Anda di halaman 1dari 35

TRAUMA DADA

Pneumothorak dan Hemothorak


Kelompok 3
1. Nur Elza Syafira
2. Lara Santri
3. Melda Annisa Ayu
4. Nurfitria Ningsih
Trauma
• Trauma adalah luka atau cedera fisik
lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker,
2001).

Trauma thorax
• semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam
atau tumpul. (Hudak, 1999).
ANATOMI FISIOLOGI PARU-PARU

Ò Paru-paru adalah struktur


elastis seperti spon. Fungsi utama paru-paru
Ò Paru-paru berada dalam adalah untuk pertukaran gas
rongga torak, yang terkandung antara udara atmosfer dan
dalam susunan tulang-tulang darah. Dalam menjalankan
iga dan letaknya disisi kiri dan fungsinya, paru-paru ibarat
kanan mediastinum sebuah pompa mekanik yang
(Mediastinum adalah struktur berfungsi ganda, yakni
blok padat yang berada menghisap udara atmosfer ke
dibelakang tulang dada. dalam paru (inspirasi) dan
Ò Paru-paru menutupi jantung, mengeluarkan udara alvelus
arteri dan vena besar, dari dalam tubuh (ekspirasi).
esofagus, dan trakea).
PNEUMOTHORAK

Pneumotorax adalah
terdapatnya udara
dalam rongga pleura,
sehingga paru-
paru
dapat terjadi kolaps.
KLASIFIKASI BERDASARKAN
PENYEBAB
Pneumothorak Spontan
(setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab )

Pneumothorak
Traumatik :
Pneumothorak Pneumothorak 1.Traumatik
Spontan Primer Spontan Sekunder bukan iatrogenik
2.Traumatik
Iatrogenik
riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya.
• Ada teori yang menyebutkan, disebabkan
oleh factor konginetal, yaitu terdapatnya
Pneumothorak bula pada subpleura viseral, yang suatu
spontan primer saat akan pecah akibat tingginya tekanan
intra pleura, sehingga menyebabkan
terjadinya pneumotoraks
• Pneumotoraks spontan sekunder
merupakan suatu pneumotoraks yang
penyebabnya sangat berhubungan dengan
penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-
Pneumothorak
paru yang dikatakan sebagai penyebab
spontan sekunder
dasar terjadinya pneumotoraks tipe ini
• pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma,
baik truma penetrasi maupun bukan yang
Pneumothorak menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
Traumatik maupun paru.

Traumatik • pneumotoraks yang terjadi karena jejas


kecelakaan, misalnya jejas pada
Bukan dinding dada baik terbuka maupun
tertutup, barotrauma. Pneumotoraks
Iatrogenik jenis ini terjadi akibat trauma tumpul
atau tajam yang merusak pleura
viseralis atau parietalis
• Terjadi bisa karena tindakan medis
Traumatik • Ex : pemasangan kateter vena sentral,
Penyebab lainnya antara lain
Iatrogenik akupunkktur transthoracic, resusitasi
jantung-paru, dan penyalahgunaan obat
KLASIFIKASI BERDASARKAN JENIS
FISTULANYA
• pneumotoraks dimana terdapat
Open hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan
Pneumothorak bagian dari dunia luar karena
terdapat luka terbuka pada dada
• Pada tipe ini, pleura dalam keadaan
Simple tertutup (tidak ada jejas terbuka
Pneumothorak pada dinding dada), sehingga tidak
ada hubungan dengan dunia luar.

• pneumotoraks dengan tekanan


Tension intrapleura yang positif dan makin
Pneumothorak lama makin bertambah besar karena
ada fistel di pleura viseralis
WOC
MANIFESTASI
Ò Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura
Ò Pernafasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta
dispnea umum terjadi
Ò Deviasi trakea juga dapat terjadi (Corwin, 2009)
Ò Sesak nafas (bernafas terasa berat)
Ò Nyeri berat, memburuk pada gerakan pernafasan
(Wibisono, 2004)
Ò Pergeseran mediastinal dan distensi vena jugular dalam
pneumotorax tensi
Ò Denyut nadi lemah dan cepat (Sarwiji, 2011).
Ò Bunyi nafas melemah atau lenyap di paru-paru yang
mengalami kolaps
Ò sianosi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Ò Gas darah dan saturasi hemoglobin akan


menunjukkan adanya hipoksia
Ò Pemeriksaan sinar-X biasanya dapat
mendeteksi paru yang kolaps (Corwin, 2009)
Ò Rotgen
Pemisahan pleura viseralis dari permukaann
pleura parietalis merupakan tanda utama dari
pneumotoraks
KOMPLIKASI

Ò Pneumotorax dapat menyebabkan hipoksia dan


dipsnea berat. Kematian dapat terjadi (Corwin,
2009)
Ò Pio-pneumothoraks terdapatnya
pneumothoraks disertai empiema secara
bersamaanpada satu sisi paru
Ò Gawat nafas
Ò Disritmia
Ò Atelektasis
PROGNOSIS

Ò Setelah pneumotoraks spontan primer, 30%


pasien mengalami episode kedua dalam
waktu 5 tahun. Setelah episode kedua,
tingkat rekurensi meningkat di atas 50% dan
oleh karenanya penderita disarankan untuk
menjalani pleurodesis
PENATALAKSANAAN
Ò Tension Pneumotorax harus segera ditangani dengan
memasukkan slang atau jarum berukuran besar ke
dalam ruang pleura diikuti penghisapan udara keluar dari
ruang tersebut.
Ò Pneumotorax spontan kecil atau pneumotorax yang
terjadi sekunder akibat trauma dada diobati dengan
insersi slang yang dihubungkan dengan alat penghisap
sampai cedera pleura sembuh. Setiap luka akibat
penetrasi alat harus dibalut atau tertutup (Corwin, 2009)
Ò Berikan oksigen konsentrasi tinggi untuk mengatasi
hipoksia
Ò WSD
HEMOTHORAK

Ò Hemotoraks adalah
adanya darah pada
rongga pleura. Perdarahan
berasal daridinding dada,
parenkim paru, jantung,
atau pembuluh
darah besar (Mancini, 2011).
ETIOLOGI

Ò Penyebab utama dari hemotoraks adalah


laserasi paru atau laserasi dari pembuluh
darah interkostal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul
Ò Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
MANIFESTASI
Ò Anemia
Ò Syok hipovolemik
Ò Sesak nafas
Ò Suara nafas berkurang (Sjamsuhidayat, 2005)
Ò Nyeri dada
Ò Sianosis
Ò Ekspansi dan kaku di sisi dada yang diserang, sedangkan
sisi yang tidak diserang akan naik dan turun saat respirasi
Ò Hipotensi
Ò Dispnea ringan sampai berat
Ò Takipnea (Sarwiji, 2011)
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
É Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara /
cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
É GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi
paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi
É Torasentesis : menyatakan darah/cairan
serosanguinosa (hemothorak).
É Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan
darah.
KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa :


Ò Kegagalan pernafasan
Ò Kematian dini
Ò Fibrosis atau parut dari membran pleura
Ò syok
Ò Empyema
Ò Fibrothorax
PENATALAKSANAAN
Ò foto-rontgen.
Ò Selang dada berdiameter besar dimasukkan kedalam
rongga dada biasanya pada spasium interkostal keempat
sampai keenam
Ò Autotransfusi, jika terjadi perdarahan hebat dari selang
dada
Ò Resusitasi cairan, penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.
CONTOH KASUS PNEUMOTHORAK
Ò Px Tn. A Usia 38 th datang ke IRD Sehat Sempurna
diantar oleh polisi setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas ± 2 jam SMRS. Saat kejadian dada
samping kanan bawah dan perut kanan atas
terkena trauma benda tumpul (stang motor), Posisi
jatuh telungkup. Px ingat saat kejadian, riwayat
pingsan setelah kejadian disangkal. Keluhan yang
dirasakan adalah nyeri dada sebelah samping
kanan bawah setelah terbentur disertai sesak nafas.
Nyeri dada dirasakan terus menerus sejak kejadian
sampai saat dibawah ke RS. Px mengeluh batuk
sedikit-sedikit, tidak disertai dahak dan darah. Px
tidak mengeluh sakit kepala dan pusing, px
mengeluh nyeri perut kanan atas, tapi tidak disertai
keluhan mual dan muntah, badan terasa lemas.
Ò Pernapasan 24 x/ mnt, nadi 88 x/ mnt, TD
90/ 60 mmHg Dari pemeriksaan
didapatkan klien nampak sakit berat,
keluar keringat dingin, nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun, akal
dingin lembab dan didapatkan tanda
distress nafas, trakea terdorong sisi kiri,
gerakan dada yang sakit tertinggal, ICS
yang sakit tampak melebar, focal fremitus
sisi kanan turun, dari perkusi sisi kanan
hipersonor dan jantung terdorong kesisi
kiri. Dari foto dada didapatkan tanda
pneumothorak.
Ò Primary Survey
Airway
Ò Assessment :
1. Perhatikan patensi airway :Paten
2. Dengar suara napas: Vesikuler
Ò Management :
1. Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh,
lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda
yang menghalangi jalan napas
2. Re-posisi kepala, pasang collar-neck
3. Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau i
ntubasi (oral / nasal)
Ò Breathing
Ò Assesment
1. Periksa frekwensi napas : 24x/menit.
2. Perhatikan gerakan respirasi:asimetris.
3. Palpasi toraks: Gerakan dada yang sakit
tertinggal, focal fremitus sisi kanan turun.
4. Auskultasi dan dengarkan bunyi
napas:hipersonor
Ò Management:
1. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2.Lakukan tindakan bedah emergency
untuk atasi tension pneumotoraks
Ò Circulation
Ò Assesment
1. Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut
nadi: 88x/menit.
2. Periksa tekanan darah: 90/60 mmHg.
3. Pemeriksaan pulse oxymetri
4. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya
sianosis)
Ò Management
1. Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2. Torakotomi emergency bila diperlukan
3. Operasi Eksplorasi vaskular emergency
Ò Disability
Assessment
Respon : Alert
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya : Ada
Keluhan Lain : -
Management : -
Ò Exposure
Assessment
Deformitas : Tidak
Contisio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penelitian : Tidak
Laserasi : Tidak
Edema : Tidak
Keluhan lain : Tidak Ada
Management : -
ASKEP
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks, (Doenges, 1999) meliputi :
 Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantung gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ;
DVJ.
 Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
 Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
 Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,inflamasi,/infeksi paaru, penyakit
interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja
napas; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit
pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi
mekanik tekanan positif.
 Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi/perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi
masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,1994:20). Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru- paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :

1. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.


R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase
cairan.

2. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.

R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara


atmosfir masuk ke area pleural.
3. Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapkan. Gelembung
biasanya menurun seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran
masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5. Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
Tujuan :Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran
pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,menyebabkan frustasi
.
1. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3.Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4.Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan
cairan1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi:
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir danmenevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.


Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkannyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan
juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2)Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.

d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 -2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

R/ P en gkaj i a n ya n g opti mal aka n me m ber i kan peraw a t dat a ya ng ob ye k t i f untuk me n ceg ah kem ung k i n
an komp l i kas i dan mel aku kan intervensi yang tepat.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil :


•penampilan yang seimbang..
•mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0= mandiri penuh
1 =memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang
lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.


b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah


ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.


R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan Perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil :


•tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
•luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
•Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.


c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

4. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai
dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atauintervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1. Pola pernapasan efektive.
2. Jalan napas lancar/normal.
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
6. infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai