TOKOH HERMEOTIKA
“JURGEN HABERMAS”
(Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu)
Oleh
Pertiwi Salama
NIM. 708521007
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini dengan tepat waktu. Semoga laporan ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu pada semester 1, di tahun akademik 2021/2022, dengan judul
“Tokoh Hermeotika Jurgen Habermas”. Selain itu makalah ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan pembaca tentang tokoh hermeotika.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kelengkapan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
2.1 Biografi Habermas ................................................................................4
2.2 Karya-karya Habermas..........................................................................5
2.3 Pemikiran-pemikiran Habermas............................................................9
BAB III PENUTUP...........................................................................................25
3.1 Simpulan..............................................................................................25
3.2 Saran....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
5
kesusastraan Jerman, sejarah dan filsasat. Ia juga mempelajari bidang-bidang lain
seperti, psikologi, dan ekonomi Selang beberapa tahun setelah ia pindah ke Zurich,
Jürgen Habermas kemudian melanjutkan studi filsafatnya di Universitas Bonn di
mana ia memperoleh gelar doktor dalam bidang filsafat Banyak yang mengatakan,
bahwa Habermas mempunyai pengaruh yang sangat luas.
Karya-karyanya berpengaruh dalam berbagai bidang keilmuan. Para
mahasiswa sosial, filsafat, politik, hukum, studi kebudayaan, telah merasakan
pengaruh Habermas, bahkan pemikiran Habermas banyak dikutip untuk studi-studi di
atas. Luasnya pengaruh Habermas ini dikarenakan oleh banyaknya disiplin keilmuan
yang telah dipelajari dan didalami oleh Habermas. Ia tidak pernah berhenti pada satu
domain keilmuan yang sempit. Ia belajar filsafat, sains, sejarah, psikologi, politik,
agama, sastra, dan seni, yang kesemuanya itu dipelajarinya di Gottingen, Zurich, dan
Bonn. Bahkan pengaruh Habermas tidak sebatas di tempat kelahirannya saja.
Pengaruhnya juga sampai pada, yang budaya dan corak pemikirannya berbeda dengan
Jerman, yaitu wilayah AngloAmerika. Dan di Indonesia juga telah merasakan
pengaruhnya, yang telah dibuktikan dengan banyaknya buku-buku dan studi tentang
pemikiran Habermas. Tidak kebetulan jika pemikiran Habermas banyak diminati oleh
para pembaca Indonesia. Hal ini dikarenakan kritikannya terhadap basis epistemologi
marxisme ortodok yang dilakukannya pada tahun 1960-an, dan atas patologi-patologi
sosial masyarakat kapitalis liberal yang dilancarkannya pada tahun 1980-an. Kedua
kritik Habermas tersebut bersentuhan dengan kebutuhan intelektual masyarakat
Indonesia di bawah rezim Soeharto yang berada dalam fobia terhadap komunisme dan
menanggung ekses-ekses pembangunan ekonomi Orde Baru. Sekurang-kurangnya
gerakan-gerakan sosial dan mahasiswa cukup sensitif dengan tema-tema yang
dikembangkan Habermas. Dalam salah satu magnum opusnya, Theorie des
Komunikativen Handeln (Teori Tindakan Komunikatif), Habermas mengembangkan
konsep tindakan komunikatif dan merekonstruksi ilmu sosial modern, melancarkan
kritik terhadap modernitas dan masyarakat kapitalis.19 Dengan begitu apa yang
dikembangkan Habermas sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang sangat
minim untuk mengakses kebebasan berpendapat, demokrasi. Dalam masyarakat kita,
Habermas menemukan pembaca setianya, yaitu kalangan LSM, aktivis mahasiswa,
dan gerakan sosial. Tidak mengherankan jika Habermas banyak dikenal dan dipuji
6
oleh berbagai kalangan dan negara, karena memang apa yang ditunjukkan Habermas
adalah kebutuhan masyarakat luas zaman ini.
Pada usianya yang ke 25 tahun, Jürgen Habermas bergabung dengan Institut
für Sozialforschung (Institut Penelitian Sosial) di Frankfurt yang biasa disebut dengan
Mazhab Frankfurt. Mazhab Frankfurt mempunyai corak pemikiran yang khas, hampir
keseluruhan pemikirnya mempunyai arah intelektual yang sama, yang bisa disebut
sebagai Teori Kritis.
pada tahun 1956, ia telah dipercaya untuk menjadi asisten Adorno. Peristiwa
ini merupakan sebuah fase kehidupannya yang penting, karena di lembaga inilah
Jürgen Habermas menemukan identitas intelektualnya. Habermas mengaku bahwa
pengaruh Adorno berhubungan dengan eksplorasinya yang semakin sistematis dan
kritis-sosiologis terhadap teks-teks Karl Marx, Sigmund Freud, dan lainnya. Teks-teks
tersebut juga telah mempengaruhi gaya pikir Mazhab Frankfurt awal
7
1. Teori Pengetahuan
Habermas merefleksikan bentuk-bentuk pengetahuan yang mungkin bagi
subjek pengetahuan, dan mencari asal-usul dari pengetahuan tersebut. jika kita
memisahkan kedua unsur itu, alih-alih mendapatkan pengetahuan emansipatoris,
pengetahuan kita menjadi ideologis. Ushaa Habermas untuk menghilangkan
aspek ideologis dari pengetahuan bisa dikatakan sebagai program mencari
pendasaran epistemologis. Dari ulasan Habermas tentang filsafat (refleksi
epistemologis) yang dilakukan Kant, Hegel, dan Marx itu dihasilkan dua macam
„kritik‟ atau refleksi-diri.
Dari ulasan Habermas tentang filsafat (refleksi epistemologis) yang
dilakukan Kant, Hegel, dan Marx itu dihasilkan dua macam „kritik‟ atau refleksi-
diri, yang kemudian arti „kritik‟ itu menjadi ciri khas dalam refleksi Habermas
atas pengetahuan. Arti kritik tersebut mempunyai dua arti dan dua maksud. Arti
kritik yang pertama diambil dari filsafat Kant, yaitu: “suatu refleksi atas syarat
kemungkinan pengetahuan, perkataan dan tindakan kita sebagai subjek yang
mengetahui, bertutur, dan bertindak.” Habermas menerapkan arti kritik atau
refleksi-diri dalam artian ini untuk merekonstruksi ulang struktur pengetahuan
manusia. Arti kritik atau refleksi-diri yang kedua adalah “suatu refleksi atas
hambatan yang dihasilkan secara tak sadar yang menyebabkan subjek
menundukkan diri kepadanya dalam proses pembentukan dirinya.” Arti kritik
yang kedua ini diambil dari filsafat Hegel dan marx. Arti kritik ini, Habermas
terapkan dalam merefleksikan ilmu-ilmu kritis, sebuah ilmu yang memandu rasio
dalam melakukan praxis-emansipatoris, dan juga memandu rasio untuk
menemukan kendala-kendala yang dihadapi pada saat proses pembentukan-diri
manusia sebagai spesies. Habermas mengatakan, dalam refleksi-diri antara
pengetahuan dan kepentingan adalah satu kesatuan.
Di dalam pengertian mengenai kepentingan dan mengarahkan
pengetahuan tercakup dua momen: pengetahuan dan kepentingan. Dari
pengalaman sehari-hari diketahui, bahwa ide-ide seringkali berfungsi
memberikan arah kepada tindakan- tindakan. Atau ide-ide merupakan motif
pembenaran atas tindakan. Apa yang pada tingkat tertentu disebut
rasionalisasi, pada tingkat kolektif dinamakan ideology
8
2. Teori Komunikatif
Dengan asumsi bahwa masyarakat pada hakekatnya bersifat
komunikatif, Habermas kemudian mengganti paradigma produksi dari
materialisme sejarah itu dengan paradigma komunikasi. Jadi sebagai ganti
peranan cara-cara produksi, ia mengutamakan peranan struktur-struktur
komunikasi sosial dalam perubahan masyarakat. Struktur- struktur komunikasi
ini, menurut Habermas lebih hakiki untuk masyarakat daripada cara- cara
produksi, sebab cara-cara produksi yang juga melibatkan proses belajar
berdimensi teknis itu diatur oleh struktur-struktur komunikasi.
Habermas berpendapat bahwa kritik hanya akan maju dengan landasan
„rasio komunmikatif‟ yang dimengerti sebagai „praksis komunikasi atau
tindakan komunikatif’. Ditegaskan olehnya, bahwa masyarakat pada
hakekatnya komunikatif dan yang menentukan perubahan sosial bukanlah
semata-mata perkembangan kekuatan-kekuatan produksi atau teknologi,
melainkan „proses belajar‟ dalam dimensi praktis-etis‟.
Relevansi teologis pemikiran Habermas tentang teori komunikasi
yakni pada teologi islam. Habermas mengakui peran agama untuk
menciptakan arti dan makna kehidupan dalam sebuah dunia tersekularisasi
selama modernitas belum menemukan alternative lainnya. Menurut Habermas
kedua paradigma tentang sekularisasi di atas terlalu sempit dan bertentangan
dengan kenyataan sebuah masyarakat “post-sekularisasi”, di mana agama dan
ilmu pengetahuan bisa hidup dan berdampingan. Untuk menghubungkan
kedua posisi ini, Habermas menganjurkan sebuah posisi menengah yang ia
sebut Commonsense yang rasional, demokratis dan semakin kuat. Iman
yang terungkap dalam agama telah menerjemahkan dirinya ke dalam
bahasa ilmu sekular. Dengan demikian, iman bersikap terbuka terhadap
setiap bentuk analisa kritis-rasional. Tapi itu saja belum cukup.
Commonsense sebagai akal sehat yang menempati posisi menengah tidak
bisa secara berat sebelah mendukung ilmu pengetahuan dan mengabaikan
peran agama. Ia juga harus terbuka terhadap isi agama. Agar dalam setiap
usaha menciptakan konsensus rasional, tidak meminggirkan agama secara
tidak fair dari masyarakat umum dan tidak menutup sumber daya atau
potensialitas agama bagi masyarakat sekular, maka pihak sekular pun harus
9
tetap mempertahankan cita rasanya bagi daya artikulasi bahasa religius.Dan
karena batasan antara argumentasi religius dan ilmu pengetahuan sering
kabur, maka dituntut kesediaan dari kedua belah pihak untuk melihat
persoalan dari sudut pandang pihak lain. Habermas tidak menghendaki
penyingkiran makna religius yang potensial secara sekuler, tapi coba
menerjemahkannya ke dalam konsep modern.
Habermas memperlihatkan kebenaran ini sebagai berikut: Segala
sesuatu yang diterjemahkan ke dalam permainan bahasa manusiawi menjadi
objektif dan bisa digambarkan, tapi tidak mampu menggugah rasa dan
tanggung jawab subjek dalam lingkup hidupnya. Manusia yang
terobjektivasi adalah korban sebuah hubungan sebab-akibat. Ia bukan lagi
subjek bebas yang secara spontan mampu bertindak secara bertanggung
jawab. Dan di sinilah peran agama dalam mayarakat modern:
menyelamatkan manusia sebagai subjek bebas dan bertanggung jawab.
Uraian Habermas tentang agama sangat berorientasi sosiologis. Ia coba
menguak makna dari setiap penyataan iman, mengomunikasikannya tanpa
harus menentukan apakah isi iman itu benar atau tidak. Meskipun
Habermas tidak menyentuh persoalan iman itu sendiri, ia bisa menghantar
kita mendekati batas, di mana kita mesti mengambil keputusan dalam hal
iman. Pemikiran Habermas juga merupakan sumbangan besar bagi dialog
antar agama dan ilmu pengetahuan demi membangun sebuah
masyarakat bermoral dan berkemanusiaan. Oleh karena itu,
membicarakan persoalan pluralisme dan dialog antar-agama adalah setua
usia manusia dan selamanya akan ada, tapi cara dan metode manusia
dalam menghadapi dan menyikapi pluralisme itulah yang harus berubah,
seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman. Sehingga yang
diperlukan bukanlah “ideal-language” yang bersifat reduktif-positivistik,
tetapi yang diperlukan adalah kepekaan baru yang lebih bersahaja untuk
sepenuhnya menghargai keanekaragaman dan pluralisme kehidupan.
Kepekaan semacam inilah yang pada akhirnya akan memunculkan pandangan
pluralistik.
3. Teori Sosial
10
Salah satu teori kritik dalam dunia sosial adalah konsep dimensi dunia-hidup.
Bagi Habermas terdapat tiga dimensi dunia-hidup, yakni: dunia objektif
yang merepresentasikan fakta-fakta yang independen dari pemikiran
manusia dan berfungsi sebagai titik referensi umum untuk menentukan
kebenaran; dunia sosial yang terdiri dari hubungan-hubungan intersubjektif;
dan dunia subjektif dari prngalaman pribadi. Bagi Habermas, pribadi yang
dapat memilah tiga aspek dari pengalaman dan perspektif yang
melibatkan mereka, mencapai suatu pemahaman 'tak terpusat' (decentered)
dari dunia hidup. Ketidak-berpusatan membawa orang untuk membedakan
persoalan kebenaran, keadilan, dan rasa secara baik sesuai dengan pandangan-
pandangan objektif, sosial, dan subjektif (Habermas, 1990: 133-141).
Ketidak-berpusatan kemudian menjadi sesuai dengan tahap moral post-
konvensional Kholberg yang menempatkan seseorang pada kemampuan
untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan personal dan norma• norma sosial
demi pertimbangan masalah-masalah moral secara abstrak (Andres, 1996: 3).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari urian singkat di atas, nyatalah bahwa paradigma komunikasi
menempati pusat pemikiran Habermas dalam usahanya melakukan perubahan
sosial. Dalam bahasanya Kant, komunikasi merupakan imperatif kategoris yang
meminggirkan sentralitas subyek. Karena paradigma komunikasi dengan
sendirinya berarti mengedepankan adanya hubungan intersubjektif.
3.2 Saran
Banyak dimensi pemikiran Habermas yang belum diungkap dalam
pembahasan singkat ini, namun bangunan dasar Teori Kritis dalam konteks ontologis
dan epistemologis telah diusahakan untuk dipaparkan. Terdapat beberapa masalah
yang masih terbuka, termasuk tuduhan 'inkonsistensi' Habermas terhadap
'semangat emansipatoris' yang muncul dalam Between Facts and Norms. Juga
beberapa issue tentang globalisme dan identitas budaya. Untuk kajian yang lebih
suntuk, sungguh memerlukan ruang lain yang memadai.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, A. and UNY, P.I.S.F., 1988. Jurgen Habermas: Teori Kritis dengan
paradigma komunikasi. Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY.
13