak, atau pada penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Ketika terjadi
perdarahan internal, dapat juga terjadi kelebihan produksi bilirubin dengan reabsorpsi darah. Selain
itu, penyakit yang mengakibatkan eritropoiesis tidak efektif juga dapat meningkatkan produksi
bilirubin. Pada ikterus prehepatik, ada ikterus ringan, bilirubin tak terkonjugasi meningkat, feses
berwarna normal, dan tidak ada bilirubin dalam urin.
Definisi
Pada gangguan autoimun, sistem imun tidak lagi mengenali sel normal tubuh sebagai dirinya
sendiri. Sebaliknya, antigen pada sel-sel tubuh normal ini dikenali sebagai benda asing, dan tubuh
meluncurkan respons imun untuk menghancurkannya. Sejumlah faktor dapat menyebabkan atau
mempengaruhi rusaknya pengenalan diri ini, termasuk infeksi virus, obat-obatan, dan antibodi
reaktif silang. Beberapa mikroba merangsang produksi antibodi tetapi sangat erat kaitannya dengan
antigen sel normal bahwa antibodi juga menyerang beberapa sel normal. Hormon juga dapat
mempengaruhi gangguan pengenalan diri ini.
AIHA adalah gangguan auto antibodi, tanpa alasan yang diketahui, diproduksi yang menempel pada
sel darah merah dan menyebabkan mereka untuk melisiskan atau mengaglutinasi. Ketika lisis
terjadi, fragmen sel darah merah yang hancur bersirkulasi dalam darah. Jika terjadi aglutinasi,
oklusi pada pembuluh darah kecil diikuti oleh iskemia jaringan.
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit
dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik
adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di
dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai
normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum
tulang menggantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah)ringan/sedang dan
sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut
anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu
menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik. Anemia hemolitik sangat berkaitan erat
dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akantetap hidup dan berfungsi baik selama 120
hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja. Autoimmune
hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisidimanaimunoglobulin atau komponen dari sistem
komplemen terikat padaantigen permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan
seldarah merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara
lain IgG,IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda.
Defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit
sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan
fungsidan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi
autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia
hemolitik autoimun.
Etiologi & Faktor Risiko
a. Faktor Intrinsik :Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit kelainankarena
faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
- Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit..
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini
diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya
dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
- A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit
tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.

2) Gangguan pembentukan nukleotida


Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
b. Faktor Ekstrinsik :
1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat.
3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh olehantibodi yang dibentuk oleh
tubuh sendiri.
4) Infeksi, plasmodium, boriella
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bervariasi dari kelelahan ringan dan pucat hingga hipotensi berat, dispnea,
palpitasi, sakit kepala, dan penyakit kuning. Masalah berkonsentrasi dan berpikir sering terjadi.
Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
a) Bilirubin serum meningkat
b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
Gambaran peningkatan produksi eritrosit
a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
b) Hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
Gambaran rusaknya eritrosit
a) Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrommikrositer, target cell,
sickle cell, sferosit.
b) Fragilitas osmosis, otohemolisis
c) Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas
crom dapat dilihat dan sebanding dengan umureritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas
Cr maka semakin pendekumur eritrosit
Jenis
a) Tipe Hangat
Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal (37 derajat celcius). Anemia
Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang
bereaksiterhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang
kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau
kadang dalam hati dan sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga
penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau
penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu,
terutama metildopa. Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena
anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeriatau tidak nyaman. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika
penyebabnya tidak diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya
melalui intravena, selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon
yang baik terhadap pengobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan
untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus
oleh auto antibodi. Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin
dan siklofosfamid).Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik
autoimun. Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap
antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.
Manifestasi klinis: gejala tersamar, gejala2 anemia, timbul perlahan, menimbulkan demam bahkan
ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa jugaterjadi
splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pemeriksaan Lab: Coomb’s test direk positif.
Prognosis: hanya sedikit yang bisasembuh total, sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang
kronisnamun terkendali. Survival 70%. Komplikasi bisa terjadi, sepertiemboli paru, infark limpa,
dan penyakit kardiovaskuler. Angkakematian 15-25%.Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5
mg/kgBB/hari, jikamembaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari.(2)
splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3)imunosupresi: azatioprin 50-200 mg/hari
atau siklofosfamid 50-150mg/hari; (4) terapi lain: danazol, imunoglobulin; (5) tansfusi
jikakondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3mg/dl)
b) Tipe Dingin
Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi
yang bereaksi terhadap seldarah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.Anemia
jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang akuts ering terjadi pada penderita infeksi
akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak
berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang kronik lebih sering
terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk
yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada,
hanya menimbulan sedikit gejala. Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah,
memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada
tangan dan lengan. Penderit ayang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih
berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat. Diagnosis ditegakkan jika pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif
pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan
untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik
degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa
mengendalikan bentuk yang kronik terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang
memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan
langsung memicu fagositosis. Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan(biasanya
Hb:9-12g/dl), sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali. Pemeriksaan lab: anemia ringan,
sferositosis, polikromasia, tes coomb positif, spesifisitas tinggi untuk antigentertentu seperti anti-I,
anti-Pr, anti-M dan anti-P.Prognosis:baik, cukup stabil. Terapi hindari udara dingin, terapi
prednison, klorambusil 2-4mg/hari, dan plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.
Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan.
etiologi dari penghancuraneritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi
seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatikcacat, kekebalan
penghancuran eritrosit, mekanis cedera, danhypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan
hemoglobin danasam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsungdan
urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
1. Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular
Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati, limpa/pankreas
dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena organ-
organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan gangguan
metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan,
sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan.
Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan
albumin akan membentuk bilirubin indirect(bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di
organ hatimenjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan(disalurkan) ke empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen(mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen
(mempengaruhiwarna urin/air seni).
2. Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular
Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam plasma.
Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk
dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami
penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan
eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah
hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang
menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin
yang terdapat ditubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat
di dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan
terjadi hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda
hemolisis intravaskular kronis. Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal
mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang eritropoesis disumsum tulang. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan
polikromasia.
Presipitasi Flare:
- Stres: Stres adalah pemicu yang sangat umum untuk banyak serangan AI. Mekanisme masih
belum diketahui, namun stres dapat memicu hormon neuroendokrin, yang dapat
menyebabkan disregulasi kekebalan.
- Obat-obatan: Obat-obatan tertentu juga dianggap memicu flare AI. Obat yang jelas dapat
memicu flare adalah antibiotik, karena antibiotik dapat sangat mengubah bakteri
mikrobioma. Obat lain termasuk hydralazine (obat tekanan darah tinggi), methyldopa (obat
tekanan darah tinggi), dan procainamide (digunakan untuk irama jantung abnormal).
- Perubahan musim: Perubahan musim juga dapat berkontribusi pada flare AI. Misalnya,
kekurangan vitamin D di musim dingin berkorelasi dengan peningkatan aktivitas penyakit
pada lupus, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis, dan psoriasis. Juga di musim dingin, ada
peningkatan penyakit menular, seperti virus Epstein-Barr, yang dapat dikaitkan dengan
multiple sclerosis dan penyakit lupus. Peningkatan serbuk sari di musim semi atau jamur
daun di musim gugur juga dapat menyebabkan flare.
- Diet: Makanan pemicu bisa berbeda untuk setiap orang. Mereka bisa bermacam-macam,
termasuk gluten, kedelai, susu, jagung, nightshades, biji-bijian, kacang-kacangan, kopi,
dan/atau telur.
- Racun lingkungan: Jamur dan racun lingkungan lainnya dapat menyebabkan penyakit AI
dan memicu flare AI.
- Infeksi: Penyakit menular juga dapat menyebabkan serangan flu burung pada kondisi AI.
Pada Pediatric Acute-onset Neuropsychiatric Syndrome (PANS), kekambuhan dapat
disebabkan oleh infeksi yang mendasarinya, seperti penyakit Lyme, mononukleosis,
pneumonia berjalan, atau flu. Pasien dapat mengalami flare ketika mereka sakit.
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk AIHA: pemeriksaan RBC, hemoglobin (Hgb), dan hematokrit (Hct) rendah, dan pemeriksaan
mikroskopis menunjukkan sel darah merah yang terfragmentasi. Laktat dehidrogenase (LDH) dan
kadar bilirubin serum meningkat karena destruksi sel darah merah dan iskemia jaringan.

Diagnosis
 Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukanuntuk pengiriman oksigen
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makanmenurun, mual
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antarasuplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan ditandai dengan klienmengeluh tubuh lemah, lebih banyak
memerlukan istirahat.
 Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanansekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia, atau penurunangranulosit (respons inflamasi tertekan).
 Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan atau intoleransi aktifitas
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring
NOC, NIC
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makanmenurun, mual
Tujuan kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan criteriahasil : keadaan umum
membaik. Dapat menghabiskan porsi makananyang di berikan. Mengalami peningkatan BB

Tatalaksana Medis
Obat-obatan adalah salah satu pilihan pengobatan utama untuk gangguan kekebalan. Kategori
umum obat-obatan ini termasuk epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, histamin (H2) blocker,
dekongestan, stabilisator sel mast, antivirus, antibiotik, imunosupresan, interferon, leuk otriene
antagonis, dan terapi hormon.
Dalam beberapa kasus, splenektomi diperlukan untuk mengontrol gejala suatu gangguan kekebalan.
Biasanya dilakukan ketika jalur lain pengobatan tidak efektif. Efek samping yang signifikan dari ini
operasi adalah berkurangnya kemampuan sistem kekebalan untuk melawan infeksi.

Daftar Pustaka
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C.. (2019). Nursing care plans: Guidlines for
individualing client care across the life span. 8th Edition. Philadelpia : F.A. Davis
Company.

Price, Sylvia. 2010. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2012). Brunner & Saddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing. In Wolter Kluwer Health/ Lippincott Williams &
Wilkins.
Williams, L.S. & Hopper, P.D. (2015). Understanding medical surgical nursing. 3rd
ed.Philadelphia: F.A. Davis.

Anda mungkin juga menyukai