Anda di halaman 1dari 4

KELOMPOK 6 MANAJEMEN RISIKO:

Victoria Meilani Dinda Sari Situmeang (190503218)


Dame Shintya Samosir (190503226)
Rama Yolanda Situmorang (190503233)
Putri Damayanti Panjaitan (190503240)

HUKUM PARETO DAN IDENTIFIKASI RESIKO


A. Hukum Pareto
Hukum Pareto (Prinsip 80/20) disebut sebagai prinsip yang dapat membantu pebisnis
meningkatkan keuntungan dari bisnis yang dijalankannya. Pareto 80/20 adalah prinsip yang
menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% dari efeknya disebabkan 20%.
Dalam implementasinya, prinsip pareto 80/20 ini dapat diterapkan untuk hampir semua
hal. Bahwa 80% dari keluhan pelanggan muncul dari 20% ketidakberesan dari produk/jasa.
Atau 80% keuntungan disebabkan oleh 20% dari produk atau jasa, dan seterusnya.Karenanya,
bagi seorang pebisnis, memahami Hukum Pareto (Prinsip 80/20) ini penting untuk melihat
hubungan sebab-akibat dari berbagai lini bisnis. Pareto 80/20 adalah rumusan yang berlaku
untuk banyak perkara.
Lantaran memahami kecanggihan dari hukum ini, para pebisnis menggunakan prinsip ini
untuk meningkatkan keuntungan dari bisnis yang dijalankannya. Hal sederhana dalam bisnis
bisa juga dilihat dengan menggunakan prinsip ini. Misalnya saja, menurut prinsip Pareto
80/20, 80 persen keuntungan yang diperoleh oleh suatu bisnis berasal dari 20 persen produk
yang dijual. Sementara sisa keuntungan yang 20 persen berasal dari 80 persen produk yang
terjual.
Latar belakang, manfaat, dan penerapan aturan Pareto 80/20
Aturan ini diterapkan dalam Analisis Pareto. Kali pertama digunakan dalam
makroekonomi untuk menggambarkan distribusi kekayaan di Italia pada awal abad ke-20.
Diperkenalkan pada 1906 oleh ekonom Italia Vilfredo Pareto, yang kala itu terkenal dengan
konsep efisiensi Pareto.
Pada 1940-an, Dr. Joseph Juran, ahli di bidang manajemen operasi, menerapkan aturan ini
pada pengendalian kualitas untuk produksi bisnis. Ia menunjukkan bahwa 80% cacat produk
disebabkan oleh 20% masalah dalam metode produksi. Dengan berfokus pada dan
mengurangi 20% masalah produksi, suatu bisnis dapat meningkatkan kualitasnya secara
keseluruhan.
Hasil kinerja tenaga penjualan di berbagai bisnis juga telah menunjukkan keberhasilan
dengan masukkan aturan Pareto 80/20 ini. Konsultan eksternal yang menggunakan Six Sigma
dan strategi manajemen lainnya juga telah memasukkan prinsip ini. Dalam praktik mereka,
penerapan ini menunjukkan hasil yang baik.
Untuk menerapkan aturan Pareto 80/20 sendiri, kita perlu memutuskan untuk menetapkan
aspek 80% begitu pula aspek 20% yang kita patok. Lantas, kita berfokus sepenuhnya pada
dua dimensi aspek tersebut.
Lantas, kita dapat menganalisis, hal apa saja yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan
kinerja suatu bisnis dari penekanan pada aspek Pareto 80/20. Dengan begitu, kita jadi dapat
memahami target serta proses yang bisa kita eksekusi untuk target tersebut.
B. Identifikasi Resiko
Identifikasi Risiko adalah usaha untuk menemukan atau mengetahui risiko – risiko yang
mungkin timbul dalam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan.
Hal – hal yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk perusahaannya :
a. Mengetahui kemungkinan – kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan harus berhati –
hati atas kemungkinan timbulnya setiap kerugian dan hal ini merupakan tugas utama seorang
manajer risiko.
b.Memperkirakan frekuensi dan besar kecilnya risiko sehingga dapat diperkirakan
kemungkinan kerugian maksimum dari risiko yang berasal dari berbagai sumber.
c. Memutuskan pemakaian metode pengolahan risiko yang terbaik dan paling
ekonomis,apakah dengan jalan menghapuskan, mengurangi, membatasi, menanggung sendiri,
memindahkan atau mengkombinasikan metode – metode tersebut.
d. Mengadministrasikan program –program manajemen risiko termasuk mengadakan
penilaian kembali atas program – program, pencatatan – pencatatan dan lain sebagainya.
Metode Identifikasi Risiko
1. Analisis data historis
2. Pengamatan dan Survey (menggunakan questionnaire, inspeksi langsung, dan interaksi
dengan unit kerja)
3. Pengacuan (Benchmarking)
4. Pendapat ahli.
Sumber Informasi Risiko
1. Dokumen Internal
· Laporan keuangan, strategi dan rencana, standar dan prosedur operasi, dokumen SDM,
surat perintah, dll.
· Merupakan target pencarian yang pertama dalam identifikasi risiko tetapi seringkali tidak
semua dokumen tertata dengan baik.
2. Dokumen Eksternal
· Misalnya: koran, majalah, data publikasi, statistic keuangan dan ekonomi, dan sumber
lainnya.
· Harus bisa memilah dan memilih informasi yang penting bagi perusahaan.
3. Pihak Internal Perusahaan
· Contoh: karyawan yang mengoperasikan mesin selama bertahun-tahun dapat menjadi
narasumber yang kompeten.
· Masalahnya karyawan seringkali tertutup dan berpersepsi semakin banyak risiko di unit
kerjanya, semakin buruklah cara kerja mereka. Ini tentu saja salah. Tidak ada hubungan
antara jumlah risiko dan kualitas kerja.
4. Pihak Eksternal Perusahaan (konsumen, pemasok, pengamat, tenaga ahli, pesaing, dll)
· Melalui Focus Group Discussion yang melibatkan mereka yang dianggap ahli.
· Kriteria ahli:
(a) secara rutin menangani obyek yang sedang diidentifikasi risikonya;
(b) orang di sekitarnya yang berpengaruh atau bisa mempengaruhi, misalnya atasannya
atau rekan kerjanya; dan
(c) ahli dalam bidang akademik mengenai objek yang bersangkutan.

9 Metode Identifikasi Resiko :


1. Preliminary Hazard Analysis (PHA) atau analisis bahaya awal, merupakan suatu
sistem atau metode yang biasanya digunakan untuk menjelaskan dengan teknik
kualitatif untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap awal dalam proses desain. Prinsip
dari PHA, untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin akan berkembang menjadi
kecelakaan. Ini dilakukan dengan menimbulkan situasi atau proses yang tidak
direncanakan. Ini penting untuk melakukan identifikasi bahaya dari awal yang
bertujuan untuk mengimplementasikan corrective action pada proses desain.

2. Hazard Operability Study (HAZOPS), merupakan metode yang digunakan industri


untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap desain rekayasa. Tujuannya untuk
menganalisis bagian sistem satu per satu dan menjelaskan bagaimana kondisi ideal
untuk suatu sistem bisa Langkah awal dilakukan dengan mendapatkan tinjauan dari
sistem berupa gambar teknis atau informasi lain dari sistem tersebut.

3. Risk Based Inspection (RBI), yakni penilaian risiko dan manajemen proses yang
terfokus pada kegagalan peralatan karena kerusakan material. Fokus RBI adalah
penilaian risiko yang berkaitan dengan pengoperasian peralatan. RBI dapat
memberikan masukan kepada manajemen untuk merencanakan jadwal inspeksi dan
pemeliharaan pada peralatan termasuk penganggaran biayanya.

4. What-If merupakan metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau desain dengan
menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu bagaimana-jika atau what-if. Analisis
ini merupakan bagian dari cara checklist, yang kemungkinan merupakan metode
identifikasi bahaya tertua.
5. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau analisis pola kegagalan dan akibat,
yaitu metode untuk mengidentifikasi bahaya yang melibatkan analisis modus
kegagalan. Seperti apa penyebabnya dan bagaimana dampaknya, serta kritikalitas dari
kegagalan. Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi kegagalan yang
mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada sistem operasi.

6. Fault Tree Analysis (FTA) dan Event Tree Analysis (ETA) merupakan diagram
logika yang digunakan untuk mewakili masing-masing dampak dari suatu peristiwa
dan penyebab dari suatu peristiwa. Diagram ini juga menyatakan ilustrasi bebas dari
rangkaian potensi kegagalan peralatan atau kesalahan manusia yang dapat
menimbulkan kerugian. FTA bersifat deduktif yang dilakukan dengan memunculkan
akibat untuk mencari sebab. Sedangkan ETA bersifat induktif yang dilakukan dengan
dengan menampilkan sebab (kejadian awal) untuk mencari akibat (kejadian akhir).

7. Qualitative Risk Assessment merupakan pendekatan nilai risiko terhadap suatu sistem
dengan pemberian skor kualitatif, seperti iya atau tidak, lalu baik atau buruk terhadap
faktor kemungkinan dan akibat kegagalan dari suatu kejadian (Wachyudi, 2010).

8. Semi-quantitative Risk Assessment merupakan pengembangan penilain risiko dengan


menggunakan suatu pemodelan untuk kejadian tertentu. Tujuannya untuk
mendapatkan rate event. Dengan pemodelan ini, akan menghasilkan akurasi data
berdasarkan informasi awal yang diolah dengan mempertimbangkan parameter-
parameter yang ada.

9. Quantitative Risk Assessment merupakan penilaian penuh dengan melakukan


pemodelan pada semua kejadian, sehingga kemungkinan dampak dari suatu kegagalan
dapat diketahui secara numerik. Dari sinilah akan didapati tingkat risiko yang cukup
akurat.

Anda mungkin juga menyukai