Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DASAR-DASAR LOGIKA

“PENALARAN DEDUKTIF, SILOGISME, DAN HUKUM-HUKUM”


Dosen Pengampu : Hoirun Nisyak, S.PD., M.PD

Disusun Oleh :

Ahmad Yani 07031282126106


Andika Tias Saputra 07031282126138
Desi Trisuharti 07031282126091
Feri Kurniawan 07031382126244
Milanda Sartika 07031282126077
Naim Matun Hairani 07031182126033
M. Rofif Amin 07031282126196
M. Berliansyah Umari 07031282126076
M. Aufa Tirta Mahardika 07031282126165
Naila Qatrunnada 07031182126015
Oza Angelora Abomma 07031282126195
Suci Wijayanti 07031082126213
Sintia 07031382126230

KELAS A

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul“Penalaran Deduktif,
Silogisme, Hukum-Hukum” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar- Dasar Logika,
selain itu juga untuk menambah literasi mengenai materi tentang “Penalaran Deduktif,
Silogisme, Hukum-Hukum”.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Hoirun Nisyak, S.PD., M.PD. Selaku
dosen mata kuliah Dasar-Dasar Logika yang telah membantu secara materi, juga terima
kasih kepada teman-teman kelompok yang telah mampu bekerja sama dengan baik dalam
proses penyusunan makalah ini. Harapan penulis adalah semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca guna
menambah pengetahuan dan pengalaman.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari ibu selaku dosen mata kuliah dan para pembaca
guna menjadi acuan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 3 November 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Penalaran Deduktif ..................................................................................................................... 6
2.2 Macam-Macam Penalaran Deduktif ......................................................................................... 6
A. Silogisme .................................................................................................................................... 6
B. Entimem ..................................................................................................................................... 7
2. 3 Aturan – Aturan dalam Membuat Silogisme .......................................................................... 8
2.4 Macam-Macam Silogisme dan Hukumnya............................................................................. 10
A. Silogisme Kategorial ................................................................................................................ 10
B. Silogisme Hipotesis .................................................................................................................. 12
C. Silogisme Disyungtif ................................................................................................................ 14
BAB III ................................................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 17
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia tentunya membutuhkan penalaraan dalam menghadapi suatu


permasalahan. Dalam KBBI didapatkan bahwa penalaran berasal dari kata nalar yang
mempunyai arti pertimbangan tentang baik buruk, akal budi, kekuatan pikir atau aktivitas
yang memungkinkan seseorang untuk berfikir secara logis. Sedangkan pendapat dari
Suriasumantri (dalam Mulia ,2014:13) penalaran adalah suatu proses befikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

Salah satu penalaran yang diperlukan oleh setiap insan adalah penalaran deduktif, yang
mana untuk mendapatkan kesimpulan harus dari sesuatu yang bersifat umum. Namun
terkadang tidak dapat kita pungkiri, bahwa masih banyak orang yang salah dalam proses
penalaraannya dan terkadang sesat dalam menarik sebuah kesimpulan. Hal ini terjadi
karena masih banyak orang yang kurang, bahkan belum memahami tentang penalaran
deduktif dan pentingnya penalaran tersebut bagi kehidupan kita.

Selain mengenai penalaran deduktif, tentunya kita juga harus mengetahui apa saja
bentuk dari penalaran deduktif serta hukum yang mengaturnya. Sebab, dalam mencapai
suatu penalaran yang baik diperlukan aturan-aturan yang menjadi arahan. Dari persoalan
yang ada, maka penulis mencoba membahas mengenai penalaran deduktif dan bentuk-
bentuknya serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penalaran deduktif ?
2. Apa saja macam-macam penalaran deduktif?
3. Apa aturan dalam membuat silogisme?
4. Apa macam-macam dan hukum-hukum silogisme?

4
1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dnegan penalaran deduktif.


2. Mengetahui dan memahami macam-macam penalaran deduktif.
3. Mengetahui aturan dalam membuat silogisme.
4. Mengetahui dan memahami macam-macam & hukum-hukum dari silogisme.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penalaran Deduktif


Penalaran deduktif merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak belakang dari
pernyataan yang ada dan mengarah pada pernyataan baru berupa kesimpulan. Penalaran
deduktif dilakukan dari sebuah pernyataan yang bersifat umum menuju suatu kesimpulan
yang bersifat khusus. Proposisi baru berupa kesimpulan didapatkan dari fenomena yang
diidentifikasi dari dua proposisi yang ada sebelumnya yaitu, premis. Dalam berpikir
deduktif, yang diperlukan hanyalah premis umum dan premis yang mengidentifikasi
peristiwa tertentu yang terkait dengan premis umum tersebut. Jika kedua premis yang ada
bersifat benar, maka kesimpulan yang benar dapat diharapkan.

Ciri-Ciri Penalaran Deduktif

- Apabila semua premis benar, maka kesimpulan pasti benar.

- Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada pada premis.

2.2 Macam-Macam Penalaran Deduktif

A. Silogisme

Silogisme merupakan suatu bentuk penyimpulan tidak langsung (mediate inference)


yang artinya silogisme adalah suatu jenis yang penalarannya berdasarkan deduksi yang
menghubungkan dua proposisi (pernyataan yang) saling berlainan namun saling memiliki
hubungan dengan tujuan menciptakan suatu kesimpulan yang menjadi proposisi yang baru
atau proposisi yang ketiga.

Silogisme terdiri dari dua premis dan terdapat satu kesimpulan, premis yang pertama
disebut premis mayor (premis umum), premis yang kedua disebut premis minor (premis
khusus). Pengertian yang menjadi subyek (S) disebut term minor, dan pengertian yang
menjadi predikat (P) disebut term mayor. Pengertian yang tidak terdapat dalam
kesimpulan, tapi terdapat dalam kedua premis disebut term antara atau term tengah (M).
Sedangkan kesimpulan memiliki hubungan yang erat dengan kedua premis. Jika premis-

6
premis itu benar maka kesimpulannya juga benar dan dapat ditarik sebuah kesimpulan dan
sebaliknya, apabila premis-premis tersebut salah maka kesimpulannya juga akan menjadi
salah dan tidak dapat ditarik. Dengan kata lain, silogisme merupakan sebuah pola berfikir
yang mana didalamnya terdapat dua buah pernyataan yang berbeda namun berkiatan lalu,
disusun untuk menciptakan sebuah kesimpulan.

Silogisme merupakan sebuah penemuan terbesar dari ahli filsafat terkenal, Aristoteles.
Aristoteles membatasi silogisme sebagai: “argumen yang konklusinya diambil secara pasti
dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai dasar
kita mengembalikan kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk
oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan independen (term persamaan)”.
Silogisme juga merupakan suatu cara yang dapat mengajarkan kita untuk merumuskan,
membagi- bagi, serta menggolongkan pola fikir kita agar dapat melihat hubungannya
dengan mudah, sehingga kita menjadi belajar dan tahu cara berfikir yang terstruktur, tertib,
dan jelas.

B. Entimem

Entimem adalah pemikiran deduktif langsung dan dapat juga dikatakan bahwa entimem
adalah suatu silogisme yang diperpendek, yang mana entimem ini hanya disebutkan dua
proposisi saja. Bisa terdapat dua premis tanpa kesimpulan atau hanya terdapat satu premis dan
kesimpulan. Entimem terdiri dari tiga macam bentuk yaitu :

a) Entimem yang mana premis mayornya tidak dinyatakan.


Contoh : Baju ini salah, jadi harus diperbaiki.
Apabila dikembalikan dalam bentuk standar menjadi:

Semua yang salah harus diperbaiki. ( Premis Mayor )


Baju ini salah. ( Premis Minor )
Jadi, Baju ini harus diperbaiki. ( Kesimpulan )

b) Entimen yang mana premis minornya tidak dinyatakan.

Contoh : Guntur berhak bersuara, karena semua anggota DPR berhak bersuara.

7
Apabila dikembalikan dalam bentuk standar menjadi:

Semua anggota DPR berhak bersuara. ( Premis Mayor )


Guntur adalah anggota DPR. ( Premis Minor )
Jadi, Guntur berhak bersuara. ( Kesimpulan )

c) Entimem yang mana bagian konklusinya tidak dinyatakan.


Contoh : Semua profesor luas pengetahuannya dan Naufal adalah profesor.
Apabila dikembalikan dalam bentuk standar menjadi:

Semua profesor luas pengetahuannya. ( Premis Mayor )


Naufal adalah profesor. ( Premis Minor )
Jadi, Naufal luas pengetahuannya. ( Kesimpulan )

2. 3 Aturan – Aturan dalam Membuat Silogisme


Dalam silogisme, aturan umum dibagi menjadi dua bagian. Aturan yang berdasarkan
pada term dan aturan yang berdasarkan pada premis.

A. Aturan yang berdasarkan pada term.

1. Jumlah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumlah term harus tiga buah.
Silogisme katergoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana dua buah term
dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai subjek dari kesimpulan dan term
mayor sebagai predikatnya. Sedangkan term tengah berperan sebagai pembanding antara
term minor dengan term mayor. Sehingga ketiga term saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Misalnya jika hanya ada dua term, maka tidak dapat dilakukan penyimpulan,
melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau proposisi.

2. Term subjek atau term predikat di dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada
term subjek atau term predikat yang terdapat dalam premis-premisnya. Artinya term mayor
atau term predikat di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term
tersebut bersifat partikular. Selain itu, term minor atau term subjek di dalam kesimpulan
tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut ada yang bersifat partikular.

8
3. Term tengah tidak boleh masuk dalam kesimpulan karena term tengah adalah
pembanding antara term mayor dan term minor. Term tengah akan menentukan antara
premis mayor dan premis minor ada kesesuaian atau tidak. Sehingga term tengah harus
terdapat pada kedua premis dan tidak terdapat pada kesimpulan. Jika term tengah muncul
lagi dalam kesimpulan, maka artinya dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.

4. Term tengah harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Referen (objek) dari term
tengah, sekurang-kurangnya identik, atau tidak identik dengan referen (objek) dari term
mayor atau term minor. Jika term tengah digunakan dua kali secara pertikular di dalam
premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari term mayor.

B. Aturan yang Berdasarkan pada Premis.


1. Apabila kedua premis bersifat afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif. Artinya
kedua premis mayor dan minor adalah afirmatif. Sehingga term mayor dan term minor
menunjukan kesesuaian dengan term tengah.

2. Kedua premis tidak boleh negatif karena jika kedua premis negatif, artinya term mayor
dan term minor tidak cocok dengan term tengah, sehingga mengakibatkan tidak
berfungsinya term tengah dan term tengah tidak mampu menghubungkan antara term minor
dan term mayor. Apabila kesimpulan terpaksa dilakukan, maka kesimpulan dianggap tidak
sah.

3. Apabila salah satu premisnya partikular, maka kesimpulannya harus partikular dan
apabila salah satu premisnya adalah negatif, maka kesimpulannya adalah negatif. Artinya
jika salah satu premisnya adalah negatif dan partikular, maka kesimpulannya harus negatif
dan partikular. Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minornya.

4. Kedua premis tidak boleh partikular, salah satu premis harus universal. Apabila kedua
premis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu: a) keduanya afirmatif, b)
keduanya negatif, dan c) yang satu afirmatif dan yang satu negatif.

9
2.4 Macam-Macam Silogisme dan Hukumnya
A. Silogisme Kategorial

1. Pengertian

Silogisme kategorial merupakan suatu silogisme yang mana semua proposisinya terdiri
dari 3 proposisi kategorial. Dua proposisi disebut sebagai premis dan satu proposisi lagi
disebut sebagai konklusi (kesimpulan) dan terdiri dari tiga term, yaitu term mayor, term
minor dan term tengah.
Contoh : Semua tanaman membutuhkan air. ( Premis Mayor )
Akasia adalah tanaman. ( Premis Minor )
Jadi, Akasia membutuhkan air. ( Kesimpulan )

2. Hukum-Hukum Silogisme Kategorial

Dalam membuat silogisme kategorial terdapat hukum-hukum yang akan mengatur agar
terdapat suatu kesimpulan yang benar. Hukum-hukum tersebut adalah:

a) Silogisme Kategorial harus terdiri dari tiga macam proposisi.


Proposisi dalam silogisme berupa premis mayor, premis minor, dan konklusi.
Contoh : Semua petani di desa Sukamaju adalah pekerja keras. ( Premis Mayor )
Junai adalah petani di desa Sukamaju. ( Premis Minor )
Jadi, Junai adalah seorang pekerja keras. ( Kesimpulan )

b) Silogisme Kategorial harus terdiri dari tiga macam term.


Dalam membuat silogisme kategorial harus ada tiga term yaitu term mayor, term
minor, dan term tengah.
Contoh : Semua tanaman membutuhkan air. ( Premis Mayor )
Akasia adalah tanaman. ( Premis Minor )
Jadi, Akasia membutuhkan air. ( Kesimpulan )

Dalam menentukan mana term mayor, term minor dan term tengah dapat dilihat dari
konklusinya. Subjek dari konklusi yaitu “akasia” adalah term minor dan predikat pada
konklusi yaitu “membutuhkan air” adalah term mayor. Sedangkan term tengah adalah term
yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor yaitu “tanaman” .

10
c.) Term tengah harus memiliki makna yang sama, baik di premis mayor dan premis
minor. Apabila makna term tengah yang ada di premis mayor dan premis minor
berbeda, maka kesimpulan yang ditimbulkan akan menjadi tanda tanya dan tidak
bisa ditarik kesimpulan.
Contoh : Bulan sangat bersinar terang malam ini. ( Premis Mayor )
Desember adalah bulan. ( Premis Minor )
Tidak bisa ditarik kesimpulan.

Tidak bisa ditarik kesimpulan, sebab makna bulan pada premis mayor adalah planet
yang mengelilingi bumi dan makna bulan pada premis minor adalah ukuran waktu
dalam 30 hari.

d.) Jika pada silogisme kategorial terdapat satu premis yang bersifat universal dan satu
premis yang partikular. Maka konklusinya harus bersifat partikular.
Contoh : Semua pengurus koperasi memiliki jiwa sosial. ( Premis Mayor )
Sebagian RW adalah pengurus koperasi ( Premis Minor )
Jadi, sebagian RW memiliki jiwa sosial. ( Kesimpulan )

e.) Jika pada silogisme kategorial terdapat satu premis yang bersifat afirmatif dan satu
premis yang bersifat negatif. Maka konklusinya harus bersifat negatif.
Contoh : Semua koruptor tidak disenangi. ( Premis Mayor )
Sebagian pejabat adalah koruptor. ( Premis Minor )
Jadi, sebagian pejabat tidak disenangi. ( Kesimpulan )

Semua mahasiswa kuliah di perguruan tinggi. ( Premis Mayor )


Sebagian manusia bukan mahasiswa. ( Premis Minor )
Jadi, Sebagian manusia tidak kuliah di perguruan tinggi. ( Kesimpulan )

f.) Jika pada silogisme kategorial kedua premis sama-sama bernilai negatif. Maka tidak
dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Contoh : Semua makanan yang haram tidak boleh dikonsumsi. ( Premis Mayor )
Ikan bukan makanan haram. ( Premis Minor )
Tidak bisa ditarik sebuah kesimpulan.

11
g.) Jika pada silogisme kategorial kedua premis sama-sama berbentuk partikular. Maka
tidak dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Contoh : Beberapa orang kaya memiliki sifat kikir. ( Premis Mayor )
Beberapa pedagang adalah orang kaya. ( Premis Minor )
Tidak bisa ditarik sebuah kesimpulan.

Christiano Ronaldo adalah pemain bola yang hebat. ( Premis Mayor )


Christiano Ronaldo berasal dari Portugis. ( Premis Minor )
Tidak bisa ditarik sebuah kesimpulan.

B. Silogisme Hipotesis

1. Pengertian

Silogisme Hipotesis adalah suatu silogisme yang mana premis mayornya adalah
proposisi yang berbentuk hipotesis (pernyataan bersyarat) dan premis minornya berbentuk
proposisi kategorial. Dalam silogisme hipotesis terdapat suatu hubungan jika, maka. Dalam
premis mayor, bagian yang mengandung syarat disebut antecedent dan bagian keputusan
yang disyaratkan disebut konsekuen.
Contoh : Jika hari ini mendung, maka akan turun hujan.

Antecedent Konsekuen.

Dalam silogisme hipotesis terdapat empat macam tipe yaitu :

a) Silogisme hipotesis yang mana bagian premis minor mengakui bagian antecendent.
Contoh : Jika hari ini banjir, maka saya tidak sekolah.
Hari ini banjir.
Jadi, saya tidak sekolah.

b) Silogisme hipotesis yang mana bagian premis minor mengakui bagian konsekuennya.
Contoh : Jika hari ini tanggal merah, maka saya libur.
Hari ini saya libur.
Jadi, hari ini tanggal merah.

c) Silogisme hipotesis yang mana bagian premis minor mengingkari antecedent.

12
Contoh : Jika Pemilihan Umum dilaksanakan dengan tertib, maka suasana demokrasi
akan baik.
Pemilihan Umum tidak dilaksanakan dengan tertib.
Jadi, suasana demokrasi tidak akan baik.

d) Silogisme hipotesis yang mana bagian premis minor mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh : Jika mahasiswa turun ke jalanan, maka pejabat akan khawatir.
Pejabat tidak khawatir.
Jadi, mahasiswa tidak turun ke jalanan

2. Hukum-Hukum Silogisme Hipotesis


Apabila antecedent dilambangkan A dan konsekuen dilambangkan B. Maka hukum-hukum
silogisme hipotesis sebagai berikut :

a) Jika A terlaksana maka B juga akan terlaksana.


Contohnya : Jika terjadi peperangan. Maka harga bahan makanan mahal.
Peperangan terjadi.
Jadi, harga bahan makanan mahal.

Pada silogisme hipotesis di atas, peperangan diakui terjadi dan harga bahan makanan menjadi
mahal. Dalam hal ini terjadi suatu hubungan kausalitas dan diakui kebenarannya. Sebab bila
antecedent terlaksana maka konsekuen juga ikut terlaksana.

b) Jika A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. ( Tidak sah )


Contohnya : Jika terjadi peperangan. Maka harga bahan makanan mahal.
Peperangan tidak terjadi.
Jadi, harga bahan makanan tidak mahal. ( Tidak sah )

Silogisme hipotesis di atas dianggap tidak sah, sebab tidak ada kepastian bahwa harga bahan
makanan mahal hanya disebabkan oleh perang. Harga bahan makanan mahal dapat
disebabkan oleh hal lain seperti sedikitnya sumber bahan makanan ataupun saat permintaan
bahan makanan tinggi. Jadi pecahnya perang hanya salah satu penyebab mahalnya harga
bahan makanan. Apabila perang tidak terjadi, harga bahan makanan bisa saja naik karena
kemungkinan-kemungkinan yang lain.

13
c) Jika B terlaksana maka A terlaksana. ( Tidak sah )
Contohnya : Jika terjadi peperangan. Maka harga bahan makanan mahal.
Harga bahan makanan mahal.
Jadi, peperangan terjadi. ( Tidak sah )

Silogisme hipotesis di atas dianggap tidak sah, sebab naiknya harga bahan makanan belum
menentukan apakah suatu peperangan benar-benar terjadi. Melainkan bisa karena
disebabkan oleh hal-hal lain selain peperangan.

d) Jika B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.


Contohnya : Jika terjadi peperangan. Maka harga bahan makanan mahal.
Harga bahan makanan tidak mahal.
Jadi, peperangan tidak terjadi.

Pada silogisme hipotesis di atas, bila harga bahan makanan tidak mahal berarti tidak ada
sebab yang mendahuluinya, termasuk peperangan yang menjadi salah satu sebabnya.

C. Silogisme Disyungtif

1. Pengertian

Silogisme disyungtif adalah silogisme yang mana bagian premis mayor berbentuk
proposisi disyungtif ( terdapat dua alternatif ) dan pada bagian premis minor berbentuk
proposisi kategorial yang akan mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang ada di
premis mayor. Silogisme disyungtif dalam artiannya memiliki dua macam yaitu :

a) Silogisme disyungtif dalam artian sempit.

Dalam artian sempit, premis mayornya memiliki dua alternatif yang bersifat
kontradiktif.
Contoh : Wanita itu datang atau tidak datang.
Wanita itu datang.
Jadi, wanita itu bukan tidak datang.

14
b) Silogisme disyungtif dalam artian luas

Dalam artian luas, premis mayornya memiliki dua alternatif yang tidak bersifat
kontradiktif.
Contoh : Ibu ada di rumah atau di kantor.
Ibu ada di kantor.
Jadi, ibu tidak ada di rumah.

Selain itu, silogisme disyungtif dalam artian sempit dan artian luas memiliki dua macam tipe
yaitu :
a) Pada silogisme disyungtif, apabila premis minor mengingkari salah satu alternatif,
konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
Contoh : Ayah berada di luar atau di dalam.
Ayah tidak berada di luar.
Jadi, ayah berada di dalam.
Atau
Ayah berada di luar atau di dalam.
Ayah tidak berada di dalam.
Jadi, Ayah berada di luar.

b) Pada silogisme disyungtif, apabila premis minor mengakui salah satu alternatif.
Konklusinya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Contoh : Kakak berada di masjid atau di kantor.
Kakak berada di masjid
Jadi, kakak tidak berada di kantor.
Atau
Kakak berada di masjid atau di kantor.
Kakak berada di kantor.
Jadi, kakak tidak berada di masjid.

2. Hukum-Hukum Silogisme Disyungtif

Dalam silogisme disyungtif terdapat hukum-hukum yang menjadi tolak ukur dalam
pembuatannya, yaitu :
a) Pada silogisme disyungtif dalam artian sempit, konklusi yang dihasilkan selalu

15
benar. Dengan catatan, apabila proses penyimpulannya valid.
Contoh : Gani makan atau tidak makan.
Gani makan.
Jadi, Gani bukan tidak makan.
Atau
Gani makan atau tidak makan.
Gani tidak makan.
Jadi, Gani makan.

b) Pada silogisme dalam artian luas, kebenaran dari konklusinya adalah sebagai berikut:
● Apabila premis minor mengakui salah satu alternatif. Maka konklusinya sah.
Contoh : Lala adalah seorang petani atau pedagang.
Lala adalah seorang petani.
Jadi, Lala bukan seorang pedang.

● Apabila premis minor megingkari salah satu alternatif. Maka konklusinya tidak sah.
Contoh : Koruptor itu lari ke Kalimantan atau ke Sulawesi.
Koruptor itu tidak lari ke Sulawesi.
Jadi, Koruptor itu lari ke Kalimantan.
(Tidak ada jaminan bahwa koruptor lari ke Kalimantan. Bisa saja lari ke wilayah lain).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penalaran deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, dengan ciri-ciri
jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar dan semua informasi atau fakta pada
kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisif, dalam premis. Dalam penalaran induktif
terdapat dua macam bentuk yaitu silogisme dan entimem. Selain itu, silogisme terbagi lagi
dalam tiga bentuk yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, dan silogisme disyungtif
yang mana dalam ketiga silogisme ini terdapat hukum-hukum yang mengaturnya.

3.2 Saran

Penalaran deduktif sangat diperlukan untuk menarik sebuah kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat umum ke hal yang lebih spesifik atau bersifat khusus. Namun saat melakukan
penalaran deduktif, kita harus memahami terlebih dahulu tentang hukum-hukum yang
mengatur proses penarikan kesimpulan, agar terhindar dari kesesatan saat menyimpulkan
pernyataan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Salam,Burhanudin.1988. Logika Formal: FilsafatBerfikir. Jakarta : PT BinaAksara.

Mundiri.2014.Logika.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Nurlela,Ayu.2016.Kemampuan Penalaran Matematis.


http://repository.unpas.ac.id./10024/6/Bab%2011.pdf diakses 29 Oktober 2021.

Wikipedia.2021.Silogisme.https://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme diakses 29 Oktober 2021.

Shintia,Minandar.2013. Penalaran Deduktif.


https://www.slideshare.net/shintiaminandar/penalaran-deduktif diakses 29 Oktober 2021.

Setiawan,Samhis.2021.Pengertian,Contoh,Hukum,Macam,dan Aturan Silogisme.


https://www.gurupendidikan.co.id/silogisme/ diakses 29 Oktober 2021.

18

Anda mungkin juga menyukai