Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Berfikir Deduktif dan Induktif


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat

Dosen Pengampu :
Nur Hidayah Hanifah, M.Pd

Disusun Oleh :

Nur Imanis Sakinnah (230103110051)

Wirda Alfi Qumillaila (230103110042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Berfikir Deduktif dan Induktif”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dari pada mata kuliah Filsafat. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang cara Berfikir Deduktif dan Induktif.

Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami berupa motivasi, baik materi maupun moral. Oleh
karena itu,kami bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Nur Hanifah Hidayah, M.Pd selaku dosen pengampu Mata Kuliah Filsafat yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan penulisan yang baik dan benar, sehingga kami
sebagai penulis dapat menyusun makalah ini.
2. Dan pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan,


sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari berbagai
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 8 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iii
BAB I .................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah .......................................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Berfikir Deduktif ....................................................................................................... 4
2.3 Langkah-langkah Berfikir Deduktif ............................................................................................ 6
2.4 Pengertian Berfikir Induktif ........................................................................................................ 7
2.5 Macam- macam Berfikir Induktif ............................................................................................. 10
2.6 Langkah-langkah Berfikir Induktif ........................................................................................... 13
BAB III ............................................................................................................................................... 14
PENUTUP ........................................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................... 14
3.2 Saran.......................................................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Berpikir merupakan saabuah proses yang menumbuhkan pengetahuan. Proses ini


merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang
akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk
menemukan pemahaman atau pengertia, pendapat, dan kesimpulan dari sesuatu yang
dikehendaki (Achmadi, 1998). Hampir tak ada masalah yang bersangkutan dengan kehidupan
yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai paling besar
(Hadirman, 2004).

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam suatu kesimpulan yang menarikyang
berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya merupakan mahluk yangberpikir, merasa,
berpikir, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber padapengetahuan yang diperolehnya
melalui kegiatan merasa atau berpikir. PenalaranMenghasilkan pengetahuan yang dikaitkan
dengan kegiatan berpikir dan bukandengan peranaan, meskipun hati mempunyai logikanya
sendiri. Meskipun demikianpatut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir
menyandarkan diri kepadapenalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang
mempunyai karakteristiktertentu dalam menemukan kebenaran.Berpikir merupakan suatu
kegiatan untuk menemukan pengetahuan yangbenar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang
adalah tidak sama, oleh karena itukegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar-benar berbedabeda. Dapat dikatakan bahwa setiap jalan pikiran mempunyai kriteria
kebenaran yangmerupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran
merupakansuatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran
mempunyaikriteria kebenaran masing-masing. (Dewi et al., 2023)1

Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu.Ciri yang
pertama adalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa setiap bentuk penalaran mempunyai logikatersendiri. Atau dapat pula
disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatuproses berpikir logis, berpikir logis

1
Dewi, P., Aslamiyah Nasution, T., Ahmad, W., & Nasution, F. (2023). Keterampilan Berpikir Sebagai
Bagian dari Proses Kognitif Kompleks Siswa. Jurnal Dirosah Islamiyah, 5, 544.
https://doi.org/10.17467/jdi.v5i2.3072

1
disini harus diartikan sebagai kegiatan berpikirmenurut suatu pola tertentu, atau dengan kata
lain menurut logika tertentu. SuatuKegiatan berpikir dapat disebut logistik ditinjau dari suatu
logika tertentu, dan mungkintidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain. Ciri yang
kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu
kegiatan berpikir yang menyandarkan diri pada suatu analisis, dan kerangka berpikir yang
digunakan untuk analisis tersebut adalah penalaran logika yang bersangkutan.
Artinyapenalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan
logikailmiah. Sifat analitik ini kalau kita kaji lebih jauh merupakan konsekwensi dariadanya
suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidakakan ada kegiatan
analisis, karena pada hakekatnya analisis merupakan suatu kegiatanberpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu.Seperti yang sudah disebutkan terdahulu, tidak semua kegiatan
berpikirmendasarkan diri pada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran tersebut di atas maka
dapat kita katakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dananalitis. Atau lebih
jauh lagi kita dapat menyimpulkan: cara berpikir yang tidak termasuk kedalam penalaran,
bersifat tidak logistik dan tidak analitik. Demikianlah maka kitadapat membedakan secara garis
besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikiryang bukan berdasarkan penalaran.
( Suriasumantri, J, 2005) 2

1.2 Rumusan Masalah


Untuk memudahkan pembahsaannya maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan latar
belakang yakni sebagai berikut:
1. Apa pengertian Berfikir Deduktif?
2. Apa saja macam-macam Berfikir Deduktif?
3. Apa saja Langkah-langkah Berfikir Dedktif?
4. Apa pengertian Berfikir Induktif?
5. Apa saja Macam-macam Berfikir Induktif?
6. Apa saja langkah-langkah Berfikir Induktf?

2
Suriasumantri, S. (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

2
1.3 Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian Berfikir Deduktif
2. Untuk mengetahui macam-macam Berfikir Deduktif
3. Untuk mengetahui langkah-langkah Berfikir Deduktif
4. Untuk mengetahui pengertian Berfikir Induktif
5. Untuk mengetahui macam-macam Berfikir Induktif
6. Untuk mengetahui Langkah-langkah Berfikir Induktif

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berfikir Deduktif

Deduktif berasal dari bahasa inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari
keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi.
Berfikir deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang telah disepakati yang
bertolak dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus. Santrock
mengatakan berfikir deduktif merupakan berfikir dari umum ke khusus. Deductive reasoning,
therefore, is aproces of going down to aparticular specific truth on the basis of auniversal truth
(pemikiran deduktif merupakan proses menuju suatu kebenaran khusus yang dibangun dari
suatu kebenaran umum). Menurut Munduri berfikir deduktif adalah suatu kerangka atau cara
berfikir yang bertolak dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai
sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat
disimpulkan berfikir deduktif adalah suatu proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
umum ke hal-hal yang khusus. ( Suriasumantri, J, 2005) 3
2.2 Macam-macam Berfikir Deduktif
a. Silogisme Kategorial
Silogisme adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi
(pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang
merupakan proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut dengan premis.
Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu
rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial, yang disusun menjadi
tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul
dalam dua pernyataan, misalnya:
(1) Semua karyawan adalah PNS.
(2) Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3) Jadi, semua karyawan adalah peserta Jamsostek.
Dalam rangkaian diatas terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh ini rangkaian
kategorial hanya terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term
predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan subyek dari
konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara term yang muncul dalam kedua
premis namun tidak muncul dalam kesimpulan disebut premis tengah.

3
Suriasumantri, S. (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

4
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran
deduktif yang mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian, bahwa
ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis
mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu rumus proposisi
mayor silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh:
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan turun
Konklusi : Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Atau
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu Jazira akan pergi kursus
Walaupun premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan kloklusinya tetap bersifat
kategorial. Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial yang dalam
contoh hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya disebut anteseden
sedangkan bagian keduanya disebut akibat. Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa
“kebenaran anteseden akan mempengaruhi kebenaran akibat kesalahan anteseden akan
mengakibatkan kesalahan pada akibatnya”.
c. Silogisme Alternatif
Jenis silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena
proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung
kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi
kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini
tergantung pada premis minornya, jika premis minornya menerima satu alternatif maka
alternatif lainnya akan ditolak; dan jika premis minornya menolak satu alternatif maka
alternatif lainnya akan diterima dalam konklusi.
Contoh: :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor : Zian ada di sekolah
Konklusi : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau

5
menemukan sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme alternatif
diatas.
d. Entimem
Silogisme sebagai suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artificial.
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah
satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan,proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran dan
dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem (dari
enthymeme enthymema,yunani. Kata itu berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti
‘simpan dalam ingatan’). Entimen adalah penalaran deduktif secara langsung. Misalnya sebuah
silogisme asli akan dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian
sebagai berikut:
Premis mayor : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang
pemain kawakan.
Premis minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-
hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu
ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah
seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas
Cup.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang disusun dari dua
buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Kasus & Buku Filasafat Ilmu oleh Jujun Suriasumantri,
2017)4

2.3 Langkah-langkah Berfikir Deduktif


1. Mulai Dari Teori
Penalaran deduktif berasal dari sebuah teori yang sudah ada dan kemudian dikaitkan
dengan lingkungan ditempat tersebut.
Sebagai contoh : kamu ingin meningkatkan awarness dan menjaga relasi dengan
konsumen.

4
Kasus, S., & Buku Filasafat Ilmu oleh Jujun Suriasumantri, T. S. (2017). FILSAFAT ILMU GRADUATE
OF SCHOOL UNIVERSITAS GADJAH MADA Y O G Y A K A R T A 2 0 1 7.

6
Lalu, kamu menemukan teori yang mengatakan bahwa media sosial adalaha medium
paling efektif untuk melakukan kegiatan komunikasi dengan para konsumen.
2. Mengembangkan Hipotensi
Tahp berikutnya adalah mengembangkan hipotensi dari teori yang dibuat sebelumnya.
Untuk mengembangkan hipotensi, kamu bisa meggunakan pertanyaan jika-maka.
Contohnya : “Jika menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan konsumen,
maka perusahaan dapat menjaga relasi sekaligus meningkatkan awarness mereka
terhadap brand.”
3. Mengambil Data dan Menganalisis Hasil
Berikutnya, kamu bisa mengambil data untuk mendukung hipotensi yang telah dibuat.
Sebagai contoh : kamu bisa melihat berbagai metrik di media sosial seperti brand health
dan scoring.
Setelah data terkumpul, analisis hasil untuk menentukan apakah awarness dan relasi
dengan konsumen sudah baik dan apa yang bisa diperbaiki. (Ichsan, 2022)5

2.4 Pengertian Berfikir Induktif


Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan
terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau
universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang
bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek dan
umum. Generalisasi adalah salah satu ciri yang paling khas dalam metode induksi. Hanya
saja, generalisasi di sini tidak berarti dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari
suatu individu dibawa untuk digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas.
Justru, melalui metode ini, diberikan suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian,
bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar,
sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas.
Pemikiran model ini dipublikasikan secara massive oleh Francis Bacon (1561-1626),
Bacon yang merasa tidak puas dengan penalaran deduktif. Dalam satu sisi, walaupun Bacon
dianggap sebagai pencetus penalaran ini namun pada hakekatnya telah berhutang budi pada
sarjana muslim yang telah mengenalkan metode ini, dalam kurun waktu antara abad 9-12
masehi. H.G. Wells menyimpulkan bahwa semangat pencarian kebenaran ini dimulai oleh
para pemikir Yunani, dan kembali dikobarkan oleh pemikir Muslim. Sehingga estafet
penalaran ini dimulai dari pemikir Yunani, disesuaikan oleh Muslim, dan ditiru oleh Bacon.

5
Ichsan, M. (2022). https://glints.com/id/lowongan/penalaran-induktif-deduktif/

7
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, induksi merupakan sebuah cara berfikir yang
memiliki andil besar dalam perkembangan peradaban manusia. Maka dari itu setiap pola
berfikir memiliki identitasnya masing-masing.
Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan
dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi lengkap,
yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang mencakup
keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam kasus: penelitian
bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan
pernyataan umum “setiap rumah di desa memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi
macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula ragukan.6]
Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan
hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak
lengkap. Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan
menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak
lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah
diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan
teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka
diperolehlah induksi tidak lengkap. Bahkan manakala seseorang seusai mengamati hal-hal
partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah menggunakan
induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun yang lebih perlu
dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi. Misalnya “sarjana luar
negeri lebih berkualitas daripada sarjana dalam negeri.” Jenis induksi tidak lengkap inilah
yang sering kita dapati. Alasanya sederhana, keterbatasan manusia.
Induksi sering pula diartikan dengan istilah logika mayor, karena membahas
pensesuaian pemikiran dengan dunia empiris, ia menguji hasil usaha logika formal
(deduktif), dengan membandingkannya dengan kenyataan empiris. Sehingga penganut
paham empirme yang lebih sering mengembangkan pengetahuan bertolak dari pengalaman
konkrit. Yang akhirnya mereka beranggapan satu-satunya pengetahuan yang benar adalah
yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Dengan demikian secara tidak langsung
penggiat aliran inilah yang sering menggunakan penalaran induktif. Karena Penalaran ini
lebih banyak berpijak pada observasi indrawi atau empiris. Dengan kata lain penalaran
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual
nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Inilah alasan atas eratnya ikatan antara
logika induktif dengan istilah generalisasi, serta empirisme.

8
Seperti halnya hal yang lain, Pengambilan kesimpulan secara induktif juga tidak luput dari
kekeliruan. Ia juga tidak bisa menghindari adanya error seperti adanya ketidak telitian
dalam pengamatan. Yang dipengaruhi banyak faktor, sebut saja alat atau panca indra yang
tidak sempurna.Hal yang sama juga terjadi pada statistika, ia notabennya bertujuan
memperingan kerja penggiat penalaran induktif dengan metode pengambilan samplenya,
namun akhirnya kesadaran statistika yang menganggap kebenaran absolut tidak mungkin
dapat dicapai walaupun ada kemungkinan bahwa kebenaran yang dapat dipertanggung
jawabkan dapat dicapai, telah membawa manusia kedalam suatu sikap relativis.
Terlepas dari itu semua, kegiatan ilmiah mutlak memerlukan sebuah pengujian atas
hipotesis yang ada. Pengujian ini dilakukan dengan melihat pada fakta ilmiah yang ada.
Maka disinilah diperlukan sebuah metode induktif. Umpamanya, untuk menguji hipotesis
bahwa “Mahasiswa pasca sarjana semester 2 ISID lebih antusias pada mata kuliah filsafat
ilmu, dari pada statistika” diperlukan pengumpulan fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut. Yaitu dengan mengadakan wawancara kepada seluruh ataupun sebagian
mahasiswa tersebut, sebagai representif dan obyektif dari keseluruhan populasi mereka.
Penalaran ini diadobsi oleh banyak penggiatnya, karena ia dipandang dapat memberikan
ilustrasi-ilustrasi tentang ragam pengetahuan yang akan dituju. Sehingga lebih mudah
menemukan pola-pola tertentu suatu ilustrasi yang ada. Ia juga dinilai efektif untuk memicu
keterlibatan yang lebih mendalam dalam suatu proses pencapaian kesimpulan. Sebabnya
tiada lain adalah adanya kasus awal yang tepat. Adapun kelemahan dari proses ini antara
lain, Penalaran induktif, sesuai dengan sifatnya, yaitu tidak memberikan jaminan bagi
kebenaran kesimpulannya. Meskipun, premis-premisnya semua benar, tidak otomatis
membawa kebenaran pada kesimpulan yang diperoleh, selalu saja ada kemungkinan
terdapat sesuatu yang tidak sama sebagaimana di amati. Serta pada induksi, kesimpulannya
bukan merupakan suatu konsekuensi logis dari premis-premisnya. Sehingga pada suatu
penalaran yang baik, kesimpulan tidak dapat menjadi benar 100% manakala premis-
premisnya benar. Atau dengan kata lain kelengkapan kesimpulannya hanya dapat menjadi
bersifat tidak lebih dari “mungkin benar” manakala kesemua premis-premisnya benar.
Sehingga kesimpulan penalaran induktif tidak 100 % pasti. Selain itu besarnya ada
kemungkinan ketidaktelitian di dalam pengamatan atau human error, yang dipengaruhi
banyak faktor, sebut saja fasilitas ataupun panca indra yang tidak sempurna. Maka di sini
perlunya ketersediaan tenaga pembimbing yang terampil. Serta model ini sangat
bergantung pada kondisi lingkungan yang diamati, dengan kata lain perlunya sebuah
kondisi yang benar-benar kondusif dalam proses observasi, serta penyimpulannya. Serta

9
waktu yang dibutuhkan cenderung lebih lama dari pada model deduktif, serta persiapan
menuju proses ini terkesan lebih banyak karena harus siap menghadapi kondisi seperti
apapun.

2.5 Macam- macam Berfikir Induktif


a. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah
fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup
semua fenomena – fenomena.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka
pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari
bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan
mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah
abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
b. Hipotesis dan teori
Hipotesis secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan
thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang
pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji
dalam kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran,
yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung
dapat diuji.
• Ciri Hipotesis Yang Baik
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat
pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan
bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau
pengaruh antar variabel termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
pengertian.
• Teori

10
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun
teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-
benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang
sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya, apabila kucing mengeong berarti minta makan.
• Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas
suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya
hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-
pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat
untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam
penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori
tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
c. Analogi
Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur,
membandingkan). Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan
terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai
hubungan dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses
penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif,
yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian
disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada
fenomena yang lain. Macam-macam analogi:
1. Analogi Induktif
Analogi induktif yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi
juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat
untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber
Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia

11
akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
2. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu
yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat
bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan
dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan
negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya.
Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara
akal dan hati.
d. Hubungan Kausal
Hubungan kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa sebab yang
sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan
sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan
akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab.
Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
1. Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah
akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
2. Hubungan akibat-sebab
Yaitu hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta
itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
3. Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat
pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya
hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
e. Induktif dalam metode eksposisi
Eksposisi adalah salah saty jenis pengembangan paragraph dalam penulisan yang
dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan
gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat. Karangan ini bersisi uraian atau penjelasan
tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi
pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak dari

12
hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang
telah terjadi. ( Suriasumantri, J, 2005)6

2.6 Langkah-langkah Berfikir Induktif


1. Melihat Situasi atau Tren
Sebagai contoh : Saat membuat strategi marketing baru, kamu harus menganalisis tren
yang sedang booming di publik atau pasar-pasaran.
Lalu, mulai analisis strategi marketing yang sudah dilakukan sebelumnya dan juga dari
kompetitormu. cari tahu juga apakah strategi tersebut sukses.
2. Melakukan Observasi
Setelah mngetahui tren dan situasi yang sedang terjadi, kamu bisa melakukan observasi.
Carilah informasi yang berharga dari situasi tersebut.
Sebagai contoh : Kamu bisa mengobservasi seberapa besar penjualan perusahaan saat
terakhir kali mengubah strategi marketing.
Kemudian catatlah informasi-informasi tersebut untuk dipelajari lebih laanjut.
3. Membuat Teori
Kemudian, kamu bisa membuat teori atau kesimpulan umum berdasarkan observasi
sebelumnya. Coba lihat apakah ada pola yang terbentuk atau terjadi dalam proses
observasi tersebut.
Contohnya : Kamu melihat kesuksesan strategi marketing yang telah dilakukan sebuah
perusahaan selama 5 tahun terakhir.
Kemudian, kamu bisa menyimpulkan bahwa komponen dari strategi marketing
tersebutlah yang membawa kesuksesan untuk perusahaan. (Ichsan, 2022)7

6
Suriasumantri, S. (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
7
Ichsan, M. (2022). https://glints.com/id/lowongan/penalaran-induktif-deduktif/

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan tentang Berfikir Deduktif dan Induktif, berfikir deduktif adalah suatu
proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus. berpikir induktif
adalah cara berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari
penelitian dan evaluasi atas fenomena yang telah terjadi.
Macam-macam Berfikir Deduktif ada 4 yaitu siligolisme kategorial, siligolisme
hipotesis, siligolisme alternatif, entimen. sedangkan macam-macam Berfikir Induktif ada 5
yaitu, generalisasi, hipotesis dan teori, analogi, hubungan kausal, induktif dalam metode
eksposisi.
Langkah-langkah Berfikir Deduktif ada 3 yaitu, mulai dari teori, mengembangkan
hipotensi, mengambil data dan menganalisi hasil. sedangkan langkah-langkah Berfikir Induktif
ada 3 yaitu, melihat situasi atau trend, melakukan observasi, membuat teori.
Kesimpulan ini juga bisa menjadikan seseorang fokus pada pemahaman konsep,
penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali dengan menggunakan pola pikir
induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus siswa.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat penting dan sangat bergantung pada metode
yang digunakan dan bukan sekedar objeknya. Metode yang didasari pada tujuan analisis akan
menentukan menentukan arah baru perkembangan ilmu pengetahuan. Seiring dengan langkah
ini diperolehnya pengetahuan baru yang sebelumnya tidak terjamah pikiran manusia. Masing-
masing metode mempunyai kelemahan namun dengan adanya koresi dimana, penelitian yang
benar akan menghasilkan pengetahuan yang tujuannya pula.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa penulis masih sangat jauh sekali dari kata-kata sempurna ,
untuk kedepannya penulis akan lebih fokus dalam menerangkan penjelasan mengenai makalah
diatas dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan lebih banyak lagi. Untuk saran yang akan
kalian berikan kepada penulis, bisa berupa kritikan dan saran-saran kepada penulis untuk
menyimpulkan pembahasan makalah yang sudah dijelaskan didalam makalah ini. Untuk
bagian-bagian akhir dari makalah yaitu daftar pustaka.

14
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, P., Aslamiyah Nasution, T., Ahmad, W., & Nasution, F. (2023). Keterampilan Berpikir
Sebagai Bagian dari Proses Kognitif Kompleks Siswa. Jurnal Dirosah Islamiyah, 5,
544. https://doi.org/10.17467/jdi.v5i2.3072
Kasus, S., & Buku Filasafat Ilmu oleh Jujun Suriasumantri, T. S. (2017). FILSAFAT ILMU
GRADUATE OF SCHOOL UNIVERSITAS GADJAH MADA Y O G Y A K A R T A 2 0 1
7.
Poerwadarminta,W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 2006, 273.
Suriasumantri, S. (2005). Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Ichsan, M. (2022). https://glints.com/id/lowongan/penalaran-induktif-deduktif/

15

Anda mungkin juga menyukai