Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH STUDI MEDIA DAN BUDAYA POPULER

“MEDIA, BENCANA DAN EKSPLOITASI KEMISKINAN : MEDIA


TAYANGAN TELEVISI”

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Firdaus, M.Si

Disusun Oleh:
Ahsanul Furqan 1801112197
Aliyyah Aura Avdijan 1801112320
Amelia Sukma Dewi 1801123861
Aprilita Wulandari 1801112182
Dini Amelia Gustiani 1801112654
Dwi Safitri 1801112280
Hardani 1801123807
Nadya Asyafina 1801123936
Rahmah Qonitah 1801123994
Ricki Eka Rinaldi 1801124688
Salsabila 1801111335
Siska Rahayu Permata Bunda 1801110115
Syahrul Irvandi 1801123979
Vinna 1801112519
Wafiqah Hurin 1801124218

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah mengenai studi media dan budaya berjudul “Media, Bencana Dan
Eksploitasi Kemiskinan : Media Tayangan Televisi”.

Ucapan terimakasih kepada bapak dosen pengampu Dr. Muhammad Firdaus, M.Si
yang telah berjasa, membimbing dan mencurahkan ilmu khususnya dalam kajian Studi
Media dan Budaya Populer. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi
Media dan Budaya Populer. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami selaku penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, Mei 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
2.1 Rumusan Masalah....................................................................................................2
3.1 Tujuan Penelitian......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................................4
2.1 Pengertian Media dan Studi Media...........................................................................4
2.2 Bencana (Konsep Dalam Ranah Komunikasi)..........................................................9
2.3 Eksploitasi Kemiskinan..........................................................................................13
2.4 Contoh Kasus.........................................................................................................17
BAB III..................................................................................................................................23
PENUTUP.............................................................................................................................23
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Media merupakan alat saluran komunikasi. Kata media berasal dari bahasa latin
yaitu bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah, media berarti perantara, yaitu
perantara antara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver).
Beberapa hal yang termasuk ke dalam media adalah film, televise, diagram, media
cetak (printed material), computer, dan lain sebagainya. (Dylan Trotsek, 2017)

Selama puluhan tahun televisi sebagai media massa merupakan media yang
paling digemari sebagai media hiburan dan informasi. Karena sifatnya yang audio
visual, televisi dapat menghadirkan acara musik, film, sinetron, variety show, reality
show serta acara lainnya dengan melibatkan para selebritis idola khalayak. Begitu
pun acara olahraga, orang dapat menonton aneka pertandingan olahraga tanpa harus
berangkat ke stadion atau lokasi pertandingan. Juga siaran informasi yang
sebelumnya dikategorikan acara yang tidak menarik, melalui televisi acara informasi
baik siaran berita maupun info lainnya memiliki pesona tersendiri terlebih televisi
dapat menyiarkan secara langsung dari lokasi kejadian. (Mustika, 2012)

Media televisi sebagai proses penyampaian berita, hiburan, melalui sarana


teknis untuk kepentingan umum dan kelompok, dimana peneliti dapat merespon
tayangan televisi dan menjawab secara langsung apa yang mereka lihat dapat
langsung diutarakan. Televisi publik merupakan bagian dari lembaga penyiaran
publik memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat,
kontrol dan perekat sosial, pelestari budaya bangsa yang berorientasi kepada
kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Setelah TVRI sebagai televisi pertama,
munculah televisi swasta seperti Indosiar, RCTI, MNC TV, Trans TV, Trans 7, Metro
TV dan TVone.

1
Dalam tayangan televise dapat kita temui tayangan yang menyangkan
pemberitaan mengenai suatu bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia.
Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Selain bencana, tayangan televise juga menayangkan mengenai ekploitasi


kemiskinan. Yang mana kemiskinan merupakan suatu permasalahan pokok pada
masyarakat perbatasan. Hal ini merupakan sebagai akibat dari rendahnya kualitas
SDM (sumber daya manusia) yang ada. Data monografi pemerintah Kecamatan Jagoi
Babang (dalam Niko, 2016) tercatat bahwa sebanyak 1.537 KK (kepala keluarga)
hidup di garis kemiskinan dari jumlah total 1.679 KK di Jagoi Babang. Sebagai
sebuah permasalahan sosial, kemiskinan tentu membawa dampak yang lebih luas
terlebih bagi perempuan di perbatasan. Tidak jarang mereka mengalami eksploitasi di
sektor domestik bahkan menjadi korban perdagangan orang di Malaysia. Melihat
kenyataan ini, penulis tertarik untuk menelusuri lebih dalam tentang kehidupan
perempuan di perbatasan yang sangat friendly dengan kemiskinan dan eksploitasi.
(Rupita, 2020)

2.1 Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan media dan studi media?


2. Bagaimana itu bencana dalam ranah komunikasi?

2
3. Apa yang dimaksud dengan eksploitasi kemiskinan?
4. Apa contoh kasus terkait media, bencana dan eksplotasi kemiskinan dalam
penggambaran media ?

3.1 Tujuan Penelitian

Adapapun tujuan penelitian yang ingin dicapai :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan media dan studi media.
2. Untuk mengetahui bagaimana itu bencana dalam ranah komunikasi.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan eksploitasi kemiskinan.
4. Untuk mengetahui contoh kasus terkait media, bencana dan eksplotasi
kemiskinan dalam penggambaran media.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Media dan Studi Media


Media

Media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk


menyampaikan informasi atau pesan. Kata media berasal dari bahasa latin yang
merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah arti kata tersebut adalah
perantara atau sumber pesan (source) dengan penerima pesan (receiver). Media
adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator kepada khalayak banyak. (Ike Herdiana, 2010)

Media memiliki banyak jenis, salah satu dari jenis media adalah media massa.
Media massa adalah saluran untuk menyampaikan informasi dan elemen terpenting
dalam proses komunikasi massa. Berdasarkan bentuknya, media massa
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Media cetak, yaitu media massa yang penyampaian informasinya menggunakan


gambar dan tulisan yang dicetak di atas kertas. Berikut ini adalah berbagai
contoh media massa berbentuk media cetak:

a. Koran atau surat kabar, yaitu media massa yang berfungsi untuk memberi
informasi atau berita, memberi hiburan, memberi kritik terhadap tulisan lain,
serta memberi solusi pada berbagai masalah. Koran dicetak di atas kertas daur
ulang dan ukurannya cukup lebar.

b. Majalah, yaitu media massa yang berfungsi untuk menyampaikan informasi,


menyalurkan bakat, media pembelajaran untuk menulis, sumber mode terbaru,
media promosi, dan lain-lain. Tampilan majalah jauh lebih menarik dari koran.

4
c. Tabloid, yaitu media massa yang berfungsi untuk memberi informasi seputar
kehidupan, media pembelajaran menulis, memberikan hiburan, dan lain-lain.
Tabloid berukuran seperti koran, namun tampilannya menarik seperti majalah.

d. Buletin, yaitu media massa yang dicetak hanya pada beberapa waktu tertentu
saja dengan tujuan untuk memberikan informasi pada kelompok sendiri, bukan
untuk mencari keuntungan. Buletin biasanya berupa selembar atau beberapa
lembar kertas ukuran sedang yang berisi topik tertentu.

e. Buku teks, yaitu media massa yang umumnya digunakan untuk pembelajaran
sehingga isinya tidak beragam seperti koran atau majalah. Jumlah halaman
buku teks juga jauh lebih banyak dibandingkan media cetak lainnya.

2. Media elektronik, yaitu media massa yang penyampaian informasinya


menggunakan berbagai macam peralatan elektronik. Berikut ini adalah berbagai
contoh media massa berbentuk media elektronik:

a. Televisi, yaitu media massa yang berfungsi untuk memberi informasi penting
dan terbaru, memberi hiburan, dan mendidik melalui beberapa program
tertentu.

b. Radio, yaitu media massa yang menyampaikan informasi melalui gelombang


radio dan berfungsi untuk memberi berbagai macam informasi, hiburan, serta
menjadi media promosi.

c. Ponsel, yaitu media massa berupa telepon yang telah dimutakhirkan dan
memiliki banyak fitur.

d. Internet, yaitu media massa yang mampu menyampaikan informasi secara real


time, cepat, akurat, dan mampu menghubungkan orang dari seluruh dunia,
tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.

5
e. Komputer, yaitu media massa yang berfungsi menyampaikan informasi kepada
pihak lain (biasanya harus terhubung dengan internet).
3. Media Online, yaitu media massa yang dapat ditemukan dan disajikan di
internet yaitu situs web. Media online juga disebut sebagai situs berita (news
site) atau portal berita (news portal), seperti Detik.com, Kompas Cyber Media,
Republik Online, dan Tribun News.

Media massa memberi informasi, menghibur, menyenangkan, bahkan kadang


mengganggu khalayak. Media mampu menggerakkan emosi atau mempengaruhi
perasaan, menantang dan mendefinisikan masyarakat serta membentuk realitas
khalayak. (Sumartono, 2016)

Menurut Nurudin (2014) dalam buku yang berjudul “Pengantar Komunikasi


massa”, Dennis McQuail memberikan beberapa asumsi pokok tentang fungsi dan
peran media dalam kehidupan masyarakat saat ini, fungsi dan peran media massa
adalah:

1. Media merupakan sebuah industri. Media terus berkembang seiring dengan


perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih. Dengan
perkembangannya, media juga menciptakan lapangan kerja atau industri
media yang diatur oleh masyarakat. Selain itu media juga menghidupkan
industry lain seperti periklanan dan promosi.
2. Media sebagai sumber kekuatan. Media menjadi alat untuk mengawasi dalam
manajeman dan inovasi di masyarakat. Dalam kehidupan, komunikator
menjadikan media sebagai pengganti kekuatan, tameng atau sumber daya
lainnya.
3. Media menjadi wadah informasi. Media sebagai forum diskusi dengan
menampilkan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan masyarakat, baik
nasional maupun internasional.
4. Media sebagai wahana pengembangan budaya. Melalui media seseorang dapat
mengembangkan pengetahuannya akan budaya lama, maupun memperoleh

6
informasi dan pemahaman tentang budaya baru. Misalnya gaya hidup dan tren
zaman sekarang yang didapat dari informasi di media.
5. Media sebagai sumber dominan pencipta citra bagi individu, kelompok dan
masyarakat. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang
dikombinasikan dengan berita dan tayangan hiburan. Media telah menjadi
sumber dominan bagi individu dan kelompok masyarakat.

Salah satu bentuk dari media elektronik adalah Televisi. Televisi merupakan
salah satu bagian dari media massa. Tayangan televisi dijelajahi dengan
tayangan hiburan, berita dan iklan. Fungsi televisi sama dengan fungsi media
massa lainnya, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk.
Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi, karena pada umumnya
tujuan utama khalayak menyaksikan televisi adalah hiburan, selanjutnya memperoleh
informasi (Ardianto & Erdinaya, 2004: 128).

Segi karakteristik, televisi memiliki beberapa kelebihan seperti dari segi


audiovisual, yakni televisi dapat didengar sekaligus dilihat. Keduanya harus
sesuai dan saling berharmonisasi untuk menciptakan tayangan yang menarik.
Selanjutnya, berfikir dalam gambar, serta pengoperasiannya lebih kompleks. Pesan
yang akan disampaikan melalui media televisi memerlukan
pertimbangan-pertimbangan lain agar pesan dapat diterima oleh khalayak
sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pemirsa, waktu, durasi,
dan metode penyajian (Ardianto & Erdinaya, 2004: 128-133).

Ada tiga efek yang ditimbulkan dari acara televisi terhadap penonton yaitu:

1. Efek kognitif yaitu kemampuan seseorang atau penonton untuk menyerap


dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan
pengetahuan bagi penonton. Contoh: acara kuis di televisi.

7
2. Efek peniruan yaitu penonton diharapkan pada trend aktual yang ditayangkan
televisi. Contoh: mode pakaian, mode rambut dari bintang televisi yang
kemudian disenangi atau ditiru secara fisikal.
3. Efek perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang
telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Contoh: iklan layanan masyarakat yang menginternalisasikan nilai
kesehatan bagi masyarakat (Wijaya, 2014).

Studi Media

Studi media adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang korelasi atau cara
pandang media terhadap aspek politik, sosial, dan budaya masyarakat. Studi media
berasal dari tradisi ilmu sosial dan humaniora, dengan berfokus pada
bidang komunikasi massa, komunikasi, ilmu komunikasi, dan kajian komunikasi.
Studi media memiliki 2 perspektif sosiologis, yaitu :

1. Perspektif Pluralis, yang memandang masyarakat terdiri dari kelompok-


kelompok yang beragam, dengan kedudukan seimbang dan relatif setara.
Perspektif Pluralis memandang bahwa kekuasaan dalam masyarakat adalah
sesuatu yang nyata dan transparan. Pemerintah dipandang sebagai “juri”
yang netral dan adil pada kelompok-kelompok masyarakat tersebut.
Kehidupan politik terbebas dari kehidupan ekonomi, sehingga bagi
pemerintah, orang kaya maupun miskin setara di mata hukum. Berikut ini
adalah asumsi-asumsi perspektif Pluralis tentang media:

a. Media memberi kesempatan dan sarana untuk melaksanakan debat


publik.

b. Media memberi informasi bagi publik untuk bertindak.

c. Media adalah sebuah institusi independen yang terbebas dari kekuatan


ekonomi maupun pemerintah.

8
d. Karena dianggap sebagai institusi independen, maka media bisa
mengontrol pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat.

e. Informasi yang disajikan media untuk masyarakat tidak dikonstruksi;


semua informasi dianggap mengandung pengetahuan yang positif, yang
menyampaikan fakta dan kebenaran.

f. Orang-orang media dipandang memiliki otonomi yang terpisah dengan


negara, partai politik, dan kelompok-kelompok tertentu.

g. Otonom dari kelompok elit atau profesional media diberi kebebasan dan
fleksibilitas.

h. Khalayak berperan aktif dalam menentukan berita atau media yang


dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan mereka.

2. Perspektif Marxis, yang menganggap bahwa ketika seseorang memiliki alat


produksi material, maka secara otomatis ia memiliki alat produksi mental.
Perspektif Marxis melihat masyarakat dalam 2 kubu besar, yaitu kaum
Borjuis (pemilik alat produksi material) dan kaum Proletar (kaum
buruh/pekerja). Berikut ini adalah asumsi-asumsi perspektif Marxis tentang
media:

a. Media massa dimiliki oleh kaum Borjuis.

b. Media beroperasi sesuai dengan kepentingan umum kaum Borjuis.

c. Media mempromosikan kesadaran palsu kepada para pekerja (kesadaran


yang terjadi ketika pekerja tidak menyadari bahwa ia adalah seorang
pekerja; kesadaran yang terjadi ketika seorang pekerja merasa menjadi
seorang Borjuis).

9
d. Media tidak memberi akses kepada kelompok-kelompok dengan
pandangan politis yang berlawanan dengan kelompoknya.

e. Media dipandang sebagai area pertarungan ideologi antar kelas.

f. Kontrol tertinggi sangat terkonsentrasi dalam monopoli modal.

g. Ketika menikmati otonominya, pekerja media seolah-olah


tersosialisasikan menjadi kaum Borjuis.

h. Secara keseluruhan, media menjadi penyambung dari kerangka


pemaknaan sebuah situasi. Dalam hal ini, yang diuntungkan pastilah
kaum Borjuis.

i. Sistem makna alternatif (yang merupakan tandingan dari sistem makna


dominan) dari sebuah media bagi khalayak tidak tersedia.

Teori Ekonomi politik media

Teori ekonomi politik adalah pendekatan kritik sosial yang berfokus pada
hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri media serta konten ideologis
media. Dari sudut pandang ini, media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi
dengan hubungannya dengan sistem politik. Pandangan ini menitikberatkan studi
media atas bagaimana proses produksi konten dan distribusi dikendalikan.

Menurut McQuail, teori ekonomi politik media merupakan bagian atau cabang
dari teori kritis media. Adapun salah satu cabang pandangan teori ini hampir sama
dengan Marxisme klasik, teori ini menyalahkan kepemilikan media bagi keburukan
masyarakat. Dalam pemikiran ini, isi media merupakan komoditas untuk dijual di
pasaran, dan informasi yang disebarkan diatur oleh apa yang akan diambil oleh pasar.

2.2 Bencana (Konsep Dalam Ranah Komunikasi)

10
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif maupun
pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (Bruno, 2019)

Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/Menko/Kesra/x/95 adalah


sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana
dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat.

Jenis-jenis Bencana Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24


Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yaitu:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal
modernisasi. dan wabah penyakit
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam
penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran,
kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

11
Komunikasi bencana
Komunikasi bencana secara umum memang dibutuhkan bagi warga yang
daerah menjadi daerah yang rawan bencana. Dimana daerah tersebut menjadi salah
satu tempat yang penduduknya harus diperhatikan oleh BPBD dan pemerintah.
Warga di sekitar daerah rawan bencana harus diberikan sosialisasi mengenai
pelatihan perlindungan bencana dan bagaimana caranya menghadapi situasi pada saat
bencana. Sosialisasi bisa dilakukan pada saat pra bencana dan pasca bencana dengan
cara yang jelas dan tepat. Hal itu guna melatih para warga agar lebih tanggap dan siap
jika terjadi bencana secara tiba-tiba. Dalam kondisi darurat dan pasca bencana,
komunikasi harus dilakukan lebih intens karena hal itu sangat dibutuhkan guna
mendapatkan informasi yang update atau untuk melakukan koordinasi dengan pihak-
pihak yang terkait baik itu korban, BPBD, pemerintah, masyarakat luar, donatur,
media massa, dan relawan. Fungsi koordinasi yang baik ini bisa digunakan untuk
memberikan informasi kepada korban, keluarga korban, dan orang-orang luar yang
ingin mengetahui bagaimana kondisi atau keadaan pasca bencana. (Tecnológico,
2018)

Jika dilihat dari sisi korban sendiri, mereka bisa mendapatkan informasi
mengenai bagaimana keadaan keluarga baik yang hilang, meninggal ataupun yang
selamat. Jika dilihat dari sisi keluarga korban dan relawan, mereka bisa mendapatkan
informasi untuk membantu mencarikan donasi atau donatur untuk memberikan
bantuan bagi korban dan bagaimana cara akses memberikan bantuan atau datang
langsung ke tempat kejadian bencananya. Dari sisi media massa, mereka bisa
mengupdate informasi di media sosial atau media cetak guna memberitahukan
mengenai perkembangan yang terjadi di tempat kejadian perkara.

Menurut Frank Dance (dalam Littlejohn, 2006:7), mengatakan bahwa :

“Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam konsep kebutuhan. Komunikasi
muncul dengan spontan dan tidak pasti. Hal itu bisa menimbulkan interaksi baik

12
maupun buruk. Terlebih ketika komunikasi dalam bencana, harus saling memahami,
mengerti dan tidak memunculkan ego”

Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat


bencana, tapi juga penting pada saat dan pra bencana. Sebagaimana menurut Haddow
and Haddow, mengatakan bahwa :

“Komunikasi adalah cara terbaik untuk kesuksesan dalam hal pra bencana, waktu
bencana, dan pasca bencana. Komunikasi dibutuhkan untuk memberitahukan
khalayak mengenai apa yang terjadi melalui pesan-pesan yang ada dan disampaikan
agar mengurangi resiko akibat bencana dan menyelamatkan kehidupan dari efek
bencana”.

Berkaitan dengan bencana, komunikasi berfungsi sebagai radar sosial didasari


oleh fungsinya sebagai perpindahan pesan dalam memberi kepastian mengenai
terjadinya suatu bencana. Dalam hal ini dimaksud bahwa dengan komunikasi
informasi dapat diberikan kepada masyarak dengan tujuan dapat mengurangi dan
meminimalisir kerugian yang dapat terjadi dalam suaru bencana. Kerugian disini
dapat berupa kerugian jiwa maupun materi. Ada empat poin komunikasi dalam
penanganan bencana :

1. Komunikasi sebagai radar sosial : berfungsi untuk memberi keyakinan


kepada pihak lain mengenai informasi yang sedang berlangsung. Radar
sosial disini berguna dalam menyampaikan apa yang sudah,sedang ataupun
akan terjadi sehingga dapat menjadi perpanjangan tangan atas suatu
informasi.
2. Komunikasi sebagai manajemen : menjadi alat untuk mengatur dan
mengendalikan dalam pencapaian tujuan. Hal ini dapat berupa proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.
3. Komunikasi sebagai sarana sosialisasi : sebagai pemberi informasi dan tutor
yang berjalan dinamis dan melibatkan feedback.

13
4. Komunikasi sebagai media hiburan : dalam hal ini komunikasi berperan
sebagai pemulihan dan pembentukan mental baru dengan menghibur dan
membangangun upaya penyintasan bencana.

Berkaitan dengan fakta yang terjadi saat ini, komunikasi sebagai media hiburan
sangat dilirik dan diminati masyarakat. Hampir dapat kita duga bahwa upaya
komunikasi selalu dapat dilandasi atas upaya menghibur dan dinikmati banyak orang.
Tidak terlepas dari aspek komunikasi bencana yang dijadikakan sebagai hiburan
hingga penyampaian atas suatu bencana pada masyarakat di kemas secara menarik.

2.3 Eksploitasi Kemiskinan

Eksploitasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah


pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk keuntungan sendiri atau
pemerasan tenaga atas diri orang lain merupakan tindakan yang tidak terpuji.
(https://kbbi.web.id)

Eksploitasi menurut Pasal 2 ayat (1) undang-undang Nomor 21 Tahun 2007


tengan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sbagai berikut:
“eksploitasi yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tidak
terbatas pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa
perbudakan penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, atau secara melawan
hukum atau transpalansi organ jaringan tubuh seseorang oleh pihak lain untuk
mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial”.
Masalah kemiskinan yang mendera bangsa Indonesia ditanggapi bermacam-
macam. Ada yang prihatin dan ada juga yang tidak peduli sama sekali. Mereka yang
menderita dijadikan berita oleh berbagai pihak yang mempunyai hasrat untuk
berkuasa. Bahkan ratusan juta dikeluarkan agar bisa mengeksploitasi kemiskinan
melalui media elektronik maupun media cetak. Kepedulian terhadap masalah
kemiskinan ini tentu merupakan hal yang sangat mulia. Akan tetapi kepedulian

14
tersebut hanya dijadikan untuk kepentingan serta pencitraan. (kompas.com)
https://travel.kompas.com

Kemiskinan

Kemiskinan pada umumnya sering dikaitkan dengan bidang ekonomi yang


ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran dan keterbelakangan. Kemiskinan
berasal dari kata miskin, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/) miskin berarti tidak memiliki harta; serba
kekurangan (memiliki penghasilan sangat rendah). Jadi kemiskinan adalah hal miskin
atau keadaan miskin. Menurut Kartasamita (Nurwati, 2008) ukuran kemiskinan dapat
dilihat dari tingkat pendapatan dan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kemiskinan Absolut
Seseorang yang dikatakan miskin secara absolut jika pendapatannya
lebih rendah dari garis kemiskinan absolut atau dengan kata lain jumlah
pendapatannya tidak dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan suatu keadaan perbandingan antara
kelompok pendapatan dalam masyarakat yakni antara kelompok yang
kemungkinan tidak miskin dikarenakan mempunyai tingkat pendapatan yang
lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang relatif
lebih kaya. Dengan memanfaatkan ukuran pendapatan, maka keadaan ini
disebut juga sebagai ketimpangan distribusi pendapatan.

Kemudian, menurut Nurwati (2008) apabila kita lihat pola waktu, maka
kemiskinan dapat dibedakan menjadi empat pola, diantaranya:

1. Persistent poverty adalah kemiskinan yang sudah kronis atau turun temurun.
2. Cyclical poverty adalah kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi
secara keseluruhan.

15
3. Seasonal poverty adalah kemiskinan musiman, dimana hal ini sering
ditemukan pada masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan
dan buruh pada pertanian tanaman pangan yang bersifat musiman.
4. Accidental poverty adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya bencana
alam ataupun dampak dari adanya suatu kebijakan tertentu yang
mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kemiskinan adalah


rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan
pekerjaan yang mengakibatkan banyaknya pengangguran serta keadaan keterisolasian
(Nurwati, 2008).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin
di Indonesia pada bulan September 2020 mencapai 10,19% yang mengalami
peningkatan sebesar 0,41% terhadap bulan Maret 2020 dan meningkat 0,97% dari
bulan September 2019. Sementara untuk persentase penduduk miskin perkotaan pada
bulan Maret 2020 mencapai 7,38%, kemudian naik menjadi 7,88% pada September
2020. Sedangkan persentase penduduk miskin perdesaan pada bulan Maret 2020
mencapai 12,82% yang kemudian naik menjadi 13,20% pada bulan September 2020.
Tercatat jumlah penduduk miskin di Indoneisa pada bulan September 2020 mencapai
27,55 juta orang dan meningkat 1,13 juta orang terhadap bulan Maret 2020.
Kemudian garis kemiskinan pada bulan September 2020 tercatat mencapai rp.
458.947,- per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar
Rp. 339.004,- (73,87%) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp. 119.943,-
(26,13%) ( dalam bps.go.id).

Kemiskinan ini termasuk dalam masalah sosial yang kompleks dan


penyelesaiannya tidak hanya dari satu sisi saja. Masalah kemiskinan yang harus
ditangani oleh negara dan pendekatan penanganannya mesti diberi perhatian lebih
mengingat kemiskinan sendiri terjadi diakibatkan oleh akses panjang dari
kapitalisme. Kemiskinan ini terjadi karena struktur sosial yang mengakibatkan
terhambatnya akses bagi kaum miskin dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial

16
maupun politik. Karena tidak ingin kehilangan akses tersebut dalam berbagai tatanan,
para kaum elit menggunakan kemiskinan sebagai alat perpanjangan struktur sosial
ekonomi. Dimana, kemiskinan dieksploitasi dan dijadikan nilai tukar untuk uang dan
kekuasaan. Para elit politik seperti anggota parlemen memanfaatkan isu kemiskinan
untuk mendongkrak publisitas merka dengan mengutarakan janji-janji untuk
memperbaiki dan memberi perhatian lebih pada kehidupan kaum miskin. (Utami &
Viska, 2020: 129-130)

Di Indonesia, fenomena kemiskinan sangat potensial untuk dijadikan objek


perhatian, karena kemiskinan tidak hanya dimanfaatkan oleh para kaum elit seperti
para politikus untuk mendapatkan kursi di lembaga legislatif, namun juga para
pemilik media massa terutama Televisi yang tertarik menjadikan fenomena
kemiskinan ini sebagai komoditasnya. Sehingga lahirlah program-program Televisi
dengan menjadikan kemiskinan sebagai tema utama dan aktor utamanya adalah orang
miskin, seperti pada acara “Uang Kaget”, “Bedah Rumah”, “Orang Pinggiran”, “Jika
Aku Menjadi” dan lain sebagainya.

Program-program acara tersebut lebih dikenal dengan sebutan reality show


yang merupakan salah satu genre pada program Televisi yang tumbuh di Indonesia
sejak awal tahun 2000-an. Menurut Vivian, reality show adalah acara yang
mempertunjukkan orang-orang biasa secara aktual namun bukan seorang aktor atau
aktris dalam kondisi tertentu. Dimana dalam reality show menampilkan adegan secara
natural atau alami yang seakan-akan tidak menggunakan skenario di dalamnya.

Saat ini, kemiskinan tidak hanya dapat dipandang secara fisik, namun juga haru
secara integratif dan multidimensional. Karena kemiskinan saat ini bukan lahir
dengan sendirinya yang muncul tanpa sebab. Bukan juga dikarena para kaum miskin
tersebut malas atau boros, tapi mereka muncul karena akibat dari tatanan struktur
ekonomi, sosial dan politik yang lebih memihak pada para kaum elit yang kaya atau
kaum kapitalis. Oleh sebab itu, kemiskinan para kaum miskin dengan sengaja
dilestarikan supaya eksistensi dari para kaum elit tetap terjaga. Dalam hal ini tentunya

17
sangat dibutuhkan peran pemerintah atau negara dalam mengatasi permasalahan
kemiskinan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu para
kaum miskin. (Arya et al, 2013)

Eksploitasi Kemiskinan di Dunia Hiburan


Media televisi sebagai dunia hiburan banyak menghadirkan reality show
dengan tema-tema yang tidak inspiratif karena menonjolkan kemiskinan sebagai
temanya. Hal ini membuat pandangan menjadi menyedihkan karena orang yang
kurang mampu kerap dijadikan objek. Ketika progam reality show yang bertemakan
kemiskinan digarap oleh sebuah rumah produksi dan stasiun televisi untuk menarik
pengiklan maka persoalan tersebut merupakan sebuah praktik komodifikasi terhadap
objek kemiskinan. Alasan memproduksi reality show semacam ini tidak terlepas dari
seberapa besar program tersebut mengeruk keuntungan dan menarik para pengiklan
untuk mengiklankan produknya di sela-sela tayangan. Representasi kemiskinan ini
dilakukan dengan tujuan agar dapat menarik pangsa iklan setinggi mungkin. Dengan
demikian, bagaimana kemiskinan dikomersialisasikan untuk kepentingan seuah
industri media televisi.
Contoh program televisi yang mengeksploitasi kemiskinan seperti “Jika Aku
Menjadi” di TransTv dan program “Bedah Rumah” di RCTI. Program reality show
“Jika Aku Menjadi” yang ditayangkan oleh Lembaga Penyiaran Komersil Trans Tv.
Pada program ini bintang tamu akan menemani dan hidup bersama tuan rumah untuk
beberapa hari ke depan. Program ini lebih ke membantu materi yang bersifat bahan
makanan yang dapat digunakan oleh tuan rumah untuk mencari nafkah. Sedangkan
program “Bedah Rumah” menolong orang untuk merenovasi rumahnya menjadi
layak huni dengan pengerjaan satu hari. Kedua reality show ini sama-sama
bertemakan kemiskinan dalam programnya.
Produksi tanda kemiskinan dipertukarkan dalam bentuk rating-share yang
merupakan legitimasi dalam penentuan tarif iklan di sela tayangan. Lagi-lagi dengan
dalih kepentingan ekonomi yang menjadi acuan bagi pelaku bisnis industri media.

18
Biaya produksi rendah dan rating tinggi yang biasa disematkan pada program-
program ini.

2.4 Contoh Kasus


Dengan mengkaitkan media, bencana dan eksploitasi kemiskinan, dapat
terbentuk alur pemikiran media sebagai fasilitas dalam menyampaikan informasi
terkait eksploitasi kemiskinan yang dipandang sebagai salah satu bentuk bencana.
Kemiskinan sebagai bencana dalam artian hal ini ialah dinilai atas bentuk
kerugiannya dimasyarakat dan negara Indonesia. Atas hal ini, ditemukan upaya
komunikasi atas media dalam suatu program tv yang mengangkat isu mengenai
kemiskinan yang dikemas dalam bentuk komunikasi hiburan yang kemudian
dikaitkan dengan teori ekonomi politik media dalam melihat isi media atau informsi
diatur sebagai komoditas dan nilai jual pada pasar . Oleh karena itu penulis tertarik
membahas hal ini, berikut penjabaran atas kasus yang ditemukan:

Analisis kasus dari program tv

“ PROGRAM: “ORANG PINGGIRAN” PADA CHANNEL TRANS 7

Trans7 adalah salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Trans7 tergabung
dalam kelompok CT Corp di bawah payung Transmedia. Awalnya Trans7 bernama
TV7 yang berdiri pada 22 Maret 2000. Keberadaan TV7 telah diumumkan dalam
Berita Negara Nomor 8687 sebagai PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Kemudian
dengan adanya kerjasama strategis antara Para Group dan Kelompok Kompas
Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, TV7 ini resmi berganti menjadi
Trans7 pada 15 Desember 2006 (dalam https://m.merdeka.com/). TRANS7
merupakan salah satu saluran media televisi di Indonesia dengan positioning Smart,
Entertaining & Family (dalam https://www.trans7.co.id/).

19
Sumber: https://trans7.co.id/

“Orang Pinggiran” Trans7 adalah sebuah acara semi dokumenter yang


mengangkat kisah kehidupan orang-orang yang tidak beruntung di sekitar kita. Dalam
ketidak beruntungannya itu mereka harus terus berjuang untuk bisa bertahan hidup
meski untuk itu mereka harus melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan.
Program “Orang Pinggiran” Di Trans7 bisa mengingatkan para audience untuk selalu
bersyukur terhadap nikmat yang diberikan Allah swt dan menjadi alarm bagi

20
masyarakat yang serba berkecukupan untuk berbagi kepada mereka yang serba
kekurangan. Namun sederhananya lagi program tersebut mengingatkan kepada
audience bagaimana cara bertahan hidup meskipun dengan berbagai keterbatasan.

Program Orang Pinggiran Trans7 menggambarkan sebagian kecil kondisi


kehidupan rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Beberapa
masyarakat menganggap tayangan reality show ini diproduksi dengan tujuan untuk
menguntungan pihakpihak tertentu saja dari hasil penayangan.

ANALISIS :

Bagi televisi, apapun acara yang ditayangkannya, mesti punya nilai ekonomi,
mampu memberi limpahan keuntungan bagi perusahaan televisi itu. Sampai batas
tertentu motif mencari untung itu tentu wajar. Karena televisi, seperti perusahaan lain,
juga perlu membiayai kegiatankegiatannya, menggaji pegawai, dan sebagainya. Tapi
saat kepentingan ekonomi ini amat dominan dan melumat aspek-aspek lain yang tak
kalah penting, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, banyak
masalah kemudian muncul. Dalam tayangan reality shows mengenai kemiskinan atau
kehidupan orang-orang miskin, misalnya, kerap terjadi pengabaian terhadap hak-hak
orang miskin yang ditayangkan serta penyajian realitas kemiskinan yang bias dan
parsial yang berpotensi memberi pemahaman tentang kemiskinan yang menyimpang
bahkan salah bagi masyarakat.

Reality shows tentang kemiskinan masih tayang rutin di televisi. Judul dan
variasi acaranya beraneka. Jika Aku Menjadi, Bedah Rumah, Minta Tolong, dan
sebagainya. Acara-acara itu umumnya menayangkan kehidupan orang-orang miskin;
deritanya, perjuangannya, kesabarannya, kebaikannya disertai dramatisasi bernuansa
melodrama. Meski ada produser salah satu acara televisi itu yang mengklaim bahwa
acaranya ditujukan untuk meningkatkan solidaritas di masyarakat, nyatanya, terdapat

21
banyak masalah pada acara itu, baik pada tayangannya maupun pada dampak yang
mungkin muncul di masyarakat karena tayangan itu.

Orang Miskin menjadi Objek Dalam beberapa tayangan reality shows tersebut
diperlihatkan orang kaya dengan dunianya, lazimnya tinggal di kota Jakarta juga ada
orang miskin dengan kehidupannya yang bertolakbelakang dengan orang kaya,
biasanya tinggal di desa atau di daerah pinggiran yang kumuh. Lalu orang kaya itu
masuk ke rumah dan kehidupan orang miskin. Memasuki ruangruang di rumahnya,
termasuk kamarnya; melihat bagaimana mereka makan, tidur, bekerja. Si orang kaya
atau pembawa acara itu juga menelusuri kehidupan orang miskin itu. Masa lalunya,
keluarganya, kesehariannya. Ditanyainya orang miskin itu tentang banyak hal hingga
ke kehidupan privasi mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kadang
membuat yang ditanya bingung dan canggung.

Pernah ada juga acara sejenis yang memberikan uang sekian juta kepada orang
miskin. Lalu orang miskin itu diberi waktu satu jam atau kurang untuk menghabiskan
urang itu. Uang itu harus dibelikan, tidak boleh ditabungkan. Maka sambil tergopoh-
gopoh orang miskin itu berlari kesana kemari, dari toko ke toko, membeli barang-
barang yang entah dia butuhkan atau tidak— yang penting bagaimana agar uang itu
habis. Dalam dua adegan itu, kita bisa melihat, bagaimana orang miskin hanya
diposisikan sebagai objek yang kehidupannya boleh diperlakukan sesuka pembuat
acara. Kehidupan pribadinya dikorek-korek dan diungkap ke publik.

Dalam adegan acara salah satu reality shows itu, misalnya, kamera sampai
mengambil gambar tempat dimana orang miskin itu menyimpan uang di rumahnya.
Realitas Kemiskinan yang Bias dan Parsial Realitas kemiskinan dalam tayangan-
tayangan reality shows tentang kemiskinan kerap bersifat simplistik. Jarang, jika
bukan tiada, dalam acara itu diceritakan mengapa sebuah keluarga tertentu miskin.
Jika pun penyebab itu diungkapkan, hanya yang menyangkut soal-soal yang melekat
pada diri keluarga itu. Misalnya, karena kepala keluarganya sakit parah yang tidak
memungkinkan untuk mencari penghidupan.

22
Tidak diceritakan, misalnya, apakah keluarga miskin itu mendapatkan bantuan
dari beberapa program ’pengentasan kemiskinan’ pemerintah. Atau bagaimana akses
keluarga itu serta daerah tempat keluarga itu tinggal terhadap sumbersumber
penghidupan dan terhadap layanan publik. Dan jika ada persolan di akses, apa
penyebabnya, bagaimana peran pemerintah dalam persoalan itu. Alih-alih penjelasan
mengenai soal-soal itu, yang lebih banyak dieksplorasi adalah derita keluarga miskin
bersangkutan; kepedihan dan ketabahannya dalam menempuh hidup yang serba
susah. Konstruksi kemiskinan seperti ditayangkan dalam reality shows itu cenderung
mewakili pandangan yang menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh sesuatu di
dalam diri atau di dekat orang miskin itu dan bukan karena faktor struktural. Meski
hal tersebut tidak disampaikan secara eksplisit, tapi rangkaian gambar dan narasi
acara itu menunjukkannya.

Tak pernah ditayangkan penjelasan atau pertanggung jawaban dari pemerintah


bersangkutan terkait realitas kemiskinan yang ditayangkan dalam acara itu. Tidak ada
pula pendapat atau analisis kritis dari pakar kemiskinan tentang kemiskinan yang
merundung keluarga tertentu yang ditayangkan dalam acara itu. Padahal dalam acara
reality shows lain, misalnya yang berkaitan dengan kesehatan, kerap ditayangkan
pernyataan pejabat pemerintah terkait dan pendapat ahli kesehatan mengenai tema
yang ditayangkan dalam acara itu.

Memperbaiki Acara-Acara itu Jika dirancang dan disajikan dengan baik,


sebetulnya acara reality shows mengenai kehidupan orang miskin ini bisa bermanfaat.
Acara itu bisa memberi pemahaman yang baik tentang kemiskinan pada masyarakat
yang pada gilirannya diharapkan bisa menunjukkan jalan bagaimana masyarakat yang
mampu bisa berkontribusi dalam upaya pengurangan kemiskinan. Acara-acara itu
juga bisa menjadi kritik bagi pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab
untuk menanggulangi kemiskinan. Tidak mudah mendorong agar acara-acara tentang
kemiskinan itu diperbaiki.

23
Televisi punya orientasi dan logika kerja sendiri. Rating adalah ’agama’
mereka. Bekerja dalam tekanan adalah keseharian mereka. Proses bagaimana mereka
menghasilkan sebuah tayangan itu amat berpengaruh terhadap isi dan rupa tayangan.
Tapi dengan memahami apa yang menjadi orientasi dan indikator kesuksesan bagi
televisi, kita bisa melihat dimana suara perubahan itu mungkin untuk didesakkan
pada televisi. Televisi mendapatkan uang dari iklan, iklan dipasang karena rating
acara tinggi. Dan rating tinggi menunjukkan bahwa acara itu ditonton oleh banyak
orang. Maka, jika dikejar ke pangkalnya, penonton itulah yang punya kekuatan besar
untuk memaksa televisi berubah.

Di sinilah perlunya menjadi penonton yang kritis dan tak henti menyampaikan
kritik untuk perbaikan acara-acara televisi tadi. Kerja demikian perlu dilakukan terus
menerus dan massal sehingga memiliki gaung dan daya tekan kuat. Bermacam media
bisa digunakan untuk menyalurkan suara-suara kritis ini. Bisa langsung
menyampaikannya ke televisi bersangkutan, bisa melalui opini dan surat pembaca di
koran, atau bisa juga menggunakan media internet seperti blog dan media sosial.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Media merupakan alat saluran komunikasi. televisi sebagai media massa


merupakan media yang paling digemari sebagai media hiburan dan informasi. Media
televisi sebagai proses penyampaian berita, hiburan, melalui sarana teknis untuk
kepentingan umum dan kelompok, dimana peneliti dapat merespon tayangan televisi
dan menjawab secara langsung apa yang mereka lihat dapat langsung diutarakan.

Dengan adanya media ini, kajian keilmuan tentu dibutuhkan untuk terus
menemukan dan tetap mengontrol dampak media bagi manusia. Oleh karena itu salah
satu upaya melaksanakan hal tersebut, hal ini dikaji dalam studi media dan budaya
populer. Studi media adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang korelasi atau cara
pandang media terhadap aspek politik, sosial, dan budaya masyarakat. Studi media
berasal dari tradisi ilmu sosial dan humaniora, dengan berfokus pada
bidang komunikasi massa, komunikasi, ilmu komunikasi, dan kajian komunikasi.

Berkaitan dengan bencana, komunikasi berfungsi sebagai radar sosial didasari


oleh fungsinya sebagai perpindahan pesan dalam memberi kepastian mengenai
terjadinya suatu bencana. Komunikasi bencana secara umum memang dibutuhkan
bagi warga yang daerah menjadi daerah yang rawan bencana. Dalam hal ini
komunikasi berperan dalam empat hal yakni; Komunikasi sebagai radar sosial,
Komunikasi sebagai manajemen, Komunikasi sebagai sarana sosialisasi, dan
Komunikasi sebagai media hiburan.

Dengan memandang masalah kemiskinan sebagai suatu bencana, dinilai atas


bentuk kerugiannya dimasyarakat yang mendera bangsa Indonesia. Ditemukan upaya
komunikasi atas media dalam suatu program tv yang mengangkat isu mengenai

25
kemiskinan yang dikemas dalam bentuk komunikasi hiburan yang kemudian
dikaitkan dengan teori ekonomi politik media dalam melihat isi media atau informasi
diatur sebagai komoditas dan nilai jual pada pasar. Hal ini didapati setelah melihat
dan menganalisa salah satu kesempatan isu kemiskinan di Indonesia yang diangkat
sebagai upaya media hiburan melalui program TV “Orang Pinggiran” dalam saluran
Trans 7.
3.2

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro & Lukiati K. Erdiyana. 2004. Komunikasi Massa: Suatu


Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Cindy Natasya Castella.2014.Pemaknaan penonton terhadap pencitraan bakal


calon presiden dan calon wakil presiden melalui tayangan kuis (Analisis resepsi
pemaknaan penonton terhadap pencitraan bakal calon presiden dan calon wakil
presiden Wiranto-Hary Tanoesoedibyo melalui tayangan “Kuis Kebanggan” di
RCTI) [skripsi]. Medan (ID). Universitas Sumatera Utara

Nurudin. (2014). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada.

Ike Herdiana. (2010). Pemberdayaan dan Fungsi Media dalam Pemberdayaan


Masyarakat. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, 12(covid 19), 400.
https://www.google.com/books?id=M7pb_R8hXnMC

Sumartono, S. (2016). Komodifikasi Media dan Budaya Kohe. Jurnal The


Messenger, 8(2), 43. https://doi.org/10.26623/themessenger.v8i2.342

Wijaya, Haris. 2014. Televisi dan Tayangan Talkshow– Jurnal


Komunika.Medan: USU Press.

Link

https://sharkiedick.wordpress.com/category/studi-media/

https://pakarkomunikasi.com/jenis-jenis-media-massa-beserta-contohnya

https://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/amp/

27
28

Anda mungkin juga menyukai