Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH WHISTLEBLOWING SYSTEM, KESESUAIAN KOMPENSASI,

DAN IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP


KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD) AKUNTANSI

PENDAHULUAN
Desa Pekraman di Bali memiliki sebuah lembaga keuangan yang disebut Lembaga
Perkreditan Desa (LPD). Tujuan pendirian LPD pada desa adat yaitu mendukung
pembangunan dan peningkatan perekonomian suatu desa. Dalam mempertahankan dan
mengembangkan strategi dan produktivitas, kegiatan operasional LPD akan dilakukan
pembinaan dan pengawasan. Bukan hanya pengurus LPD yang berperan penting dalam
kegiatan LPD. Badan pengawas juga memiliki peran yang sama pentingnya untuk
perkembangan LPD tersebut. Namun beberapa tahun belakangan banyak kasus-kasus
kecurangan di LPD yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan baik dari pihak internal
maupun eksternal. Isu penyelewengan dana LPD atau tindak korupsi juga menjadi
permasalahan yang cukup sering terjadi di LPD. Kasus penyelewengan dana LPD atau
tindak korupsi juga menjadi permasalahan yang cukup sering terjadi di LPD. Penyalahgunaan
anggaran LPD salah satu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh pengurus LPD sehingga
berdampak pada penggelembungan anggaran pada LPD.
Contoh kasus adalah penyelidikan atas kerugian hingga miliaran rupiah LPD di
Kabupaten Tabanan pada tahun 2021 yang dipicu oleh penggelapan anggaran yang dilakukan
pengurus LPD. Saat ini keberadaan LPD di Kabupaten Tabanan sedang dalam sorotan.
Banyak lembaga keuangan yang dikelola Desa Adat ini bermasalah, termasuk dugaan
tindakan pidana penggelapan dana operasional. Kasus korupsi di LPD Desa Adat Belumbang,
Kerambitan. Kejaksaan Negeri Tabanan menetapkan I Wayan S (41) warga Desa Belumbang,
Kerambitan Tabanan sebagai tersangka dugaan korupsi dana LPD Desa Adat Belumbang.
Tersangka menggunakan dana LPD Desa Adat Belumbang untuk memnuhi kebutuhan sehari-
hari serta untuk memasang judi togel. Adapun modusnya, terjadinya selisih uang yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan oleh tersangka. Dimana ada bukti transaksi pengambilan uang
tabungan nasabah yang dilakukan tersangka yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris LPD
Desa Pakraman Belumbang, tetapi tidak mencatatnya di Daftar Kas Masuk (DKM).
Ditemukan bukti transaksi pengambilan uang tabungan nasabah yang dilakukan oleh
tersangka dengan melakukan pungutan kepada nasabah. Nilai yang tercatat pada Prima Nota
lebih besar dibandingkan dengan Daftar Kas Masuk. Dengan adanya kasus tersebut LPD
Desa Adat Belumbang mengalami kerugian sebesar Rp. 1.101.976.131,92
(https://bali.tribunnews.com/2019/06/12).
Untuk mewujudkan lingkungan kerja yang positif dapat dengan cara menerapkan
program whistleblowing bagi pegawai untuk melaporkan pelanggaran atas tindak kecurangan.
Dengan adanya whistleblowing di dalam suatu lembaga begitu penting untuk mengawasi
kinerja operasional, akan tetapi pengawasan tidak hanya harus dilakukan oleh pimpinan saja,
melainkan semua pegawai harus bisa mengawasi satu sama lain. Selain pengawasan dalam
kinerja, pegawai juga dapat melaporkan pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan oleh
teman kerja berikut buktinya melalui whistleblowing system yang langsung terhubung pada
pimpinan atau Komite Audit yang memiliki bertanggung jawab untuk pengendalian internal
organisasi. Selanjutnya, Komite Audit akan menindaklanjuti pengaduan tersebut serta
memberikan jaminan perlindungan dan hadiah atas keberanian dalam melaporkan tindak
kecurangan apapun.
Kompensasi adalah Penghargaan atau ganjaran kepada para pekerja yang telah
memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja
(Nawawi, 2001). Wexley dan Yukl (2003) mengatakan bahwa adanya ketidakpuasan karena
kompensasi yang tidak memadai atau pekerjaan yang menjemukan juga dapat mendukung
insiden-insiden pencurian oleh para pekerja. Pencurian tersebut dapat berupa pencurian uang,
peralatan, serta persediaan barang yang dilakukan oleh pekerja. Hal tersebut merupakan
masalah yang penting bagi organisasi. Kecurangan yang dilakukan seseorang disebabkan
oleh keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Tindakan tersebut tidak lain
didorong oleh ketidakpuasan individu atas imbalan yang mereka peroleh dari pekerjaan yang
mereka kerjakan. Sistem kompensasi yang sesuai diharapkan dapat membuat individu merasa
tercukupi sehingga individu tidak melakukan tindakan yang merugikan instansi atau
pemerintah termasuk melakukan kecurangan akuntansi. Kompensasi yang sesuai diharapkan
mampu mengurangi adanya keinginan untuk melakukan tindak kecurangan.
Selain dari sisi whistleblowing system dan kesesuaian kompensasi, kecurangan juga
dipengaruhi oleh besar tidaknya kesempatan atau peluang. Peluang yang besar membuat
kecenderungan kecurangan lebih sering terjadi. Untuk menangani masalah tersebut,
diperlukan monitoring dalam sebuah instansi dan untuk mendapatkan hasil monitoring yang
baik, maka diperlukan penerapan prinsip good governance (Tunggal, 2010). Faktor lain
sebagai pemicu terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi adalah lemahnya penerapan
prinsip-prinsip good governance dalam suatu organisasi (Tunggal, 2010). Menurut FCGI,
Good Governance merupakan suatu peraturan mengenai hubungan antar pemangku
kepentingan seperti pemerintah, karyawan maupun pihak intern dan ekstern yang
bersangkutan atau suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan instansi atau
perusahaan (Saftarini, 2015). Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, Good
Governance merupakan kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-
prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Selain itu good
governance juga digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam pemakaian sumber daya organisasi dengan mengatur pola hubungan antara
pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat sehingga terjadi penyelenggaraan
pemerintah yang bersih, demokratis dan efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya
masyarakat yang makmur (Badewin, 2018). Oleh karena itu, penerapan good governance
yang optimal akan mencegah adanya peluang untuk melakukan tindakan kecurangan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dengan ini penulis tertarik melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Whistleblowing System, Kesesuaian Kompensasi, Dan
Implementasi Good Corporate Governance Terhadap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud) Akuntansi”.
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini yaitu,
1. Apakah whistleblowing system berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
akuntansi?
2. Apakah kesesuaian kompensasi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
(fraud) akuntansi?
3. Apakah implementasi good corporate governance berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud) akuntansi?

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh whistleblowing system berpengaruh terhadap
kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi.
2. Untuk mengetahui pengaruh kesesuaian kompensasi berpengaruh terhadap
kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi.
3. Untuk mengetahui pengaruh good corporate governance berpengaruh terhadap
kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi
Manfaat penelitian Secara teoritis dapat menjadi bahan refrensi bagi penelitian
selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam perkembangan
literatur penelitian akuntansi, dan diharapkan dapat menerapkan teori yang di dapat selama
berada di bangku kuliah untuk mengevaluasi mahasiswa dalam menganalisis dan
memecahkan masalah secara ilmiah di bangku kuliah. Manfaat Secara Praktis hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi alternative maupun dasar pertimbangan dan
refrensi bagi setiap perusahaan dalam meminimalisir kecurangan (fraud) akuntansi
khususnya pada lembaga keuangan.

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan fraud triangle theory terdapat tiga (3).faktor penyebab seseorang melakukan
tindakan kecurangan yang digambarkan dalam segitiga kecurangan.(fraud triangle),
diantaranya: kesempatan (opportunity), tekanan (pressure), dan rasionalisasi
(rationalization). Menurut Tunggal (2011), kesempatan atau peluang adalah situasi yang
membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai yang memungkinkan terjadinya
kecurangan. Kesempatan ini mungkin disebabkan oleh kebijakan peraturan yang lemah,
kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan jabatan yang akan mempermudah terjadinya
kecurangan untuk kepentingan pribadinya.

Faktor tekanan merupakan faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan


akibat dari kebutuhan atau masalah finansial. Dimana faktor tekanan ini juga bisa terjadi
karena merasa beban pekerjaan yang dilakukannya teramat banyak dan jarang untuk
mendapatkan penghargaan atau pujian. Menurut Dewi (2014), Rasionalisasi ditunjukkan saat
pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan
tindakan tersebut. Dimana rasionalisasi ini pelaku mencari pembenaran atas tindakan
kecurangan yang dilakukannya adalah seseuatu yang wajar. Rasionalisasi diperlukan agar
pelaku kecurangan dapat mensiasati perilakunya yang illegal untuk tetap mempertahakan jati
dirinya sebagai orang yang dipercaya (Tuannakotta, 2007 : 11).

Teori GONE pertama kali dikemukakan oleh Jack Bologne (1993). Teori GONE ini
merupakan teori yang imenyempurnakan teori triangle fraud, dimana kedua teori tersebut
mengungkapkan alasan seseorang koruptor melakukan tindakan kecurangan (fraud). Teori
GONE merupakan teori yang menyatakan alasan pelaku tindak pidana melakukan praktik
kecurangan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengguna teori ini merupakan hal yang tepat.
Dimana dalam teori GONE ini menyebutkan terdapat empat (4) faktor pendorong
seseorang.bertindak menyimpang diantaranya : Greed (keserakahan), Opportunity
(kesempatan), Need (kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). Menurut Tuanakotta (2010)
menyebutkan bahwa faktor Greed dan Need merupakan faktor individual yang berhubungan
dengan individu pelaku kecurangan, sedangkan faktor Opportunity dan Exposes merupakan
faktor generik/umum yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan
kecurangan.

Hubungan antara teori GONE dengan penelitian ini adalah dimana teori GONE ini
menjelaskan alasan seorang koruptor berani melakukan kecurangan. Dimana teori GONE ini
menjelaskan ada empat faktor seorang koruptor melakukan kecurangan. Salah satunya yaitu
faktor keserakahan, dimana seorang koruptor tersebut tidak pernah merasa puas dengan
kompensasi yang telah diberikan, ini diakibatkan dari rendahnya moral dan seseorang yang
telah mengetahui kecurangan namun tidak berani untuk mengungkapkan terjadinya
kecurangan tersebut yang mengakibatkan terjadinya kecurangan.

Kecurangan akuntansi merupakan suatu tindakan penipuan atau manipulasi data laporan
keuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok demi memperoleh keuntungan
sendiri. Menurut SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) dalam IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia (2011)) menjelaskan bahwa kecurangan akuntansi sebagai penghilangan secara
sengaja jumlah dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:


Pengaruh Whistleblowing System Terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)
Akuntansi
Keberadaan whistleblowing system tidak hanya sebagai saluran pelaporan kecurangan
yang terjadi, namun juga sebagai bentuk pengawasan. Karyawan menjadi takut untuk
melakukan kecenderungan kecurangan karena sistem ini bisa digunakan oleh seluruh
karyawan, sehingga sesama karyawan menjadi saling mengawasi satu sama lain dan takut
untuk dilaporkan karyawan lain karena melakukan kecurangan. Dengan demikian,
pemahaman karyawan tentang mekanisme whistleblowing membuat karyawan menjadi
antusias dalam melaporkan segala tindak kecurngan kepada otoritas yang berwenang
menangani laporan tersebut karena whistleblowing system sudah mencakup whistleblowing
protection.
Adi Suputra, Made Agus (2021) yang meneliti tentang Pengaruh Penerapan Audit
Internal, Whistleblowing System, Dan Surprise Audit Terhadap Pencegahan Fraud Pada
Lembaga Perkreditan Desa Di Kecamatan Blahbatuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Whistleblowing System memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Fraud pada LPD di
Kecamatan Blahbatuh. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap anggota/pegawai LPD sudah
melakukan fungsinya sebagai whistleblower jika dalam kegiatan operasional LPD terindikasi
adanya kecurangan. Sedangkan Ayu Diah Utari, Ni Made, dkk (2019) yang meneliti tentang
Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Moralitas Individu, Dan Whistleblowing
Terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud) Pada Lembaga Perkreditan Desa Di
Kecamatan Buleleng. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara whistleblowing
terhadap kecenderungan kecurangan pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kecamatan
Buleleng. Sehingga hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Whistleblowing berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
akuntansi

Pengaruh Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)


Akuntansi
Kesesuaian Kompensasi merupakan hasil balas jasa dari perusahaan kepada
karyawannya selama bekerja dengan baik di perusahaan tersebut. Pemberian kompensasi
yang sesuai kepada karyawan dapat memberikan mereka kepuasan serta motivasi dalam
bekerja. Hal ini dapat meminimalkan tindakan karyawan dalam melakukan kecurangan. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Redini Nariya Wati , Ni Wayan (2021) bahwa
kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan
(fraudi) akuntansi, yang berarti bahwa ada atau tidaknya pemberian kompensasi yang sesuai
tidak berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan kecenderungan kecurangan (fraud)
akuntansi. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Nanda Widyaswari, I
Dewa (2017) bahwa kesesuaian kompensasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kecenderungan kecurangan (Fraud) akuntansi. Hal ini berarti apabila kesesuaian
kompensasi semakin meningkat maka mengakibatkan kecenderungan kecurangan (Fraud)
akuntansi semakin menurun. Sehingga hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Kesesuaian Kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud) akuntansi.
Pengaruh Implementasi Good Corporate Governance Terhadap Kecenderungan
Kecurangan (Fraud) Akuntansi
Faktor lain sebagai pemicu terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi adalah lemahnya
penerapan prinsip-prinsip good governance dalam suatu organisasi (Tunggal, 2010). Menurut
FCGI, Good Governance merupakan suatu peraturan mengenai hubungan antar pemangku
kepentingan seperti pemerintah, karyawan maupun pihak intern dan ekstern yang
bersangkutan atau suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan instansi atau
perusahaan (Saftarini, 2015). Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, Good
Governance merupakan kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-
prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosa Lyana, Komang dan Sujana, Edy (2021) bahwa
implementasi good governance berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud) akuntansi. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukann oleh Putu
Dewi A., Novi Anesya dan Tungga Atmadja, Anantawikrama (2021) bahwa Implementasi
good corporate governance berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian tersebut, maka disusun hipotesis berikut:
H3 : Implementasi good corporate governance berpengaruh negatif dan signiikan
terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi.

METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban masalah serta tujuan
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang berbentuk asosiatif. Model penelitian ini
adalah :

Whistleblowing System
(X1)

Kesesuaian Kompensasi Kecenderungan Kecurangan


(X2) (Fraud) Akuntansi
(Y)

Implementasi Good
Corporate Governance
(X3)
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai di Lembaga Perkreditan Desa.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling.
Sugiyono (2012) mengatakan teknik simple random sampling adalah teknik yang sederhana
karena pengambilan anggota sampel dilakukan secara acak/random tanpa melihat serta
memperhatikan kesamaan atau strata yang ada dalam suatu populasi. Peneliti dalam
penelitian ini mempersempit populasi yaitu jumlah seluruh karyawan dari 20 LPD sebanyak
171 pegawai dengan mengkalkulasikan ukuran sampel dengan menggunakan teknik Slovin.
Penggunaan rumus Slovin dikarenakan dalam penarikan sampel jumlahnya harus
representative agar nantinya hasil penelitian dapat di generalisasikan serta perhitungannya
pun tidak lagi memerlukan tabel jumlah sampel. Namun dapat dilakukan dengan rumus
perhitungan sederhana. Berikut adalah Rumus Slovin untuk menentukan sampel:

Keterangan:
n = Ukuran responden
N = Jumlah populasi
E = Presentase kesalahan yang masih bisa ditolerir; e=0,05

TEKNIK ANALISIS DATA


1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui bahwa model regresi yang dibuat terbebas
dari masalah multikolinearitas, autokorelasi, Heteroskedastisitas, serta masalah
normalitas data. Untuk membandingkan antara distribusi kumulatif dari data
sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal dilakukan dengan uji
normalitas. Dalam mengetahui ada tidaknya kemiripan yang akan menyebabkan
terjadinya korelasi, antara variabel independen yang satu dengan variabel independen
yang lain dalam satu model dilakukan dengan Uji Multikolinearitas. Uji heteroskedisitas
digunakan dalam mengetahui apakah model regresi penyimpangan variabel bersifat
konstan atau tidak. Uji autokorelasi memiliki tujuan dalam mengetahui ada atau tidaknya
korelasi antara variabel pada periode tertentu dengan variabel periode sebelumnya
dengan menggunakan uji Durbin-Watson.

2. Analisis Regresi Linier Berganda


Pengujian analisis linear berganda dilakukan dengan bantuan program computer
Statistical Package for Social Science (SPSS). Persamaan regresi linear berganda
ditunjukan oleh persamaan sebagai berikut :
Y = a + B1X1 + B2X2 + B3X3 + e
Keterangan :
Y = Kecenderungan Kecurangan (Fraud) Akuntansi
A = Konstanta
B1 − B4 = Koefisien Regresi
X1 = Whistleblowing System
X2 = Kesesuaian Kompensasi
X3 = Implementasi Good Corporate Governance
e = Standard error
a) Koefisien determinasi (R2) digunakan dalam pengukuran kemampuan model dalam
menerangkan variasi-variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil mengartikan
kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel bebas sangat
terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel bebasnya memberikan
hampir semua informasi yang diperlukan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
b) Uji statistik F dilakukan untuk menguji apakah seluruh variabel bebas dalam
penelitian tersebut memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Nilai signifikansi yang kurang dari 5% menunjukkan variabel terikat dapat dijelaskan
oleh variabel-variabel bebasnya.
c) Uji statistik t menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual
dalam menerangkan variasi variabel terikat. Uji ini dapat juga diterpkan dengan
melihat nilai signifikansi t masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil
regresi menggunakan SPSS. Adanya pengaruh yang kuat antara variabel bebas
dengan variabel terikat jika angka signifikansi t < α (5%).

Anda mungkin juga menyukai