Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR ISI

BAB I : LANDASAN KURIKULUM...............................................................................................................................................


1.1 Spiritualitas 3
1.2 Filosofis 15
1.3 Sosiologis – Antropologis 16
1.4 IPTEKS 21
1.5 Psikologis 21
BAB II : RUMUSAN MISI SEKOLAH...........................................................................................................................................
BAB III : MODEL KURIKULUM...................................................................................................................................................
BAB IV : TUJUAN PENDIDIKAN.................................................................................................................................................
4.1 Tujuan Pendidikan dalam Gereja Katolik - AIMS 27
4.2 Tujuan Pendidikan Nasional - AIMS 27
4.3 Tujuan Pendidikan sekolah 27
4.4 Tujuan Pembelajaran – OBJECTIVE DI RPP 27
BAB V : STRUKTUR MATA PELAJARAN TELADAN....................................................................................................................
5.1 Struktur Teladan 28
5.2 Perumusan Kompetensi Dasar dan Indikator 29
5.2.1. Allah Adalah Kasih 30
5.2.2. Devosi pada Bunda Maria 31
5.2.3. Persaudaraan Ratu Kongregasi 31
5.2.4. Berpihak pada yang Miskin 32
5.2.5. Pemimpin yang Melayani 33
5.2.6. Profesionalitas Karya 33
5.3 Desain Buku 33
BAB VI : STRATEGI IMPLEMENTASI..........................................................................................................................................
6.1 Intra Kurikuler 35
6.1.1. Desain Instruksional 35
6.1.2. Inovasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 37
6.2 Ekstra Kurikuler 37
6.3 Kokurikuler 38
6.4 Nonkurikuler 38

1
BAB VII : PENUTUP....................................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................................................
LAMPIRAN................................................................................................................................................................................
SUPLEMEN KURIKULUM UNGGUL SMP …................................................................................................................................
6.2 Ekstra Kurikuler 40
6.3 Kokurikuler 40
6.4 Nonkurikuler 41
CONTOH MEMBUAT SITASI......................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................................................

2
BAB I
LANDASAN KURIKULUM

1.1 Spiritualitas
1.1. 1 Spiritualitas Santo Pelindung Yayasan: Santo Yohanes Bosco
Yohanes Bosco atau dikenal dengan panggilan Don Bosco adalah seorang imam
berkebangsaan Italia. Ia lahir dari keluarga sederhana di Becchi Italia pada 16 Agustus
1815. Ayahnya bernama Francesco Bosco dan ibunya bernama Margherita Occhiena.
Ditempa situasi, Don Bosco tumbuh menjadi anak yang rajin, cerdas, dan baik budi. Ia
selalu menjadi teladan bagi teman-temannya, baik dalam hail prestasi belajar maupun
dalam sikap. Diharapkan meneruskan usaha keluarga, Don Bosco memilih masuk biara
dan menjadi seorang imam. Pada 1841, ia ditahbiskan menjadi imam dan bekerja sebagai
kapelan di Kota Turin, Italia. Sehari-hari ia mengunjungi penjara, mengajar agama, dan
membantu di paroki.
Selain imam, Don Bosco adalah seorang pendidik dan animator berbakat. Ia sangat
peduli dengan kebutuhan kaum muda, terutama mereka yang dicap nakal, tinggal di
jalanan, kehilangan masa kecil, dan kurang mendapat perhatian. Don Bosco
mengumpulkan anak-anak tersebut dan menyebutnya dengan oratorium untuk diberikan
pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan disebut “sistem pencegahan” (preventif).
Itu adalah pendekatan yang dibangun di atas cinta dan karakter pendidik. Don Bosco
menyebutnya dengan “asistensi” (kehadiran atau ada bersama). Ia selalu mengatakan,
“Berikan kepadaku hanya jiwa-jiwa dan ambillah yang lainnya daripadaku” (da mihi
animas caetera tolle). Dia mengajarkan bahwa pendidik harus bertindak seperti orang tua
yang peduli; selalu bersikap lembut dan bijaksana; memaklumi kesembronoan orang-orang
muda; waspada terhadap motif tersembunyi; berbicara dengan ramah; memberikan nasihat
tepat waktu; dan 'sering membenarkan'.
Terdapat tiga nilai penting dalam mewujudkan sistem pendidikan preventif dengan
asistensi pendidik, yaitu REAL (Religion, ReAson, dan Loving-Kindness).

3
a. Religion (Agama)
Agama mendorong perkembangan moral dan spiritual anak sehingga anak
memiliki keterikatan yang lebih kepada hal rohani dan relasi pribadi dengan Tuhan. Dalam
sistem preventif peran agama tidak boleh dikesampingkan karena agama menghidupkan
kesadaran moral pada diri anak untuk menghindari perbuatan-perbuatan dosa dan
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Agama dapat menyucikan hati
manusia dari niat dan keinginan yang buruk sekaligus menumbuhkan kehendak baik untuk
hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Banyak lembaga pendidikan mengesampingkan
nilai-nilai agama karena dianggap tidak populer, kurang diminati dan tidak berpengaruh
banyak pada anak muda. Kita bisa jatuh pada godaan ketakutan ketika berbicara tentang
doa, sakramen, dan praktik-praktik keagamaan, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa manusia
memiliki dimensi religius yang tidak boleh diabaikan. Jika, kita mengabaikannya, kita
akan melakukan ketidakadilan kepada anak yang merupakan pembawa nilai-nilai luhur
dalam diri mereka.
Nilai-nilai agama perlu dihidupi secara bersama-sama tanpa melupakan toleransi
dan penghormatan terhadap semua agama lain yang juga mengandung nilai-nilai luhur.
Pendidik harus menjadi tanda dan pembawa kasih Tuhan bagi kaum muda, terutama
mereka yang paling miskin. Untuk itu pendidik tidak boleh segan-segan mengajak kaum
muda untuk memperdalam iman kaum muda sebagai landasan kehidupan mereka yang
dikonkretisasi dalam praktik keagamaan dan kehidupan sehari-hari. Melalui agama, anak
muda harus dituntun untuk menemukan kebahagiaan mereka dan kebahagiaan itu terletak
pada kesetiaannya kepada Tuhan dan kehendak-Nya.
Tujuan pendidikan adalah keselamatan kekal kaum muda. Oleh karena itu, praktik
keberimanan merupakan hal mendasar untuk mendukung lingkungan pendidikan dan
pembentukan moral anak didik. Menumbuhkan dimensi religius, menanamkan rasa takut
dan kepekaan akan Tuhan kepada kaum muda, mendidik mereka untuk membiasakan
hidup dalam rahmat, adalah tujuan dari rangkaian praktik kesalehan yang diilhami oleh
tradisi dan pengalaman pribadi mereka, yang menjadi ciri kehidupan semua orang. Agama
bisa menjadi strategi pendidikan untuk membentuk pola pikir, pola rasa, dan pola laku
anak muda. Bagi Yohanes Bosco, latihan kerohanian, rekoleksi, retret, meditasi,
keheningan adalah sarana yang penting dan efektif untuk meningkatkan moralitas anak.

4
Baginya, pengalaman beragama merupakan tujuan utama pendidikan yang sesungguhnya,
kebahagiaan tanpa akhir, dan keselamatan kekal. Orang muda, dengan berbagai cara,
diarahkan, dituntun, dan dibimbing secara terus-menerus agar tidak menyimpang dari
tujuan ini dan menjadikannya prioritas.
Agama dan iman kepada Tuhan memainkan peran utama dalam pendidikan kaum
muda dalam sistem preventif. Untuk Yohanes Bosco keheningan saat ibadah, belajar dan
di tempat-tempat tertentu adalah mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Yohanes Bosco
menuntut keheningan meskipun dia juga mendorong kebisingan, tawa, dan kegembiraan di
antara kaum muda untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan keakraban. Dia
percaya bahwa iman akan membantu seseorang selama mengalami masa krisis dalam
perjuangannya. Dia menulis buku doa untuk anak-anaknya, mengajar mereka, dan berdoa
bersama dengan mereka.
Bagi Yohanes Bosco Allah adalah Bapa yang penuh kasih yang dengannya
manusia perlu membangun hubungan pribadi. Dia sangat mementingkan kehidupan setelah
kematian. Kehidupan surgawi sering menjadi bagian dari katekese dan pengajarannya. Dia
adalah seorang yang realistis. Dia mengajar anak-anaknya untuk menjalani kehidupan
yang tulus dengan mengingatkan kehidupan fana di dunia dan melatih mereka untuk
merindukan kehidupan baka di surga. Cara ini membuat anak muda menghindarkan diri
dari perbuatan yang sia-sia dan akhirnya membuat keputusan untuk hidup dalam
pengharapan. Yohanes Bosco percaya bahwa cara terbaik untuk melayani Tuhan adalah
dengan melakukan kewajiban dengan kemampuan terbaik. Setiap anak didik diharapkan
melakukan tugasnya dengan senang hati tanpa keterpaksaan.

b. Reason (Akal budi)


Kemampuan berpikir merupakan salah satu kekhasan manusia yang
membedakannya dari makhluk ciptaan lainnya. Pendidikan harus mengarahkan orang
muda untuk memikirkan dirinya dalam segala keadaannya. Tugas pendidik adalah
membantu anak didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Akal budi merupakan
nilai yang harus ada dalam sistem preventif seperti yang dipikirkan oleh Yohanes Bosco.
Pendidikan harus siap memberikan alasan yang meyakinkan tentang apa yang dilakukan,
kapan saja, kalau kita ingin tindakan kita efektif dan positif.

5
Akal sehat harus menjadi faktor penentu dalam menciptakan aturan. Hal Ini akan
membuat kehidupan kaum muda mudah dan menyenangkan. Instruksi dan pedoman harus
sederhana dan jelas bagi kaum muda. Begitu kaum muda yakin akan manfaat dari aturan-
aturan tertentu, mereka tidak akan ragu untuk mengikutinya. Pendidik harus memastikan
bahwa anak didik memahami pentingnya setiap aturan dan bahwa semua tidak sama
nilainya. Ketika merumuskan aturan tertentu, pendidik harus mendapatkan pandangan dari
anak didik dan melibatkan anak didik merumuskan beberapa. Ini akan menciptakan minat
anak didik untuk mengikuti aturan tersebut.
Dengan akal budinya, orang muda dapat mengambil bagian dengan cara yang
bijaksana dalam pendidikannya. Dia bisa menjelaskan alasan prilakunya. Jadi, kita bisa
berdiskusi dan berdialog dengannya tentang tantangan masa depannya.

c. Loving-Kindness (Cinta yang penuh kebaikan)


Sebuah konsep yang membedakan pendidikan Yohanes Bosco dengan yang lainnya
adalah amorevolezza. Istilah amorevolezza yang digunakan oleh Yohanes Bosco sulit
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Namun isi yang terkandung dalam istilah ini
merupakan jiwa sistem pendidikan dan prinsip tertinggi metode pendidikan Yohanes
Bosco. Amorevolezza adalah kasih sayang (amore) yang didorong oleh kehendak
(volezza), dengan kata lain kasih sayang yang didorong oleh kehendak yang tulus, suci,
dan murni. Kekuatan yang menggerakkan sistem pendidikan bukanlah otoritas yang
memaksa, tetapi kasih sayang yang tulus. Hubungan antara pendidik dan anak didik
dibangun dari hati ke hati. Melalui hubungan dari hati ke hati akan terbangun suasana
kasih sayang, saling percaya, saling menghormati antara pendidik dan anak didik.
Yohanes Bosco menegaskan bahwa anak tidak hanya dicintai tetapi juga menyadari
bahwa mereka dicintai. Dari pendidik dituntut kasih sayang yang mendalam dan tulus
kepada anak didik dan itu ditunjukkan melalui kedekatan dan keakraban. Jika sekolah
kadang-kadang menghadapi begitu banyak kesulitan dalam pengolahan kelompok remaja
yang nakal, itu karena sejumlah besar pendidik mengabaikan dimensi afektif dalam
hubungannya dengan anak didik. Bagi Yohanes Bosco, ikatan kepercayaan dengan kaum
muda hanya dapat dibangun jika mereka merasa bahwa para pendidik memperlakukan
mereka dengan kasih sayang.

6
Adalah baik bagi pendidik untuk mengendalikan afektifnya terhadap anak didik
dan menemukan titik jarak dan kedekatan yang baik dengannya. Seni pendidikan pertama-
tama terdiri dari seni penentuan posisi. Jarak yang terlalu jauh dapat menciptakan
kekerasan, orang muda ingin menarik perhatian pada dirinya sendiri, tetapi terlalu dekat
juga akan membuat anak muda merasa kurang bebas dan terkungkung. Jadi, pendidik
harus menemukan titik kedekatan pada jarak yang tepat. Tentu kesulitannya terletak pada
posisi dan kondisi anak didik yang berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Mereka
memiliki latar belakang yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan keunikan masing-
masing. Mereka benar-benar tidak bisa disamakan dan harus diperlakukan berbeda. Salah
satu contoh, meletakkan tangan dibahu anak, itu bisa menjadi tanda kedekatan yang sangat
baik bagi anak yang memerlukan dukungan dan penguatan, tetapi akan menjadi tanda yang
sangat buruk bagi anak yang mengalami pelecehan, sehingga tidak dapat menerima
seseorang menyentuhnya. Karena itu sangat diperlukan pendidikan berbasis pengenalan.
Pendidik perlu berpartisipasi aktif dalam kegiatan anak didik, berdialog dengan
mereka, dan berusaha mengenal dan memahaminya. Dia harus selalu siap mengambil
langkah “amorevolezza” Yohanes Bosco ini, yakni kasih sayang yang diwujudkan dengan
pemberian diri dalam tindakan nyata. Ketika pendidik berbicara tentang kasih sayang pada
saat yang sama anak didiknya merasa dicintai. Dasar dari tindakan pendidik ini adalah
cinta kepada Tuhan yang diwujudkan kepada anak didik. Yohanes Bosco mengarahkan
para pendidik untuk membuat dirinya dicintai, bukan ditakuti. Anak muda harus
dimotivasi dan didoroang untuk melakukan kebaikan dan menginginkan keselamatan
mereka. Hal itu membutuhkan kedekatan pendidik dengan anak didik dan hadir dalam
pengalaman hidup mereka. Dengan demikian, nasihatnya akan diterima dengan lebih baik.
Bagi Yohanes Bosco, dalam menghadapi kaum muda, pendidik hadir bukan sebagai atasan
atau bos, tetapi pemandu, sebagaimana diteladankan Yesus, Sang Gembala yang Baik.
Para pendidik harus menghidupkan "semangat kekeluargaan", yang membuat komunitas
pendidikan bermakna bagi kaum muda, terutama ketika mereka telah dilukai oleh
kehidupan.
Mendidik cara Don Bosco tetap relevan sepanjang zaman, terutama dalam situasi
pendidikan di Indonesia di mana pemerintah sedang giat membentuk anak-anak
berkarakter unggul. Pendidikan yang unggul menurut Don Bosco tak hanya mementingkan

7
aspek akademis, tapi juga membentuk watak dan membawa kepada keselamatan jiwa-jiwa.
Berbeda dengan pendidikan karakter sekuler yang berhenti pada formasi intelektual dan
pembentukan pribadi berkeutamaan tanpa rujukan pada Pribadi Ilahi, pendidikan cara Don
Bosco menambahkan aspek keselamatan jiwa-jiwa yang memang merupakan tujuan
tertinggi setiap pendidikan Katolik.

1.1. 2 Spiritualitas Santo Pelindung Sekolah: Santo Thomas Aquinas


Thomas Aquinas adalah seorang imam Katolik dari Ordo Dominikan yang dikenal
Doctor Angelicus. Ia lahir Roccasecca, Italia, dan hidup pada 1224 – 1274. Ia dikanonisasi
pada 18 Juli 1323, pestanya dirayakan pada 28 Januari. Thomas Aquinas adalah seorang
filsuf abad pertengahan terkemuka. Ia memiliki keseriusan yang sangat tinggi untuk
membuktikan kebenaran sejati, hampir-hampir tidak pernah keluar dari kamarnya untuk
belajar, berpikir, dan menulis.
Dia mengembangkan kesimpulannya sendiri dari premis-premis Aristotelian,
terutama dalam metafisika, kepribadian, penciptaan, dan Tuhan. Ia menghasilkan beberapa
karya, dengan karya paling mashyur berjudul Summa Theologiae, yang merupakan
ringkasan sistematis teologi Latin. Ia berhasil mempertahankan ajaran Gereja dari para
pengkritik. Karena peran pentingnya dalam ilmu pengetahuan dan kegigihan untuk
mencari kebenaran, Gereja menjadikan Thomas Aquinas sebagai pelindung banyak hal,
mulai dari akademisi, pelajar, sekolah, universitas, filsuf, penerbit, penjual buku, hingga
pembuat pensil.
Thomas Aquinas adalah orang yang sangat hebat yang mendamaikan agama
dengan logika [CITATION Che04 \l 1033 ]. Agama adalah urusan iman dan logika adalah
urusan ilmu pengetahuan. Dua fakultas manusiawi ini seringkali dipahami sebagai elemen
yang bertolak belakang, saling menegasi dan mengeliminasi. Menurut Aquinas, akal
mampu beroperasi di dalam iman dan menurut hukumnya sendiri. Misteri Tuhan
diungkapkan dan menjelma dalam bahasa manusia; dengan demikian ia mampu menjadi
objek elaborasi yang aktif, sadar, dan terorganisir di mana aturan dan struktur aktivitas
rasional diintegrasikan dalam terang iman. Teologi adalah sebuah “sains”; itu adalah
pengetahuan yang secara rasional diturunkan dari proposisi yang diterima sebagai pasti
karena diwahyukan oleh Tuhan. Teolog menerima otoritas dan iman sebagai titik awalnya

8
dan kemudian melanjutkan ke kesimpulan dengan menggunakan akal; filsuf, di sisi lain,
hanya mengandalkan cahaya alami akal.
Thomas Aquinas adalah musafir kebenaran sejati. Ia menggunakan gaya berpikir
Aristoteles dalam mencari dan menemukan kebenaran tertinggi. Aristoteles mengatakan,
All men by nature desire to know. Setiap manusia dari kodratnya ingin tahu [CITATION Ari21
\l 1033 ]. Keingintahuan manusia tidak terbatas, ya tentang dirinya, sesamanya, Tuhannya,
hidup kesehariannya, lingkungan dunia kehadirannya, asal dan tujuan keberadaannya, dan
segala sesuatu yang berpartisipasi dalam kehadirannya. Sifat ingin tahu manusia bukan
tercetus secara serampangan, melainkan terikat dengan moral. Rasionalitas manusia
merupakan cetusan karakter tanggung jawab [CITATION Riy21 \l 1033 ]. Berpikir logis
merupakan keharusan bagi manusia. Seseorang yang mengabaikan akal sehat dalam
bertindak merusak kodrat manusia. Itu tidak bermoral. Dan, ujung dari segala upaya
manusia untuk mengetahui adalah pengetahuan tentang kebenaran tertinggi.
Kebenaran tertinggi adalah kebenaran yang darinya segala sesuatu berasal, yang
satu, utuh, indah, dan lengkap. Kebenaran tertinggi tidak diadakan, tetapi ada dengan
sendirinya. Ia adalah penyebab pertama yang tidak disebabkan. Menggunakan logika
sebab-akibat, manusia selalu mencari apa atau siapa entitas yang pertama, yang darinya
semua yang ada mengalir (causa prima), namun tidak pernah menemukannya. Hal itu,
menurut Thomas Aquinas, karena akal budi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu
diperlukan iman yang diterangi oleh Roh Kudus. Thomas Aquinas menekankan bahwa
iman kita bukan iman yang buta, melainkan iman yang didukung oleh akal budi. Dalam
hal ini, akal budi adalah pelayan bagi iman. Akal budi bertugas membuat manusia semakin
beriman. Implikasinya, semakin kita cerdas semakin kita beriman. Tugas akal budi adalah
membantu manusia mencari kebenaran tertinggi, yaitu Allah itu sendiri.
Thomas Aquinas memiliki cara yang unik dalam mencari pengetahuan dan
menghayati iman. Menggunakan cara kerja pikiran manusia, ia mengatur pengajarannya
dalam bentuk “pertanyaan”, di mana penelitian kritis disajikan dengan argumen pro dan
kontra, sesuai dengan sistem pedagogis yang digunakan di universitas. Bentuknya
bervariasi dari komentar sederhana tentang teks resmi hingga laporan tertulis tentang
perselisihan publik, yang merupakan peristiwa penting dalam kehidupan universitas abad

9
pertengahan. Kebenaran adalah sasaran utama yang dapat dikejar dengan menggunakan
iman yang diperkuat akal budi dan akal budi yang diterangi oleh iman.
Terdapat tiga nilai penting dalam sistem pedagogis Santo Thomas Aquinas untuk
mencari kebenaran (veritas), yaitu BERKAT (BERiman, BeraKAl budi, dan Rendah
HaTi).
a. Beriman
Sekolah-sekolah Katolik hendaklah tetap menjadi tempat-tempat bagi iman, yang
bebas disajikan dan diterima.1
Iman adalah hubungan cinta kasih antara manusia dengan Allah, yang membuat
manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah, karena manusia mengalami bahwa
Allah mencintai tanpa batas. Allah menyatakan Diri kepada manusia dalam pertemuan
secara pribadi dengan-Nya yaitu melalui doa. Dalam pertemuan itu Allah tidak hanya
memperkenalkan diri-Nya saja melainkan Allah menyatakan rencara keselamatanNya
kepada manusia melalui perbuatan dan perkataan. Iman merupakan hubungan pribadi
dengan Allah dan hanya terjadi karena rahmat dari Allah.2
Iman adalah pergumulan terus-menerus mencari cahaya yang terang. Konsili
Vatikan II menyatakan: “Supaya orang dapat beriman diperlukan rahmat Allah yang
mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati
dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi dan menimbulkannya pada
semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran’ (DV 5).
Iman itu hidup bukan pertama-tama dalam agama sebagai ungkapan iman yang
eksplisit, melainkan dalam tindakan moral sebagai wujud hidup beriman. Iman bukanlah
pertama-tama berarti menerima aturan, khususnya untuk bidang moral, melainkan
menghayati hidup secara otonom dan bertanggung jawab dalam kesatuan pribadi dengan
Allah. Dalam suara hatinya, orang beriman menerima sapaan Allah untuk hidup dari
kelimpahan hidup-Nya yang Ia curahkan. Dalam suara hatinya, manusia sadar bahwa
perbuatan hidup dan tindakan konkret yang beraneka-ragam mempunyai tempat dan nilai
dalam keseluruhan hidupnya di hadapan Allah.3

1
Seri Dokumen Gereja No. 57, 2010: 92-93.
2
Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996:129.
3
Konferensi Wali Gereja Indonesia, 1996:15.

10
Secara konsekuen Konsili Vatikan II berkata: “Kepada Allah yang menyampaikan
wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal
budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan
sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya”(DV 5).
Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa iman menurut ajaran katolik
mempunyai peranan utama dalam pendidikan. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu mewujudkan pelajar yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

b. Berakal budi
Kodrat manusia adalah makhluk berakal budi. Manusia akan baik dan bahagia, jika
hidupnya berkembang sesuai dengan akal budinya. Akal budi mengarahkan manusia pada
tujuan hidupnya, yakni kebahagiaan. Akal budi memerintahkan untuk mencari dan
mengatur sarana-sarana yang diperlukan untuk pencapaian tujuan hidupnya. Namun, akal
budi manusia memiliki keterbatasan. Keterbatasannya disempurnakan oleh iman kepada
Allah.
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan
yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat
tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan formal maupun informal. Jadi, akal
bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk
mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah sesuai benar atau salah.4
Akal budi berasal dari bahasa Latin ratio.
Santo Thomas Aquinas menyatakan bahwa “akal budi merupakan sebuah
kemampuan hakiki yang memberi ciri tersendiri bagi manusia bila dibanding dengan
mahkluk lain seperti binatang. Oleh adanya akal budi manusia menjadi ciptaan unik
sekaligus yang membedakan manusia dari ciptaan lain”. Dengan ciri dan kemampuan
dasar ini manusia dapat membuka diri bagi yang tak terbatas, karena pada hakikatnya
cahaya akal budi adalah sebuah keterbukaan tak terhingga atau cakrawala insani tak
terbatas. Akal budi merupakan suatu potensi insani tak terbatas yang senantiasa terbuka
untuk segala hal bahkan kepada ruang ketakberhinggaan.

4
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta 2008.

11
Namun, manusia menyadari keterbatasan akal budinya. Oleh keterbatasan itu
manusia juga sadar bahwa ia tidak dapat secara tuntas membahas semua hal yang dapat
dikatakan dan dikenal. Pada saat itu tampak "ruang lain" dalam pengalaman hidupnya. Di
hadapan ruang lain ini, akal budi sebagai satu keterbukaan tetap membuka diri sekalipun ia
tetap sadar bahwa ruang lain asing dan arena itu harus digapai dengan kemampuan lain.
Dengan bantuan filsafat, manusia memang telah berusaha memahami segala sesuatu secara
baik dan benar oleh kemudahan tawaran kerangka nalar tertentu yang logis dan eviden.
Namun bantuan istimewa ini tetap saja terbatas sifatnya dan karena itu manusia
membutuhkan pemberian atau anugerah lain, yaitu iman. Agar manusia dengan akal
budinya dapat sampai kepada Tuhan sebagai kebenaran pokok, ia harus menggunakan
cahaya dan prinsip-prinsip dasar yang eviden, yang dirumuskan dalam filsafat. Sebaliknya
dengan iman manusia dapat mencapai Tuhan tanpa perlu menggunakan prinsip-prinsip
manusiawi tetapi cukuplah dengan dasar percikan Wahyu Allah.

c. Rendah Hati
Kerendahan hati adalah salah satu dari nilai-nilai dasar Spiritualitas Kristiani. Santo
Agustinus mengatakan bahwa kerendahan hati adalah jalan yang pasti membawa
seseorang kepada Tuhan.5 Santo Agustinus bahkan mengatakan, pertama-tama, kerendahan
hati, kemudian, kerendahan hati, dan yang terakhir, kerendahan hati; untuk menekankan
pentingnya kerendahan hati untuk mencapai kesempurnaan rohani.6 Dalam spiritualitas,
kesempurnaan berarti kekudusan, sehingga untuk menjadi kudus, kita harus pertama-tama
menjadi orang yang rendah hati. Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan yang
lain,7 sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat sungguh-sungguh memiliki kebajikan-
kebajikan yang lain. Kerendahan hati juga disebut sebagai ‘ibu’ dari semua kebajikan,
sebab ia melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya,
kesabaran, kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai. 8

5
Terjemahan dari Scaramelli, Directorium Asceticum, vol.3, p. 419, seperti dikutip oleh William A. Kaschmitter,
MM, The Spirituality of the Catholic Church, (Lumen Christi Press, Texas) p. 513
6
Terjemahan dari St. Augustinus, Spiritual Diary, p. 35, Scaramelli, Directorium Asceticum, Ibid.
7
Lihat St. Alphosus Liguori, The Glories of Mary, vol.2, p.150, “Humility, says St Bernard, ‘is the foundation and
guardian of the virtues’ …for without it, no other virtue can exist in the soul.”

12
Santo Thomas Aquinas mengatakan, bahwa pengenalan akan diri sendiri bermula
pada kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari Allah dan milik Allah,
sedangkan segala yang jahat pada kita timbul dari kita sendiri. 9 Pengenalan yang benar
tentang Tuhan menghantar pada pengakuan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia
menurut gambaran-Nya, dan bahwa manusia diciptakan untuk mengasihi, sebab Allah
yang menciptakannya adalah Kasih. Dalam kasih ini, Allah menginginkan persatuan
dengan setiap manusia, sehingga Ia mengirimkan Putera-Nya yang Tunggal untuk
menghapuskan penghalang persatuan ini, yaitu dosa.
Kesadaran akan hal ini membawa kita pada kebenaran: yaitu bahwa kita ini bukan
apa-apa, dan Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini pendosa, tetapi sangat
dikasihi oleh-Nya. Keseimbangan antara kesadaran akan dosa kita dan kesadaran akan
kasih Allah ini membawa kita pada pemahaman akan diri kita yang sesungguhnya.
Kesadaran ini menghasilkan kerendahan hati, yang menurut St. Thomas adalah dasar dari
bangunan spiritual10 atau ‘rumah rohani’ kita.

1.1. 3 Nilai-nilai Inti yang telah Dibudayakan Sekolah


a. Budaya Sekolah
Melalui hasil riset sederhana bersama tim pengembangan kurikulum
sekolah telah dilakukan pengumpulan data lewat wawancara atau angket kepada
peserta didik, orangtua, alumni, guru-guru senior, mantan guru yang pernah
mengajar di sekolah ini diperolehlah nilai-nilai inti sekolah yang pernah ada atau
masih dihidupi sekolah sampai saat ini yaitu kedisiplinan, keteladanan, kejujuran,
kemandirian, tanggung jawab, persaudaraan, ketegasan, budaya malu,
kelelembutan, pengorbanan, sopan santun, dan kesabaran. Selain itu di sekolah
juga sudah ditanamkan paktik-praktik baik sehingga menjadi budaya sekolah
seperti:
1. Setiap pagi guru dan peserta didik melakukan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan,
dan Santun)
8
Terjemahan dari St Thomas of Villanova, Spiritual Diary, pp. 35-36, seperti dikutip oleh William A. Kaschmitter,
MM, Ibid.
9
Lihat Reverend Adolphe Tanquerey, S.S., D.D., The Spiritual Life- A Treatise on Ascetical and Mystical
Theology, (Society of St. John the Evangelist, Desclee & Co Publishers, Belgium) 1128, p. 531
10
St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae  II-II, Q. 161, a.5 ad 2.

13
2. Membiasakan warga sekolah menanamkan budaya minta maaf, permisi, minta
tolong, dan berterima kasih
3. Setiap hari Senin mengadakan upacara bendera (Membiasakan disiplin dan
menghargai para Pahlawan Bangsa)
4. Menyanyikan lagu nasional sebelum dan sesudah pembelajaran (Patriotisme)
5. Membiasakan sikap hormat pada guru dan orangtua
6. Doa sebelum dan selesai pembelajaran
7. Senam setiap hari Sabtu
8. Doa Angelus

b. Visi dan Misi Sekolah


Visi
“Sekolah unggulan berstandar nasional berciri khas pendidikan katolik untuk
menghasilkan lulusan cerdas, beriman, kreatif, berdisiplin, dan berbudi pekerti”

Misi
1. Melaksanakan proses belajar mengajar untuk menghasilkan siswa yang
unggul dalam pengetahuan, sikap, keterampilan, sehat jasmani, dan rohani.
2. Melaksanakan pembimbingan dan pendampingan untuk menciptakan siswa
yang beretika, bermoral, berbudi pekerti dan berbudaya yang berakar pada
nilai-nilai luhur kebangsaan.
3. Melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat dan
keterampilan.
4. Melaksanakan komunikasi interaktif dengan konsep kebebasan yang
bertanggung jawab sehingga siswa bebas berekspresi untuk
mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan
nilai-nilai luhur kebangsaan.

14
1.2 Filosofis
Dalam Kamus Bahasa Indoesia, kata ‘Filsafat’ diartikan dengan pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.11
Sementara istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: pertama, Segi semantik:
perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani,
‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (lobing), dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah
(wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat diharapkan menjadi bijaksana. Kedua, Segi praktis:
dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat
artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sunguh-sungguh. 12
Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat
yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya
merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan yang dideduksi atau dijabarkan dari suatu
sistem gagasan filsafat umum yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Indonesia
sesungguhnya memiliki filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu filsafat pendidikan yang
berdasarkan Pancasila. Hanya saja sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,
kita pun dapat mengambil hikmah dari berbagai aliran filsafat pendidikan lainnya, dalam rangka
memperkokoh landasan filosofis pendidikan kita. Dengan memahami landasan filosofis
pendidikan diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep tentang pendidikan yang akan
mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam praktik pendidikan.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, merumuskan,
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

11
KBBI
12
Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan ‘The Choice is Yours’ (Jogjakarta: Valia Purstaka, 2016), h.1.

15
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, “Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dan
sumber bagi para pengelola pendidikan, antara lain: guru, kepala sekolah, para pengawas
pendidikan, dan para pembuat kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan, melaksanakan,
membina, dan mengembangkan kurikulum didasarkan pada nilai-nilai yang dikandung dalam
falsafah bangsa, yaitu Pancasila dan perangkat-perangkat hukum yang ada di bawahnya seperti
undang-undang.
1.3 Sosiologis – Antropologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya [CITATION Pid97 \l 1033 ]. Dengan kata lain, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana individu (manusia) berhubungan dan
berinteraksi dengan individu lain dalam kelompoknya serta bagaimana bentuk susunan unit-unit
atau struktur dalam masyarakat atau sosial beserta kaitannya satu sama lain.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat,
2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat,
3) negara melindungi warga negaranya, dan
4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Dengan demikian, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara
perorangan, melainkan juga meningkatkan kualitas struktur masyarakatnya[ CITATION Ser07 \l
1033 ].
Selain landasan sosiologis, landasan antropologi juga mempunyai peranan penting dalam
pendidikan. Salah satu landasan yang penting dalam pendidikan adalah landasan antropologi,
akan tetapi landasan ini jarang sekali dibahas dalam dunia pendidikan. Kebanyakan buku-buku
pendidikan pada umumnya hanya sering mengkaji landasan psikologi, landasan sosiologi,
landasan ekonomi, landasan yuridis, dan landasan filsafat. Namun demikian, antropologi secara

16
dominan memberikan peranan dalam pembangunan bangsa Indonesia[CITATION Swa06 \l 1033 ].
Pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai antropologi turut membawa peserta didik
dalam kehidupan pola bermasyarakat yang madani dalam pembangunan Indonesia di masa yang
akan datang. Kehidupan individu berada dalam masyarakat sekaligus di dalam
kebudayaan[ CITATION Ihr06 \l 1033 ]. Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil karyanya.13
Lebih lanjut, menurut Koentjaraningrat, banyak orang mengartikan kebudayaan tersebut
dalam suatu pemikiran konsep kebudayaan yang terbatas maupun luas. Sehingga karena luasnya,
maka guna keperluan analisa konsep kebudayaan itu perlu dipecah lagi ke dalam unsur-
unsurnya. Unsur-unsur terbesar yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut “unsur-unsur
kebudayaan yang universal”, dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua
kebudayaan di dunia. Adapun unsur-unsur kebudayaan universal tersebut adalah:
a. Sistem religi dan upacara keagamaan
Mayoritas warga sekolah memeluk agama Kristen dan sebagian kecil beragama
Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha.
b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan,
Mayoritas warga sekolah bersuku Batak Toba dan sebagian kecil bersuku Batak Karo,
Batak Simalungun, Pak Pak Dairi, Nias, Tamil, dan Tionghoa.
c. Sistem pengetahuan,
Kesadaran orang tua akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk masa depan terlihat dari
antusias untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Terdapat prinsip yang masih melekat
dalam diri orang tua terhadap anak-anaknya yaitu pendidikan anak-anak mereka harus lebih
tinggi dari pendidikan orangtua mereka.
d. Bahasa,
Bahasa sehari-hari yang digunakan warga sekolah adalah bahasa Indonesia.
e. Kesenian,
Ekstrakurikuler seni sangat diminati warga sekolah. Hal itu dapat kita lihat dari
banyaknya piagam yang telah didapatkan oleh warga sekolah.
f. Sistem mata pencaharian hidup,

13
Koentjaraningrat, Kebudayaan, mentalitas dan pembangunan, Jakarta, gramedia Pustaka Utama 1992, hal. 2

17
Mayoritas mata pencaharian orangtua peserta didik adalah pedagang. Namun ada juga
pegawai swasta, pegawai negeri, polisi, TNI, wiraswasta, bahkan tukang botot (pemulung).
g. Sistem teknologi dan peralatan.
Sistem pengetahuan memengaruhi pola pikir masyarakat, termasuk juga warga sekolah
terhadap hal-hal baru seperti teknologi. Hal ini terlihat dari kebutuhan masyarakat
menggunakan internet, handphone android, dan hal-hal modern lainnya dalam pekerjaan
orang tua.
Nilai-nilai kehidupan atau falsafah suku Batak menekankan bagaimana kita harus
berpikir logis, bertindak, beretika, dan estetika. Sebelum bertindak ada baiknya kita
pikirkan, pertimbangkan dengan logika, hingga kita tak melanggar etika. Banyak Falsafah
suku Batak yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perilaku kita sebagai makhluk
yang berakal budi yang juga relevan dengan nilai-nilai inti yayasan dan sekolah.
a. Dalihan Na Tolu
Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosial-kulturan yang menyangkut
masyarakat dan budaya Batak.14 Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi
hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu
kelompok.15 Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan
fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar
bersama. Ketiga tungku tersebut adalah:16
a) Somba marhulahula (sikap sembah/hormat kepada keluarga pihak istri)
b) Elek marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita)
c) Manat mardongan tubu (sikap berhati-hati kepada teman semarga)

b. Habonaran do Bona
Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi hidup bagi orang simalungun.
Habonaron Do Bona artinya adalah “kebenaran adalah dasar segala sesuatu”. Artinya
masyarakat simalungun menganut aliran pemikiran dan kepercayaan segala sesuatu harus
dilandasi oleh kebenaran. Para orang tua selalu menanamkan prinsip Habonaron Do Bona
kepada anak cucunya. Bijaksana dalam bergaul di tengah masyarakat. Cermat dalam
14
Jan. S Aritonang, dkk, Beberapa Pemikiran Menuju Dalihan Natolu, (Jakarta:Dian Utama, 2006).
15
J.C Vergouwen,Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba,(Yogyakarta: Lkis, 2004).
16
J. P. Sitanggang, Raja Napogos, Jakarta: Penerbit Jala Permata Aksara, 2010.

18
membawakan diri kepada semua orang sehingga selalu menyenangkan bagi orang lain. Hal
inilah yang menjadikan orang simalungun lebih banyak beradaptasi (menyesuaikan diri)
dengan suku lain. Habonaron Do Bona menanamkan kehati-hatian, hidup bijaksana,
matang dalam berencana sehinggga tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.
Lebih lanjut M.D. Purba juga menyatakan bahwa ada delapan nilai kebenaran yang
terkandung dalam filosofi Habonaron Do Bona, yakni: (a) Berpandangan yang benar, (b)
Berencana (berniat) yang benar, (c) Berbicara yang benar, (d) Bekerja yang benar, (e)
Berkehidupan yang benar, (f) Berusaha (berkarya) yang benar, (g) Berprinsip yang benar,
(h) Berpikiran yang benar.

c. Marsiadapari
Marsiadapari adalah gotong royong yang dilakukan beberapa orang secara
serentak (rimpa atau rumpa) di ladang masing-masing secara bergiliran, agar pekerjaan
yang berat dipikul bersama sehingga pekerjaan lebih ringan. Prinsip utama
dalam marsiadapari ialah “Dokdok rap manuhuk, neang rap manea” (berat sama dipikul,
ringan sama dijinjing) begitulah salah satu prinsip marsiadapari. Pelaksana-
an marsiadapari dalam masyarakat Batak Toba ini pun tidak hanya saat bertani (mangula)
di ladang (hauma), tetapi juga pada semua bidang kegiatan hidup orang Batak. Seperti
mendirikan rumah (pajongjong jabu), kemalangan, pesta, dan lain sebagainya.
Luar biasanya lagi, marsiadapari ini menebus kelas-kelas ekonomi. Na mora
manang na pogos (miskin atau kaya), kuat atau lemah (na gumugo manang na gale) semua
saling memberi hati untuk dapat meringankan beban anggota kumpulannya. “Sisoli-soli do
uhum, siadapari do gogo,” begitulah hukum dasar marsiadapari. Artinya, jika kita
memberi maka juga akan diberi.
Dengan hukum dasar ini, semua akan dengan senang hati secara bersama-sama
memikul beban yang ada pada kumpulannya. “Tampakna do tajomna, rim ni tahi do
gogona” artinya yang berat terasa ringan, semua senang dan bersemangat memberikan
bantuan. Sebab, mereka sadar suatu saat mereka pasti membutuhkan perlakuan seperti itu.
Sampai sekarang tradisi marsiadapari masih ada dalam kehidupan orang Batak Toba.
Menurut [ CITATION Mar37 \l 1033 ] , pada kumpulan marga, marsiadapari dalam
kalangan sedarah (samudar) masih sering terjadi. Jika ada beban atau masalah seseorang

19
dalam klan semarga, apalagi yang mempengaruhi martabat marga, maka secara langsung
semangat kebersamaan dan marsiadapari akan muncul. “Mangangkat rap tu ginjang,
manimbung rap tu toru jala rap udur di angka na masa” (Melangkah bersama dan saling
menopang serta menanggung resiko bersama). Namun perlu dipahami bahwa dalam relasi
ini yang ditekankan bukanlah relasi subyek-obyek yang saling menaklukkan seperti konsep
Sartre[CITATION Riy11 \l 1033 ]. Konsep relasi dalam marsiadapari ini ialah saling
membangun satu sama lain, dalam kesetaraan.

d. Mata guru, Roha sisean


Mata guru, Roha sisean adalah ungkapan budaya tradisonal (umpama) yang
membentuk pola pikir, cara berpikir kritis dalam menghadapi kehidupan dan dalam
mengambil keputusan di dalam kehidupan. Umpama adalah perangkat ungkapan yang
layak diperhatikan karena seringnya ia dipakai dan karena bentuknya yang agak menarik
perhatian [ CITATION Ver04 \l 1033 ] . Umpama ini dikenal dan digunakan di mana-mana
bahkan sampai wilayah selatan Tapanuli, orang menerapkannya dalam keadaan yang sama
dan dengan makna yang sama pula. Umpama memiliki makna untuk kehidupan kelompok
masyarakatnya, sehingga umpama menjadi penuntun hidup yang baik bagi kelompok etnik
Batak Toba. Salah satu bentuk kearifan lokal kelompok etnik Batak Toba adalah
ungkapan-ungkapan tradisional (Umpama). Ungkapan-ungkapan tersebut disarikan dari
pengalaman panjang masyarakat yang dimunculkan dari kecerdasan lokal menjadi
kebijaksanaan bersama masyarakat [ CITATION Har13 \l 1033 ].
Pateda [CITATION Sim17 \l 1033 ] menggolongkan makna ungkapan menjadi empat
yaitu: (1) mengharapkan sesuatu, (2) mengejek, (3) membandingkan, dan (4) menasehati.
Keempat makna peribahasa dan ungkapan di atas tidak diucapkan secara terus terang,
melainkan dengan menggunakan kata-kata khusus. Oleh sebab itu, orang harus tanggap
menemukan makna tersirat di dalamnya. Ungkapan tradisional kelompok etnik Batak Toba
atau umpama yang sering diberikan orang tua kepada anak-anaknya adalah Mata guru,
roha sisean.
Ungkapan ini membentuk cara berpikir para kaum muda suku Batak Toba untuk
berpikir kritis dan cerdas dalam menyikapi kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari setiap
individu maupun kelompok pasti pernah menghadapi berbagai macam masalah baik dari

20
hal yang terkecil hingga terbesar. Untuk menyelesaikan masalah tersebut tentu harus ada
pengambilan keputusan sebagai langkah perbaikannya. Keputusan tersebut haruslah yang
berdampak positif tidak hanya kepada diri sendiri namun juga berlaku bagi banyak orang,
dalam artian tidak ada pihak yang dirugikan saat mengambil keputusan.
Berpikir kristis diperlukan dalam menentukan kehidupan individu, bagaimana
individu tersebut bertindak dalam keseharian, dan bagaimana individu tersebut menyikapi
kehidupannya. Dalam falsafah Batak dikatakan “mata guru, roha sisean” arti sederhana
ungkapan ini mengatakan bahwa gunakan hati dan akal sehat dalam mengambil segala
keputusan yang menyangkut diri kita juga orang banyak. Secara umum mata guru, roha
sisean digunakan sebagai pengajar dan pedoman karena menyaksikan sesuatu, lalu
kemudian apa yang dilihat dan disaksikan itu harus dipedomani serta dijadikan
pertimbangan.
Sejalan dengan uraian di atas, ungkapan mata guru roha sisean ditekankan agar
dalam mengambil keputusan dibutuhkan bukan sekedar mata yang melihat namun hati
yang berbicara. Melihat segala sesuatu tidak dengan ‘menelan bulat-bulat’ apa yang dilihat
dan dikatakan orang. Dalam konsepnya haruslah dengan memproses apa yang dilihat
didalam pikiran dan juga hati. Apa yang menjadi hasil dari keputusan haruslah berdampak
positif bagi banyak orang atau tidak merugikan pihak manapun. Apa yang terlihat baik
belum tentu baik dan sebaliknya, maka untuk itu dibutuhkan mata, pikiran dan hati untuk
memutuskan segala sesuatu.
1.4 IPTEKS
Berisi tentang menyiapkan pemelajar menyongsong Indonesai emas 2045, rev 4.0 bahkan
SOCIETY 5.0.

1.5 Psikologis
Dalam Dictionary Of Psychology, Psikologi pendidikan adalah “cabang dari psikologi
terapan yang menerapkan prinsip-prinsip dan penemuan psikologi terhadap pendidikan, serta
kajian psikologi terhadap masalah-masalah pendidikan”. Sedangkan Barlow (1985) mengatakan
bahwa psikologi pendidikan adalah “suatu pengetahuan berdasarkan riset psikologi yang
menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda dalam melaksanakan tugas
sebagai guru dalam proses belajar mengajar secara lebih efektif”. Crow & Crow, juga
memberikan informasi mengenai pengertian psikologi pendidikan yakni: “psikologi pendidikan
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berusaha menjelaskan masalah-masalah belajar yang

21
dialami individu sejak lahir sampai berusia lanjut (lansia), terutama yang menyangkut kondisi-
kondisi yang mempengaruhi belajar” [CITATION Sya04 \l 1033 ].
Psikologi pendidikan memberikan gambaran dan penerapan tentang pengalaman-
pengalaman belajar seorang individu sejak dilahirkan sampai usia tua. Pokok persoalannya
adalah mengenai keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi belajar. Oleh karena itu para guru,
konselor, dan semua personal dalam sekolah perlu memiliki pengetahuan yang lengkap dari
seluk-beluk manusia sepanjang yang dapat diusahakan, di mana pokok-pokok persoalan dalam
psikologi pendidikan adalah merenungkan bagaimana menambah intensifikasi penyelidikan-
penyelidikan di lapangan [CITATION Sur08 \l 1033 ].
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelas, antara lain:17
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing-
masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya
mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi-
potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal, daya berpikir anak sering
dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal
sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan
(transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam
konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui
hafalan dan latihan-latihan.

b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori
koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement).
Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak
lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan,
masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal
yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat
dilihat dan diamati.

17
Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008

22
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-
reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh
utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of
readiness, law of exercise, dan law of effect.
Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan
terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengu-
langan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau
diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon
akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.

c. Organismic/Cognitive Gestalt Field


Keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari
bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik
dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus
yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya
terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan
sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan
koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung
berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan
metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada
suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik
yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari
apa yang telah dipelajari. Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt
field, antara lain:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran
yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas
yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan
reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.

23
b. Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia
seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya.
Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
c. Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan
pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan
bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
d. Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses
pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi,
tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survei lapangan, dan sejenisnya.
e. Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal
ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam
pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi
mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi
menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan
dan diperlukan.

24
BAB II
RUMUSAN MISI SEKOLAH

Anak-anak tangga disiapkan demi menggapai tujuan. Tercetus demi menjaga api panggilan. MISI bukan
sekedar rentetan kata-kata indah melainkan ingatan supaya berani berjerih dan bersusah payah. Inilah titik
api yang mesti kita jaga agar selalu ada dalam koridornya. Misi ibarat fokus. Ia mengantar kita pada
kesungguhan nilai-nilai dilaksanakan. Mencetuskan MISI membuat kita berani ambil bagian mengasah
seluruh potensi serta budaya kerja untuk meraih apa yang kita idealkan.

Budaya-nilai2-pendidikan-karakter-profil pelajar pancasila


Mengacu pada landasan kurikulum, visi-misi Yayasan dll
Contoh:
Misi POP Konsorsium ISMAYA: Refleksi perjumpaan untuk transformasi Pendidikan berbasis
budaya dan nilai-nilai spiritualitas

25
BAB III
MODEL KURIKULUM

Komunitas Merdeka telah lahir dari sekolah kita. Adalah baik bila kita bertanggung jawab meletupkan
kebebasan dalam menentukan bentuk serta arah bagi Sekolah. Masing-masing unit tidak bisa
disamaratakan. Waktunya menganggap Sekolah sebagai “pribadi”. Ialah Alma Mater -Ibu yang Baik-
yang dengan tangan terbuka mendidik anak-anak penuh kasih sayang menyiapkan masa depan. Every
school is a great school!

Melalui padatnya waktu serta kegiatan yang ada, Program Organisasi Penggerak Yayasan Pangudi Luhur
jenjang SMP Konsorsium Ismaya ini mengajak kita semua memoles harta karun yang kita temukan dalam
penggarapan Naskah Akademik menjadi Naskah Kurikum dengan saratnya nilai dan keutamaan.
Gemerlapnya berlian mesti diasah pelan-pelan agar kilaunya lebih terpendar. Dengan pisau analisis
penelitan yang tempo lalu telah kita lakukan, kini tibalah waktu konsentrasi tinggi memilah, memilih,
merencanakan, merancang bangun dan menggagas kesinambungan dari waktu ke waktu konsep
pendidikan kita di masing-masing sekolah. Kita yang telah memahami dan menyelami sekolah kita
berhak menentukan kiblatnya.

Penerapan model pengembangan kurikulum di Indonesia dalam rangka otonomi daerah, seperti
yang sekarang terjadi menggunakan pendekatan eklektik, maksudnya menggunakan perpaduan model-
model pengembangan kurikulum secara selektif dan terkoordinasi.
Lihat modul 8 (Modul Kurikulum)

26
BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN

Jika kita hendak pergi jauh dalam waktu yang lama, barang pasti menyiapkan bekal dan perlengkapan
secara matang. Ada prediksi. Mau kemana nanti kita mampir? Bertemu dengan siapa saja? Kira-kira, ada
pengalaman apa? Barang apa saja yang akan kita beli sebagai cindera mata? Pulangnya bagaimana? Kita
sudah membayangkan sudah sampai tempat yang kita tuju kendati berada di titik nol. Belum beranjak.
Demikian halnya dengan pendidikan yang akan kita buat rancang bangunnya ini. Persisnya kita ditantang
untuk mengkaji target-target yang hendak dicapai. Dari berbagai haluan mesti dikerucutkan lagi agar
cermat dan akurat. Prinsipnya SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, and Timely).
Tujuan-tujuan inilah yang akan kita tagihkan dalam kurun waktu tertentu sebagai bentuk evaluasi diri
dalam menjaga jati diri Alma Mater kita bersama.

4.1 Tujuan Pendidikan dalam Gereja Katolik - AIMS


Dibahas/dinarasikan dan dikaitkan dengan sekolah anda (FOOTNOTE DAN ATAU SITASI)
4.2 Tujuan Pendidikan Nasional - AIMS
- UUD 45
- UU No 20 tahun 2003 tentang sisdiknas
- Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang SKL
Dinarasikan
4.3 Tujuan Pendidikan sekolah
GOALS – VISI DAN ATAU MISI

4.4 Tujuan Pembelajaran – OBJECTIVE DI RPP


Jelaskan bahwa core value dan filosofi budaya masuk dalam tujuan pembelajaran setiap
mata pelajaran.
KKO – BLOOM, KRATHWOLL, ANDERSON DST

27
BAB V
STRUKTUR TELADAN
5.1 Struktur Teladan
Menjadi sumber utama guru mata pelajaran dalam mendesain pembelajaran
KI 1 dan KI 2

PROFIL SKL PERMEN


NO CORE VALUE KEUTAMAAN BUDAYA PELAJAR DIKBUD No. 20
PANCASILA TAHUN 2016
1 2 3 4 5
1 Reason/ Mata guru,
Berakal budi Bernalar kritis
roha sisean
Akal budi
Bertanggung
Mandiri
jawab
Disiplin

Kreatif Kreatif
2 Religion/ Beriman, bertaqwa
Habonaran do kepada tuhan yang
Agama Beriman
bona maha esa, berakhlak
mulia Domain
Berkebhinekaan
Hormat Dalihan natolu Sikap/Afektif
global
Jujur

Peduli
3 Loving- Perhatian
Kindness/ Tulus
Cinta yang Rendah hati
Bergotong royong
penuh
Kerja sama Marsiadapari
kebaikan

Penjelasan tiap kolom:


1. Core Values (Nilai Inti Yayasan)
a. Allah adalah Kasih
b. Devosi pada Bunda Maria
c. Persaudaraan ratu kongregasi
d. Berpihak pada yang miskin
e. Pemimpin yang melayani

28
2. 10 Keutamaan Bernardus Hoecken (10 keutamaan Br Bernardus + keutamaan sekolah + keutamaan
Santo Santa Pelindung)
a. percaya kepada Tuhan,
b. rendah hati, semangat dan keteguhan hati,
c. kebijaksanaan dan berpengetahuan,
d. sikap bijaksana,
e. saleh,
f. teladan baik,
g. lembut hati,
h. tabah hati, dan
i. mencintai sesama

3. Profil Pelajar Pancasila


a. Beriman, Bertakwa pada Tuhan YME, dan Berakhlak mulia
b. Mandiri
c. Bernalar Kritis
d. Gotong royong
e. Kreatif
f. Berkebinekaan Global
4. Budaya
a. System berfikir
b. Olah rasa
c. Tindakan
d. Produk (SENI TARI, MUSIK, DLL)
5. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dikuasai setelah siswa mempelajari mata pelajaran tertentu
Permendikbud No.20 Tahun 2016 tentang SKL

5.2 Perumusan Kompetensi Dasar dan Indikator


KD: Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh
siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi. “kemampuan apa saja
yang harus dimiliki siswa agar standar kompetensi dapat dicapai?”

INDIKATOR: Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator ini yang nantinya
dipergunakan membuat alat evaluasi (sikap)

29
Contoh diambil dari YPL
5.2.1. Allah Adalah Kasih
Indikator
Profil Pelajar
NO Keutamaan Budaya Aspek KD (Praksis
Pancasila
Moral)
1 2 3 4 5 6
1 FILOSOFI Gotong Afektif
WARAK royong Kepercayaan diri,
NGENDHOG motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
2 Afektif
Kepercayaan diri,
motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
dst

Catatan tiap kolom:


1. 10 keutamaan Br Bernardus + keutamaan sekolah + keutamaan Santo Santa Pelindung
a. percaya kepada Tuhan,
b. rendah hati, semangat dan keteguhan hati,
c. kebijaksanaan dan berpengetahuan,
d. sikap bijaksana,
e. saleh,
f. teladan baik,
g. lembut hati,
h. tabah hati, dan
i. mencintai sesama
2. Budaya
- Berisi filosofi budaya, adat istiadat, produk budaya dll
3. Profil Pelajar Pancasila
a. Beriman, Bertakwa pada Tuhan YME, dan Berakhlak mulia
b. Mandiri
c. Bernalar Kritis
d. Gotong royong

30
e. Kreatif
f. Berkebinekaan Global
4. Aspek
a. Afektif
b. Kognitif
c. Psikomotorik
5. Standar Kompetensi Lulusan

5.2.2. Devosi pada Bunda Maria


Profil Pelajar
NO Keutamaan Budaya Aspek KD
Pancasila
1 2 3 4 5
1 FILOSOFI WARAK Gotong royong Afektif
NGENDHOG Kepercayaan diri,
motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
2 Afektif
Kepercayaan diri,
motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
dst

5.2.3. Persaudaraan Ratu Kongregasi


Profil
Indikator
NO Keutamaan Budaya Pelajar Aspek KD
(Praksis Moral)
Pancasila
1 2 3 4 5 6
1 FILOSOFI Gotong Afektif
WARAK royong Kepercayaan
NGENDHOG diri, motivasi
dan sikap
Kognitif
Kesadaran,

31
pengetahuan
dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan
dan perilaku
2 Afektif
Kepercayaan
diri, motivasi
dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan
dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan
dan perilaku
dst

5.2.4. Berpihak pada yang Miskin


Profil Pelajar In
NO Keutamaan Budaya Aspek KD
Pancasila (Pra
1 2 3 4 5
1 FILOSOFI WARAK Gotong royong Afektif
NGENDHOG Kepercayaan diri,
motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
2 Afektif
Kepercayaan diri,
motivasi dan sikap
Kognitif
Kesadaran,
pengetahuan dan
pemahaman
Psikomotorik
Keterampilan dan
perilaku
dst

32
5.2.5. Pemimpin yang Melayani
5.2.6. Profesionalitas Karya

5.3 Desain Buku


Buku ini dibuat sebagai buku induk sebagai salah satu sumber utama dalam penanaman budaya dan
nilai-nilai spiritualitas

Jelaskan konsep keterkaitan antara satu buku dengan buku yang lain

Gambaran desain buku

Buku Core Value keutamaan santo Buku Budaya yang


Core Value Yayasan santa pelindung + diangkat
Yayasan dalam Bahasa keutamaan
pendidikan sekolah,
dalam Bahasa
pendidikan

MENJADI PEDOMAN GURU

Contoh diambil dari desain modul POP

Sistematika isi modul diklat Model Program LUBER mengacu pada Peraturan Lembaga Aparatur Negara
No.5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penulisan Modul Pendidikan dan Pelatihan

33
34
BAB VI

STRATEGI IMPLEMENTASI

6.1 Intra Kurikuler


- Berisi tentang penjelasan intrakurikuler

6.1.1. Desain Instruksional


Dijelaskan tentang desain instruksional termasuk model-modelnya

6.1.1.1. Project Base


PROJECT

Project Base Project Base Project Base


Learning Teaching Living

BUDAYA
SEKOLAH

PERUBAHAN
COMPUTATIONAL Refleksi
THINKING
Gagasan
Rasa Kurik
Sistem
 
berfikir, olah
Tindakan Pem
rasa,
 
bertindak, Karya
berkarya damp

KARAKTER
Yang ingin dibentuk

CORE VALUES

35
6.1.1.2. Project Base Learning
- Jelaskan termasuk sintaksnya
- Satu tugas dapat dinilai oleh beberapa guru mata pelajaran
- Dalam project guru mengacu pada nilai2 apa yang ditanamkan

6.1.1.3. Project Base Teaching


- Jelaskan termasuk sintaksnya

6.1.1.4. Project Base Living

6.1.1.5. Critical Thinking Model Thyer


Catatan: bisa mempergunakan Model Critical Thinking yang lain

Jelaskan

6.1.1.6. Computational Thinking


A. Decomposition, merupakan pembagian masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
atau sederhana.
B. Pattern recognition,  yakni mencari atau mengenali kesamaan pola dalam maupun antar
masalah yang ingin dipecahkan.
C. Abstraction,  melihat permasalahan secara mendasar sehingga dapat melihat jangkauan
luas yang lebih penting dan mengabaikan detil kecil yang sebetulnya kurang relevan.
D. Algorithm,  mengembangkan sistem, sekuen, atau langkah-langkah solusi yang dapat
diterapkan secara menyeluruh terhadap pola yang sama sehingga lebih efektif dan efisien.

36
Sumber: https://socs.binus.ac.id/2018/12/03/computational-thinking/
6.1.2. Inovasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- Surat edaran Mendikbudristek tentang isi RPP (tujuan, Langkah-langkah pembelajaran, dan
assessment)
- Contoh RPP

6.2 Ekstra Kurikuler


Dijelaskan tujuan ekstrakurikuler untuk penanaman karakter siswa berbasis budaya dan nilai-nilai
spiritualitas.

Jenis atau macam-macam ekstra kurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP dengan
format sbb:

NO Nama Ekstra SKL KD Indikator Tujuan


Kurikuler (Praksis Moral)
1 Pramuka
2 Marchingband
3 Teater
4 Vokal Group

37
5
6
7
dst

6.3 Kokurikuler
Dijelaskan tujuan KOkurikuler untuk penanaman karakter siswa berbasis budaya dan nilai-nilai
spiritualitas.

Jenis atau macam-macam kokurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP
dengan format sbb:

NO Nama SKL KD Indikator Tujuan


Kokurikuler (Praksis Moral)
1 Studi banding
2 Studi wisata
musium Karo
3 Kunjungan
4 Retret guru
5 Rekoleksi

6 dst

6.4 Nonkurikuler
Dijelaskan tujuan nonkurikuler untuk penanaman karakter siswa berbasis budaya dan nilai-nilai
spiritualitas.
Jenis atau macam-macam kokurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP
dengan format sbb:
NO Nama SKL KD Indikator Tujuan
Nonkurikuler (Praksis Moral)
1 Seminar
2 Doa angelus
3 Lihat Sampah
Ambil
4 tumbilotohe Hileiya – spontan
menolong
5 Tujai Menyambut
tamu dengan
bahasa
6

38
BAB VII : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

39
SUPLEMEN KURIKULUM UNGGUL SMP …
Kurikulum Unggul Sekolah
Suplemen ini dibuat terpisah dengan dokumen

Berbasis Nilai-nilai Spiritualitas Dan Budaya


6.2 Ekstra Kurikuler
Jenis atau macam-macam ekstra kurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP dengan
format sbb:

NO Nama Ekstra SKL KD Indikator Tujuan


Kurikuler (Praksis Moral)
1 Pramuka
2 Marchingband
3 Teater
4 Vokal Group
5 Choir
6
7
dst

Nama Ekstrakurikuler: ……………….


Diskripsi: ……………..
Standar Kompetensi Lulusan: …………
Kompetensi Dasar: ………………
Indikator pencapaian kompetensi: …………
Tujuan pembelajaran: ……………………

6.3 Kokurikuler
Jenis atau macam-macam kokurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP
dengan format sbb:

NO Nama SKL KD Indikator Tujuan


Kokurikuler (Praksis Moral)
1 Studi banding
2 Studi wisata
musium Karo
3 Kunjungan
4 Retret guru
5 Rekoleksi

6 dst
Nama Kokurikuler: ……………….
Diskripsi: ……………..
Standar Kompetensi Lulusan: …………
Kompetensi Dasar: ………………

40
Indikator pencapaian kompetensi:
Tujuan pembelajaran:

6.4 Nonkurikuler
Jenis atau macam-macam kokurikuler dan atau kegiatan dimasukkan dalam dokumen KTSP
dengan format sbb:
NO Nama SKL KD Indikator Tujuan
Nonkurikuler (Praksis Moral)
1 Seminar
2 Doa angelus
3 Lihat Sampah
Ambil
4 tumbilotohe Hileiya – spontan
menolong
5 Tujai Menyambut
tamu dengan
bahasa
6

Nama Nonkurikuler: ……………….


Diskripsi: ……………..
Standar Kompetensi Lulusan: …………
Kompetensi Dasar: ………………
Indikator pencapaian kompetensi:
Tujuan pembelajaran:

CONTOH MEMBUAT SITASI


Kata model menurut Atwi Suparman adalah sebuah representasi realitas yang menggambarkan
struktur dan tatanan dari suatu konsep serta menampilkan salah satu bentuk dari empat
bentuk sebagai berikut: deskripsi verbal atau konseptual, langkah-langkah kegiatan atau
prosedur, replika fisik atau visual, persamaan atau rumus [ CITATION Sup14 \l 1057 ]

Untuk mengatasi tantangan koherensi dalam organisasi kurikulum, Ornstein dan


Hunkins mencatat bahwa perhatian harus diberikan pada kurikulum: a) Ruang Lingkup, b)
Urutan, c) Kontinuitas, e) Integrasi, e) Artikulasi dan f) Keseimbangan [CITATION Orn09 \p 186-190
\l 1057 ].

41
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P.
(2009). Curriculum
Foundations, Principles
and Issues. Boston:
Allyn and Bacon.

Suparman, M. A. (2014). Desain Instruksional Modern (4 ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

42

Anda mungkin juga menyukai