Anda di halaman 1dari 33

perpustakaan.uns.ac.

id 6
digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. USIA KEHAMILAN

1. Klasifikasi

Menurut usia kehamilan, bayi diklasifikasikan menjadi bayi kurang bulan, bayi

cukup bulan dan bayi lebih bulan. Bayi Kurang Bulan (BKB) adalah bayi yang

dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari), Bayi Cukup Bulan

dengan masa gestasi 37-42 minggu, sedangkan Bayi Lebih Bulan dengan masa

gestasi > 42 minggu. Menurut hubungan berat badan/umur kehamilan grafik

Lubchenco, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan menjadi Sesuai Masa

Kehamilan (SMK) atau bayi dengan berat lahir diantara persentil 10 dan 90,

Kecil Masa Kehamilan (KMK) atau bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <

persentil 10, dan Besar Masa Kehamilan (BMK) atau bayi yang dilahirkan

dengan berat lahir > persentil 90 (Damanik et al, 2014; Gomella et al, 2013;

Carlo, 2016).

2. Penentuan usia kehamilan

a. Prenatal

1. Riwayat maternal

i. Hari pertama menstruasi terakhir

Pemeriksaan ini dapat dipercaya jika tanggal masih diingat oleh ibu. Hari

pertama menstruasi terakhir kira-kira 2 minggu sebelum ovulasi dan

sekitar 3 minggu sebelum implantasi blastosit.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2. Pemeriksaan fisik

i. Pemeriksaan pelvis

Ukuran uterus pada pemeriksaan bimanual pada trimester pertama dapat

akurat dalam 2 minggu.

ii. Tinggi fundus uteri dari simfisis pubis

Pemeriksaan ini akurat untuk usia kehamilan 28-30 minggu. Pada negara

miskin, usia kehamilan dapat diprediksi dengan pengukuran tinggi fundus

uteri dari simfisis pubis secara serial namun pemeriksaan ini hanya akurat

dalam 4 minggu. Satu sentimeter setara dengan 1 minggu dari usia

kehamilan 18 sampai 20 minggu. Pada usia 20 minggu, fundus berada

pada umbilikus dan pada usia aterm pada processus xyphoideus.

3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) (Gomella et al, 2013; Carlo, 2016;

WHO, 2012)

a. Denyut jantung fetus

- Pertama terdengar oleh USG Doppler pada usia 8-10 minggu

- Aktivitas jantung pada USG vagina dideteksi pada usia 5,5 minggu

dan 6,5 – 7 minggu pada USG janin.

b. Pemeriksaan trimester pertama

- Diameter rerata kantong kehamilan diperoleh dengan pengukuran 3

kali dan usia kehamilan diperoleh berdasarkan tabel. Pemeriksaan ini

akurat dalam 1 minggu.

- Pengukuran Crown-rump length (CRL) embrio dimulai dari ujung

cephalic pole sampai ujung caudal pole dan merupakan pengukuran


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

yang paling dapat dipercaya saat ini dan oleh beberapa peneliti

dijadikan sebagai baku emas untuk estimasi usia kehamilan.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menghitung usia kehamilan diantara

6 dan 14 minggu. Pemeriksaan ini merupakan baku emas yang paling

akurat. (Soetjiningsih et al, 2006; WHO, 2012)

c. Pemeriksaan trimester kedua dan ketiga

Banyak parameter yang digunakan untuk menghitung usia kehamilan

pada trimester kedua dan ketiga. Pemeriksaan yang paling sering

dilakukan diantaranya biparietal diameter (BPD) yang diukur dari

lapisan terluar tulang calvaria sampai lapisan terdalam. Pemeriksaan

ini dapat menentukan usia kehamilan dengan 95% confidence interval

dalam 7 hari bila dilakukan pada usia kehamilan 14 dan 20 minggu.

Parameter lain yang dapat digunakan adalah lingkar kepala, lingkar

perut, panjang femur, panjang kaki, ukuran dimensi cerebellum,

panjang scapula, ukuran carpus callosum, lingkar lengan atas, dan

pusat osifikasi epifisis. Pengukuran pada trimester kedua secara umum

akurat dalam 10-14 hari dan pada trimester ketiga dalam 14-21 hari.

b. Postnatal

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan karena estimasi pemeriksaan prenatal tidak

selalu akurat. Empat pendekatan dalam penentuan usia kehamilan yang

digunakan diantaranya kriteria fisik, pemeriksaan neurologis, kriteria fisik dan

pemeriksaan neurologis, dan oftalmoskopi direk. Kriteria fisik saja lebih akurat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

dibanding kriteria neurologis saja, sedangkan kombinasi antara keduanya

memiliki estimasi usia kehamilan terbaik.

Dubowitz bersaudara mendeskripsikan 21 penilaian fisik dan neurologis.

Tes ini digunakan secara luas namun karena waktu dan kesulitan dalam

melakukan penilaian ini, penilaian usia kehamilan kemudian diperpendek dan

digantikan oleh pemeriksaan Ballard. Baik pemeriksaan Dubowitz dan Ballard

tidak akurat dalam menilai usia kehamilan pada neonatus prematur < 1500

gram dan sering kelebihan dalam mengestimasi. Ballard et al kemudian

memperbaiki dan memperluas pemeriksaan mereka sampai pada penilaian bayi

ekstrim prematur yang kemudian disebut New Ballard Score (NBS) (Ballard et

al, 1991).

Pemeriksaan post natal diantaranya:

1. Penilaian cepat pada ruang persalinan (skor Parkin)

Pemeriksaan ini pertama kali ditemukan oleh Parkin, Hey, dan Clowes

pada tahun 1976 bertujuan untuk membedakan antara bayi kurang bulan,

borderline matur, dan matur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menilai

garis tapak kaki, ukuran papilla mammae, rambut kepala, perkembangan

kartilagenosa telinga, scrotal rugae, dan penurunan testis pada lelaki

(Tabel 1) (Parkin et al, 1976; Gomella et al, 2013; Sreekumar et al, 2013).

Penilaian ini memiliki kelebihan dapat dengan mudah dilakukan pada

neonatus terutama bayi prematur dan bayi sakit namun akurasinya kurang

tepat + 12 hari (Sreekumar et al, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1. Kriteria penilaian cepat usia kehamilan di ruang persalinan


(Parkin et al, 1976)
Gambaran < 36 minggu 37-38 minggu > 39 minggu
klinis
Garis tapak Satu atau dua garis Garis kaki Pada seluruh
kaki halus transversal multipel; pada tapak kaki
pada area tapak kaki area dua pertiga termasuk pada
sekitar jari ketiga anterior tumit dilapisi
dan keempat lipatan
Papilla 2 mm 4 mm 7 mm
mammae
Rambut kepala Halus Halus Kasar
Daun telinga Tidak ada kartilago Terdapat cukup Daun telinga
kartilago kaku dengan
kartilago tebal
Scrotum dan Testis turun parsial, - Testis turun
testis scrotum kecil dan bilateral,
sedikit rugae ukuran scrotum
normal dengan
rugae tampak
jelas

2. New Ballard Score (NBS)

Sistem penilaian ini pertama kali dikembangkan oleh dokter Jeanne L

Ballard pada tahun 1979. Skor saat ini berkisar dari 10 (berkaitan dengan

usia kehamilan 20 minggu) sampai 50 (berkaitan dengan usia 44 minggu).

Pemeriksaan ini paling baik dilakukan pada bayi baru lahir berusia < 12

jam setelah lahir jika usia kehamilan < 26 minggu (validitas 97%),

sedangkan pada bayi dengan usia kehamilan > 26 minggu, pemeriksaan ini

baik dilakukan kapanpun kurang dari 96 jam setelah lahir (validitas

konstan 92%) (Ballard et al, 1991; Sulistyo et al, 2011, Gomella, 2013).

Koefisien korelasi pemeriksaan skor Ballard dibanding ultrasonografi

prenatal sebesar 0,97 dimana hal ini menunjukkan skor Ballard


commit to user
menentukan periode gestasi secara akurat (Ballard et al, 1991). Sasidharan
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

et al (2010) meneliti tentang validitas NBS pada hari ketujuh postnatal

pada bayi prematur dan melaporkan reliabilitas penilaian semakin

menurun pada hari ketujuh terutama walaupun masih valid dan dapat

dipercaya (p < 0,001).

Pemeriksaan ini terdiri dari enam kriteria neuromuskuler dan

kriteria fisik. Kriteria neuromuskuler berdasarkan pemahaman tonus pasif

lebih bermanfaat dibandingkan tonus aktif dalam memprediksi usia

kehamilan. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali oleh 2 pemeriksa yang

berbeda untuk menjamin objektivitasnya, dan data dimasukan pada tabel.

Pemeriksaan ini terdiri dari 2 bagian yaitu maturitas fisik dan

neuromuskuler. Dua belas skor kemudian dijumlahkan dan tingkat

maturitas diekspresikan dalam minggu kehamilan dan usia kehamilan

diestimasi menggunakan tabel yang diberikan (Tabel 2) (Ballard et al,

1991).

Sulistyo et al (2011) melakukan pelatihan pemeriksaan NBS

kepada paramedis dan menilai korelasi intra-observer dan mendapatkan

hasil korelasi 0,924 (Confidence Interval 95% 0,898-0,944; p 0,000).

Riandini I dan Hidayat DS (2004) melaporkan penilaian NBS pada usia

bayi lebih dari 48 jam memiliki prediksi usia kehamilan yang mirip

dengan HPMT. Metode New Ballard mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Sunjoh et al (2004) melaporkan akurasi NBS lebih baik dari

ultrasonografi (korelasi intraobserver 0,6-0,8), namun dibanding metode

skor Dubowitz, NBS kurang akurat (korelasi intraobserver 0,94:0,93).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Rosenberg et al (2009) meneliti tentang perbandingan tiga metode

pengukuran usia gestasi yaitu HPMT, skor Ballard, dan Dubowitz pada

bayi prematur dan dibandingkan dengan ultrasonografi antenatal sebagai

baku emas. Hasil penelitian didapatkan skor Ballard memiliki koefisien

korelasi yang tertinggi (koefisien 0, 914) dibandingkan skor Dubowitz

(koefisien 0,886) dan HPMT (koefisien 0,878) dimana HPMT

mengestimasi usia lahir kurang 1 hari, skor Ballard kurang 3,9 hari, dan

skor Dubowitz kelebihan 3,9 hari dibandingkan dengan ultrasonografi.

Sutjningsih et al (2006) melaporkan bahwa tidak ada beda secara

signifikan antara skor Ballard dibanding skor Dubowitz untuk mendeteksi

usia kehamilan dibandingkan ultrasonografi pada trimester pertama dan

kedua sebagai baku emas. Ferdy Limawal et al (2008) melaporkan NBS

memiliki koefisien korelasi yang sangat baik (r = 0,99) dibandingkan

HPMT sedangkan Alexander et al (1992) melaporkan spesifisitas NBS

97,1 %, sensitivitas 72,2 %, nilai prediksi positif 83,2% dan nilai prediksi

negatif 94,6%. Hasil ini didukung Moraes et al (2000) yang melaporkan

NBS memiliki spesifisitas 90% dan sensitivitas < 70% dalam

mengidentifikasi bayi kurang bulan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.2 Penilaian kematangan usia kehamilan (New Ballard Score) (Ballard et

al, 1991)

B. BAYI KURANG BULAN

1. Epidemiologi

Kurang lebih 15 juta kelahiran prematur terjadi setiap tahunnya dengan angka

mortalitas karena komplikasinya berkisar 1 juta per tahun. Prematuritas menjadi

penyebab kematian tertinggi di dunia pada anak < 5 tahun (Gambar 2.1) dengan

lebih dari 60% kelahiran prematur terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Kelahiran prematur pada negara berkembang kurang lebih 12%, sedangkan

pada negara maju 9%. Jumlah kelahiran prematur di Indonesia (675.700

kelahiran) menduduki posisi kelima dari 10 negara dengan jumlah kelahiran

prematur terbanyak di dunia. Insidensi kelahiran prematur di Indonesia adalah

15,5 per 100 bayi baru lahir (posisi ke-9 dari 10 negara) (WHO, 2015).

Gambar 2.1. Data WHO mengenai persentase prematuritas per regional

(Blencowe et al, 2012; WHO, 2015)

Angka kejadian kelahiran prematur Asia Tenggara berkisar 13,3%

menurut data tahun 2010 (WHO, 2015). Angka kejadian kelahiran prematur di

Indonesia pada tahun 1983 sebesar 18,5%, menurun pada tahun 1995 menjadi

14,2%, sedangkan pada tahun 2010 prevalensinya meningkat lagi menjadi

15,5% (Lawn et al, 2010; WHO, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.2 Masalah global kelahiran prematur (Blencowe et al, 2012)

2. Permasalahan Bayi Kurang Bulan

Bayi kurang bulan mempunyai masalah antara lain ketidakstabilan keadaan umum

bayi, kesulitan pernapasan, kelainan gastrointestinal dan nutrisi, imaturitas hati,

imaturitas ginjal, imaturitas imunologis, kelainan neurologis, kelainan

kardiovaskuler, kelainan hematologis dan gangguan metabolisme (Carlo, 2016).

Bayi kurang bulan didapatkan kelainan gastrointestinal dan nutrisi antara lain

inkoordinasi reflek mengisap, menelan dan bernapas, kurang baiknya kontrol

fungsi oral motor, motilitas usus yang menurun, pengosongan lambung yang

tertunda, pencernaan dan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak kurang,

defisiensi enzim laktase pada usus, menurunnya cadangan kalsium, zink, fosfor

dan zat besi dalam tubuh, dan meningkatnya resiko enterokolitis nekrotikans. Bayi

kurang bulan berisiko mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi ini

diantaranya disebabkan oleh meningkatnya kecepatan pertumbuhan dan

kebutuhan metabolisme yang tinggi, sistem


commit to fisiologi
user tubuh yang belum sempurna,
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

cadangan nutrisi yang tidak cukup atau karena bayi dalam keadaan sakit (Carlo,

2016).

C. EMBRIOLOGI KAKI JANIN

Perkembangan tungkai janin dimulai dari aktivasi kelompok sel mesenkim pada

mesoderm lateral. Calon ekstremitas (limb bud) membentuk cekungan sampai

ektoderm. Limb bud pertama kali mengalami elevasi pada dinding ventrolateral

embrio pada akhir minggu keempat. Limb bud bagian atas terlihat pada hari ke 26-

27 sedangkan bagian bawah muncul 1 atau 2 hari kemudian dengan ciri massa

mesenkim yang dilapisi ektoderm (Gambar 2.4). Pembentukan tungkai terjadi

pada usia kehamilan 4-8 minggu, rangka tulang rawan pada persendian dan jari-

jari terbentuk lengkap pada usia kehamilan 8 minggu (Schoenwolf et al, 2015;

Mooney, 2013).

Gambar 2.3. Perkembangan limb bud awal (Mooney, 2013)

Jaringan mesenkim pada tapak tangan mengalami kondensasi dan

membentuk celah jari pada akhir minggu keenam sedangkan tapak kaki pada akhir

minggu ketujuh. Ruang diantara jari-jari ditempati oleh mesenkim longgar. Jari-
commit to user
jari yang terpisah baik tangan dan kaki dibentuk pada akhir minggu kedelapan
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

dimana terjadi proses apoptosis yang bertanggung jawab untuk pemecahan

jaringan diantara jari-jari. Proses ini dimediasi oleh bone morphogenetic protein

(BMP) yang merupakan bagian dari superfamili transforming growth factor β

(TGF- β). Sindaktili atau penyatuan jari-jari terjadi akibat penghambatan pada

kejadian seluler dan molekuler ini (Hill MA, 2016).

Gambar 2.4. Perkembangan tapak kaki janin (Brown, 2016)

Perkembangan kaki tahap akhir

Mesenkim tulang dibentuk oleh agregasi seluler akibat elongasi tungkai. Pusat

kondrifikasi muncul pada minggu kelima kemudian seluruh kerangka tulang

tungkai menjadi kartilagenosa pada akhir minggu keenam. Osteogenesis tulang

panjang mulai pada minggu ketujuh kemudian pusat osifikasi primer berkembang

pada seluruh tulang panjang tungkai pada usia kehamilan 12 minggu (Hill MA,

2016).

Osteogenesis atau osifikasi adalah proses pembentukan tulang baru oleh sel

osteoblast. Sel osteoblast dan matriks tulang adalah elemen penting pada

pembentukan tulang. Tiga tahap dasar osteogenesis terdiri dari: sintesis matriks

organik ekstraseluler (osteoid), mineralisasi matriks yang mengarah ke

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

pembentukan tulang, remodelling tulang melalui proses resorpsi dan reformasi

(Moore et al, 2011).

Osteoblast berasal dari sel induk mesenkim (sel osteoprogenitor) stroma

sumsum tulang dan bertanggung jawab untuk sintesis matriks dan

mineralisasinya. Osteoblast juga bertanggung jawab atas regulasi osteoclast dan

deposisi matriks tulang. Osteoblast dan osteoclast berdiferensiasi dan memiliki

kemampuan untuk mensekresi matriks tulang. Beberapa osteoblast terjebak pada

matriks tulang dan memicu osteosit untuk berhenti mensekresi osteoid. Osteosit

merupakan sel terbanyak pada tulang dimana sel ini berkomunikasi satu sama lain

dan dengan media sekitarnya melalui membran plasma. Osteosit berperan sebagai

sensor mekanik yang menginstruksi osteoclast kapan dan dimana meresorpsi

tulang dan osteoblas kapan membentuknya. Osteoblast kaya akan alkali fosfatase

(enzim yang memecah fosfat organik) dan memiliki reseptor untuk hormon

paratiroid, estrogen, faktor pertumbuhan, aktivitas fisik, dan stimuli lain (Kini U

dan Nandeesh BN, 2012).

Gambar 2.5. Diagram untuk menunjukkan evolusi osteoblast dan osteoclast dalam
pembentukan tulang (Kini U dan Nandeesh BN, 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Osifikasi (endochondral) interkartigelanosa

Osifikasi endokondral berasal dari bahasa Yunani “endon” yang berarti dalam

dan chondros yang berarti kartilago. Osifikasi ini merupakan osifikasi yang terjadi

pada tulang panjang dan hampir seluruh tulang dalam tubuh kecuali tulang

tengkorak dan tulang wajah. Proses yang terjadi berperan penting selama

pertumbuhan panjang tulang. (Brighton dan Hunt, 1986). Proses pembentukan

osifikasi endochondral terdiri dari 5 tahap diantaranya perkembangan model

kartilago, pertumbuhan model kartilago, perkembangan pusat osifikasi primer,

perkembangan pusat osifikasi sekunder, pembentukan kartilago sendi dan pelat

epifisis.

Tahap perkembangan model sampai pusat osifikasi primer terjadi pada

periode janin sedangkan mulai tahap perkembangan osifikasi sekunder terjadi

setelah lahir. Osifikasi endokondral dimulai pada titik didalam kartilago yang

disebut pusat osifikasi primer. Proses ini muncul terbanyak saat perkembangan

janin walaupun beberapa tulang pendek memulai osifikasi primernya setelah lahir.

Proses ini berperan penting pada pembentukan diafisis tulang panjang. Tulang

pendek, dan bagian tertentu tulang ireguler. Osifikasi sekunder terjadi setelah lahir

dan membentuk epifisis tulang panjang dan tulang pipih dan ireguler tulang

ekstremitas. Diafisis dan epifisis tulang panjang dipisahkan oleh zona tumbuh

kartilago yang disebut pelat epifisis (Gambar 8) (Kini U dan Nandeesh BN, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.6. Osifikasi interkartilagenosa menunjukkan: (a) agregat sel


osteoprogenitor (b) model kartilago hyalin (c) pusat osifikasi primer (d) pusat
osifikasi sekunder (e) tulang dengan kavitas meduler dan akhir epifisis (f)
pembuluh darah yang memvaskularisasi pusat osifikasi (Kini U dan Nandeesh
BN, 2012)

Faktor yang memengaruhi pertumbuhan tulang

Pembentukan massa tulang pada janin berlangsung cepat. Nutrisi yang baik

merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang berpengaruh pada

pembentukan tulang normal. Homeostasis mineral yang berpengaruh pada tulang

janin berbeda dengan bayi baru lahir. Plasenta secara aktif mentraspor kalsium,

fosfor, dan magnesium selama perkembangan fetal. Tulang janin memerlukan

hormon paratiroid dan protein yang berkaitan dengan hormon tersebut untuk

perkembangan tulang namun tidak memerlukan vitamin D/calcitriol, calcitonin,

atau steroid. Perkembangan tulang mulai tergantung vitamin D/calcitriol setelah

periode postnatal (Kovac CS dan Kronenberg HM, 1997).

Pertumbuhan janin dimulai fase organisasi dan diferensiasi jaringan

kemudian dikombinasi dengan proliferasi sel yang intensif. Faktor genetik, suplai

oksigen dan substrat transplasental, serta akivitas hormon parakrin dan endokrin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

yang diproduksi janin dan plasenta atau maternal merupakan regulator utama

pertumbuhan janin. Pengaturan terjadi secara tidak langsung melalui kontrol

pertumbuhan dan aliran darah plasenta atau secara langsung melalui transfer

hormon plasenta ke janin. Sejumlah hormon ini memodulasi metabolisme,

homeostasis energi, dan pertumbuhan tulang.

Faktor yang memengaruhi pertumbuhan tulang secara ringkas terdiri dari

placental growth hormone (PGH), hormon paratiroid maternal, hormon

calcitropic, calcitonin, vitamin D, PTHrP (parathyroid hormone related protein),

hormon steroid, hormon tiroid namun pada janin hormon yang berperan penting

pada pertumbuhan tulang terbanyak didominasi oleh GH plasenta, PTH, dan

PTHrP sedangkan vitamin D dan yang lainnya berperan dominan setelah lahir

(Kovac CS dan Kronenberg HM, 1997). Beberapa penelitian meneliti mengenai

hubungan regulator endokrin pertumbuhan janin seperti leptin dan axis growth

hormone (GH)/insulin like growth factor I (IGF-1) dengan antropometri neonatus

dan pertumbuhan janin pada bayi kurang bulan dan berat lahir rendah.

1. Peran axis GH/IGF-1 pada pertumbuhan janin intrauterin

Salah satu hipotesis menyebutkan bahwa regulasi polimorfik atau epigenetik PGH

dan chorionic somatomammotropin hormone (CSH) dapat memicu ekspresi

hormon atau faktor pertumbuhan penting lainnya seperti insulin atau IGF-1,

mengubah distribusi dan ketersediaan zat gizi maternal, dan/atau mengakibatkan

replikasi dan pertumbuhan jaringan janin. PGH adalah antagonis insulin dan

hormon lipolitik poten yang menstimulasi produksi IGF-1 selama kehamilan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Penurunan ekspresi PGH akan menurunkan lipolisis dan kadar IGF-1 sirkulasi

sehingga berat janin menurun akibat ketersediaan zat gizi ibu berkurang dan

transfer zat gizi plasenta terbatas. Peningkatan ekspresi CSH berlaku sebaliknya

dimana ekspresi CSH menginduksi resistensi insulin dan lipolisis dan

meningkatkan ekpresi IGF-1 maternal sehingga ketersediaan zat gizi maternal dan

transfer plasenta meningkat dan memicu pertumbuhan janin (Mannick et al, 2010;

Handwerger S, 2009; Freemark M, 2006).

Gambar 2.7. Skema aksi GH langsung dan tak langsung (Freemark M,


2006)
Ekspresi PGH dapat menurun secara langsung sebagai konsekuensi

insufiensi uteroplasenter akibat penyakit yang mendasari, kelainan umum

perkembangan plasenta, dan ibu kekurangan gizi. Penurunan berat badan ibu atau

kenaikan berat selama kehamilan dapat meningkatkan sensitivitas insulin maternal

dan plasma adinopektin yang kemudian menurunkan ekspresi PGH pada sel

tropoblas. Ekspresi PGH yang menurun akan membatasi lipolisis maternal dan

penurunan cadangan lemak maternal. Mekanisme ini dapat membantu

menjelaskan penurunan PGH dan penurunan IGF-1 maternal dalam kehamilan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

berkaitan dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT). (Mannick et al, 2010;

Handwerger S, 2009; Caufriez et al, 1993).

Penelitian lain menyebutkan efek PGH dan CSH pada kenaikan berat janin

selama trimester akhir dimana cadangan lemak janin dan deposit glikogen hati

meningkat. Berat badan dan cadangan lemak maternal berperan penting dimana

ibu dengan bayi KMK memiliki indeks massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan

dan kenaikan berat badan yang lebih rendah daripada ibu dengan bayi SMK, dan

juga sebaliknya pada BMK. Penelitian lain melaporkan sebaliknya dimana tinggi

ibu dan ayah dan berat ayah tidak memiliki hubungan dengan berat lahir bayi.

Observasi ini memberi kesimpulan bahwa perubahan pertumbuhan janin

berhubungan dengan ekspesi gen PGH dan CSH yang berbeda yang dapat

dimediasi atau dimodulasi oleh status nutrisi ibu (Freemark, 2010).

IGF-1 merupakan faktor pertumbuhan embrionik primer dan regulator

pertumbuhan janin pada kehamilan trimester akhir. Pemberian IGF-1 pada mencit

memicu ambilan substrat janin, menghambat katabolisme janin dan memengaruhi

metabolisme plasenta dengan menghambat produksi laktat plasenta, memudahkan

substrat melewati plasenta. Insulin janin merupakan pengatur primer sirkulasi

IGF-1 janin. Insulin telah lama diduga sebagai hormon pemicu faktor

pertumbuhan namun bukti menunjukkan aksi somatogenik dimediasi melalui

stimulasi pelepasan IGF-1 (Gambar 11) (Freemark M, 2010; Caufriez et al, 1993).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.8. Peran GH-insulin-IGF-1 dalam pertumbuhan janin (Freemark M,

2010)

Sistem IGF-1 janin sensitif terhadap nutrisi maternal. Pada janin domba,

malnutrisi maternal jangka pendek dapat menghentikan pertumbuhan janin karena

kadar IGF-1 janin dan mengubah protein terikat IGF. Infus insulin atau glukosa

akan memberi cadangan IGF-1 janin sampai pada kadar kontrol. IGF-1 menurun

saat terjadi asfiksia akut akibat oklusi tali pusar dan IGF binding protein-1

(IGFBP-1) meningkat selama beberapa jam. Sensitivitas jaringan dan plasenta

janin terhadap IGF-1 terganggu pada IUGR (Caufriez et al, 1993).

Peran aksis GH/IGF-1 pada pertumbuhan tulang janin dimulai dari PGH

memicu sintesis IGF-1 di hepar yang kemudian bersirkulasi ke tulang dan

kartilago. Efek anabolik IGF-1 pada osteoblast dimodulasi oleh beberapa protein

yang terikat IGF terutama IGFBP-3, -4, -5. Efek stimulator IGF-1 ditingkatkan

oleh IGFBP-3 dan -5 dan diturunkan oleh IGFBP-4. Efek ini memengaruhi fungsi

osteoblast pada seluruh tahap perkembangan dan meningkatkan replikasi

pembelahan sel osteoblast. IGF-1 meningkatkan jumlah dan fungsi osteoblast,

merangsang sintesis kolagen. Sintesis IGF-1 juga dirangsang oleh GH, estrogen,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

dan progesteron sedangkan glukokortikoid menghambat produksinya. Hormon

lain ini juga memediasi interaksi osteoblast-osteoclast dan berperan pada

remodeling tulang. Sekresi GH yang normal dan sistem IGF yang berfungsi

dengan baik penting untuk pertumbuhan linier normal. Adanya defek salah satu

komponen ataupun pembentuknya dapat mengakibatkan terganggunya

pertumbuhan (Kassem et al, 1993; Werther et al, 1993).

Pembentukan tulang panjang embrio terjadi melalui proses endochondral

yang dimulai dari sel stem mesenkim membentuk kelompok atau kondensasi

melalui molekul adhesi. Sel yang mengalami kondensasi ini kemudian

berdiferensiasi menjadi kondrosit. Kartilago makin membesar karena proliferasi

kondrosit dan sekresi matriks kaya kolagen tipe II. Penentu utama panjang tulang

adalah jumlah diferensiasi dan proliferasi kondrosit menjadi kondrosit yang

hipertrofi. In vitro, IGF-1 memicu proliferasi kondrosit, memperpanjang

metatarsal yang dikultur, dan menstimulasi produksi matriks tulang (Mushtaq et

al, 2004; Nixon et al, 2001)

2. Peran hormon paratiroid pada metabolisme tulang janin

Hormon paratiroid (PTH) merupakan hormon penginduksi pembentukan tulang

baru yang poten walaupun efek anabolik fisiologis PTH pada orang dewasa tidak

ditemukan. Peran PTH pada pertumbuhan tulang janin telah banyak dilaporkan.

Miao et al (2002) melaporkan peran PTH dan parathyroid hormone-related

peptide (PTHrP) pada pembentukan tulang endokondral janin normal dimana

kedua hormon ini berperan mengatur pelat pertumbuhan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Hormon paratiroid dan PTHrP berperan pada regulasi metabolisme mineral

janin dimana PTHrP mengatur transfer kalsium plasenta, plasenta darah janin, dan

differensiasi pelat pertumbuhan kartilagenosa menjadi tulang endokondral.

Hormon paratiroid juga memengaruhi kalsium darah janin namun peran lain pada

pembentukan rangka masih belum jelas (Kovacs et al, 2001). Kedua hormon ini

disebut sering tumpang tindih dalam mengatur homeostasis mineral janin.

Parathyroid hormone-related peptide diekspresikan dalam pelat pertumbuhan

yang langsung membentuk tulang endokondral dan mengatur kondrosit untuk

pembentukan tulang. Hormon ini diekspresikan di plasenta dan berada pada kadar

yang tinggi pada sirkulasi darah janin. Hormon ini menstimulasi transfer kalsium

plasenta dan meningkatkan kadar mineral diatas ambang nilai maternal agar

mineralisasi rangka terjadi dengan baik. Hormon ini tidak merespon PTH atau

hipokalsemia dan sekresinya diatur secara otonom atau berdasarkan sinyal

plasenta (Simmonds CS dan Kovacs CS, 2010).

Hormon paratiroid diekspresikan dalam paratiroid janin dan plasenta.

Hormon ini memiliki efek dominan dalam mengatur kalsium darah menjamin

mineralisasi rangka yang cukup dibanding PTHrP walaupun kadarnya rendah

dalam sirkulasi janin. Hormon ini juga berperan pada pembentukan tulang pada

tahap terjadinya apoptosis atau hipertrofi kondrosit. Hormon ini meningkat saat

terjadi hipokalsemia janin yang kemudian akan merangsang perpindahan kasium

plasenta (Simmonds CS dan Kovacs CS, 2010). Hormon paratiroid memiliki efek

anabolik dan katabolik pada tulang. Salah satu sudi melaporkan bahwa IGF-1

merupakan mediator penting aksi anabolik pTH pada tulang dan PTH mengatur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

kadar protein dan m-RNA IGF-1 pada tulang in vivo. Sinyal IGF-1 diperlukan

PTH untuk menstimulasi RANKL (molekul yang akan menstimulasi

osteoklastogenesis, proliferasi dan diferensiasi osteoblast. Sinyal IGF bersama

dengan PTH memediasi maturasi kondrosit normal (Gambar) (Tahimic et

al¸2013).

Gambar 2.9. Skema peran IGF-1 dalam memodulasi aksi PTH dalam

tulang (Tahimic et al¸2013)

3. Peran leptin pada pertumbuhan janin intrauterin

Leptin adalah protein 16 kiloDalton yang dikode oleh gen ob. Leptin diproduksi

terbanyak oleh adiposit dan sejumlah kecil oleh plasenta, ovarium, testis,

lambung, kelenjar hipofisis, endotel vaskuler, jaringan lemak coklat dan otot

rangka. Peran leptin pada perkembangan janin dan kontrol komposisi tubuh pada

bayi cukup bulan dan kurang bulan masih belum banyak diketahui. Leptin janin

berperan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dengan korelasi positif

antara leptin darah tali pusar dan berat lahir rendah, indeks massa tubuh, dan

lemak lengan. Penentu utama konsentrasi leptin janin adalah perkembangan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

jaringan adiposa dan akumulasi massa lemak. Hubungan positif antara massa

lemak dan massa tulang dan kadar ekspresi gen lenin yang tinggi pada reseptor

lenin di tulang/kartilago janin mencit menunjukkan adanya peran lenin pada

metabolisme tulang janin (Donnelly et al, 2015; Geary et al, 1999; Karakosta et

al, 2011).

Leptin adalah suatu adipocytokine yang diproduksi utama di jaringan lemak

putih. Osteoblast, osteoklast, dan bone marrow stromal cell (BMSC)

mengekspresikan reseptor leptin (Ob-R). Aksi perifer leptin pada tulang terjadi

melalui ikatan Ob-R dengan BMSC dan menginduksi diferensiasi osteoblast.

Leptin meningkatkan produksi osteoprotegerin (OPG) kemudian menurunkan

ekspresi receptor activator of nuclear factor κB ligand (RANKL) sehingga

menghambat diferensiasi osteoklast. Leptin juga memiliki efek sentral tak

langsung terhadap tulang dengan berikatan pada reseptor di hipotalamus dan

mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga noradrenalin dapat berikatan dengan

reseptor β2-adrenergic pada osteoblast dan menghambat pembentukan tulang

(Gambar 11). Mekanisme ini menyebabkan dugaan leptin memiliki efek positif

pada tulang dan merupakan mediator korelasi positif antara lemak dan jaringan

tulang (Tian L dan Yu X, 2015; Upadhayay et al, 2015; Javaid et al, 2005).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.10. Peran leptin pada metabolisme tulang melalui sentral dan

perifer (Tian L dan Yu X, 2015)

Ogueh et al (2000) menemukan konsentrasi leptin janin meningkat

sebanding dengan peningkatan usia kehamilan. Hal ini konsisten dengan onset

perkembangan jaringan adiposa dan akumulasi massa lemak selama trimester

kedua kehamilan. Studi ini menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara

leptin dan carboxy-terminal telopeptide of type I (ICTP), marker resorpsi tulang

pada janin manusia. Hal ini berarti bahwa leptin dapat menurunkan resorpsi tulang

dan mengakibatkan peningkatan massa tulang. Studi ini juga menunjukkan peran

leptin pada regulasi metabolisme tulang pada tulang yang sedang berkembang.

Kadar ekspresi gen leptin dan reseptornya tinggi pada kartilago tulang janin

mencit dan terlibat dalam stimulasi pertumbuhan osifikasi tulang janin. Pardo et al

(2004) melaporkan konsentrasi leptin pada tali pusar berkorelasi positif dengan

usia kehamilan, berat lahir, panjang lahir, dan indeks ponderal yang mendukung

proses pertumbuhan neonatus. commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Bertoni et al (2009) meneliti efek leptin perifer pada pusat osifikasi primer

janin selama fase awal histogenesis tulang dengan cara memasukkan leptin pada

mencit yang hamil. Hasil penelitian ini menunjukkan pusat osifikasi mencit baru

lahir dari ibu yang diberi leptin tumbuh lebih cepat daripada yang tanpa leptin.

Leptin mengaktivasi diferensiasi dan proliferasi baik kondrosit maupun

osteoblast. Perkembangan tulang panjang tergantung osifikasi endochondral yang

terjadi pada bagian proksimal dan distal lempeng epifisis dan osifikasi

intramembranosa disekitar permukaan periosteum.

Stoll-Becker et al (2003) melaporkan pengaruh usia kehamilan dan

pertumbuhan intrauterin terhadap konsentrasi leptin pada tali pusar bayi baru

lahir. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan konsentrasi

leptin pada bayi aterm dengan preterm (p < 0,00001). Konsentrasi leptin

menunjukkan korelasi linier dengan berat badan (r = 0,46, p<0,0001) dan usia

kehamilan (r=0,48, p< 0,0001). Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan

usia kehamilan (p< 0,00001) dan berat badan lahir (p<0,05) terhadap kadar leptin

dan melaporkan tidak adanya perbedaan nilai leptin antara bayi SMK dan KMK.

Metaanalisis Elhddad ASA dan Lashen Hany (2012) menunjukkan peran

leptin dan insulin dalam memicu dan membatasi pertumbuhan linier janin.

Metaanalisis ini melaporkan pada bayi BMK kadar leptin lebih tinggi dibanding

bayi SMK, dan kadar leptin bayi SMK lebih tinggi dibanding KMK. Hal ini

membuktikan hubungan linier antara pertumbuhan janin dan/atau adipositas dan

kadar leptin janin.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

D. PANJANG TAPAK KAKI UNTUK MEMPREDIKSI USIA

KEHAMILAN

Panjang tapak kaki bayi didefinisikan sebagai pengukuran panjang kaki (dalam

cm) dari tumit sampai jari kaki terpanjang (ibu jari ataupun jari kedua). Panjang

tapak kaki diteliti sebagai pengukuran antropometri alternatif dan alat skrining

untuk BBLR dan BKB selama 10 tahun terakhir karena pengukurannya tidak

memerlukan keahlian khusus dan bayi tidak perlu terpajan suhu ruang terlalu lama

yang dapat memicu hipotermi seperti pengukuran lainnya selain itu lemak

subkutan tapak kaki tipis dan tidak terpengaruh komposisi lemak tubuh.

Hubungan panjang tapak kaki dan usia kehamilan sebenarnya sudah diteliti

sejak tahun 1920. Hampir delapan dekade yang lalu, Streeter (1920) melaporkan

adanya hubungan antara panjang tapak kaki janin dan usia kehamilan. Streeter

menunjukkan bahwa panjang kaki memiliki pola karakteristik pertumbuhan

normal. Streeter melakukan penelitian dengan mengukur panjang kaki janin pada

janin hasil aborsi spontan. Penelitian ini sangat terbatas karena hanya sedikit

informasi mengenai riwayat kehamilan dan tanggal menstruasi sering tidak ada

atau meragukan. Normogram panjang kaki janin awalnya dibuat berdasarkan

spesimen patologi, menggunakan pengukuran yang diperoleh dari spesimen yang

masih baru dan tetap. Normogram yang dibuat menggunakan spesimen

postmortem juga termasuk sejumlah abnormalitas disproporsional (misalnya

anomali kongenital, pertumbuhan janin terhambat). Mercer et al (1987) meneliti

lebih lanjut mengenai panjang kaki janin menggunakan pengukuran sonografi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

prenatal dengan hasil yang sepakat dengan data postmortem Streeter pada tahun

1920.

Hern kemudian menguji ulang penelitian Streeter pada tahun 1984 dengan

pengambilan subyek penelitian yang lebih besar dengan menggunakan janin yang

hasil abortus yang diinduksi (dengan persetujuan ibu). Penelitian ini menghasilkan

nilai prediktif panjang kaki janin berdasarkan usia kehamilan janin (minggu) dari

formula regresi linier (Tabel 3) (Hern, 1984).

Tabel 2.3. Nilai prediksi panjang kaki berdasarkan usia kehamilan (minggu) dari

formula regresi linier (Hern, 1984)

Penelitian lain yang mendukung hasil ini diantaranya R.Mhaskar et al

(1989) yang melaporkan hubungan kuat pada perbandingan regresi linier panjang

kaki terhadap usia kehamilan dengan nilai r2 0,84 (P < 0,001). Molly SC et al

(1994) secara serupa melaporkan hubungan linier signifikan antara panjang kaki

janin dan usia kehamilan (R2 0,89, P < 0,0001). Ji EK (2001) menyimpulkan

bahwa panjang kaki janin pada trimester


commit tokedua
user kehamilan normal pada wanita
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Korea merupakan parameter yang dapat dipercaya untuk penilaian usia

kehamilan. Normogram yang dibuat dalam studi ini bermanfaat pada skrining

abnormalitas kromosom atau displasia skeletal diantara populasi Korea (Ji Ek,

2001). Smolin et al (2008) menginvestigasi pengaruh jenis kelamin janin terhadap

panjang kaki berdasarkan usia. Hasil penelitian mereka menggunakan pengukuran

sonografi panjang kaki janin 69 lelaki dan 59 perempuan yang dilakukan

pemasangan. Perbedaan panjang kaki lelaki dan perempuan adalah 0,304 mm

(setelah mengendalikan usia kehamilan) dan tidak signifikan (P = 0,59) dengan

kesimpulan tidak adanya hubungan signifikan secara statistik antara pengukuran

panjang kaki selama kehamilan dan jenis kelamin mengindikasikan bahwa nilai

referensi sonografi untuk panjang kaki janin dapat sesuai terlepas dari jenis

kelamin janin. Lutterodt MC et al (2009) menghubungkan panjang kaki secara

linier terhadap usia janin dan embrio, dan melihat pengaruhnya terhadap riwayat

merokok dan penggunaan alkohol pada ibu dengan hasil panjang kaki tidak

dipengaruhi oleh riwayat maternal (merokok dan alkohol). Penelitian terbaru yang

dilakukan Vishnu et al (2015) di India mengenai panjang kaki janin untuk

penilaian usia kehamilan menyimpulkan bahwa panjang kaki merupakan penanda

yang baik untuk usia kehamilan khususnya pada kasus achondroplasia femur,

dolicocephaly atau brachycephaly dan pada kasus meragukan mengenai hari

pertama menstruasi terakhir (HPMT).

Hasil yang berbeda didapatkan oleh Meirowitz et al yang melakukan

penelitian prospektif pada tahun 1994-1998 untuk menilai manfaat penggunaan

panjang kaki pada janin dengan pertumbuhan abnormal. Penelitian menggunakan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

data sonografi pengukuran panjang kaki janin dibandingkan dengan usia

kehamilan (berdasarkan HPMT). Studi ini melakukan pemeriksaan sonografi pada

10.741 janin dimana 5372 janin memiliki pengukuran panjang kaki antara 15

sampai 37 minggu usia kehamilan dan juga membangun normogram panjang kaki

janin terhadap usia kehamilan menggunakan populasi pasien beberapa kali lipat

lebih besar dari beberapa penelitian sebelumnya dengan populasi ras yang lebih

luas. Hubungan antara panjang kaki dan usia kehamilan dideskripsikan dengan

model regresi linier (R2=0,93, P<0,0001). Tabel 4 mempresentasikan nilai

prediktif persentil 5, 10, 50, 90, dan 95 untuk panjang kaki, jumlah janin yang

dinilai, dan koefisien variasi pada pengukuran panjang kaki tiap usia kehamilan

antara 15 dan 37 minggu (Meirowitz et al, 2000).

Tabel 2.4. Persentil panjang kaki janin berdasarkan usia kehamilan (Meirowitz et
al, 2000)

Kelemahan hasil investigasi ini adalah panjang kaki janin dapat

dipengaruhi oleh retriksi pertumbuhan dan percepatan pertumbuhan janin serta

terdapat keterbatasan penggunaan panjang kaki janin untuk penilaian usia


commit to user
kehamilan khususnya pada janin dengan abnormalitas pertumbuhan. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

menguji reliabilitas parameter ini dalam memprediksi usia kehamilan dalam kasus

pertumbuhan janin abnormal (dalam kasus KMK dan BMK) dan mendapatkan

hasil bahwa janin KMK 60,6% memiliki panjang tapak kaki dibawah persentil 10

pada normogram, sedangkan pada janin BMK hanya 19,4 % janin yang memiliki

pengukuran panjang tapak kaki diatas persentil 90. Variasi efek panjang kaki pada

pertumbuhan janin disebabkan oleh fakta bahwa pengukuran menggabungkan

jaringan lunak dan tulang. Cadangan lemak subkutan jaringan lunak menurun

pada kasus retriksi pertumbuhan dan meningkat pada situasi percepatan

pertumbuhan sehingga masuk akal bahwa panjang kaki janin relatif lebih kecil

pada janin KMK dan lebih besar pada janin BMK. Tulang kaki relatif tidak

dipengaruhi oleh efek pertumbuhan panjang kaki janin yang abnormal. Studi ini

mendapatkan kesimpulan bahwa 95% janin KMK memiliki panjang kaki dibawah

persentil 50 namun hanya 60,6% yang dibawah persentil 10 sebagaimana lebih

dari 90% janin BMK memiliki panjang kaki di atas persentil 50 namun hanya

29,4% yang diatas persentil 90 (Meirowitz et al, 2000).

Berdasarkan referensi panjang kaki janin yang diukur berdasarkan sonografi

pada kehamilan, para peneliti menjadi tertarik mengenai referensi panjang kaki

pada bayi baru lahir terhadap usia kehamilan dan berat lahir rendah. Penelitian

pertama mengenai hubungan panjang kaki dengan usia kehamilan dilakukan pada

tahun 1979 di Inggris dengan titik potong 7,2 cm untuk identifikasi bayi lahir

kurang bulan lalu dilanjutkan penelitian di India pada tahun 1988 di India

melaporkan cut off panjang kaki < 6,5 cm untuk identifikasi bayi lahir kurang <

34 minggu (Ashish et al, 2015).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

E. KERANGKA TEORI PENELITIAN

Janin

Pertumbuhan linier

PTH /PTHrP GH plasenta Lipolisis

IGF-1
Massa lemak

Insulin

Proliferasi dan Diferensiasi dan Leptin


differensiasi osteoblast proliferasi kondrosit

Osifikasi endokondral

Tulang panjang dan seluruh tulang tubuh semakin


memanjang seiring bertambahnya usia kehamilan

Neonatus

Panjang tapak kaki bayi


baru lahir

Gambar 2.11. Kerangka teori


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Keterangan Kerangka Teori

Pertumbuhan linier pada fase janin dipengaruhi oleh suplai nutrisi transplasental.

Growth hormone plasenta berperan besar pada pertumbuhan janin dimana GH

memicu pembentukan IGF-1 yang kemudian merangsang proliferasi dan

diferensiasi baik osteoblast maupun kondrosit. Growth hormone juga berperan

metabolisme lemak berupa liposisis yang menyebabkan peningkatan massa lemak

dan pembentukan leptin. Hormon lain juga ikut berperan dalam mekanisme ini

diantaranya PTH dan PTHrP yang distimulasi IGF-1, insulin, serta leptin yang

berperan dalam proliferasi dan diferensiasi osteoblast dan kondrosit. Hormon-

hormon ini mendukung proses osifikasi endokondral dimana proses ini

menyebabkan tulang panjang dan hampir seluruh tulang tubuh janin semakin

panjang seiring bertambahnya usia kehamilan. Panjang tapak kaki bayi baru lahir

mewakili pemanjangan tulang yang dapat diukur untuk menggambarkan usia

kehamilan pada bayi baru lahir. Bayi dengan pertumbuhan janin terhambat

(IUGR) dan besar masa kehamilan akan memiliki pola pertumbuhan linier yang

berbeda dikarenakan patofisiologi yang mendasari. Pada IUGR terjadi penurunan

kadar GH plasenta dan leptin akibat malnutrisi ibu sehingga proses pertumbuhan

linier janin terganggu. Hal ini mengakibatkan ukuran panjang tapak kaki janin

tidak memanjang sesuai usia kehamilan. Pada bayi BMK berlaku sebaliknya dari

mekanisme ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

F. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Usia kehamilan Panjang tapak kaki bayi baru


lahir

Bayi besar masa kehamilan,


IUGR, anomali kaki

: Variabel Penelitian
- : Variabel Perancu

Gambar 2.12. Kerangka konsep

G. HIPOTESIS PENELITIAN

Panjang tapak kaki bayi baru lahir dapat digunakan untuk memprediksi usia

kehamilan.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai

  • SAK Jiwa Ners
    SAK Jiwa Ners
    Dokumen24 halaman
    SAK Jiwa Ners
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Pembahasan
    Bab Iv Pembahasan
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv Pembahasan
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Pathway CA Serviks
    Pathway CA Serviks
    Dokumen1 halaman
    Pathway CA Serviks
    Dessy Angghita
    50% (2)
  • Komter sp1 Ketidakberdayaan
    Komter sp1 Ketidakberdayaan
    Dokumen4 halaman
    Komter sp1 Ketidakberdayaan
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Format Asuhan Keperawatan Anak
    Format Asuhan Keperawatan Anak
    Dokumen5 halaman
    Format Asuhan Keperawatan Anak
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Asuhan Keperawatan
    Bab Iii Asuhan Keperawatan
    Dokumen17 halaman
    Bab Iii Asuhan Keperawatan
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • 1 Pengkajian
    1 Pengkajian
    Dokumen20 halaman
    1 Pengkajian
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP HDR
    LP HDR
    Dokumen21 halaman
    LP HDR
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Resume Keluarga Irpan Nugraha 214121115
    Resume Keluarga Irpan Nugraha 214121115
    Dokumen22 halaman
    Resume Keluarga Irpan Nugraha 214121115
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP Rematik Rin Rin Fix
    LP Rematik Rin Rin Fix
    Dokumen11 halaman
    LP Rematik Rin Rin Fix
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP Tak
    LP Tak
    Dokumen16 halaman
    LP Tak
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP HDR
    LP HDR
    Dokumen21 halaman
    LP HDR
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • SAP Rematik
    SAP Rematik
    Dokumen5 halaman
    SAP Rematik
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Proposal Penelitian KMB
    Proposal Penelitian KMB
    Dokumen59 halaman
    Proposal Penelitian KMB
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Tujuan: Pengertian
    Tujuan: Pengertian
    Dokumen2 halaman
    Tujuan: Pengertian
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    Dokumen21 halaman
    LP - Chronic Kidney Disease (CKD) - EVA SANTIKA
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Dokumen12 halaman
    Jurnal Anak Berkebutuhan Khusus
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Resume HD
    Resume HD
    Dokumen11 halaman
    Resume HD
    Riana Septiani Gusniardi
    100% (1)
  • Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Dokumen26 halaman
    Askep Dm-Alicia Safanah Afifah-214121124
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • LP Osteomielitis
    LP Osteomielitis
    Dokumen19 halaman
    LP Osteomielitis
    Laksita Barbara
    Belum ada peringkat
  • LP BBLN
    LP BBLN
    Dokumen40 halaman
    LP BBLN
    mia rahmawati
    Belum ada peringkat
  • Resum - Ok - Eva Santika
    Resum - Ok - Eva Santika
    Dokumen6 halaman
    Resum - Ok - Eva Santika
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen52 halaman
    Bab II
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Bab IV
    Bab IV
    Dokumen26 halaman
    Bab IV
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Riana
    Riana
    Dokumen16 halaman
    Riana
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus I
    Askep Kasus I
    Dokumen32 halaman
    Askep Kasus I
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Riana Septiani Gusniardi
    Belum ada peringkat