HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................37
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Konteks Penelitian...................................................................................1
B. Fokus Penelitian......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..................................................................................6
1. Definisi Konsep..................................................................................8
2. Definisi Oprasional.............................................................................10
A. Kajian Teori.............................................................................................12
1. Internalisasi.........................................................................................12
i
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.........................................................39
B. Kehadiran Penelitian..........................................................................40
C. Subjek Penelitian................................................................................41
D. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................41
E. Sumber Data.......................................................................................42
1. Sumber Data Primer.......................................................................43
2. Sumber Data Sekunder..................................................................43
F. Prosedur Pengumpulan Data..............................................................45
1. Observasi........................................................................................45
2. Wawancara.....................................................................................46
3. Dokumentasi..................................................................................46
G. Teknik Analisis Data..........................................................................48
H. Pengecekan Keabsahan Data..............................................................48
I. Tahap- Tahap Penelitian.....................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................50
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
2
Internaliasai merupakan suatu proses menyatunya nilai pada diri
seseorang yang diupayakan agar dalam bersikap dan berperilaku sesuai
dengan aturan-aturan yang ada. Internalisasi nilai yang dimaksudkan disini
adalah internalisasi nilai-nilai moderasi beragama yang mana menurut
peneliti sebaiknya harus dilakukan sejak dini yang berawal dari orang tua,
guru ngaji, dan guru sekolah khususnya guru Pendidikan agama Islam yang
nantinya sebagai fasilitator dalam mengaktualisasikan nilai-nilai moderasi
beragama kedalam diri peserta didik guna membentuk kepribadian peserta
didik secara secara utuh, sempurna, dan mandiri. Pada paparan konseptual
diatas nilai-nilai moderasi beragama yang terdiri dari tawasuh, I’tidal,
tasamuh dan tawazun yang berkaitan dengan perbedaan pandangan yang
terdiri dari kebudayaan, kemasyarakatan, dan keagamaan, adalah Sikap
tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi
keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan bersama. Dengan
sikap dasar ini, akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan
bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala
bentuk pedekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim) (Rosidin, 2015: 71-72).
Moderasi beragama adalah suatu bentuk sikap tengah dalam
beragama. Moderasi beragama juga disebut sebagai sikap untuk tidak
berlebih-lebihan dalam beragama. Dalam hal ini dimaksudkan untuk peserta
didik untuk tetap bersikap tengah dan moderat dalam beragama, artinya
peserta didik tidak saling mencari kesalahan atau menjustifikasi sesama
peserta didik lainnya yang berbeda agama. Dalam hal ini peneliti
mengkhawatirkan jika tidak adanya penanaman nilai-nilai moderasi
beragama akan ada perpecahan antar bangsan bahkan antar peserta didik
lainnya. Hal ini juga terdapat didalam firman Allah Surat Al – Baqarah ayat
143:
وا ُش َه َد.ُْ َت ُ ْك ون¹ ََِوك ٰذلِ َك َج َ لْع ٰ ن ُك ْم َُّامة˝ َّو َس ˝طا ل
ۤ
ۗ اَء ََعلى اَلّنا ِس َوَي ُ ْك و َن ا َل ّر ُ ْس ُو ل عَْلي ُك ْم َش ِهْي ˝دا
3
ِّْ ت ُ ْكن َت عَلْيَ .ها˘ اَِّّل َلِنْ .ع ََل م َم ْن
يَ.
َّت
بّ ِ ُع ا َل ّر ُ ْس وَل
ِ َِم
ّ ْن
يَ.
ّْن َ.قلِ ُب َعٰ لى َعِ َقب ْ.ي ِه َواِ ْن
4
ِ
ِ
َّ ِ ۗ لُ لُِي ِ ْضي َع¹ ٰ َكاَن ْت َل َك ْبِ َْية˝ اَِّّل َعَلى َدى ا ۗ ََو َكا َن ا
ا ن بلَن
ٰ
لَ ّا ِس¹ ا ا ُلل َه ما¹ ٰ ال
َياَن ُك ْم ّ ِذْي َن
َلرء و ˚ف َّ ِر ْحي˚ م
ُْ َ
Artinya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
"umat pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”
(Hamzah dan Arfain, 2021: 25)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada
beberapa kasus intoleransi yang pernah terjadi di lingkungan pendidikan.
Salah satunya yaitu seorang siswa non-Muslim di SMK Negeri 2 Padang,
Sumatera Barat yang terpaksa memakai jilbab karena aturan di sekolahnya.
Diduga faktor utama yang membuat SMKN 2 Padang memberlakukan
aturan diskriminatif tersebut bermula dari intruksi walikota setempat yang
mewajibkan semua siswa SD dan SMP yang beragama Islam mengenakan
pakaian muslim, sedangkan siswa yang non-Muslim dianjurkan
menyesuaikan dengan memakai baju kurung bagi perempuan dan celana
panjang bagi laki-laki. Namun menurut catatan Lembaga Studi dan
Advokasi masyarakat (Elsam), intruksi tersebut sering di salah pahami oleh
sekolah yang menyangka aturan tersebut berlaku untuk semua siswa
(Muslim dan non-Muslim) (Indriani, 2021: Artikel Antara). Ada juga kasus
radikalisme yang terjadi di beberapa lembaga pendidikan umum khususnya
di tingkat SMA. Orang-orang muslim di SMK Negeri 1 Bandung
menganggap bahwa ada banyak tindakan bid’ah yang terjadi pada sekolah
tersebut. Julukan bid’ah seringkali ditujukan umat Islam di luar
kelompoknya yang berbuat hal yang bertentangan dengan sunnah Nabi. Hal
inilah yang menjadi salah satu alas an mengapa harus diadakannya
internalisasi moderasi beragama, agar kasus kasus seperti ini tidak lagi
merongrong di negara Indonesia khususnya di dunia Pendidikan. Pada 2014,
kata Retno, terjadi kasus pelarangan penggunaan jilbab di beberapa sekolah,
seperti SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar. Selain itu, Juni 2019, ada
surat edaran di SDN 3 Karang Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta,
5
menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan
seragam muslim. di SMP Negeri 46 Jakarta dengan aduan dari seorang
pelajar kelas VII yang ditegur lisan karena tidak
6
menggunakan jilbab di lingkungan sekolah. Teguran berkali-kali dari para
guru membuat pelajar tersebut tertekan. Sebelumnya, siswi SMPN 46
berinisial R (13) mengaku ditegur beberapa kali oleh gurunya lantaran tidak
memakai jilbab, hal seperti inilah yang bisa mengganggu kenyamanan
peserta didik terutama di sekolah -sekolah negri yang mana didalamnya
terdapat banyak sekali siswa dan guru yang memiliki perbedaan dalam
berkeyakinan. Dengan demikian kita bisa meminimalisir adanya kasus
intoleransi di kemudian hari.
SMP Negri 1 Gambiran adalah salah dari sekian banyak sekolah
yang menjadi sekolah favorit yang berhasil menarik perhatian warga karena
sekolahan tersebut termasuk sekolah unggulan. Berdasarkan hasil observasi
di SMP Negri 1 Gambiran bahwasannya mata pelajaran Pendidikan agama
Islam yang dalam proses penyampaiannya sebelumnya harus memulainya
dengan membaca doa dan solat dhuha serta membiasakan untuk patuh dan
menghormati orang tua. Namun peneliti merasakan kegeliasahan tentang
arus teknologi yang sedemikian cepat mengglobal yang hampir menyentuh
sendi- sendi Indonesian sampai tingkat anak-anak dan akan terus berlanjut
sampai usia remaja. Berdasarkan hasil penelitian bahwasannya pada saat
proses pembelajaran Pendidikan agama Islam berlangsung masih banyak
terdapat peserta didik yang belum bisa toleransi didalam kelas.
Kemudian tidak berhenti disini saja, peneliti mencoba melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan pembelajaran mata pelajaran
Pendidikan agama Islam. Adanya sikap saling adu kebenaran beragama
antar siswa yang menjadikan kurang nyaman dan rukunnya siswa didalam
kelas mulai antar agama hingga antar faham. Hal inilah yang menjadi
pegangan peneliti untuk mengupayakan proses internalisasi nilai-nilai
moderasi beragama di sekolah ini. Diharapkan dengan demikian siswa dapat
menjadi siswa yang yang berfikir tengah dan moderat serta bersikap saling
menghargai kepada semua orang terutama teman sekolahnya. Internalisasi
nilai-nilai moderasi beragama sangat berguna bagi siswa dalam proses
pembelajaran Pendidikan agama Islam yakni harus dibiasakan untuk
menginternalisasikan nilai-nilai moderasi dan menekankan pada diri siswa.
7
Selain itu diperlukan juga keteladanan dari guru untuk dapat menempatkan
diri sebagai contoh yang baik.
Bedasarkan latar belakang diatas, banyak hal yang menarik perhatian
peneliti untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai internalisasi
nilai- nilai moderasi dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam, maka
dari itu yang akan diteliti oleh penulis adalah “Internalisasi Nilai-Nilai
moderasi Beragama dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas
VIII di SMP Negri 1 Gambiran Tahun pelajaran 2022 / 2023 “.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti ini
membahas tentang Internalisasi Nilai-nilai pada pelaksanaan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam kelas VIII di SMP 1 Gambiran Tahun Pelajaran
2022
/ 2023 merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses perencanaan Internalisasi Nilai – nilai moderasi
beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP 1
Gambiran Tahun Pelajaran 2022 / 2023?
2. Bagaimanakah pelaksanaan Internalisasi Nilai- nilai moderasi beragama
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP 1 Gambiran Tahun
Pelajaran 2022 / 2023?
3. Bagaimanakah Hasil Internalisasi moderasi beragama dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP 1 Gambiran Tahun
Pelajaran 2022 / 2023?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Latar belakang di atas maka dapat disimpulkan tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
8
3. Untuk mendeskripsikan hasil Internalisasi Nilai – nilai moderasi
beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP 1
Gambiran Tahun Pelajaran 2022 / 2023.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini harapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan
dibidangnya, dalam pengembangan konsep Pendidikan moderasi
beragama khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Negri 1 Gambiran terutama moderasi dalam aspek
nasional, toleransi, dan anti kekerasan yang bertujuan untuk
meminimalisir adanya ketegangan dan berselisih paham dalam
memahami agama Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi sarana untuk menambah khazanah
dalam keilmuan tentang kepenulisan karya ilmiah secara baik dan
sebagai bekal penulis dalam melakukan penelitian lebih lanjut serta
memberikan wawasan integral dengan ilmu yang selaras dengan
internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negri I Gambiran -
Banyuwangi tahun pelajaran 2022 / 2023.
b. Bagi Kepala Sekolah dan Pendidik Agama Islam
Penelitian ini diharap memberikan kontribusi pemikiran,
evaluasi, serta motivasi dalam pelaksanaan pembelajaran akidah akhlak
yang transformatif dalam menyampaikan nilai-nilai keagamaan dan
keberagaman yang bersifat universal.
c. Bagi Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran
dalam menambah khazanah wawasan yang bernuansa ilmiah dan
Islamiah di lingkungan Insitut Agama Islam Ibrahimy
Genteng.Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan literatur bagi
Lembaga Pendidikan
9
Institut Agama Islam Genteng dan mahasiswa dalam mengembangkan
kajian pendidikan yang ditekuni.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di Institut Agama Islam
Ibrahimy Genteng.
d. Bagi pembaca
Penelitian ini dapat memberikan deskripsi informatif
mengenai internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII di SMP
Negri I Gambiran - Banyuwangi Tahun Pelajaran 2022/2023.
E. Definisi Konsep dan Operasional
1. Definisi
Konsep
Internalisasi
10
a. Nilai-Nilai Moderasi Beragama
1) Nilai
Nilai dalam Bahasa inggris adalah value dalam Bahasa latin
valere, atau dalam Bahasa prancis kuno valoir atau nilai juga dapat
diartikan sebagai berguna, berdaya, berlaku, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang
(Adisusilo, 2012: 56). Nilai juga diartikan sebagai sesuatu yang
bermanfaat bagi umat untuk manusia menentukan perbuatan itu baik
atau buruk sehingga ketika dari segi normatif nilai merupakan
pertimbangan tentang baik dan buruk, benar atau salah.
2) Moderasi Beragama
Secara konseptual, moderasi Bergama dibangun dari kata
moderasi. Kata moderasi sendiri diadopsi dari Bahasa inggris yakni
moderation (Oxford, 2000: 820) yang artinya sikap tengah, sikap
tidak berlebih-lebihan, dan tidak memihak. Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005: 751) kata moderasi diambil
dari kata “moderat “yang mengacu kepada makna perilaku atau
perbuatan wajar, dan tidak menyimpang. Moderasi beragama
merupakan sikap atau cara pandang untuk tidak berlebihan dan tidak
berkekurangan dalam beragama.
Moderasi beragama dalam Islam merupakan sebuah cara
pandang musilm untuk ber-Islam dijalur tengah yani tidak ekstrem
kanan dan ekstrem kiri, bukan pula berarti beragama secara
setengah- setengah namun merujuk terhadap sikap mengurangi
kekerasan dan mabuk dalam beragama. Moderasi beragama sering
dipadankan dengan Islam Wasathiyah karena konsep Islam
wasathiyah secara umum juga dijadikan dasar dalam memahami
prinsip -prinsip moderasi dalam beragama terutama dalam perspektif
keIslaman.
11
Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang
mendapatkan awalan pe dan akhiran an. Belajar mempunyai arti
sebuah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungannya yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2000: 20–21).
Pembelajaran juga diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik secara terprogram dalam desain intruksional
yang menciptakan proses interaksi antar sesama pendidik, pendidik
dengan peserta didik, dan dengan sumber belajar. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang (Sudjana, 2005: 3).
2) Pendidikan Agama Islam
PAI atau Pendidikan Agama Islam dibangun oleh dua
makna esesnsial yakni “pendidikan” dan “agama Islam”. Salah satu
pengertian pendidikan menurut Plato adalah mengembangkan
potensi siswa, sehingga moral dan intelektual mereka berkembang
sehingga menemukan kebenaran sejati, dan guru menempati posisi
penting dalam memotivasi dan menciptakan lingkungannya
(Musyafa’Fathoni, 2010: 5).
12
hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan.
2. Definisi Oprasional
a. Internalisasi Nilai – Nilai Moderasi Beragama
Internalisasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
bukan hanya sekedar transformasi ilmu pengetahuan atau transformasi
nilai oleh pendidik melainkan suatu proses yang dalam
pelaksanaannya melalui sebuah penghayatan, yang diwujudkan
melalui pembiasaan dan juga tauladan. Internalisasi nilai – nilai
moderasi beragama dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam
kelas VIII di SMP Negri 1 Gambiran menggunakan beberapa tahapan
yakni dengan metode pemahaman, tahapan transformasi nilai dengan
menggunaan metode pembiasaan, dan transformasi nilai dengan
menggunakan metode keteladanan. Sedangkan nilai – nilai moderasi
beragama yang dimaksud adalah nilai tasamuh, I’ tidal, tawasuh, dan
tawazun. Dalam hal internalisasi nilai nilai moderasi beragama
peneliti menggunakan langkah-langkah yang dianggap efektif,
pertama dengan mengadakan edukasi social untuk peserta didik, kedua
dengan mengadakan seminar yang berkaitan dengan moderasi
beragama, dan yang terakhir peserta didik diberikan arahan mengenai
perubahan paradigma mengenai pemahaman yang benar dan seimbang
dalam beragama.
13
beragama. Pembelajaran Pendidikan agama Islam disini mengambil
materi tentang Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam
pembelajaran Pendidikan agama Islam. Dalam hal ini dimaksudkan
agar keefektifan penyampaian materi moderasi beragama lebih
terjaga.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Internalisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Internalisasi
diartikan sebagai penghayatan, penguasaan, secara mendalam yang
berlangsung melalui pembinaan, pembimbingan, penyuluhan, penataran,
dan sebagainya (KBBI, 2007: 439).
Internalisasi juga diartikan bahwasannya bukan hanya sekedar
tranformasi ilmu pengetahuan oleh pendidik, tetapi menekankan kepada
penghayatan serta pengaktualisasian ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pengetahuan yang berupa nilai sehingga nilai tersebut menjadi kepribadian
dan prinsip dalam hidupnya (dalam hal ini yang dimaksud dalam nilai ajaran
Islam (Muhaimin, 2008: 301).
Internalisasi merupakan upaya menghayati dan mendalami
nilai agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia karena
Pendidikan Agama Islam berorentasi pada pendidikan nilai sehingga perlu
adanya proses internalisasi tersebut (Nurdin, 2014: 124). Internalisasi juga
diartikan sebuah proses karena di dalamnya ada unsur perubahan dan waktu.
Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau
penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam
14
kepribadian
15
(Chaplin, 2005: 256). Menurut (Mulyana 2004: 21) internalisasi diartikan
sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi
ialah penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan -aturan baku
pada diri seseorang.
Jadi internalisasi adalah suatu proses penghayatan,
penguasaaan secara mendalam yang berlangsung melalui pembinaan,
pembimbingan, penyuluhan, penataran dalam mendalami nilai yang
nantinya akan direalisasikan melalui tingkah laku dan kepribadian.
a. Proses Internalisasi
Dalam proses internalisasi nilai ada tiga tahapan atau proses
terjadinya internalisasi nilai-nilai yaitu tahap tranformasi nilai, tahap
transaksi nilai, dan tahap transinternalisasi nilai.
1) Tahap Transformasi Nilai
Tahap ini diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh
seseorang dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang
baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik
dan peserta didik (Nurdin, 2014:124). Berdasarkan pendapat diatas,
peneliti beranggapan bahwasannya metode penanaman nilai-nilai cocok
digunakan pada tahap ini kepada peserta didik.
2) Tahap Transaksi Nilai
Tahap transasksi ini ialah suatu tahap Pendidikan nilai dengan
jalan melakukan komunikasi dua arah atau transaksi interaksi antara
peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal balik. Pada
tahap ini guru tidak hanya menyuguhkan informasi tentang suatu nilai
naik dan buruk saja, tetapi juga terlibat dalam membuat contoh tentang
suatu nilai dan peserta didik diminta mempersembahkan respon yang
baik, yakni menerima serta mengamalkan nilai tersebut (Nurdin, 2014:
124). Berdasarkan pendapat diatas peneliti mengambil kesimpulan
bahwa metode yang cocok dalam tapan transaksi nilai ini adalah
metode
16
pembiasaan, dimana dalam hal ini peserta didik untuk merealisasikan
internalisasi nilai-nilai dalam mempraktekkannya dalam dunia nyata
dengan cara melakukannya secara berulang-ulang.
3) Tahapan Transinternalisasi
Pada tahap ini ini merupakan tahapan paling mendalam
dari tahapan sebelumnya, pada tahap ini, penampilan guru, dihadapan
peserta didik bukan lagi memandang sosok fisik, melainkan sikap
mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga pada peserta didik
merespon guru bukan hanya pada penampilan dan fisikinya saja,
melainkan meresponnya melalui sikap mental dan kepribadiannya yang
masing- masing terlibat secara aktif. Seseorang guru tidak hanya
dituntut untuk banyak bicara saja melainkan juga dituntut untuk mampu
melaksanakan apa saja yang dibicarakan dihadapan peserta didik
(Nurdin, 2014:125).
18
countinue yang akan melekat masuk menjadi karakternya (Fadlillah,
2020:19). Contohnya nilai-nilai moderasi beragama tidak hanya
sebagai simbol dalam kehidupan sosial semata, melainkan sebagai
sebuah kebutuhan agar menjadi lebih baik dan membawa
kemanfaatan bagi diri sendiri dan orang lain.
Proses internalisasi nilai-nilai moderasi beragama menjadi
sangat penting dan berguna bagi peserta didik untuk dapat
mengamalkan dan menaati ajaran islam dengan baik dan benar tanpa
menjatuhkan agama lain dan menimbulkan berbagai pepecahan antar
umat beragama. Upaya dari pihak sekolah untuk dapat
menginternalisasikan nilai-nilai moderasi beragama kepada diri
peserta didik menjadi sangat penting dan dinilai sebagai keharusan
yang tidak boleh ditinggalkan. Pembiasaan sebagai salah satu teknik
internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dapat terbentuk karena
sesuatu yamg dibiasakan.
Dengan demikian, pembiasaan dapat diartikan sebagai
perbuatan atau keterampilan yang dilakukan secara terus-menerus,
konsisten untuk waktu yang lama. Perbuatan dan keterampilan itu
bisa benar-benar diketahui dan akhirnya menjadi kebiasaan yang
sangat sulit ditinggalkan (Nurdin,2014: 127-128). Kebiasaan juga
dapat diartikan sebagai gerak perbuatan yang disebabkan oleh
pikiran yang melakukan pertimbangan dan perencanaan yang matang
yang nantinya bisa menjadi perbuatan. Apabila perbuatan ini
diulang-ulang akan menjadi kebiasaan yang merupakan puncak
perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya. Ketika seseorang
telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat tindakan dan
apabila tindakan ini lakukan secara terus-menerus, ia akan menjadi
kebiasaan. Selanjutnya kebiasaan tersebut akan mewujudkan akan
terwujud karakter (Nurdin, 2014:128).
Menurut Akhmad Jafar Fadlillah (2020: 29-20) dalam
skripsinya menjelaskan bahwa internalisasi merupakan upaya
menanamkan (knowing), melaksanakan (doing) kemudian menjadi
19
kebiasaan (being). Internalisasi merupakan hasil akhir dari
mekanisme proses yakni sebagai berikut:
a) Menanamkan (knowing)
Guru bertugas membuat peserta didik mampu mengetahui
dengan utuh konsep, maupun ilmu. Pada tahapan ini dilakukan
indoktrinasi mengenai suatu konsep yang diyakini kebenarannya.
Hal ini sering dihubungksn dengan kegiatan pembelajaran, dalam
pembelajaran guru bisa menggunakan berbagai metode yang
mengacu kepada pembelajaran yang bermakna, sehingga materi
ajar benar-benar dapat dipahamipeserta didik. Pada tahap ini
internalisasi nilai-nilai moderasi beragama, guru bisa
menerangkan apa saja nilai-nilai yang terdapat dalam moderasi
beragama untuk mengetahui seberapa dalam pengetahuan peserta
didik, dan guru juga dapat memberikan tugas atau tes yang dapat
mengukur kepahaman materi yang sudah disampaikan selama ini.
Jika nilai sudah sesuai standart yang ditetapkan maka telah
tercapai tujuan pembelajarannya.
b) Melaksanaka (doing)
Setelah mendapatkan konsep yang diterima dari proses
knowing, maka diharapkan peserta didik mampu melaksanakan
apa yang telah didapat sebelumnya. Contohnya setelah pesera
didik mengetahui tentang nilai-nilai moderasi beragama, guru bisa
melakukan evaluasi dengan cara memberikan permasalah pada
proses pembelajaran didalam kelas. Keberhasilan pada tahap ini
jika peserta didik mampu memecahkan permasalah tersebut
dengan menggunakan nilai-nilai moderasi beragama, maka
peserta didik dianggap sudah memahami materi dan guru bisa
dianggap sebagai guru yang berhasil dalam mencapai tujuan
pembelajaran didalam kelas.
c) Membiasakan (being)
Pada tahap ini, konsep yang telah diterima dan
mempunyai gambaran konkrit dalam pelaksanaannya yang
20
kemudian memasukkannya kedalam dirinya (kepribadiannya).
Dalam tahap ini peserta didik juga harus mengetahui mengetahui
pentingnya nilai-nilai moderasi beragama tidak hanya sebagai
simbol dalam lehidupan social saja, melainkan sebagai sebuah
kebutuhan agar menjadi lebih baik dan membawa kemanfaatan
bagi orang lain.
2. Nilai-Nilai Moderasi Beragama
Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat
diartikan sebagai sifat-sifat atau suatu hal yang penting yang berguna
untuk kemanusiaan. Adapun Sofyan dan Herlan (2010:3-5)
mengemukakan bahwa nilai secara umum dapat diartikan sebagai
sebuah harga. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan tidak dilihat
atau pun diraba (Mahuri, Fanani, 2021:3).
Menurut Amril Mansur (2006:5), tidak mudah untuk
mendefinisikan tentang nilai, namun paling tidak pada tataran prasis,
nilai dapat disebut sebagai sesuatu yang menarik, dicari,
menyenangkan, diinginkan dan disukai dalam pengertian yang baik atau
berkonotasi positif. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai
merupakan sebuah ide atau konsep tentang sesuatu yang penting dalam
kehidupan seseorang dan menjadi perhatiannya. Sebagai standar
perilaku, tentunya nilai menurut seseorang untuk melakukannya,
Menurut Steeman (dalam Adisusilo, 2013:56) nilai adalah sesuatu yang
memberi makna dalam hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan
tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat
mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar
keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga
ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika. Nilai menurut
Rokeach (1998, dalam Djemari, 2008: 106) merupakan suatu keyakinan
yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap
jelek. Sedangkan menurut Linda dan Richard Eyre (1997, dalam
Adisusilo, 2013:57) Yang dimaksud dengan nilai adalah standar-standar
perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup
dan bagaimana kita memperlakukan orang Dari
21
beberapa pengertian tentang nilai, dapat dipahami bahwa nilai adalah
sesuatu hal yang berperan pada proses manusia dalam menentukan
pilihan yang dipandang baik, berkonotasi positif dan bermanfaat bagi
kemanusiaan. Dari penjelasan diatas nilai adalah sesuatu hal yang
bermanfaat dan mrnciptakan tindakan manusia yang menjadi sesuatu
yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk
mewujudkannya.
Moderasi beragama dalam Bahasa Latin Moderasi yaitu moderatio
ke-sedang-an dalam bersikap, sedangkan dalam Bahasa Inggris
moderasi berasal dari kata moderation. Moderation artinya tidak
berpihak, sedangkan dalam Bahasa Arab berasal dari kata Wasathiyah
yang berasal dari kata wasath yang memiliki makna sama dengan
tasawuh (tengah– tengah), I’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Secara terperinci Wasathiyah adalah sesuatu yang baik dan berada
ditengah diantara ekstrem kanan (Fundamentalis) dan ekstrem kiri
(Liberalisme).
Kata Beragama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia moderasi
yaitu memeluk atau menganut agama. Agama adalah sebuah
kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di
Indonesia terdapat enam agama yang diakui yaitu, Islam, Kristen,
Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Dapat dipahami bahwa moderasi
beragama merupakan pandangan, pola pikir dan praktik beragama yang
mengambil jalan tengah dari dua sikap yang berlebih sehingga satu itu
tidak dominan dalam pikiran dan sikap terhadap agama dan
kepercayaan. Moderasi beragama bukan memoderasikan agama yang
sudah ada. Namun, yang perlu dimoderasi adalah cara beragama
seseorang dalam mengimplementasikan ajaran agama.
Moderasi beragama menurut perspektif Kementerian Agama
Republik Indonesia, moderasi merupakan pilihan yang paling baik
sebab berada di tengah-tengah merupakan esensi dari sikap adil dan
berpijak pada jalan antara dua pilihan ekstrem. Sedangkan menurut
perspektif Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah
Nasional (Munas) ke-9 di Surabaya, moderasi beragama (wasathiyyah
Islam) merupakan
22
paradigma beragama berdasarkan prinsip tawazun, meliputi
pemahaman dan pengalaman ketetapan syariat dalam ranah ibadah dan
muamalah secara proporsional; prinsip I’tidal, meliputi pelaksanaan
kewajiban serta pemenuhan hak sesuai kadarnya; prinsip tawasuth,
meliputi pemahaman dan pengalaman ketetapan syariat tanpa unsur
melebihkan atau mengurangi; prinsip musawah, meliputi persamaan
sosial dan tidak bersikap diskriminatif; prinsip syura, meliputi segala
hal yang dilakukan melalui musyawarah sampai mencapai mufakat;
prinsip tasamuh, meliputi sikap menghargai perbedaan; prinsip
aulawiyah, meliputi sikap mendahulukan kepentingan yang bersifat
urgen dan utama; prinsip tathawur wa ibtikar, meliputi sikap terbuka
dalam menerima perubahan; prinsip ishlah, meliputi pembaharuan ke
arah yang lebih maju tanpa meninggalkan budaya atau tradisi yang
sudah ada; prinsip tahadhur, meliputi sikap yang menjunjung tinggi
akhlak baik, identitas dan integritas dalam kehidupan sehari-hari.
Moderasi merupakan inti ajaran Islam. Yusuf al-Qardhawi
menyatakan bahwa wasathiyah (moderasi) merupakan salah satu
karakteristik agama Islam yang tidak dimiliki ideologi lain, esensi dari
nilai wasathiyyah dan bukan pemikiran yang menjadi sarana tasahul
dalam aspek keagamaan. Quraish Shihab mengemukakan pilar-pilar
moderasi yaitu pilar keadilan, pilar keseimbangan dan pilar toleransi.
Islam moderat memiliki paham yang relevan di segala zaman karena
integrasi antara teks dan konteks kehidupan yang tidak melanggar
syari’at Islam. Dari paparan definisi moderasi beragama penulis dapat
menyimpulkan bahwa moderasi beragama adalah pilihan yang paling
baik sebab berada di tengah-tengah merupakan esensi dari sikap adil
dan berpijak pada jalan antara dua pilihan ekstrem sebagai upaya
memasukkan pengetahuan dan keterampilan dalam pribadi yang
membentuk sikap, keyakinan dan perasaan sebagai bagian dari
kepribadiannya untuk esensi dari sikap adil dan berpijak pada jalan
antara dua pilihan ekstrem.
a. Prinsip Moderasi Beragama
23
Prinsip moderasi beragama berkaitan dengan Islam wasathiyyah,
diantaranya adalah tawassuth, tawazun, itidal, tasamuh, musawah dan
syura
Pertama, tawassuth yaitu penerapan keberagamaan yang tidak
berlebihan dan tidak berkekurangan dalam ajaran agama. Sikap tengah-
tengah diantara ekstrem kanan (fundamentalis) dan ekstrem kiri
(liberalis). Prinsip tawassuth termaktub dalam QS. Al-Baqarah ayat 143:
ۤ
وا ُش َه َد اَء عَلى اَلّنا ِس َوَي.ُْ َت ُ ْك ون¹ ََِوك ٰذلِ َك َج َ لْع ٰ ن ُك ْم َُّامة˝ َّو َس ˝طا ل
ُ ْك و َن ا َل ّر ُ ْس ُو ل َعَْلي ُك ْم
َلة ال.هي ˝دا ََوما َج َ لْع َنا اْلِ ق َْب ْ ِ َش
ْعلََ م َم ْن. َها˘ اَِّّل َلِن.ِّْ ت ُ ْكن َت علَْي
.ي
ّت
بّ ِ ُع ا َل ّر ُ ْس َول
ّ ن ِِم
ْ
.ِ ي
َ قل ُب.ّْن
ْي ِه َواِ ْن َكاَن ْت َل َك ِْب َْية˝ اَِّّل ََعلى.َ ٰع لى َعِ َقب
ال
ُلل لُِي ِ ْضي َع¹ ٰ ُل َ َوما َكا َن ا¹ ٰ ّ ِذْي َن َه َدى ا
ا
َياَن ُك ْم
ِ
َل¹ ٰ ا َّن ا
ِ
ِ
٣٤١ م
˚بَلّنا ِس ََلرءُْو ˚ف َّر ْحي
Artiya: Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu
(berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang.
Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. (Kementrian Agama RI, 2019: 28-29)
Kedua, tawazun yaitu penerapan keberagamaan yang
seimbang dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Penting untuk
menyeimbangkan peran sebagai muslim, sebagai anggota
masyarakat dan sebagai makhluk hidup. Prinsip tawazun termaktub
dalam QS. Al-Hadid [57]: 25.
ِط َزْلَنا.َوَاْن
24
ُس َب ُ ْق َوم.زا َن لَِي.َ ِ ْمي َل ق ْد َار لْس َنا ر سَلنا ِ ِت َم َع ُه
ُ ُ َ ْ
َواْل الن زْلَنا ُم اْل ِٰكت.َ ن َواَْن¹ِٰي.بْلَب
بْلِ ق ْس ّا
25
berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT (QS: Al-Ma’idah: 8)
.ٰ˘َيي
َّ ها
ال
ۤ
للِ ُش َه َد اَء¹ ِٰ ّواِ ْم َْي.َ ُْ وا َق. وا ُ ْك ون.ْ ّ ِذْي َن َٰا ُمن
بْلِ ق ْس ِط ََوّل
َْيَِرمن
ْ ٍوم َعٰ ل˘ى.ّ ُك ْم َ َشنٰا ُن َق
26
ayat 13
.ٰ˘يَي
ۤ
بَ ا ِٕى َل. ى َو َج َ لْع ٰ ن ُك ْم ُشعُْ و˝ِب ََّوق.ٰم ْن َذ كٍ ر َّوُْان ث¹ ِ َّ ها اَلّنا ُس َاِ َّّن َخ َْل ٰق ن ُك ْم
ْ وا ِۚ اِ َّن. َع َا رُف.َلِت
27
latar belakang. Perbedaan adalah keniscayaan yang dikehendaki
Tuhan, sebagaimana QS. Al-Maidah ayat 48:
هي ِمن˝ا ِ
ْ َ م َن ْال ٰك ت ِب َُوم
ِ
دق˝ا ل¹ِ ق ُم َص¹ ِز َلْنا˘ ِاَلْي َك اْل ٰكِ ت َب ِِب َْْل.َ َوَْان
عَلْيِ ه َفا ْح ُك ْم ما َْب َْي َي دْيِه¹َِ
ُه ْم.َن.ي.َْ ب
َۙ
٨٤ ْتَتلُِ فْ و َن
29
Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang
mendapatkan awalan pe dan akhiran an. Belajar mempunyai arti
sebuah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungannya yang melibatkan proses kognitif (Syah,2000: 20-
21).
Pembelajaran juga diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik secara terprogram dalam desain
intruksional yang menciptakan proses interaksi antar sesama
pendidik, pendidik dengan peserta didik, dan dengan sumber
belajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang (Sudjana, 2005: 3). Menurut teori
behavoirustik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang sesuai dengan hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Pembelajaran adalah terjemah dari kata instruction yang dalam
Bahasa Yunani disebut instructus intruere yang berarti
menyampaikan pikiran dengan, dengan demikian arti intruksional
adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara
bermakna melalui pembelajaran (Warsita, 2008:56). Kegiatan
belajar dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta
didik, peserta didik dengan pendidik, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.
Pembelajaran adalah serangkaian kegiayan yang melibatkan
informasi dan lingkungan yang disusun untuk memudahkan siswa
dalam belajar (Suprihatiningrum, 2017: 75). Pembelajaran juga
diartikan sebagai instruction, yang diasumsikan dapat
mempermudah siswa dalam mempelajarari segala sesuatu melalui
berbagai macan media seperti bahan cetak, program televisi,
30
gambar, audio, dan lain sebagainya, sehingga semua itu
mendorong terjadinya perubahan peranan pendidik dalam
mengelola proses belajar mengajar, dari pendidik sebagai sumber
belajar dan pendidik menjadi fasilitator dalam belajar mengajar
(Sanjaya, 2008:12).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwasannya pembelajaran merupakan proses belajar mengajar
yang melibatkan ide dan juga informasi dalam rangka, mencapai
kompetensi dasar.
2) Komponen Pembelajaran
Dalam rangka pembelajaran terdapat lima komponen
yang bersifat intergral, saling berhubungan dan harus ada didalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Kelima komponen tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Peserta didik
Peserta didik merupakan bahan mentah yang dalam proses
pembelajaran memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-
beda.
b) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan komponen yang paling
penting dalam desain pembelajaran setelah komponene peserta
didik sebagai pembelajaran.
c) Pengalaman Belajar
Dalam pembelajaran guru mencipatakan kondisi yang
merupakan pengalaman belajar yang dirancang agar peserta
didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan
dapat mendorong peserta didik untuk selalu aktif dalam proses
pembelajaran.
d) Sumber-sumber belajar
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang
memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman
belajar. Didalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat
31
belajar, bahan dan alat, yang dapat digunakan dan personal,
seperti guru, petugas perpustakaan, lab dan siapa saja yang
berpengaruh, baik secara langsung atau tidak langsung.
e) Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan perancangan dan
pengembangan alat evaluasi pembelajaran sebagai bagian
integral dari komponen pembelajaran. Itulah sebabnya
mengapa evaluasi pembelajaran memiliki fungsi untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai apa
belum (Kurniawati, 2018:38-41).
3) Teori Pembelajaran
Dalam dunia Pendidikan banyak sekali bermunculan tentang
teori-teori pembelajaran yang mana akan memberikan kemudahan
seorang pendidik untuk mengajar materi kepada peserta didik, teori
yang dimaksud antara lain:
a) Teori Pembelajaran Behaviorisme
Pandangan teori tingkah laku yang di prakarsai oleh
Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner. Aliran teori
tingkah laku yang menganggap bahwa belajar merupakan
perubahan tingkah laku yang diakibatkan adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Teori ini berpegang pada dasarnya semua
individu mampu untuk belajar tergantung pada stimulus yang
diterimanya (Wardoyo,2013:12)
b) Teori Pembelajaran Kognitif
Sekitar pertengahan abad ke-20, pandangan kita
tentang belajar jauh dari teori behaviorisme, yang memandang
belajar sebagai perubahan yang bisa diamati dalamsebagai
perubahan yang bisa diamati dalam perilaku tertentu, untuk
menuju pembelajaran kognitif, yaitu tentang pandangan belajar
yang terfokus pada proses pemikiran murid, yang bisa atau
bisa juga tidak menghasilkan perubahan seketika dalam
perilaku. (Wahono, 2012: 52).
32
c) Teori Pembelajaran Humanistik
Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian, yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-
hal yang positif (Thobroni dan Mustafa, 2011: 157). Teori ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
(Thobroni dan Mustafa, 2011: 158).
Dalam teori pembelajaran ini prinsip yang harus dipegang oleh
guru adalah bahwa guru harus memperhatikan pengalaman
emosional dan karakteristik khusus peserta didik seperti
aktualisasi peserta didik (Warsita, 2008: 92)
b. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1) Pengertian Pendidikan Agama Islam
PAI atau Pendidikan Agama Islam dibangun oleh dua
makna esesnsial yakni “pendidikan” dan “agama Islam”. Salah
satu pengertian pendidikan menurut Plato adalah
mengembangkan potensi siswa, sehingga moral dan intelektual
mereka berkembang sehingga menemukan kebenaran sejati, dan
guru menempati posisi penting dalam memotivasi dan
menciptakan lingkungannya (Musyafa’Fathoni, 2010).
Dalam etiknya Aristoteles, pendidikan diartikan mendidik
manusia untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala
perbuatan (Bunyamin, 2018). Dalam pandangan al-Ghazali
pendidikan adalah usaha pendidik untuk menghilangkan akhlak
buruk dan menanamkan akhlak yang baik kepada siswa sehingga
dekat kepada Allah dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
(Hamim, 2014). Maksudnya PAI adalah sebuah usaha dan proses
penanaman sesuatu (pendidikan) secara kuntinyu antara guru
dengan siswa, dengan akhlakul karimah sebagai tujuan akhir.
33
Dalam regulasi lain disebutkan bahwa PAI adalah upaya sadar
dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati hingga
mengimani, bertakwa, dan berakhlak muliadalam
mengamalkan. Menurut Hasan
Langgulung, pendidikan adalah proses pemindahan nilai pada
suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada didalamnya
dan proses pemindahan nilai-nilai budaya itu melalui pengajaran
dan indoktrinasi. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal I pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari orang
dewasa kepada anak didik untuk membawa dirinya.
Dalam hal ini berupa tindakantindakan riil,
disengaja, dan berencana serta memilih tujuan berupa bimbingan
yang continue yang dapat membentuk adat kebiasaan sehingga
pendidikan akan membantu individu menjadi manusia yang
memiliki identitas dan eksistensi, serta kepribadian yang baik
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan
siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan
nasional. Pendidikan agama Islam (dalam Depdiknas) adalah
upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayatihingga
mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya: kitab
suci Alqur’an dan Hadis, melalui kegiatan bimbingan,
34
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
35
Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama dalam
masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa.
Hal ini sesuai dengan rumusan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dalam penjelelasan UUSPN
mengenai pendidikan Nasional dalam pendidikan agama
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa serta
berkahlak mulia. Dengan demikian bahwa jelas pendidikan agama
Islam merupakan usaha sadar untuk membentuk kita menjadi
manusia yang beakhlak mulia dan berkepribadian yang baik, serta
dapat mengamalkan agama Islam baik dikehidupan sehari-hari
maupun di masyarakat luas. Dari pengertian tersebut dapat
ditentukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yaitu:
a) PAI sebagai usaha sadar yakni suatu kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana
dan sadar atau tujuan yang hendak dicapai.
b) Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan.
c) Guru PAI yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran
dan atau latihan secara sendiri terhadap peserta didiknya untuk
mencapai tujuan PAI.
d) Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran
agama Islam dari peserta didik, disamping untuk membentuk
keshalehan atau kualitas juga sekaligus untuk membentuk
keshalehan sosial.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
dalam proses belajara mengajar antara guru dengan peserta didik
untuk dapat meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalan ajaran agama Islam agar dapat membentuk dan
menjadikan peserta didik menjadi khalifah allah yang beriman
dan
36
bertakwa untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia dan di
akhirat kelak.
2) Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Agama Islam bukanlah semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi
penghayatan juga pengamalan serta pengaplikasiannya dalam
kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup. Kemudian
secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk
membentuk pribadi manusia menjadi pribadi yang mencerminkan
ajaran-ajaran Islam dan bertakwa kepada Allah, atau “hakikat
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil”. Dapat
kita ketahui dengan jelas bahwa tujuan pendidikan agama Islam
adalah untuk membentuk karakter manusia agar beriman dan
bertakwa kepada Allah Swt yang diwujudkan dalam bentuk
tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Peran
dan Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam di
sekolah umum berperan sebagai pendukung tujuan umum
pendidikan nasional, yang tidak lain bahwa tujuan umum
pendidikan nasional eksplisit disebutkan dalam urusan UUSPN
No. 20 Tahun 2003 bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan
Pendidikan Nasional sebagai disebutkan dalam bab terdahulu.
Adapun penjabaran rumusan fungsi pendidikan nasional yang
juga merupakan tujuan pendidikan agama Islam, maka pendidikan
agama Islam harus berperan sebagai berikut:
a) Membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka
membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia
seluruhnya
b) Menjadi manusia yang beriman dan bertakwa maksudnya
adalah manusia yang selalu taat dan tunduk terhadap apa-apa
yang diperintahkan oleh Allah Swt dan menjauhi segala
larangannya.
c) Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, dan mandiri adalah
sikap utuh dan seimbang antara kekuatan intelektual dan
37
kekuatan spiritual yang secara langsung termanifestasikan
dalam bentuk akhlak mulia.224
d) Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab maksudnya adalah perwujudan dari iman dan takwa itu
dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air
(khubbul wathan minal iman)
Adapun fungsi pendidikan agama Islam antara lain
sebagai berikut:
a) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt
serta akhlak mulia. Peningkatan keimanan dan ketakwaan,
sebagai salah satu unsur tujuan pendidikan nasional,
mempunyai makna pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang kita dambakan.
b) Kegiatan pendidikan dan pengajaran. Aspek pertama dari
pendidikan agama adalah yang ditujukan pada jiwa atau
pada pembentukan kepribadian. Anak didik diberi
kesadaran kepada adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan
perintah- perintah Tuhan dan meninggalkan.
B. Kajian Teori dalam Perspektif Islam
38
kemanusiaan. Adapun Sofyan dan Herlan (2010:3-5) mengemukakan
bahwa nilai secara umum dapat diartikan sebagai sebuah harga.
Moderasi beragama dalam Bahasa Latin Moderasi yaitu
moderatio ke-sedang-an dalam bersikap, sedangkan dalam Bahasa Inggris
moderasi berasal dari kata moderation. Moderation artinya tidak berpihak,
sedangkan dalam Bahasa Arab berasal dari kata Wasathiyah yang berasal
dari kata wasath yang memiliki makna sama dengan tasawuh (tengah–
tengah), I’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Secara terperinci
Wasathiyah adalah sesuatu yang baik dan berada ditengah diantara
ekstrem kanan (Fundamentalis) dan ekstrem kiri (Liberalisme).
Kata Beragama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia moderasi yaitu
memeluk atau menganut agama. Agama adalah sebuah kepercayaan atau
keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi dari paparan diatas jika
gabungkan Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama adalah sebuah
penghayatan, penguasaan, secara mendalam yang berlangsung melalui
pembinaan bukan hanya sekedar tentang tranformasi ilmu pengetahuan
oleh pendidik sebagai sifat-sifat atau suatu hal yang penting yang berguna
untuk kemanusiaan memeluk atau menganut agama dan bersikap sedang
(tidak berpihak).
Moderasi beragama menjadi solusi yang sesuai dengan
keadaan bangsa Indonesia dalam muatan nilai dan praktiknya. Sikap adil,
seimbang dan toleran menjadi kunci dalam menghadapi keragaman yang
ada di Indonesia.
Moderasi beragama menjadi esensi ajaran suatu agama
termasuk agam Islam. Didalam Islam terdapat dua landasan utama yaitu
al- Qur’an danHadis. Diantara dalil-dalil al-Qur’an mengenai moderasi
beragama dalam QS. Al-Baqarah 143 sebagai berikut:
وا ُش َه َد.ُْ َت ُ ْك ون¹ ِ˝سطا ل َ ََوك ٰذل َك َج َ لْع ٰ ن ُك ْم َُّامة˝ َّو
ِ
ۤ
ْ ِ َعلَْي ُك ْم َش
هي ˝دا ََوما اَء ََعلى اَلّنا ِس َوَي ُ ْك و َن ا َل ّر ُ ْس ُو ل
لَة.َج َ لْع َنا اْلِ ق َْب
َال
ْع ََل م َم ْن. َها˘ اَِّّل َلِن.ِّْ ت ُ ْكن َت علَْي
َ.ي
39
ّتَ
بّ ِ ُع ا َل ّر ُ ْس َول
ِ َِم
ّ ْن
يَ.
ّْن َ .قلِ ُب َعٰ لى َعِ َقب ْ.ي ِه َواِ ْن َكاَن ْت
ِ َّ ِر ْحي˚ م َكا َن ا ٰ ¹لُ لُِي ِ ْضي َع َل َك ْبِ َْية˝ اَِّّل َعلَى َدى ا ٰ ¹
بلن ال للُ ََوما َه
ا
ّا ِس ََلر ُْءو
َياَن ُك ْم اِ َّن ا ٰ َ ¹ل ّ ِذْي َن
˚ف
٣٤١
40
Artinya: "Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
"umat pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami
tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya,
melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa
yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat,
kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak
akan menyianyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha
Penyayang kepada manusia. QS. Al-Baqaroh: 143 (Kementrian Agama
RI, 2019: 28-29)
Islam sangat menghargai eksistensi agama lain dan begitu pula
dengan penganutnya. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan
keyakinannya kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk apapun agar
orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan
tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada
beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam untuk mengembangkan
konsep kerukunan antara sesama umat manusia.
Q.S Al-Imran: 103
41
moderasi beragama ditandai dengan kemampuan untuk memadukan teks
dan konteks serta mendialogkan dalil-dalil secara dinamis. Hal tersebut
dilandasi prinsip mengajak pada kebaikan dan menjauhkan dari
kemungkaran
Menurut Kementerian Agama Republik Indonesia dalam buku
Moderasi Beragama, terdapat empat indikator untuk mengukur seseorng
dikatakan moderat, yakni
42
a. komitmen kebangsaan yaitu indikator yang berfungsi dalam meninjau
paradigma, sikap dan praktik beragama terhadap kesetiaan pada
ideologi bangsa (Pancasila) sebagai dasar negara, nasionalisme serta
penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam
konstitusi UUD 1945 dan regulasi dibawahnya. Komitmen
kebangsaan ini adalah bentuk pengamalan ajaran agama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Lukman Hakim Saifuddin. Dalam hal komitmen kebangsaan,
gagasan system khilafah, dar al Islam atau imamah merupakan hal
yang bertolakbelakang dengan komitmen kebangsaan yang telah
menjadi konsensus bersama para pendiri Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. toleransi yaitu sikap terbuka, tidak mengganggu, lapang dada, hormat,
sukarela, lembut dalam menerima perbedaan yang telah ada. Sikap
toleran menjadi dasar penting dalam mengamalkan ajaran agama baik
toleransi antar agama atau itraagama. Dengan adanya toleransi
antaragama, masyarakat dapat berdialog, bekerja sama dan
berinteraksi dengan baik antar pemeluk agama, seperti dalam
pendirian rumah ibadah bersama dan dialog antaragama. Dalam hal
toleransi intraagama, masyarakat dapat menyikapi sekte-sekte
minoritas yang dianggap menyimpang dari arus agama;
c. anti-kekerasan yaitu aktualisasi ajaran agama yang menjadi rahmat
bagi seluruh alam, ajaran yang mengedepankan cinta kasih. Adanya
kekerasan yang berwujud ekstrimisme dan radikalisme sebagai akibat
dari pemahaman keagamaan yang kaku dan tertutup sehingga
melahirkan ideologi bahkan sikap yang membenarkan tindak
kekerasan pada aspek fisik dan non-fisik. Ajaran agama sesungguhnya
mengajarkan adanya cinta kasih antarumat menjunjung tinggi
kemanusiaan dan menjadi rahmat bagi siapapun tanpa memandang
latar belakangnya. Selain itu, paham kekerasan ini juga mengakar
pada gagasan sistem khilafah yang sampai sekarang masih
digaungkan. Oleh karena itu, indikator anti kekerasan ini sebagai
aktualisasi sikap beragama yang sesuai dengan prinsip moderasi
beragama; dan
43
d. akomodatif terhadap budaya lokal yaitu praktik beragama untuk
meninjau kesediaan dalam menerima tradisi dan budaya lokal sejauh
tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama. Kesediaan untuk
menerima praktik beragama yang tidak hanya menekankan kebenaran
normative melainkan juga didasarkan pada keutamaan yang tidak
bertentangan dengan ushuluddin. Dalam ajaran Islam, untuk
menyikapi hal ini para fuqaha merumuskan kaidah ushul fiqh al
addatu muhakkamah yaitu tradisi baik dapat dijadikan sumber hukum.
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Dalam bahasa Yunani, pembelajaran yaitu instructus atau intruere
yang memiliki arti menyampaikan ide atau pikiran secara bermakna.
Pembelajaran memilliki arti kegiatan pro-aktif dalam melaksanan kegiatan
belajar mengajar dan mengatur suasana dna lingkungan agar peserta didik
dapat belajar dengan nyaman dan kondusif, menjadikan peserta didik
sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran untuk membentuk karakter dan
meningkatkan mutu peserta didik.
Pendidikan Agama Islam (PAI) menyangkut manusia secara utuh
yang tidak sekadar membekali peserta didik pengetahuan keagamaan
namun seluruh pribadi peserta didik yang menyangkut hubungan dengan
Allah, dengan sesame manusia, dengan alam sekitat dan dengan dirinya
sendiri.
PAI merupakan suatu kegiatan pengajaran, bimbingan, pelatihan
sadar dan terenana yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman,
penghyatan dan pengamlan trhadap ajaran agama Islam untuk mencapia
satu tujuan yang membentuk kesalehan pribadi persta didik dan kesalehan
sosialnya dalam bermasyrkat, berbangsa dan benrnegara. Dari definisi
diatas, dapat dipahami bahwa pembelajaran PAI merupakan kegiatan sadar
dan trencana dalam mengarahkan peserta didik dalam memahami,
menghayatu dan mengamalkan ajaran agama Islam beserta nilai-nilai yang
terkandung didalamnya sehingga terbentuk kesalehan pribadi dan
eksalehan sosial. Sehingga pelajaran dapat masuk ke akal dan hati masing-
masing peserta didik.
44
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Pada penelitian ini dilakukan kajian penelitian yang relevan agar
tidak ada pengulangan dari penelitian terdahulu dengan sekarang
diantaranya adalah:
1. Yedi Purwanto, Qowaid, Lisa’diyah Ma’rifataini, Ridwan Fauzi,
2019, Jurnal Edukasi: Jurnal penelitian Pendidikan Agama dan
Keagamaan, “Internalisasi Nilai Moderasi Melalui Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum”. Tujuan penelitian untuk
mednapat informasi pola internalisasi nilai nilai moderasi pada
matkul PAI di UPI. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. teknik pengumpulan data menggunakan observasi
partisipatif, studi dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola internalisasi nilai-nilai moderasi PAI di
UPI pada matkul PAI berhubungan dengan pembentukan karakter
moderat, melalui keteladanan oleh pemangku kebijakan khusunya
dosen PAI yang moderat. Dalam kajian ini peneliti mendapatkan
beberapa perbedaan dan permasaan yang sangat menonjol, dalam
penelitian Edi Purwanto peneliti menilai adanya perbedaan dalam
segi judul dan dalam menentukan subjek penelitian yang menjadikan
penelitian ini sangat menarik untuk dikaji dan dalam persamaan
didalam penelitian ini peneliti sama sama ingin melakukan
internalisasi nilai-nilai moderasi terhadap seseorang melalui pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
2. Saibani, 2019, PAI, UIN Raden Intan Lampung, “Penerapan
Pendidikan Islam Moderat di Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar
Lampung”. Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan
Pendidikan Islam Moderat di Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar
Lampung. Metode yang digunakan penulis dalam mengungkap
permasalahan penelitian ini adalah metode kualitatif. metode yang
digunakan dalam pengumpulan data antara lain observasi, wawancara
dan dokumentasi. Dalam penelitian Sabiani peneliti menilai adanya
perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini, perbedaan yang
sangat menonjol terletak pada judul, subjek penelitian dan
45
persamaannya terletak pada
46
tujuan penelitian tersebut, dari paparan diatas menunjukkan bahwa
penelitian Saibani sangat menarik untuk di kaji oleh peneliti guna
untuk mengetahui perbedaan dan persamaan guna untuk
menyempurnakan penelitian selanjutnya.
3. Heri Gunawan, Mahlil Nurul Ihsan & Encep Supriatin Jaya, 2021,
Jurnal Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning Journal,
“Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam Pembelajaran
PAI di SMA al-Biruni Cerdas Mulia Kota Bandung”. Penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan konsep internalisasi nilai-nilai moderasi
beragama di sekolah. Metode penelitian ini adalah kualitatif lapangan
dengan deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data yaitu melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam mengkaji penelitian
ini, peneliti menemukan beberapa perbedaan dalam hal subjek
penelitian dan peneliti juga menmukan persamaan yaitu sama sama
bertujuan untuk memasukkan nilai-nilai moderasi agama dalam diri
siswa, dengan begini peneliti berharap dalam mengkaji penelitian ini,
peneliti dapat meminimalisir adanya kekurangan dalam meneliti dan
bisa sebagai penyempurna penelitian yang akan dating.
Tabel 2.1
Kajian Penelitian yang Relevan
No Nama dan Persamaan Perbedaan Orisinalitas
judul penelitian
Peneliti
47
Melalui sekaligus
Pendidikan penyempurna
Agama Islam dari
di Perguruan penelitian
Tinggi sebelumnya.
Umum”
jurnal
penelitian
(2019).
48
Sumber: Data Olahan Penulis
BAB III
METODE PENELITIAN
49
Pendekatan penelitian kualitatif adalah pendekatan yang menekankan pada
aspek pemahaman yang mendalam terhadap suatu masalah, daripada
melihat masalah untuk generalisasi penelitian.
Dan dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif karena metode ini lebih memilih menggunakan teknik analisis
mendalam. Yakni dengan menelaah masalah secara kasus per kasus. Hal
ini dikarenakan metodologi kualitatif meyakini bahwa sifat masalah yang
satu akan berbeda dengan yang lainnya.
Dengan demikian penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gelaja yang ada dalam
pelaksanaan Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam
pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII di SMP Negri 1Gambiran
Tahun Pelajaran 2022/2023 bisa berjalan dengan baik.
B. Kehadiran Penelitian
Kehadiran peneliti di lapangan dalam penelitian kualitatif
merupakan linstrumen penting dalam penelitian kualitatif ini dengan ciri
penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan, karena dalam
penelitian ini, peneliti berperan untuk menempatkan focus penelitian,
memilih informasi sumber data, melakukan pengumpulan data, memilih
kwalitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan
atas temuannya (Sugiyono, 2011: 306).
Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrument utama.
Jadi kehadiran peneliti dalam penelitian sangat mutlak keberadaanya.
Selain menjadi instrument utama peneliti juga berperan sebagai observer.
Karena peneliti merupakan kunci utama dalam mengungkapkan makna
dan sekaligus sebagai alat atau pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan
setelah surat izin penelitian oleh Fakultas Tarbiyah oleh Insitut Agama
Islam Ibrahimy Genteng. Melalui surat izin tersebut peneliti bisa memulai
melakukan penelitian dengan melakukan wawancara dengan mata
pelajaran PAI, dan beberapa peserta didik kelas VIII di SMP Negri 1
Gambiran Tahun Pelajaran 2022 / 2023.
C. Subjek Penelitian
50
Menurut Arikunto (2016:26) subjek penelitian adalah memberi
batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk
variabel penelitian melekat, dan yang di permasalahkan. Sedangkan
menurut Hamidi (2010: 74) subjek penelitian yaitu informasi atau respon
penelitian, karena yang menjadi pelaku informasi atau data dalam
penelitian. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian, sehingga akan memudahkan peneliti dalam
menelusuri situasi yang akan di teliti ( Sugiyono, 2011: 30 ).
Sebagai pemaparan pengertian subjek penelitian di atas, maka
penentuan subjek penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan secara jelas dan mendalam untuk mengambil subjek
penelitian atau responden dengan penggunakan purpose sampling
dinyatakan sesuai dengan problematika penelitian yang peneliti bahas,
yaitu penentuan subjek didasarkan atas tujuan penelitian dalam
mengungkap masalah yang diangkat dalam penelitian.
Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah guru
mata pelajaran PAI dan beberapa peserta didik lainnya kelas VIII di SMP
Negri 1 Gambiran.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dan tempat penelitian kapan dan dimana peneliti akan
melakukan penelitian dalam hal ini peneliti mengambil waktu dan tempat
sebagai berikut ;
1. Waktu Penelitian
Pada umunya jangka waktu penelitian cukup lama, karena tujuan
penelitian kualitatif bersifat penemuan. Namun demikian, ada
kemungkinan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu pendek jika telah
ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh (Sugiyono, 2011: 396
).Penelitian ini dilaksakanakan pada semester genap pada bulan Maret
sampai April tahun 2023.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negri I Gambiran yang
beralamat di Dsn Krajan Yosomulyo, Kecamatan Gambiran,
51
Banyuwangi, Jawa Timur . Tempat ini di pilih karena berdasarkan data
yang di peroleh dari hasil observasi peneliti mendapati bahwa terdapat
metode pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru mata pelajaran
PAI dan dirasa kurang maksimal dalam memberikan materi
pembelajaran kepada peserta didiknya dan belum pernah memberikan
pengetahuan mengenai pentingnya bermoderasi dalam beragama.
E. Sumber Data
Untuk melengkapi data penelitian dibutuhkan dua sumber data, yaitu
sumber data primer dan sekunder sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah pengambilan data dengan instrument
pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan penggunaa dokumen.
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan
Teknik wawancara sumber langsung. Sumber primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data
(Sugiyono, 2011 ; 187). Adapun dalam penelitian ini, peneliti
mendapatkan data primer dari guru kelas, dan siswa kelas VIII di SMP
Negri 1 Gambiran- Banyuwangi.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang digunakan untuk
mendukung data primer yaitu melalui studi kepustakaan, dokumentasi,
buku, majalan,koran,arsip tertulis yang berhubungan dengan objek yang
akan diteliti pada penelitian ini. Sumber sekunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau dokumen. Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh ketika peneliti sedang mengadakan observasi
didampingi oleh guru dan
52
peneliti mendapatkan data sekunder dari catatan harian guru tentang
hasil belajar peserta didik (Sugiyono, 2011: 187).
F. Prosedur Pengumpulan Data
Kegiatan utama dalam setiap penelitian adalah pengumpulan data,
yang dilakukan dengan metode pengumpulan data. Menurut (Arikunto
2013: 100) Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian
yang digunakan untuk mendapatkan data yang akurat dan objektif. Dari
penelitian yang dilakukan, peneliti akan menggunakan teknik sebagai
berikut:
1. Observasi
Menurut Bungin (2001: 142) observasi atau pengamatan adalah
kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra sebagai
alat bantu utamanya. Observasi dilakukan untuk memperoleh data secara
langsung dari sumber data primer. Observasi dalam penelitian ini
dilakukan secara langsung dengan melakukan kunjungan ke lapangan
guna melihat kondisi yang relevan. Untuk memudahkan pemahaman
tentang macam – macam obervasi, maka di jekaskan sebagai berikut:
a. Obervasi Partisipatif
Dalam observasi ini peneliti terlibat dalam kegiatan sehari – hari
orang yang sedang diamati. Sambil melakukan pengamatan, peneliti
ikut melakukan apa yang mereka kerjakan oleh sumber data.
b. Observasi terus terang atau tersamar
Dalam observasi ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan
menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa ia sedang
melakukan penelitian. Akan tetapi ada saat dimana peneliti tidak terus
terang dalam observasi. Hal inimenghindari jika suatu data masih
dirahasiakan. Karena kemungkinana peneliti tidak diijinkan untuk
melakukan penelitian jika dilakukan secara terang terangan.
c. Observasi tak berstruktur
Dalam hal ini observasi yang dilakukan oleh peneliti tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal
53
ini dilakukan karena peneliti tidak tau secara pasti tentang apa yang
akan diamati. Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak
menggunakan instrument yang telah baku akan tetapi berupa rambu-
rambu pengamatan (Sugiyomo, 2018: 106).
Dalam hal ini peneliti menggunakan obervasi partisipatif
diamana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari – hari orang yang
sedang diamati. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang mereka kerjakan oleh sumber data.
2. .Wawancara
Menurut Yusuf (2014: 372) Teknik pengumpulan data dengan
wawancara yaitu, Teknik pengumpulan data melalui proses interaksi antara
pewawancara dengan sumber informasi. Perlu ditekankan pula yaitu, harus
melalui adanya komunikasi secara langsung. Adapun pewawancara atau
peneliti bertanya secara langsung terkait dengan objek yang ditelitinya
berdasarkan daftar, pertanyaan telah dirancang sebelumnya sesuai dengan
pedoman wawancara sebagai berikut:
a. Wawancara terstruktur
Wawancara ini digunakan sebagai teknikpengumpulan data bila
peneliti telah mengetahui dengan pasti tentanf informasi yang akan
diperoleh. Peneliti telah menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis dan jawaban alternative yang sudah
disiapkan.
b. Wawancara semi terstrur
Dalam pelaksanaannya wawancara ini lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak
yang diajak wawancara diminta berpendapat dan mengutaran ide-
idenya. Dalam wawancara ini peneliti hatus mendengarkan dan
mencatat setiap apa yang dikemukakan oleh sumber informasi secara
teliti.
c. Wawancara bebas
Wawancara ini adalah bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tertulis didalam pedoman. Pedoman
54
yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan
diteliti (Sugiyono, 2018: 139).
Dari paparan definisi wawancara diatas peneliti menangkap
wawancara adalah Teknik pengumpulan data melalui proses interaksi
antara pewawancara dengan sumber informasi melalui adanya
komunikasi secara langsung, dan dalam hal ini peneliti memilih
wawancara semi terstruktur dimana dalam pelaksanaannya wawancara
ini lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan
wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta berpendapat dan
mengutaran ide-idenya.
1) Dokumentasi
Menurut Yusuf (2014: 390) dokumtasi merupakan karya
seseorang tentang sesuatu yang sudah dia lalui, meliputi bentuk fisik
dari dokumen-dokumen diantaranya yaitu, teks tertulis, gambar,
ataupun foto. Metode pengumpulan berupa dokumentasi sangat
penting untuk memperkuat data yang telah diperoleh melalui
observasi. Dokumtasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah dokumtasi resmi mengenai proses pembelajaran. Bentuk
tulisan atau gambar seperti profil sekolah, data siswa,rpp dan lainnya
yang berfungsi untuk menyempurnakan data penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya.
Dari penjelasan dokumentasi diatas dapat penulissimpulkan
bahwa dokumentasi adalah karya seseorang tentang sesuatu yang
sudah dia lalui, meliputi bentuk fisik dari dokumen-dokumen
diantaranya yaitu, teks tertulis, gambar, ataupun foto untuk
memperkuat data yang telah diperoleh melalui observasi.
G. Teknis Analisis Data
Menurut Sugiyono (2011: 244) Analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
dalam kategori, menjabarkan kedalam unit – unit, dan menyusun dalam
55
pola, memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat
kesimpilan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian ini mendapat tiga macam kegiatan dalam analisis data
kualitatif sebagai berikut:
1. Data Collection (Koleksi Data)
Data Collecting (pengumpulan data) model Mails & Huberman
menurut sugiyono (2017:132) merupakan tahap mengumpulkan data
dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dimana peneliti
sebagai instrumen kunci dalam pengumpulan data. Makin lama
dilapangan makin banyak jumlah data yang di dapatkan dan semakin
bervariasi. Terdapat dat yang dapat diamati dan data yang tidak dapat
diamati misalnya mengenai perasaan dan hati.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Menurut Sugiyono ( 2011: 15 ) reduksi data adalah analisis
data yang dilakukan dengan memilih hal – hal yang pokok,
menfokuskan pada hal–hal yang penting, dan dicari tema serta
polanya. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proyeksi
penelitian berlangsung. Dari data yang diperoleh saat penelitian
disederhanakan dan lebih difokuskan dan disesuaikan dengan data
yang dibutuhkan. Dimana data tersebut terkait “ Internalisasi nilai –
nilai moderasi beragama dalam pembelajaran Pendidikan agama
islam kelas VIII di SMP Negeri 1 Gambiran Genteng Banyuwangi
Tahun Pelajaran 2022 / 2023”.
3. Data Display (Penyajian data)
Langkah penyajian data setelah direduksi, maka tahap
selanjutnya adalah menampilkan atau menyajikan data agar memiliki
visibilitas yang lebih jelas. Penyajian data yang dimaksud di sini dapat
sesederhana tabel dengan format yang rapi, grafik, chart, pictogram,
dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut maka data
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga semakin
mudah untuk dipahami. Sajian data adalah suatu rangkaian informasi
yang memungkin kesimpulan dari sebuah riset. Penyajian data
56
berfungsi untuk menemukan pola yang bermkana yang dapat
dgunakan untuk penarikan kesimpulan
4. Conclusion Drawing/Verification (Menarik kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Hubermn adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan sifatnya masih sementara, dan akan berubah
bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel
57
Misalnya data yang diperoleh dari hasil observasi, kemudian dicek
dengan wawancara.
3) Triangulasi Waktu
Waktu dapat mempengaruhi kredibilitas suatu data. Data yang
dipeoleh dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber
masih segar biasanya akan menghasilkan data yang lebih valid. Untuk
itu pengujian kredibilitas suatu data harus dilakukan pengencekan
dengan observasi, wawancara dan dokumentasi pada waktu atau
situasi yang berbeda sampai mendapatkan data yang kredibel.
Triangulasi data dimaksudkan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dari
paparan diatas penulis menggunakan Triangulasi teknik untuk
menguji kredibiltas suatu data dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan pada data yang telah dipeoleh dari sumber yang sama
menggunakan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh
dari hasil observasi, kemudian dicek dengan wawancara.
I. Tahapan -Tahapan Penelitian
Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami
fenomena utama pada obyek yang diteliti, sehingga memperoleh
pemahaman yang mendalam dan menemukan sesuatu yang unik. Langkah-
langkah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengkonstruksi
fenomena baru dan menemukan hipotesis (Sugiyono, 2018: 25-27).
Tahap pertama dalam penelitian kualitatif bisa berangkat
informasi awal atau sementara tentang potensi, dan masalah di obyek yang
diteliti. Berdasarkan hal tersebut peneliti menetapkan fokus (sementara)
dan membuat rumusan masalah yang berupa pertanyaan peneliti, bentuk-
bentuk rumusan masalah yang berupa pertanyaan penelitian tergantung
tujuan penelitian. Pertanyaan penelitian ini bersifat juga sementara dan
akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Langkah kedua dari penelitian kualitatif adalah melakukan
kajian teori, aturan dan budaya masyarakat setempat. Kajian teori
diperlukan agar peneliti kualitatif sebagai human instrument memiliki
58
wawasan yang luas dan mendalam tentang fokus penelitian pada obyek
yang diteliti, sehingga dapat digunakan untuk memandu pertanyaan yang
bersifat untuk memperoleh pemahaman, keunikan dan temuan. Langkah
ketiga dalam penelitian kualitatif adalah peneliti masuk obyek yang
diteliti (sudah siap menjadi human instrument) menentukan informan
kunci dan informan spesialis.
Langkah keempat dalam penelitian kualitatif adalah
mengumpulkan data. Bila penentuan fokus dan pertanyaan penelitian
didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang sudah mantap, maka
pengumpulkan data bisa dipandu oleh fokus dan pertanyaan penelitian
yang telah dirumuskan. Langkah kelima dalam penelitian kualitatif
adalah melakukan analisis data. Analisis data kualitatif adalah proses
memilih- memilah dan mengorganisasikan data yang terkumpul dari
catatan lapangan, hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, sehingga
diperoleh pemahaman yang mendalam, bermakna, unik dan berupa
temuan baru yang bersifat deskriptif, kategorisasi dan pola-pola
hubungan antar kategori dari obyek yang diteliti.
Langkah keenam dari penelitian kualitatif adalah uji
keabsahan data setelah dianalisis. Uji keabsahan data adalah uji validitas,
reliabilitas dan obyektivitas terhadap hasil penelitian kualitatif. Melalui
uji keabsahan data ini, maka hasil penelitian kualitatif akan lebih
dipercaya kebenarannya. Berdasarkan hasil uji keabsahan data,
kemungkinan peneliti akan kembali ke lapangan, memperbaiki data
sehingga merubah data yang telah dianalisis. Langkah ketujuh dari
penelitian kualitatif adalah data display atau menyajikan data hasil
analisis yang telah teruji keabsahan datanya, terutama melalui uji
kredibilitas. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk narasi singkat
dan jelas, dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi dengan
membandingkan satu kategorisasi kelompok dari satu dengan yang lain,
dan dilanjutkan pada tingkat yang tertinggi yaitu mengkonstruksikan
hubungan antar kategori dalam pola tertentu.
Langkah terakhir dalam penelitian kualitatif yaitu membuat
laporan penelitian. Laporan penelitian disusun secara ringkas, jelas dan
59
sistematis berdasarkan urutan-urutan kegiatan selama penelitian, atau
berdasarkan sistematika dan alat tulis yang telah ditentukan lembaganya
masing-masing. Laporan penelitian yang jelas akan meningkatkan
kepercayaan terhadap hasil penelitian dan memudahkan hasil penelitian
untuk digunakan oleh orang lain yang memerlukan. Hasil akhir dari
penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data atau informasi
yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu
menghasilkan informasi-informasi bermakna, bahkan hipotesis atau ilmu
baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan
meningkatkan taraf hidup manusia
60
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Observasi:
Berilah tanda cek (🗸) pada kolom”Tidak” apabila aspek yang diamati tidak muncul,
berilah tanda (🗸) pada kolom “Cukup Baik” apabila aspek yang diamati muncul
dan berilah tanda cek (🗸) pada kolom “Baik” apabila aspek yang diamati muncul
dengan baik serta tuliskan deskripsi mengenai aspek yang diamati jika di
perlukan.
63
Internalisasi nilai
Tasamuh
9. Guru menggunakan 🗸
pembiasaan
Internalisasi nilai
Tawazun
10. Guru menggunakan 🗸
metode tauladan dalam
internalisasi nilai
I’tidal
11. Guru menggunakan 🗸
metode tauladan dalam
internalisasi nilai
Tawasuth
12. Guru menggunakan 🗸
metode tauladan dalam
internalis asi nilai
Tasamuh
13. Guru menggunakan 🗸
metode tauladan dalam
internalisasi nilai
Tawazun
14. Guru menggunakan 🗸
metode tauladan dalam
internalisasi nilai
ta’awun
15. Guru memberikan 🗸
solusi jika terdapat
siswa yang belum
mampu
menginternalisasikan
nilai-nilai Moderasi
Beragama
INSTRUMEN WAWANCARA 1
Pedoman Wawancara kepada Guru PAI
64
1. Sebelum memulai pelajaran apa yang Bapak lakukan?
2. Apakah sebelum mengajar Bapak mempersiapkan silabus?
3. Apakah Bapak selalu mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) sebelum mengajar?
4. Apa yang Bapak lakukan di awal kegiatan pembelajaran Internalisasi
Moderasi Beragama dalam kelas?
5. Apa saja langkah-langkah Bapak dalam internalisasi nilai-nilai Moderasi
Beragama di dalam kelas?
6. Apakah metode penanaman digunakan dalam internalisasi nilai-nilai
moderasi beragama di dalam kelas?
7. Bagaimana nilai tasamuh diajarkan dengan menggunakan metode penanaman
8. Bagaimana nilai i 'tidal diajarkan dengan menggunakan metode penanaman?
9. Bagaimana nilai tawasuth diajarkan dengan menggunakan metode
penanaman?
10. Bagaimana nilai tawazun diajarkan dengan menggunakan metode penanam?
11. Apakah metode pembiasaan digunakan dalam internalisasi nilai-nilai
Moderasi Beragama di dalam kelas?
12. Bagaimana nilai tasamuh diajarkan dengan menggunakan metode
pembiasaan?
13. Bagaimana nilai I’tidal diajarkan dengan mengunakan dengan pembiasaan?
14. Bagaimana nilai ta’awun diajarkan dengan menggunakan metode
pembiasaan?
15. Apakah keteladanan digunakan dalam internalisasi nilai niali moderasi
beragama di dalam kelas?
16. Bagaimana nilai tasamih diajarkan dengan menggunakan metode
keteladanan?
17. Bagaimana nilai tidal diajarkan dengan menggunakan metode keteladanan?
18. Bagaimana nilai tawasuth diajarkan dengan menggunakan metode
keteladanan?
19. Bagaimana nilai tawazun diajarkan dengan menggunakan metode
keteladanan?
20. Apa saja metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI di kelas 8 SMP
Negeri 1 Gambiran?
21. Bagaimana bapak bisa menjadikan pembelajaran PAI dikelas tetap berjalan
dengan efektif?
65
INSTRUMEN WAWANCARA
Pedoman wawancara kepada siswa
66