DBD Osce
DBD Osce
Pemeriksaan Penunjang :
a. Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
b. Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada
Demam Berdarah Dengue dengan manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan standard
sesuai usia dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya > 20% setelah
pemberian terapi cairan.
c. Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah Dengue
Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO 1997:
a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji bending.
b. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun
(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab.
d. Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur.
Diagnosis Banding
a. Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-lain)
b. Demam tifoid
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Kriteria rujukan
a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi belum membaik.
c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan
lainnya.
Dokter : dr. Z
SIP/STR : 07/XX/2014
Alamat : Jl. Diponegoro No.1
Hp : xxx
Pekanbaru, 07-01-2015
R/ IV catheter No. I
S imm
Pro : Ny. X
Umur : tahun
Gastritis
Faktor Risiko
a. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas, porsi makan yang besar.
b. Sering minum kopi dan teh.
c. Infeksi bakteri atau parasit.
d. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
e. Usia lanjut.
f. Alkoholisme.
g. Stress.
h. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:
a. Darah rutin.
b. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test dan feses.
c. Rontgen dengan barium enema.
d. Endoskopi.
Diagnosis Banding
a. Kolesistitis
b. Kolelitiasis
c. Chron disease
d. Kanker lambung
e. Gastroenteritis
f. Limfoma
g. Ulkus peptikum
h. Sarkoidosis
i. GERD
Komplikasi
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas.
b. Ulkus peptikum.
c. Perforasi lambung.
d. Anemia.
Dokter : dr. Z
SIP/STR : 07/XX/2014
Alamat : Jl. Diponegoro No.1
Hp : xxx
Pekanbaru, 07-01-2015
Pro : Ny. X
Umur : tahun
Rhinitis Akut
Faktor Risiko
a. Penurunan daya tahan tubuh.
b. Paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif.
Pemeriksaan Penunjang : -
a. Rhinitis Virus
1. Rhinitis simplek (pilek, Selesema, Comman Cold, Coryza)
Rhinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis
virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, coxsakievirus,
dan ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.
2. Rhinitis Influenza
Virus influenza A, B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold.
Komplikasi berhubungan dengan infeksi bakteri sering terjadi.
3. Rhinitis Eksantematous
Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan dengan rhinitis, di mana didahului dengan
eksantema sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.
b. Rhinitis Bakteri
1. Infeksi non spesifik
• Rhinitis Bakteri Primer. Infeksi ini tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi pneumococcus,
streptococcus atau staphylococcus. Membran putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga
hidung, dan apabila diangkat dapat menyebabkan pendarahan/epistaksis.
• Rhinitis Bakteri Sekunder merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rhinitis viral akut.
2. Rhinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Rhinitis difteri dapat berbentuk akut atau kronik
dan bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan. Dugaan adanya rhinitis difteri harus
dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang
ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.
c. Rhinitis Iritan
Tipe rhinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatif seperti ammonia,
formalin, gas asam dan lain-lain. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa
hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada pengangkatan corpus alienum. Pada rhinitis
iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate catarrhal reaction” bersamaan
dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan menghilangkan faktor
penyebab atau dapat menetap selama beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan
bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.
Diagnosis Banding
a. Rhinitis alergi pada serangan akut
b. Rhinitis vasomotor pada serangan akut
Komplikasi
a. Otitis media akut.
b. Sinusitis paranasalis.
c. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracheobronchitis, pneumonia.
Kriteria Rujukan
Pasien dengan rhinitis difteri.
Rhinitis kronis > 1 bulan; ada 3 jenis
1. Rhinitis hipertrofi sekret >>, mukopurulen, nyeri kepala, konka inferior hipertrofi, permukaan
berbenjol ditutupi mukosa yang juga hipertrofi. Terapi: obati kausa spt rhinitis akut, kauterisasi
konka (rujuk Sp.THT)
2. Rhinitis sika pada orang tua, bekerja di lingkungan berdebu panas dan kering, pada pasien
anemia, peminum alkohol, gizi buruk. Mukosa hidung kering, krusta sedikit atau tidak ada. Rasa
iritasi atau kering di hidung, kadang disertai epistaksis. Terapi: obat cuci hidung?
3. Rhinitis atrofi atrofi progresif mukosa dan tulang hidung. Mukosa hidung menghasilkan sekret
kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Keluhannya nafas
berbau, ingus kental hijau, gangguan penghidu, sakit kepala, hidung tersumbat. Terapi: antibiotic,
obat cuci hidung?
Rhinitis medika mentosa sama dengan rhinitis akut, namun ada riwayat penggunaan obat tetes hidung
Dokter : dr. Z
SIP/STR : 07/XX/2014
Alamat : Jl. Diponegoro No.1
Hp : xxx
Pekanbaru, 07-01-2015
Pro : Ny. X
Umur : tahun
Angina Ludwig
Pendahuluan
Angina ludwig merupakan infeksi ruang sub mandibula (rahang bawah) berupa peradangan selulitis dari
bagian superior ruang suprahioid (Sekitar leher), yang ditandai dengan pembengkakan (edema) pada
bagian bawah ruang submandibular, yang mencakup jaringan yang menutupi otot-otot antara laring dan
dasar mulut, tanpa disertai pembengkakan pada limfonodus. Pembengkakan ini biasanya keras
dan berwarna kemerahan atau kecoklatan. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan
pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.
Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi akar gigi, yakni molar dan premolar, dapat
juga karena trauma bagian dalam mulut, karies gigi, dan, tindik lidah yang menyebabkan proses supuratif
(peradangan) kelenjar limfe servikal di dalam ruang submandibular.
Jika infeksi berasal dari gigi, organisme pembentuk gas tipe anaerob sangat dominan.
Jika infeksi bukan berasal dari daerah gigi, biasanya disebabkan oleh streptococcus dan staphylococcus.
Diagnosis
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa demam, nyeri tenggorokan dan leher disertai pembengkakan di
daerah submandibular yang tampak hiperemis (merah), drooling (air liur mengalir di luar mulut), dan
trismus (ketidakmampuan untuk membuka mulut dalam batas normal), adanya riwayat sakit gigi,
mengorek, dan mencabut gigi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan keras pada perabaan (seperti kayu). Dasar
mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan sesak nafas karena
sumbatan jalan nafas.
3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar.
Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal
setinggi os. hyoid (3–4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus
mandibula melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat
dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu.