Anda di halaman 1dari 31

Nama : Rifda Saniyya Hakim

NIM : 20/458914/KU/22513

Kelompok : 10

Timbul Blok B.3 Skenario 5

6. How to diagnose the disease and what are the differential diagnoses of the disease of the
case in the scenario?
Dalam menegakkan diagnosis pyelonephritis, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan beberapa pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dialami pasien dengan pyelonephritis
mencakup keluhan sistemik yang umumnya terdiri dari demam, mual, dan muntah, juga
keluhan pada saluran kemih seperti peningkatan frekuensi urine, urgensi, dan dysuria.
Kemudian diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang yaitu urinalisis, kultur urine,
dan ultrasonografi (USG). Selain itu, pada beberapa pasien juga diperlukan pemeriksaan
dengan CT-scan.

(Kim et al., 2017)


A. Anamnesis
Aspek yang perlu digali pada anamnesis pasien dengan pyelonephritis adalah
sebagai berikut:
1. Karakteristik urologi: Mencakup poliuria, urine yang berbau, hematuria, dan lower
urinary ttract syndrome seperti dysuria, urgensi, dan peningkatan prekuensi buang air
kecil.
2. Karakteristik nyeri: Umumnya pasien akan merasakan nyeri yang tumpul pada
pinggang atau flank pain.
3. Keluhan lainnya: Mencakup malaise, demam, anorexia, menggigil, serta mual dan
muntah.

Demam dan flank pain merupakan dua gejala yang umum muncul pada
pyelonephritis. Namun, beberapa pasien yang mengalami pyelonephritis dapat mengalami
komplikasi, yaitu pasien yang sedang dalam masa kehamilan, pasien dengan diabetes yang
tidak terkontrol, transplantasi ginjal, abnormalitas anatomis pada traktus urinarius, gagal
ginjal akut atau kronis, pasien dengan immunocompromise, dan pasien yang terkena
infeksi bakteri karena tertular di rumah sakit (Belyaveya & Jeong, 2021).

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pyelonephritis dapat diawali dengan
pemeriksaan tanda vital, seperti tekanan darah, suhu, heart rate, dan yang lainnya. Pada
pemeriksaan tanda vital, umumnya ditemukan peningkatan tekanan darah, hipotensi,
tachypnea, tachycardia, dan demam.
Setelah dilakukan pemeriksaan tanda vital, perlu dilakukan pemeriksaan fisik pada
daerah punggung. Nantinya akan terlihat adanya nyeri ketok atau tenderness pain pada
costovertebral angle yang bervariasi dari lokasi dan sifat nyerinya. Lokasi nyeri dapat
bersifat unilateral atau bilateral, sedangkan sifat nyeri dapat tajam, tumpul, atau menjalar
(Belyaveya & Jeong, 2021).
Langkah yang selanjutnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik pada punggung yaitu
pemeriksaan fisik pada abdomen dan pemeriksaan colok dubur atau digital rectal
examination (DRE). Pada pemeriksaan abdomen, dapat ditemukan costovertebral angle
tenderness dan suprapubic tenderness. Sementara itu, DRE dilakukan jika pasien
merupakan laki-laki, dengan tujuan untuk membedakan jika obstruksi terjadi karena
pembengkakan prostat.
C. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pyelonephritis dikonfirmasi dengan dilakukannya pemeriksaan penunjang


yang mencakup urinalisis, kultur urine, dan ultrasonografi (USG). Selain itu, juga dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti CT-scan untuk melihat adanya
komplikasi dari pyelonephritis (Belyaveya & Jeong, 2021).

1) Urinalisis dan Kultur Urine

Pada urinalisis, urine yang digunakan sebagai sampel adalah urine pancar tengah
atau midstream urine. Nantinya, akan ditemukan leukosit esterase dan/atau nitrit positif,
peningkatan leukosit (leukositosis), adanya bakteri dalam urine, dan adanya darah
dalam urine. Diagnosis ditegakkan apabila kultur urine menunjukkan adanya
10.000 Colony-forming Units (CFU)/mm3. Pada laki-laki dan wanita hamil, diagnosis
pyelonephritis dapat ditegakkan apabila ditemukan 1000-9999 CFU/mm3 (Landau et
al., 1994).

2) Ultrasonografi (USG)

USG renal dapat dilakukan pada pasien dengan infeksi saluran kemih komplikasi
dalam keadaan hemodinamik yang tidak stabil. USG renal dapat mendeteksi adanya
hidronefrosis, nefrolitiasis dan adanya abses renal (Garcia-Ferrer, 2007).

Terdapat beberapa faktor yang perlu diidentifikasi untuk menentukan apakah


terdapat potensi pyelonephritis dengan komplikasi, yaitu:

a. Adanya penggunaan kateter urin, baik indwelling maupun intermiten


b. Urine residual post kemih dengan volume >100 mL
c. Adanya uropati obstruktif, seperti obstruksi pada kandung kemih, tumor, atau batu.
d. Refluks vesikoureter atau abnormalitas fungsional

3) CT Scan

Pada beberapa kasus dapat ditemukan adanya abses yang ditandai


dengan enhancement pada dinding ginjal akibat pembuluh darah yang terdilatasi.

D. Diagnosis Banding

Dalam mendiagnosa pyelonephritis, diperlukan pertimbangan terhadap diagnosis banding


atau gangguan lain yang dapat menjadi penyebab keluhan yang pasien alami, karena pasien
dapat datang dengan gejala yang serupa namun ternyata disebabkan oleh gangguan selain
pyelonephritis sehingga penanganannya juga berbeda. Selain itu, karena pyelonephritis
juga dapat berkembang menjadi sepsis dan syok, maka diagnosis banding terkait
pyelonephritis menjadi lebih luas. Berikut merupakan diagnosis banding yang terkait
dengan pyelonephritis:

1) Kehamilan ektopik
2) Appendicitis
3) Abses abdomen
4) Nephrolithiasis
5) Cholecystitis
6) Urinary tract infection
7) Pelvic inflammatory disease
8) Pancreatitis
(Belyaveya & Jeong, 2021).

1. What are the possible causes and pathophysiology of flank pain?


Flank adalah area di samping dan belakang perut, di antara tulang rusuk bagian bawah
dan pinggul. Nyeri di daerah ini disebut flank pain/nyeri pinggang. Beberapa cedera, penyakit,
dan infeksi dapat menyebabkan flank pain. Flank pain dapat berkisar dari ringan hingga berat.
Rasa sakitnya bisa tajam atau tumpul, dan mungkin datang dan pergi. Biasanya lebih buruk di
satu sisi, tetapi bisa terjadi di kedua sisi. Masalah pada ginjal (seperti infeksi atau batu ginjal)
adalah penyebab umum flank pain. Cedera punggung juga menyebabkan rasa sakit yang
dimulai di tulang belakang dan menjalar ke panggul (Cleveland Clinic, 2021).

Menurut Urologists.org (2021), nyeri di pinggang dapat disebabkan oleh beberapa


cedera, kondisi, dan penyakit. Berikut adalah penyebab dari flank pain

● Obstruksi dan pelebaran ureter: Penyumbatan dapat terjadi di mana saja di sepanjang
saluran kemih dan dapat menyebabkan tabung (ureter) yang membawa urin dari ginjal
ke kandung kemih membengkak saat urin terperangkap. Penyumbatan ureter biasanya
disebabkan oleh batu, tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor lain, termasuk
pembekuan darah, kista, tumor, cacat bawaan, dan peradangan atau infeksi.
❖ Gejala terkait termasuk darah dalam air mani (hematospermia), urin berdarah
atau gelap (hematuria), kesulitan buang air kecil, sering ingin buang air kecil,
inkontinensia, nyeri panggul, pembengkakan perut, demam, mual, dan muntah.
● Penyakit ginjal: Beberapa gangguan ginjal yang menyebabkan nyeri pinggang adalah
penyakit ginjal polikistik dan penyakit Berger (yang terjadi ketika protein tertahan di
ginjal dan mengganggu fungsinya).
❖ Gejala terkait termasuk sakit kepala, tekanan darah tinggi, urin berubah warna
atau berdarah, dan pembengkakan pada tangan dan kaki.
● Batu: Ketika urin terlalu pekat, endapan mineral keras dapat terbentuk di mana saja di
sepanjang saluran kemih dan menyebabkan nyeri ringan hingga parah.
❖ Gejalanya meliputi nyeri perut bagian bawah dan selangkangan; buang air kecil
yang menyakitkan; urin yang berubah warna, keruh, atau berbau busuk; muntah;
sering ingin buang air kecil; demam; infeksi; dan kedinginan.
● Abses ginjal: Massa berisi nanah dapat terbentuk di dalam tempat berlubang di ginjal
sebagai akibat dari infeksi bakteri.
❖ Gejalanya meliputi demam, sakit perut, menggigil, dan nyeri saat buang air
kecil.
● Infeksi saluran kemih: ISK biasanya terjadi ketika bakteri (seperti E. coli) memasuki
sistem kemih melalui uretra (tabung yang mengangkut urin keluar dari tubuh) dan
berjalan sejauh ginjal.
❖ Gejala terkait termasuk buang air kecil yang menyakitkan atau sering, demam,
cairan genital, mual, muntah, urin keruh atau berdarah, dan pembengkakan atau
tekanan perut.

Menurut Urologists.org (2021), kondisi non-urologis lainnya yang dapat menyebabkan


nyeri pinggang meliputi:

● Herpes zoster, yang menyebabkan rasa sakit dengan ruam di satu sisi
● Fraktur tulang belakang
● Masalah punggung, seperti penyakit cakram
● Penyakit kandung empedu
● Perdarahan perut
● Penyakit gastrointestinal
● Otot tegang
● Penyakit hati
● Arthritis atau infeksi tulang belakang
● Radang usus buntu
Karakter nyeri pinggang sangat membantu dalam menentukan penyebabnya.
Karakteristik penting termasuk nyeri lokal atau nyeri alih, nyeri akut atau kronis atau berulang,
derajat keparahan, dan durasi. Gejala terkait seperti demam, mual dan muntah, dan fibrilasi
atrium sering membantu dalam membuat diagnosis yang benar (Bueschen AJ, 1990).

Nyeri pinggang yang menjalar ke testis ipsilateral biasanya disebabkan oleh obstruksi
ureter atau pelvis ginjal proksimal karena persarafan umum testis dan pelvis ginjal (T11-12).
Nyeri ini biasanya berasal dari bagian posterior panggul dan menyebar ke testis pria atau labia
wanita. Rasa sakit menjadi lebih rendah dan lebih anterior di panggul ketika obstruksi terjadi
di sepertiga tengah ureter. Nyeri masih lebih rendah, menjalar ke kulit skrotum (bukan testis),
dan berhubungan dengan gejala berkemih seperti frekuensi berkemih dan urgensi ketika
obstruksi terjadi pada tingkat ureterovesical junction (Bueschen AJ, 1990).

Derajat keparahan nyeri secara langsung berhubungan dengan akutnya obstruksi


daripada derajat obstruksi. Oleh karena itu, batu yang masuk ke ureter dan tiba-tiba tersangkut
di satu posisi biasanya menyebabkan rasa sakit yang sangat parah. Tapi nyeri pinggang bisa
sangat ringan atau tidak ada dengan adanya obstruksi yang sangat parah tetapi kronis. Nyeri
pinggang ringan dan kronis yang berhubungan dengan obstruksi ureter yang parah dapat
menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Batu yang melewati ureter akan sering
menyebabkan rasa sakit yang parah tetapi intermiten. Nyeri intermiten berhubungan dengan
obstruksi yang dihasilkan ketika batu tersangkut di ureter. Oleh karena itu, setiap episode nyeri
kemungkinan terkait dengan batu yang tersangkut di posisi baru dan lebih distal di ureter
(Bueschen AJ, 1990).

Nyeri pinggang sering dikaitkan dengan gejala yang kurang spesifik termasuk demam,
mual dan muntah, dan takikardia. Demam menunjukkan infeksi proksimal dari obstruksi ureter.
Nyeri pinggang yang berhubungan dengan demam memerlukan diagnosis segera obstruksi
ureter dan menghilangkan obstruksi karena infeksi proksimal obstruksi menyebabkan
kerusakan ginjal jauh lebih cepat daripada terjadi dengan obstruksi tanpa adanya infeksi. Juga,
pasien rentan terhadap septikemia dengan adanya infeksi proksimal obstruksi ureter
(Bueschen AJ, 1990).

Hematuria makroskopis atau mikroskopis membantu memastikan penyebab kencing


nyeri. Hematuria kadang-kadang tidak ada dengan obstruksi ureter akut, bagaimanapun, dan
sering tidak ada dengan obstruksi kronis (Bueschen AJ, 1990).
Meskipun batu ureter adalah penyebab paling umum dari nyeri pinggang, banyak
penyebab lain yang harus dipertimbangkan. Nyeri pinggang akibat obstruksi ureter akut juga
dapat disebabkan oleh bekuan darah atau pengelupasan papilla ginjal yang melewati ureter.
Gumpalan darah dapat dihasilkan oleh banyak lesi patologis ginjal, tumor menjadi penyebab
paling umum. Nekrosis papiler ginjal harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat
penyalahgunaan analgesik atau diabetes mellitus (Bueschen AJ, 1990).

Nyeri pinggang yang disebabkan oleh obstruksi ureter kronis umumnya jauh lebih
ringan. Kadang-kadang, anomali kongenital seperti obstruksi ureteropelvic junction
menghasilkan nyeri pinggang yang berhubungan dengan diuresis setelah asupan oral sejumlah
besar cairan. Obstruksi ureter kronis bilateral atau obstruksi ureter pada ginjal soliter dapat
dikaitkan dengan gejala gagal ginjal seperti apatis, lesu, anoreksia, kedutan otot, sakit kepala,
hipertensi, dan pertumbuhan anak yang buruk. Nyeri pinggang yang tumpul atau ringan harus
membuat klinisi mempertimbangkan banyak kemungkinan penyebab termasuk obstruksi ureter
kongenital, tumor ureter atau tumor ekstrinsik yang menekan ureter, striktur ureter yang
didapat akibat operasi atau terapi radiasi sebelumnya, fibrosis retroperitoneal, dan batu ureter
(Bueschen AJ, 1990).

Nyeri pinggang yang disebabkan oleh peradangan ginjal umumnya tidak tiba-tiba atau
separah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi ureter akut. Peradangan ginjal biasanya
menghasilkan nyeri lokal dan berhubungan dengan manifestasi lain dari infeksi seperti demam,
leukositosis, dan bakteriuria (Bueschen AJ, 1990).

Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai jenis tumor ginjal, tetapi nyeri
bukanlah gejala yang paling umum, dan jika nyeri muncul, sering dikaitkan dengan gejala lain.
Hematuria adalah gejala yang paling umum terlihat pada tumor yang muncul pada orang
dewasa; massa perut adalah gejala yang paling umum dari tumor Wilms pada masa kanak-
kanak (Bueschen AJ, 1990).

Penyebab nyeri pinggang yang jarang termasuk trauma ginjal, infark ginjal, dan refluks
vesicoureteral bahkan tanpa adanya infeksi. Infark ginjal harus dipertimbangkan pada pasien
dengan fibrilasi atrium atau infark miokard baru-baru ini. Refluks vesicoureteral kadang-
kadang menyebabkan nyeri pinggang ringan karena distensi ureter dan pelvis ginjal ketika
refluks terjadi saat berkemih (Bueschen AJ, 1990).
Penyakit extraurinary pada perut dan dada juga dapat menyebabkan nyeri pinggang.
Penyakit-penyakit ini menghasilkan rasa sakit yang kurang khas dari "kolik ginjal" khas yang
terlihat pada obstruksi ureter akut. Namun demikian, nyeri pinggang yang samar, tumpul, dan
ringan ini mirip dengan nyeri yang terlihat pada obstruksi ureter kronis, membuat diagnosis
banding tidak jelas. Diagnosis yang benar dibuat dengan memikirkan semua penyakit yang
telah dibahas, mempertimbangkan gejala yang terkait, pemeriksaan fisik, urinalysis, dan
melakukan tes laboratorium dan studi radiografi yang dipilih dengan cermat (Bueschen AJ,
1990).

Basic Science

Nyeri pinggang yang berasal dari sistem perkemihan disebabkan oleh distensi ureter
atau pelvis ginjal atau distensi kapsul ginjal. Tingkat keparahan nyeri secara langsung
berhubungan dengan kecepatan distensi dan bukan derajat distensi. Oleh karena itu, pasien
dengan distensi akut ureter akan merasakan nyeri yang sangat hebat. Pasien ini biasanya
memiliki pelebaran ureter ringan dan tidak ada kerusakan ginjal yang ireversibel. Namun,
pasien dengan ureter yang sangat melebar dan kerusakan ginjal yang ireversibel mungkin tidak
mengalami rasa sakit atau nyeri ringan karena pelebaran ureter telah berkembang dalam jangka
waktu yang lama (Bueschen AJ, 1990).

Distensi kapsul ginjal menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan. Hal ini dapat
disebabkan oleh pielonefritis akut, obstruksi ureter, atau hematoma subkapsular ginjal. Nyeri
ginjal dan ureter melalui serat aferen viseral yang menyertai saraf simpatis segmen toraks
bawah dan lumbal atas (Bueschen AJ, 1990).

Signifikansi Klinis

Nyeri pinggang adalah gejala yang muncul dari banyak penyakit signifikan pada sistem
saluran kemih. Obstruksi ureter harus segera dikenali, terutama bila dikaitkan dengan infeksi,
untuk mencegah kerusakan ginjal. Perkembangan kerusakan ginjal irreversibel akibat obstruksi
ureter terkait dengan banyak faktor termasuk durasi obstruksi, derajat obstruksi, ada tidaknya
infeksi di atas obstruksi, fungsi ginjal yang sudah ada sebelumnya, status ginjal kontralateral,
dan usia pasien. . Ginjal yang terhambat memiliki potensi pemulihan yang lebih besar jika
ginjal kontralateral mengalami penurunan fungsi; pasien yang lebih muda memiliki
kesempatan lebih besar untuk pemulihan fungsi daripada pasien yang lebih tua
(Bueschen AJ, 1990).
Berdasarkan Urologist.org (2021), saat mencari penyebab yang mendasari nyeri
pinggang, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat medis dan gejala
pasien. Berdasarkan informasi tersebut, tes berikut dapat dilakukan:

● CT scan untuk mencitrakan perut dan mencari tumor, infeksi, cedera, atau batu ginjal.
Ini juga akan mengungkapkan usus buntu yang meradang
● Tes darah untuk memeriksa fungsi ginjal dan hati
● Pielogram intravena untuk memeriksa fungsi kandung kemih, ginjal, dan ureter, serta
mencari cedera perut, infeksi, tumor, atau batu ginjal
● Ultrasonografi perut untuk mencitrakan organ perut, termasuk ginjal, kantong empedu,
hati, pankreas, dan limpa, dan mencari hernia, tumor, kanker, batu ginjal dan kandung
empedu, penyakit hati, atau cedera internal
● Urinalisis untuk melakukan pemeriksaan fisik, kimia, dan mikroskopis urin pasien dan
menentukan apakah ia mungkin menderita diabetes, penyakit ginjal, infeksi saluran
kemih, darah dalam urin, batu saluran kemih, gagal ginjal kronis, atau tanda-tanda
kanker
● Kultur urin untuk mencari bakteri dan mikroba lainnya

Voiding cystourethrogram untuk menggambarkan kandung kemih saat penuh dan saat
mengosongkan dan mendiagnosis cacat lahir pada uretra atau kandung kemih, pembesaran
prostat, kandung kemih neurogenik, dan refluks urin.

2. What are the possible cause and pathophysiology of colicky pain?


Colic pain umumnya disebut dengan nyeri abdomen yang hilang timbul, tajam, dan
terlokalisasi. Nyeri yang timbul dapat meningkat, konstan, atau bahkan mereda. Mekanisme
yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya obstruksi secara parsial atau lengkap pada hollow
organ.
a. Infantile colic
Infantile colic atau yang disebut nyeri hilang timbul pada bayi biasanya digambarkan
dengan tangisan yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya pada bayi sehat. Secara
sederhana, colic didefinisikan dengan menangis atau rewel lebih dari tiga jam dalam sehari
selama lebih dari tiga hari dalam seminggu. Diagnosis colic pain pada bayi hanya bisa
dilakukan setelah menyingkirkan beberapa penyebab organik berikut ini:
(Sung, 2018)
Penyebab dari terjadinya infantile colic pain masih belum diketahui dengan jelas.
Namun, beberapa studi memberikan penjelasan mengenai mekanisme gastrointestinal tertentu
dapat menimbulkan colic pain. Mekanisme gastrointestinal mencakup peningkatan gas
intraluminal, dismolitilitas usus, dan nyeri visceral, tetapi belum ada yang benar-benar terbukti
(Sung, 2018). Selain itu, peran dari mikrobiota usus yang mungkin memiliki perbedaan pada
bayi dengan colic pain dibandingkan dengan bayi yang tidak juga masih dalam proses
penelitian. Namun, terdapat hasil yang mengatakan bahwa bakteri gram negatif, seperti
Escherichia sp (paling umum ditemukan) atau Lactobacillus sp terlibat sebagai penyebab colic
pain pada bayi.
Faktor psikososial dari ibu kepada bayi juga sangat penting, seperti temperamen bayi,
interaksi ibu dengan bayi, serta kecemasan yang dialami ibu dapat menjadi penyebab
munculnya colic pain pada bayi. Selain itu, ibu yang merokok dapat menjadi faktor risiko
tinggi untuk bayinya.
b. Biliary colic
Biliary colic adalah nyeri hilang timbul pada abdomen karena terjadi obstruksi ductus
cysticus atau ductus hepaticus communis yang disebabkan oleh batu empedu. Pasien dengan
biliary colic biasanya mengeluhkan adanya nyeri di right upper quadrant atau nyeri tekan di
regio epigastrium dari abdomen dan dapat menyebar ke punggung. Pada pasien lansia, hamil,
obesitas, dan pernah melalui transplantasi liver memiliki faktor risiko tinggi mengalami biliary
colic pain. Nyeri hilang timbul ini biasanya dirasakan setelah makan porsi besar atau makan
makanan tinggi lemak. Saat makan makanan berlemak tinggi, duodenum akan melepaskan
cholecystokinin (CCK) untuk memicu kontraksi kantung empedu agar mengeluarkan empedu
ke duodenum. Hal itu menyebabkan gallbladder kontraksi dan menimbulkan rasa nyeri. Saat
kontraksi, batu empedu dapat berpindah masuk melalui ductus cysticus.
Batu empedu dapat terbentuk dari adanya penumpukan kolesterol atau bilirubin di
kantung empedu. Apabila batu tersebut menetap di dalam kantong empedu dan masih dalam
jumlah sedikit, biasanya pasien tidak merasakan adanya nyeri (asimtomatik).
Kontraksi kantung empedu yang terjadi dapat menyebabkan batu berpindah ke ductus cysticus.
Batu tersebut akan menghalangi cairan empedu mengalir melalui ductus cysticus. Bahkan,
dapat menyebabkan iritasi pada lapisan mucosa ductus sehingga menimbulkan nyeri.
c. Intestinal colic
Pasien dengan intestinal colic datang dengan keluhan kram di abdomen yang
intensitasnya bisa ringan hingga sangat nyeri. Intestinal colic biasanya disebabkan oleh
obstruksi yang terjadi di lumen usus, bisa terjadi secara sebagian atau keseluruhan dari usus.
Obstruksi tersebut dapat disebabkan oleh jaringan parut yang menutupi lumen, biasanya terjadi
pada pasien yang memiliki riwayat operasi pada abdomen sebelumnya. Selain itu, kondisi
inflammatory bowel disease (Crohn’s disease atau ulcerative colitis) juga dapat menyebabkan
obstruksi lumen usus. Gejala lain yang timbul adalah, sebagai berikut:
- Sulit buang air besar dan/atau buang gas
- Mual dan muntah
- Diare
- Nafsu makan menurun
- Kembung
d. Renal colic
Flank pain yang semakin parah akan berkembang menjadi renal colic, biasanya berasal
dari costovertebral angle serta menyebar sampai ke anterior dan inferior pangkal paha atau
testis (Patti dan Leslie, 2021). Semakin nyeri yang dirasakan pasien berarti semakin parah juga
obstruksi yang ditimbulkan. Meskipun batu ginjal bukan satu-satunya penyebab dari flank
pain, frekuensi dan nyeri yang ditimbulkan membuat nepholitiasis menjadi diagnosis banding
yang paling mungkin ketika pasien datang dengan flank pain (Patti dan Leslie, 2021). Selain
batu ginjal, dilatasi pelvis dan spasme ureter juga menjadi penyebab munculnya renal colic.
Saat batu ginjal menyebabkan obstruksi di ureter, urin akan sulit keluar sehingga masuk
kembali ke ginjal. Bahkan, obstruksi tersebut dapat menurunkan glomerular filtration rate
(GFR). Apabila obstruksi secara komplit terjadi, fungsi ginjal dapat turun dan infeksi terjadi
sehingga menyebabkan pyelonephritis. Daerah paling sering menjadi tempat batu ginjal sesuai
dengan posisi anatomisnya ialah:
- Ureteropelvico junction
- Dekat pelvic brim karena ureter yang berbelok
- Ureterovesical junction

3. What are the symptoms and signs of urolithiasis?

Urolithiasis adalah suatu kondisi yang terjadi ketika batu-batu ini keluar dari pelvis ginjal
dan pindah ke sisa sistem pengumpul urin, yang meliputi ureter, kandung kemih, dan uretra.

Terlepas dari jenis batunya, pasien datang dengan serangkaian gejala yang serupa, mulai
dari tanpa gejala hingga sakit kritis. Gejalanya meliputi onset tiba-tiba hingga bertahap, nyeri
perut/pinggang kolik unilateral yang akan berkurang, hematuria (90% mikroskopis), mual,
muntah, dan demam.

Pemeriksaan perut biasanya menunjukkan perut yang lembut dan tidak buncit.
Tergantung pada lokasi nyeri di dalam saluran kemih, nyeri dapat berkisar dari nyeri pinggang
saat dekat ureteropelvic junction hingga nyeri selangkangan/skrotum/labial jika batu berada di
ureterovesical junction. Pasien anak mungkin datang dengan iritabilitas, menangis, demam,
dan muntah. Pasien yang terjaga dan gelisah karena nyeri dan berpindah-pindah untuk mencari
posisi yang nyaman.

Pada kasus yang parah, batu dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih dan/atau dapat
menjadi sumber sepsis. Pada pasien ini, gejalanya lebih parah dan termasuk kebingungan
ringan hingga obtundasi sekunder akibat kelainan metabolisme yang parah. Pada pasien dengan
infeksi berat atau sepsis, ketidakstabilan hemodinamik sering terjadi (Thakore & Liang, 2021).

Nephrolithiasis

Nephrolithiasis adalah pada pasien berusia 40-an, mungkin sudah memiliki riwayat batu
ginjal. Pasien menggambarkan episode nyeri ini sebagai nyeri pinggang satu sisi yang tiba-
tiba, parah, kolik yang dapat menjadi konstan seiring berjalannya waktu. Mereka mungkin
mengalami kesulitan berbaring diam dan mungkin terlihat mondar-mandir di sekitar ruangan.
Rasa sakit dapat membangunkan pasien di tengah malam. Biasanya, pasien akan mengingat
saat yang tepat ketika gejala dimulai. Pasien mungkin mengalami mual, muntah, disuria,
hematuria kotor, serta frekuensi buang air kecil. Pemeriksaan fisik akan sering menunjukkan
pasien dalam kesusahan sedang sampai berat, tidak bisa diam. Pasien mungkin takikardi, tetapi
kecuali septik, mereka akan afebris dan normotensif. Pasien biasanya akan menjalani
pemeriksaan perut yang normal. Pasien mungkin memiliki nyeri tekan sudut costovertebral
(CVA) di sisi batu (Glazer, et al 2021).

Batu Vesica Urinaria

Batu vesica urinaria tidak menunjukkan gejala tertentu atau spesifik, atau tidak ada gejala
sama sekali. Hal itu biasanya berhubungan dengan berbagai jenis masalah pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap, paling sering BPH. Mungkin juga ada kombinasi gejala
saluran kemih lainnya seperti hematuria terminal, nyeri suprapubik, aliran lemah, disuria, dll.
Hematuria kotor terminal dengan penghentian berkemih yang tiba-tiba adalah tanda umum dari
kalkulus kandung kemih yang besar. Berbagai tingkat rasa sakit dapat hadir di ujung penis atau
di mana saja di skrotum, panggul atau perineum. Kandung kemih yang buncit mungkin teraba
dalam beberapa kasus, tetapi batu biasanya tidak. Karena tanda dan gejala batu kandung kemih
relatif tidak jelas, diagnosis pasti biasanya tidak dibuat tanpa sistoskopi atau pencitraan
(Leslie, et al, 2021).

4. How are the mechanism of stone formation in urinary tract?

Batu ginjal atau nephrolithiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu di dalam pelvis renalis atau calyx dari ginjal. Secara garis besar, pembentukan batu
ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis
kelamin, dan keturunan. Sedangkan, faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan
makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya (Mochammad, 2014).

Komposisi utama dari batu ginjal adalah kalsium oksalat yang mencapai 80% dari
seluruh komponen batu ginjal. Nephrolithiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu
kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat.
Pembentukan batu ginjal umumnya membutuhkan keadaan supesaturasi. Namun, pada urin
normal, ditemukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu,
terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin,
kelainan bawaan pada pelvicocalyces, benign prostatic hyperplasia, dan striktura
(penyempitan) ikut berperan dalam proses pembentukan batu (Mochammad, 2014).
Terdapat beberapa etiologi yang sering terjadi pada kondisi batu ginjal. Adapun
etiologic tersebut antara lain:

a. Hiperkalsiuria
Hiperkalsiuria merupakan penyebab pembentukan batu kalsium. Hiperkalsiuria
disebabkan peningkatan penyerapan kalsium usus, menurunnya reabsorbsi kalsium di ginjal
dan peningkatan mobilisasi kalsium dari tulang. Hiperkalsiuria juga merupakan gangguan
heterogen pada hiperabsorbsi kalsium usus dependen atau independen dari 1,25-
dihydroxyvitamin D [1,25(𝑂𝐻)2𝐷]. Peningkatan konsentrasi serum 1,25(OH)2D-dependent
mengakibatkan terbentuknya batu ginjal akibat hiperkalsiuria (Sakhaee et al., 2012).
b. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarkan
fisikokimia batu kalsium terbentuk akibat supersaturasi kemih dengan monosodium koloid
kristalisasi kalsium oksalat yang diinduksi oleh urat (Sakhaee et al., 2012).
c. Hipositraturia
Sitrat merupakan inhibitor endogen pembentukan batu kalsium. Rendahnya ekskresi
sitrat urin ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis. Penentu utama ekskresi sitrat urin adalah
keseimbangan asam basa. Hipositraturia umumnya terjadi dengan asidosis metabolik. Peran
penghambatan sitrat juga melibatkan pembentukan larutan kompleks dan pengurangan
kejenuhan (Sakhaee et al., 2012).
Mekanisme pembentukan kristal kalsium pada batu ginjal meliputi supersaturasi,
nukleasi kristal, pertumbuhan kristal dan agregasi kristal.

a. Supersaturasi

Supersaturasi adalah keadaan dimana larutan mengandung lebih banyak zat,


sehingga tidak dapat larut yang seharusnya pada keadaan normal dapat larut. Supersaturasi
dinyatakan sebagai rasio kalsium, urat dan oksalat atau konsentrasi kalsium fosfat terhadap
kelarutannya, yang merupakan kekuatan pendorong dalam pembentukan batu. Titik dimana
saturasi larutan tercapai dan mulai terjadi 10 kristalisasi disebut sebagai produk termodinamik
(Ksp). Pada tingkat supersaturasi di atas 1, kristal dapat berinti dan tumbuh, tetapi jika
supersaturasi dibawah 1, maka kristal akan larut. Supersaturasi kalsium oksalat tergantung pada
pH urin, tetapi supersaturasi kalsium fosfat meningkat dengan cepat ketika pH urin meningkat
dari 6 hingga 7 (Ratkalkar et al., 2011).

b. Nukleasi kristal

Nukleasi adalah fase pembentukan kristal padat dalam suatu larutan. Fase ini
penting dalam tahap pembentukan batu. Urin bukanlah larutan murni dan nukleasi dalam urin
sering terjadi pada permukaan kristal yang sudah terjadi sebelumnya. Proses ini disebut
nukleasi heterogen. Tempat terjadinya nukleasi heterogen di dalam urin bisa berupa sel epitel,
sel darah merah, debris, kristal urin dan bakteri urin. Proses nukleasi dalam larutan murni
disebut juga nukleasi homogen. Pada nukleasi sekunder, deposit kristal baru terjadi pada
permukaan kristal jenis yang sama yang sebelumnya telah terbentuk. Kristalisasi merupakan
fase awal pembentukan batu saluran kemih. Batu terjadi akibat perubahan fase, di mana garam
yang tidak larut berkumpul menjadi satu dan transformasi ini dipengaruhi oleh keadaan
supersaturasi (Ratkalkar et al., 2011).

c. Pertumbuhan Kristal

Pertumbuhan kristal mikroskopis dicapai oleh pergerakan ion dari larutan ke


kristal yang tumbuh. Pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk molekul, level
supersaturasi, pH, dan defek pada struktur kristal. Kemungkinan besar pertumbuhan batu
dicapai melalui agregasi kristal yang terbentuk sebelumnya atau nukleasi kristal sekunder pada
lapisan matriks permukaan yang lain. (Ratkalkar et al., 2011).

d. Agregasi Kristal
Agregasi adalah proses dimana ada aglomerasi kristal yang terbentuk dalam larutan
bebas menjadi partikel multikomponen yang lebih besar. Ini mencakup fenomena nukleasi
sekunder kristal baru di permukaan yang sudah terbentuk. Struktur batu menunjukkan
parameter batu tumbuh ke ukuran yang signifikan secara klinis. Batu ginjal dapat dianggap
sama dengan beton, campuran zat pengikat (semen), dan partikulat seperti pasir, kerikil, atau
kaca. Batu adalah agregasi kristal dan matriks organik, yang terakhir berfungsi sebagai agen
pengikat. Matriks organik mengandung protein, lipid, polisakarida, dan bahan yang berasal dari
sel lainnya (Ratkalkar et al., 2011).
e. Interaksi Kristal
Interaksi kristal merupakan proses pelekatan kristal ke sel tubular ginjal.
Mekanisme terjadinya interaksi sangat kompleks, dimulai dari proses kristalisasi akibat kondisi
urin yang jenuh. kemudian kristal yang terbentuk akan melekat pada sel epitel tubular ginjal.
Interaksi kristal merupakan proses awal terbentuknya batu ginjal. Ada beberapa zat yang
memiliki efek penghambatan pada kalsium oksalat yaitu glikoprotein dan sitrat dengan
mekanisme menghalangi pengikatan krital kalsium oksalat monohidrat ke membran sel
(Aggarwal et al., 2013).

Penghambat pembentuk batu kalsium bekerja dalam mencegah pertumbuhan dan


agregasi kristal dengan cara melapisi permukaan kristal kalsium yang tumbuh atau dengan
pengompleksan kalsium dan oksalat (Basavaraj et al., 2007).

a. PH Alkalin
PH alkalin mampu bekerja sebagai inhibitor pembentukan batu ginjal tergantung dari
penyusun batu ginjalnya. PH basa dapat menghambat pembentukan batu sistin dan asam
urat yang cenderung membentuk urin (Ratkalkar et al., 2011).
b. Sitrat
Sitrat menghambat pembentukan batu ginjal dengan menurunkan saturasi kalsium
oksalat berdasarkan pembentukan kompleks dengan kalsium serta meghambat agregasi
kristal (Ratkalkar et al., 2011).
c. Pirofosfat
Pirofosfat merupakan zat alami dari urin yang dapat menghambat kristalisasi dan
agregasi kalsium oksalat (Ratkalkar et al., 2011).
d. Pitat
Pitat (myo-inositolheksakisfosfat) merupakan senyawa alami dari tumbuhan yang
terbentuk selama pematangan bibit tanaman dan biji-bijian (Ratkalkar et al., 2011).

5. What are the risk factors of urolithiasis?

Terdapat banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya urolithiasis
yang disebabkan oleh berkurangnya aliran urin karena obstruksi, salah satunya karena adanya
statis urin dan menurunnya volume urin akibat adanya dehidrasi serta ketidakadekuatan intake
cairan. selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang
beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.

Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai faktor resiko. Terapi dan perubahan
gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor resiko, tetapi tetap ada juga
faktor resiko yang tidak dapat diubah, hal tersebut dapat dijabarkan sebagai hal berikut :

1. Jenis Kelamin
Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki dengan persentase 70-81%
dibandingkan dengan perempuan 47-60%. Salah satu penyebabnya adalah adanya
peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada laki-
laki dalam pembentukan batu.

2. Umur
Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila dibandingkan
dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi (Portis & Sundaram, 2001).

3. Riwayat Keluarga
Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada kemungkinan membantu
dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin
disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau
kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau calculi
(Colella, et al., 2005).

4. Kebiasaan
Diet serta kondisi obesitas Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat
ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Brunner &
Suddart, 2015).

5. Faktor lingkungan
Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti adanya letak geografis dan iklim.
Beberapa daerah bahkan dapat menunjukkan adanya ngka kejadian urolithiasis lebih tinggi
daripada daerah lain.

6. Pekerjaan
Orang yang bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau
terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam
proses pembentukan batu karena adanya penurunan jumlah volume urin (Colella, et al.,
2005).

7. Cairan
Asupan cairan yang kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake cairan inilah yang
menjadi penyebab utama terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya aliran urin/ volume urin (Domingos & Serra, 2011).

7. How are the mechanisms of the drugs for the case?

Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerja terhadap bakteri berdasarkan


gambar di bawah ini.
Sebagian besar kasus pielonefritis tanpa komplikasi disebabkan oleh infeksi E. coli,
sehingga pasien dapat diobati dengan sefalosporin oral atau TMP-SMX (trimethoprim
sulfamethoxazole) selama 14 hari (Belyayeva dan Jeong, 2021).

Pengobatan pielonefritis tanpa komplikasi adalah pemberian TRS (trimethoprim


sulfamethoxazole) selama 10 hari atau pemberian FQ (fluoroquinolone) selama 7 hari (Pigrau,
et al. 2020).

Bakteri mensintesis dinding sel yang diperkuat oleh ikatan silang unit peptidoglikan
dengan protein pengikat penisilin (PBP, peptidoglycan transpeptidase). Sefalosporin adalah
sekelompok besar agen antibakteri yang bersifat bakterisida dan bekerja melalui cincin beta-
laktam. Cincin beta-laktam mengikat protein pengikat penisilin dan menghambat aktivitas
normalnya. Jika dinding sel tidak dapat disintesis, bakteri akan mati (Bui dan Preuss, 2021).

Fluoroquinolone memiliki efek bakterisidal karena menghambat DNA topoisomerase


tipe II (girase) yang diperlukan untuk sintesis mRNA bakteri (transkripsi) dan replikasi DNA.
Semua fluoroquinolones memiliki aktivitas yang kuat terhadap sebagian besar bakteri Gram-
negatif (LiverTox, 2020).

Sulfametoksazol dan trimetoprim adalah kombinasi agen antibakteri yang memblokir


dua langkah berturut-turut dalam biosintesis purin dan asam nukleat esensial bakteri.
Sulfametoksazol, suatu sulfonamida intermediet, dengan sintesis asam folat bakteri dengan
menghambat secara kompetitif pembentukan asam dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat
dengan menghambat enzim dihidropteroat sintase. Menghambat pertumbuhan. Trimetoprim,
suatu diaminopyrimidine, menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Ini secara
berurutan menghambat enzim dalam jalur asam folat. Asam tetrahidrofolat merupakan
komponen penting dalam sintesis purin yang diperlukan untuk produksi DNA dan protein. Bila
digunakan sendiri, obat ini hanya bersifat bakteriostatik. Namun, bila dikombinasikan dengan
trimetoprim sulfametoksazol, ia memblokir dua langkah biosintesis bakteri asam nukleat
esensial dan protein, memungkinkannya untuk mengerahkan efek bakterisida, misalnya, dalam
urin. (Mims.com, 2021; Kemnic dan Coleman, 2021).

8. Describe the complications of urolithiasis?

Komplikasi yang dapat terjadi dari urolithiasis adalah sebagai berikut:

Penyumbatan total aliran urin dari ginjal menurunkan laju filtrasi glomerulus (GFR)
dan jika berlangsung lebih dari 48 jam, dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel.
Jika batu ureter menimbulkan gejala setelah empat minggu, ada 20% risiko komplikasi,
termasuk penurunan fungsi ginjal, sepsis, dan striktur ureter. Infeksi dapat mengancam jiwa.
Obstruksi yang menetap merupakan predisposisi pielonefritis dan pielonefrosis. Sebuah
penelitian besar mengidentifikasi hubungan antara batu ginjal, karsinoma sel ginjal (RCC), dan
karsinoma urothelial saluran atas (UTUC) pada orang berusia 55-69 tahun. Kemungkinan
hubungan antara penyakit jantung koroner, stroke dan batu ginjal telah Terdeteksi. Kadang-
kadang, pecahnya kelopak ginjal dapat terjadi, yang mengarah pada pembentukan urinoma.
Selain menyebabkan gejala seperti nyeri, muntah, dan darah dalam urin, batu ginjal dapat
menyebabkan komplikasi medis yang serius. Komplikasi yang diakibatkan oleh batu ginjal,
yaitu nfeksi berat termasuk septikemia (keracunan darah) yang dapat mengancam jiwa Jaringan
parut ginjal dan kerusakan pada ginjal → mengakibatkan gagal ginjal Permanen Hilangnya
fungsi ginjal yang mengakibatkan perlunya pengangkatan ginjal (nefrektomy) Penyumbatan
kandung kemih dapat terjadi ketika batu ginjal besar berhasil masuk ke kandung kemih, tetapi
tersangkut di uretra yang mengakibatkan retensi urin yang menyakitkan.

Komplikasi batu ginjal antara lain :

• Batu ginjal berulang karena orang yang pernah mengalami batu ginjal setidaknya
• sekali, memiliki peluang 80% untuk terkena batu ginjal lagi;
• Obstruksi atau penyumbatan pada saluran kemih;
• Gagal ginjal;
• Sepsis, yang dapat terjadi setelah pengobatan batu ginjal besar;
• Cedera pada ureter saat menjalani operasi pengangkatan batu ginjal;
• Infeksi saluran kemih;
• Sakit parah,
• Pendarahan hebat saat operasi batu ginjal.

a. Infeksi traktus urinarius karena obstruksi renal


Obstruksi dapat terjadi karena batu pelviureteral dan batu ureteral, atau batu
kandung kemih itu sendiri. Obstruksi ini selanjutnya akan dianggap sebagai benda asing
oleh tubuh dan memicu respon inflamasi.

b. Gagal ginjal karena obstruksi


Gagal ginjal akut muncul biasanya sebagai akibat dari adanya obstruksi birateral
dari batu ureteral, batu ginjal, atau sebagai hasil dari sepsis (kegagalan multiorgan)
Gagal ginjal kronis adalah hasil lanjutan dari pyelonephritis kronis yang juga dapat
disebabkan oleh batu ginjal. Salah satu bentuk ginjal yang paling infeksius adalah batu
struvit yang terdiri dari magnesium ammonium fosfat dan meliputi 15-20% dari seluruh
calculus ginjal. Batu ini berkembang pada orang yang sudah memiliki infeksi traktus
urinarius dan memiliki stasis urinari. Batu struvit dapat menyumbat sistem pelvikalis
dengan infeksi bertubi-tubi dan menyebabkan morbiditas yang tinggi. (Nicola &
Menias, 2018).

c. Xanthogranulomatous pyelonephritis
Pada kasus ini, infeksi menyebabkan destruksi dari parenkim ginjal dan
digantikan oleh jaringan granuloma yang berisi lemak dan makrofag. (Al-mamari,
2017).

d. Hipertensi
Batu ginjal seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan menyebabkan
obstruksi. Obstruksi ini termasuk obstruksi terhadap pembuluh darah. Padahal, di
pembuluh darah terdapat buffer kalsium yang terjadi bersama dengan regulasi di tulang.
Adanya batu ginjal yang dapat terbentuk karena kalsium, membuat regulasi menjadi\
buruk dan menyebabkan peningkatan kekakuan arteri (Al-Mamari, 2017).
e. Sepsis
Sepsis adalah respon tubuh yang berlebihan karena infeksi dan merupakan
keadaan kegawatdaruratan medis. Sepsis terjadi ketika infeksi yang ada di dalam tubuh
memicu serangkaian reaksi lanjutan di dalam tubuh dan paling sering terjadi di paru-
paru, traktus urinarius, kulit, atau traktus gastrointestinal. (Cdc.gov) Urosepsis adalah
sepsis yang dimulai dari traktus urinarius. Pada urolithiasis, batum dapat menyebabkan
infeksi dan inflamasi yang memicu respon imun. Respon- respon pro inflamasi ini dapat
menyebabkan nekrosis sel, peningkatan produksi neutrofil, peningkatan permeabilitas
endotel (terjadinya edema). Selanjutnya, sebagai respon antiinflamasi, tubuh merespon
dengan bentuk imunosupresi sehingga neutrofil tidak berfungsi dan malah terjadi
kehancuran pada sel-sel di dekatnya seperti sistem koagulasi, sistem otonom, dan
sistem endokrin. (Porat, Bhutta, & Kesler, 2021). Selain yang telah dijelaskan,
komplikasi lain dapat berupa emphysematous pyelonephritis, pyonephrosis, infark
miokard, striktur uretera, fistulisasi, pecahnya pelvis ginjal/uretera, distosia mekanik,
epididymoorchitis, karsinoma urothelial, gangrene penile. Jadi, pada dasarnya,
komplikasi yang terjadi akibat urolithiasis jugadiperparah oleh adanya infeksi bakteri
atau pyelonephritis. (Al-Mamari, 2017).

9. What kind of renal function test that should be performed for this patient?
Renal function test dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan pada ginjal, memonitor
respons ginjal terhadap treatment yang sedang diberikan, serta menentukan progresi dari
gangguan pada ginjal (Gounden, et al, 2021). Beberapa contoh renal function test, yaitu:

a. Glomerular filtration rate (GFR)

Salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk menilai fungsi ginjal adalah
pengukuran GFR. Dalam pengukuran GFR juga dapat dijumpai marker tertentu yang dapat
menentukan fungsi dari ginjal, misalnya creatinine, blood urea nitrogen (BUN), dan cystatin
C. Pengukuran GFR juga dapat menentukan stage pada chronic kidney disease (CKD) disease
(Gounden, et al, 2021).

Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) stages of chronic kidney disease
(CKD):

· Stage 1 : GFR greater than 90 ml/min/1.73 m²


· Stage 2 : GFR-between 60 to 89 ml/min/1.73 m²
· Stage 3a : GFR 45 to 59 ml/min/1.73 m²
· Stage 3b : GFR 30 to 44 ml/min/1.73 m²
· Stage 4 : GFR of 15 to 29 ml/min/1.73 m²
· Stage 5 : GFR less than 15 ml/min/1.73 m² (end-stage renal disease)
b. Tes fungsi tubular
Tes ini dilakukan dengan mengukur osmolalitas dari urin. Nilai normalnya adalah >750
mOsmol/kg H2O. Water deprivation test untuk mengeksklusi diabetes insipidius
nephrogenic. Ammonium chloride test dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis dari distal
renal tubular acidosis (RTA) (Gounden, et al, 2021).
c. Urinalysis
Urinalysis terdiri dari pemeriksaan makroskopis (warna, kejernihan, bau), kimiawi
(dipstick test), dan mikroskopis urin (Gounden, et al, 2021).
Menurut Semins & Matlaga (2010), pada kondisi urolithiasis, pemeriksaan fungsi ginjal
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada kondisi urolithiasis, biasanya didapatkan hasil tes sebagai berikut:

· Creatinine clearance : sedikit menurun


· Serum creatinine : sedikit meningkat
· CBC : peningkatan neutrofil
· Urinalysis : microscopic hematuria, urinary crystal, WBC, leukosit esterase, nitrit

10. What investigation are you going to plan to support the diagnose? (physical examination,
urinalysis, biochemistry, radiology)

Kemungkinan besar kasus yang telah disebutkan pada skenario 5 ini adalah urolithiasis.
Urolithiasis merupakan kondisi ketika ditemukan adanya pembentukan batu pada sistem
urinaria terutama pada ginjal. Untuk mendukung diagnosis ini maka diperlukan beberapa
pemeriksaan yaitu diantara lain adalah pemeriksaan lab dan pemeriksaan radiology. Diantara
ketiga pemeriksaan tersebut, pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang sering
dianjur apabila ditemukan pasien yang diduga mengalami urolihtiasis (Kumar et al, 2018).

a) Pemeriksaan radiology
Pada pemeriksaan radiologi terdapat 3 imaging yang digunakan yaitu, foto polos atau
palin radiography, IVP, dan CT Scan (Eads et al, 2007).

● Plain radiography
Plain radiography mampu menunjukkan batu ginjal yang sebanyak 90%
diantaranya terdiri atas kalsium fosfat dan kalsium oksalat. Hal ini disertai
dengan tampakan yang radiopaque. Selain itu, plain radiography juga dapat
menunjukkan batu yang mempunyai densitas intermediet, seperti batu struvit
dan batu cystin. Namun, Plain radiography tidak bisa mendeteksi batu yang
mempunyai densitas rendah seperti asam urat yang akan menunjukkan
tampakan radiolucent. Plain radiography mempunyai tingkat sensitivitas
sebanyak 45% dan spesifitas sebanyak 77%. Tingkat sensitivitas yang rendah
ini dapat ditandai dengan ketidakmampuannya untuk mendeteksi batu yang
berukuran kecil dan batu yang menutupi tulang. Tingkat spesifisitas yang
rendah dapat dikarenakan kalsifikasi yang terjadi tidak dapat

terlokalisasi langsung di dalam ureter sehingga membuat batu ginjal sulit


dibedakan dengan phleboliths.

● IVP (Intravenous Pyelography)

Intravenous pyelography merupakan alat diagnostik kecil. Hal ini dikarenakan


IVP dapat menunjukkan tampilan obstruksi pada saluran urinaria secara tidak
langsung yang dapat ditandai dengan adanya kontras yang tertunda ataupun
dilatasi pada renal collecting system.

IVP bekerja dengan cara membutuhkan kontras dengan injeksi intravena yang
mana dapat dikonsentrasikan oleh ginjal dan diekskresikan oleh ureter sehingga
dapat ditunjukkan gambar seperti di atas.
● CT Scan

CT Scan dapat diperoleh dengan cepat yaitu dengan rata-rata waktu 4 menit
yang mana hal ini menunjukkan waktu yang cepat daripada pengambilan
gambar dengan IVP dengan rata-rata waktu 63 menit. Selain itu, CT Scan

juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi
batu saluran kemih. Terlebih lagi, CT memungkinkan deskripsi ukuran dan
lokasi batu yang lebih akurat. Berikut merupakan tabel komposisi batu ginjal
yang dapat dilihat dengan CT Scan :

Redaman yang tinggi pada batu ginjal (>150 H) membuatnya lebih mudah
untuk dibedakan dengan struktur lain dengan redaman rendah (<50 H), yaitu
mencakup tumor, hematoma, infectious material, dan cellular debris.

b) Pemeriksaan lab
Pemeriksaan lab untuk urolithiasis lebih difokuskan pada 2 tes dibawah ini, yaitu tes
darah dan tes urin (Semins, 2010).

● Tes Darah
Pada tes darah maka kemungkinan besar komposisi dari batu ginjal itu sendiri
konsentrasinya dapat meningkat. Berikut merupakan penemuan yang dapat
ditemukan pada tes darah yang dapat mengarah ke urolithiasis:
● Tes Urin (urinalysis)
Beikut meruapkan penemuan yang dapat ditemukan pada urin yang dapat
menguatkan diagnosis apabila diyakini adanya urolithiasis:
DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, K. P., Narula, S., Kakkar, M., & Tandon, C. 2013. Nephrolithiasis: Molecular
Mechanism of Renal Stone Formation and the Critical Role Played by Modulators.
BioMed Research International, 2013, 1–21. doi:10.1155/2013/292953
AJ, P. and CP, S., 2021. Diagnosis and initial management of kidney stones. [online] PubMed.
Available at: <https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11310648/> [Accessed 11 December
2021].
Basavaraj, Doddametikurke, R. & Ramegowda, K. 2007. The role of urinary kidney stone
inhibitors and promoters in the patoghenesis of calcium containing renal stones.
European Of Association Neurology, p. 126-136.
Belyayeva M, Jeong JM. Acute Pyelonephritis. [Updated 2021 Jul 10]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/
Bueschen AJ. Flank Pain. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods: The
History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths;
1990. Chapter 182. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK292/
Bui T, Preuss CV. Cephalosporins. [Updated 2021 Aug 31]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551517/
Cartwright, S. and Knudson, M., 2008. Evaluation of Acute Abdominal Pain in Adults. [online]
Aafp.org. Available at: <https://www.aafp.org/afp/2008/0401/p971.html> [Accessed
10 December 2021].
Cleveland Clinic, 2021. Flank Pain: Kidney Stone, UTI, Kidney Infection, Low Back Pain.
[online] Cleveland Clinic. Available at:
<https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/21541-flank-pain> [Accessed 9
December 2021].
Domingos, F., & Serra, A. ,2011. Nephrolithiasis is associated with an increased prevalence
of cardiovascular disease. [online] PubMed. Available at:
<https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20709737/> [Accessed 11 December 2021].
Eads, Emily D. MD; Herbst, Karen A. MD; Lee, Jonathan MD. 2007. Diagnosis and Treatment
of Urolithiasis, Advanced Emergency Nursing Journal: April 2007 - Volume 29 -
Issue 2 - p 98-110. doi: 10.1097/01.TME.0000270331.50767.eb
Eagle, R. and Sethi, S., 2021. Colic in adults: Types, causes, and treatments. [online]
Medicalnewstoday.com. Available at:
<https://www.medicalnewstoday.com/articles/colic-in-adults> [Accessed 9
December 2021].
García-Ferrer, L., Primo, J., Juan Escudero, J. U., Ordoño Domínguez, F., & Esteban, J. M.
(2007). Uso de la ecografía en la pielonefritis aguda del adulto [The use of renal
ultrasound for adult acute pyelonephritis]. Archivos espanoles de urologia, 60(5),
519–524. https://doi.org/10.4321/s0004-06142007000500003
Glazer, K., Brea, I. and Vaitla, P., 2021. Ureterolithiasis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560674/> [Accessed 10 December
2021].
Gounden, V., Bhatt, H. and Jialal, I., 2021. Renal Function Tests. [online] Ncbi.nlm.nih.gov.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507821/ [Accessed 9
December 2021].
J, C., E, K., B, G. and R, M., 2021. Urolithiasis/nephrolithiasis: what's it all about?. [online]
PubMed. Available at: <https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16438249/> [Accessed 11
December 2021].
Kemnic TR, Coleman M. Trimethoprim Sulfamethoxazole. [Updated 2021 Jul 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513232/
Kim, Ki Ho., Kim, Heon., Lee, S., Chung, H., Chung, J., Jung, J. 2017. The Clinical Guidelines
for Acute Uncomplicated Cystitis and Acute Uncomplicated Pyelonephritis. Urogenit
Tract Infect. 12(2):55-64.
Kim, S. C., Burns, E. K., Lingeman, J. E., et al. Cystine calculi: correlation of CTvisible
structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by shock wave
lithotripsy. UrolRes 2007 Dec;35(6):319-24.

Kumar, Vinat., Abbas, Abul K., Aster, Jon C. 2018. Robbins Basic Pathology. 10th ed.
Philadelphia: Elsevier. pp 576-577
Landau, D., Turner, M. E., Brennan, J., & Majd, M. (1994). The value of urinalysis in
differentiating acute pyelonephritis from lower urinary tract infection in febrile
infants. The Pediatric infectious disease journal, 13(9), 777–781.
https://doi.org/10.1097/00006454-199409000-00005
Leslie, S., Sajjad, H. and Murphy, P., 2021. Bladder Stones. [online] Ncbi.nlm.nih.gov.
Available at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441944/> [Accessed 10
December 2021].
LiverTox: Clinical and Research Information on Drug-Induced Liver Injury [Internet].
Bethesda (MD): National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases;
2012-. Fluoroquinolones. [Updated 2020 Mar 10]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547840/
Mims.com, 2021. Sulfamethoxazole + Trimethoprim: Indication, Dosage, Side Effect,
Precaution | MIMS Indonesia. [online] Mims.com. Available at:
<https://www.mims.com/indonMims.com, 2021.
Mochammad, S. 2014. Batu saluran kemih. In: Aru W, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, Siti
S (eds). Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-5 jilid II. Jakarta: Interna Publishing., hlm.
1025-1027.
Patti, L. and Leslie, S., 2021. Acute Renal Colic. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431091/> [Accessed 9 December 2021].
Pigrau C, Escolà-Vergé L. Oral treatment of acute pyelonephritis: when, with which
antimicrobial agent and for how long? Enferm Infecc Microbiol Clin (Engl Ed). 2020
Aug-Sep;38(7):303-305. English, Spanish. doi: 10.1016/j.eimc.2020.05.009. Epub
2020 Jun 11. PMID: 32536596.
Ratkalkar, V. N. & Kleinman, J. G. 2011. Mechanisms of stone formation. Clinical Reviews in
Bone and Mineral Metabolism, Vol. 9(3-4), hal. 187–197.
Sakhaee, Khashayar., Naim M., Maalouf., and Bridget Sinnott., 2012. Kidney Stones 2012:
Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Texas : University of Texas Southwestern
Medical Center, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22466339 Diakses tanggal 6
Januari 2019.
Semins, M. and Matlaga, B., 2010. Medical evaluation and management of urolithiasis.
Therapeutic Advances in Urology, [online] 2(1), pp.3-9. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3126068/ [Accessed 9 December
2021].
Sigmon, D.F., Dayal, N. and Meseeha, M., 2020. Biliary Colic. [online] PubMed. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430772/ [Accessed 10 Dec. 2021].
Sung, V., 2018. Infantile colic. Australian Prescriber, [online] 41(4), pp.105–110. Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6091773/ [Accessed 10 Dec.
2021].
Thakore P, Liang TH. Urolithiasis. [Updated 2021 Jun 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559101/
Urologists.org, 2021. Flank Pain. [online] Urologists.org. Available at:
<https://www.urologists.org/article/symptoms/flank-pain-symptoms> [Accessed 9
December 2021].

Anda mungkin juga menyukai