Anda di halaman 1dari 24

DETERMINAN FINANCIAL STATEMENT FRAUD DENGAN ANALISIS FRAUD

TRIANGLE PADA ENTITAS MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA


EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2015

ABSTRACT

This study empirically examines the factors that influence fraudulent financial
ststements using fraud triangle theory. This study aims to financial stability, external pressure,
personal financial need, financial targets, nature of industry, ineffective monitoring, and
rationalization to the fraudulent financial statements.
The population in this study is a manufacturing company liste on the Indonesia Stock
Exchnage in 2013 until 015. The sampleconsists of 9 companies that conduct fraudulent
financial statements nd 103 companies that do not commit fraudulent financial statements.
Sample selection using purposive sampling method. Data analysis techniques for hypothesis
testing using logistic regression analysis.
The results show that financial stability dan rationalization have positive effect on
fraudulent financial statements. External pressure, personal financial need, dan nature of
industry do not have significant positive effect on fraudulent financial statements. Financial
targets and ineffective monitoring do not have negative effect on fraudulent financial
stetements.
Keywords : Fraudulent Financial Statements, Financial Stability, Ineffective Monitoring,
Rationalization.

PENDAHULUAN
Fraud menurut ISA 240.11 adalah perbuatan yang disengaja oleh seseorang atau
beberapa orang diantara manajemen, TCWG (those charged with governance), pegawai, atau
pihak ketiga, dengan menipu untuk memperoleh keuntungan yang tidak dapat dibenarkan atau
keuntungan yang tidak sah/melawan hukum (Tuanakotta, 2015: 312). The Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE), menyebutkan fraud dapat mengakibatkan beberapa
manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain (Ernst & Young, 2009: 1).
Manfaat tidak baik ini salah satunya adalah meningkatnya persaingan tidak sehat dalam bisnis.
Persaingan yang tidak sehat mengakibatkan terjadinya banyak pelanggaran yang kemudian
berkembang menjadi masalah kecurangan (fraud).
Masalah kecurangan tidak terlepas dari motif untuk melakukan fraud, salah satunya
pengaruh lingkungan eksternal. Fraud mudah terjadi di suatu organisasi karena pengaruh
lingkungan eksternal dan tersedianya suatu iklim kondusif untuk melakukan fraud. Motif
kesempatan dengan adanya kelonggaran atau kekurangan pengendalian internal juga
berpengaruh terhadap fraud. Jika motif dirangkai dari kesempatan tersebut, maka kecurangan
berpotensi dilakukan di semua sektor dan meningkatkan terjadinya kasus-kasus kecurangan.
Kasus kecurangan seperti skandal Enron yang melakukan penggelembungan laba dan
menyembunyikan utang senilai $1 miliar dengan cara ilegal, menggunakan pencatatan di luar
buku partner membuat dunia bisnis terguncang. Kecurangan akuntansi yang menimpa Enron
bahkan menimbulkan dampak yang signifikan, karena mengkibatkan kerugian besar bagi
hampir seluruh industri. Skandal Enron juga melibatkan Arthur Andersen sebagai salah satu
dari big four kantor akuntan publik di dunia saat itu dalam masalah kecurangan ini. Arthur
Andersen sebagai KAP yang mengaudit laporan keuangan Enron bahkan terbukti melenyapkan
sejumlah bukti penting terkait dengan kasus penggelembungan laba yang dilaukan oleh
eksekutif Enron (Harahap, 2011: 577).
Kasus mengenai kecurangan laporan keuangan juga terjadi di Indonesia, negara
berkembang yang pasar modalnya bahkan belum sebesar pasar modal negara maju. Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada tahun 2011 dengan dasar
UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 100 dan 101, melakukan pemeriksaan
terhadap 178 (seratus tujuh puluh delapan) kasus dugaan pelanggaran dan penyidikan 12 (dua
belas) kasus dugaan tindak pidana di bidang pasar modal. Kasus terkait keterbukaan emiten
dan entitas publik, perdagangan efek, dan pengelolaan investasi adalah beberapa yang
ditangani (Sukirman & Sari, 2013: 200). Jauh sebelum banyaknya kasus yang ditemukan oleh
Bapepam sepanjang tahun 2011, sebenarnya Bapepam juga telah menangani masalah-masalah
kecurangan di tahun-tahun sebelumya. Bapepam telah mengenakan sanksi administrasi pada
PT Lippo Bank, Tbk atas laporan keuangan ganda yang dipublikasikannya. Selain itu
pengenaan denda atas terjadinya kekeliruaan dalam laporan keuangan konsolidasi PT Kimia
Farma, Tbk dan overstatement laba dari pendapatan fiktif juga telah dilakukan Bapepam
(Sulistiawan, Januarsi, & Alvia, 2011).
Pada 2014 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas kegiatan di pasar modal
menggantikan Bapepam telah memeriksa 77 (tujuh puluh tujuh) kasus terkait dugaan
pelanggaran terhadap ketentuan penyajian laporan keuangan, dugaan pelanggaran terhadap
pengendalian internal dan adanya indikasi pergerakan harga saham yang tidak wajar, dugaan
pelanggaran terhadap pedoman pengelolan reksa dana, dan dugaan pelanggaran-pelanggaran
lainnya (OJK, 2014: 15-16). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selain melakukan pemeriksaan
telah menetapkan 777 (tujuh ratus tujuh puluh tujuh) sanksi administrasi pada para pelaku
industri Pasar Modal, sebayak 60 (enam puluh) sanksi administrasi berupa peringatan tertulis,
713 (tujuh ratus tiga belas) sanksi administrasi berupa denda, 2 (dua) sanksi administrasi
berupa pencabutan izin, dan 2 (dua) sanksi administrasi berupa pembekuan izin (OJK, 2014:
16).
Semakin banyaknya skandal kecurangan dalam praktik akuntansi terutama kecurangan
laporan keuangan yang dilakukan oleh para kriminal kerah putih dan kegagalan audit
memunculkan keprihatinan pada akuntansi. Akuntansi sebagai suatu disiplin ilmu saat ini
berada pada suatu titik krisis. Bidang ilmu ini dan orang-orang yang berprofesi sebagai akuntan
tidak lagi mampu untuk memonitor dan melakukan pencegahan kecurangan terutama dalam
hal kecurangan laporan keuangan.
Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) menurut American Institute
Certified Public Accountant (AICPA) adalah satu hal yang disengaja, salah saji atau
penghilangan fakta-fakta material, atau data akuntansi yang menyesatkan, dan bila dianggap
dengan semua informasi yang telah dibuat akan menyebabkan pembaca mengubah penilaian
atau keputusannya. Sedangkan, komisi Treadway mendefinisikan kecurangan laporan
keuangan (financial statement fraud) sebagai suatu perbuatan sengaja atau kelalaian, yang
menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (Elder, Beasley, Arens, & Jusuf, 2011:
372).
Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) bisa dalam hal pemalsuan
dokumen atau bukti transaksi, kelalaian yang disengaja dalam hal merepresentasikan laporan
keuangan, kesalahan yang disengaja penggunaan prinsip, kebijakan, atau prosedur akuntansi,
bahkan kesalahan yang disengaja tentang pengungkapan dan penyajian laporan keuangan.
Pihak eksekutif biasanya terlibat dalam praktik kecurangan ini, mereka para manajemen
puncak akan menutupi kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan dalam entitas bisnis
dengan melakukan penipuan laporan keuangan yang menyesatkan. Kecurangan laporan
keuangan bisa jadi memiliki skema yang disusun secara rapi. Kecurangan laporan keuangan
ini harus segera dicegah dan perlu didalami apa saja yang menjadi penyebabnya. Oleh karena
itu, sangat penting untuk mengetahui penyebab terjadinya kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud) (Rahman, 2011: 1818).
Salah satu penyebab terjadinya kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud)
adalah corporate governance. Menurut penelitian Dechow, Sloan dan Sweeney (1996)
lemahnya corporate governance pada suatu entitas akan menyebabkan fraud dapat dengan
mudah dilakukan. Corporate governance yang lemah misalkan kekuasaan entitas terpusat di
tangan orang dalam dan tidak terdapat Komite Audit. Dunn (2004) dalam Tiffani dan Marfuah
(2015: 2) juga menyimpulkan bahwa kemungkinan kecurangan lebih besar terjadi saat
kekuasaan didominasi orang dalam. Banyaknya penyebab dan metode yang dapat digunakan
dalam melakukan financial statement fraud membuat pendeteksian terhadap fraud ini sulit
dilakukan.
Statement of Auditing Standards No. 99 (SAS No. 99) mengenai Consideration of Fraud
in a Financial Statement Audit diterbitkan oleh American Institute Certified Public Accountant
(AICPA) pada Oktober 2002 memberikan solusi terhadap lemahnya prosedur pendeteksian
fraud sebagai langkah awal deteksi. Terbitnya SAS No. 99 bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas penilaian auditor terhadap pendeteksian fraud dan menilai faktor-faktor yang
berisiko terhadap fraud di suatu entitas. Faktor risiko kecurangan yang diadopsi dalam SAS
No.99 didasarkan pada teori faktor risiko kecurangan Cressey (Jefri & Mediaty, 2014: 60).
Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor:
KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Good Corporate Governance sendiri merupakan suatu langkah awal
untuk memonitor terjadinya fraud.
Teori faktor risiko kecurangan Cressey menjelaskan tiga faktor terjadinya kecurangan.
Tiga faktor kecurangan ini sama dengan tiga kondisi dalam PSA 70 (SA 316) IAI 2001 yang
memungkinkan kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset. Ketiga kondisi
tersebut dinamakan dengan segitiga kecurangan (fraud triangle) yaitu: 1) tekanan (pressure);
2) kesempatan (opportunity); dan 3) rasionalisasi (rationalization) (Elder, Beasley, Arens, &
Jusuf, 2011: 375).
Melihat bagaimana pentingnya pencegahan terhadap financial statement fraud, maka
telah banyak dilakukan penelitian-penelitian tentang fraud ini. Penelitian-penelitian ini
menggunakan kondisi dari fraud triangle untuk meneliti hubungannya dengan financial
statement fraud sebagai variabel dependen. Faktor-faktor fraud triangle menurut SAS No. 99
antara lain: 1) financial stability; 2) financial targets; 3) personal financial need; 4) external
pressure; 5) nature of industry; 6) ineffective monitoring; 7) organizational structure; dan 8)
rationalization. Organizational structure sebagai salah satu kondisi yang mempengaruhi
opportunity tidak disertakan dalam penelitian ini karena tidak tersedianya data yang relevan
untuk pengukuran organizational structure pada objek yang akan diteliti.
SAS No. 99 menyatakan bahwa financial stability adalah satu dari empat kondisi tekanan
(pressure) dalam melakukan fraud. Financial stability merupakan gambaran mengenai
stabilnya kondisi keuangan entitas. Financial stability diukur dengan menggunakan proksi
persentase perubahan aset (ACHANGE). Proksi ini mampu memberikan gambaran mengenai
bagaimana aset dapat dimanipulasi agar kondisi keuangan entitas tampak baik meskipun
sebenarnya kondisi keuangan entitas sedang mengalami ketidakstabilan. Ketidakstabilan
kondisi keuangan inilah yang kemudian membuat manajer menghadapi tekanan untuk
melakukan fraud, salah satunya financial statement fraud. Penelitian Tiffani dan Marfuah
(2015) menyatakan bahwa financial stability berpengaruh positif signifikan terhadap financial
statement fraud. Penelitian lain yaitu dari Anshori (2015) dan Norbarani (2012) menyatakan
financial stability tidak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap financial statement
fraud.
External pressure merupakan kondisi kedua dari empat tekanan (pressure) dalam
melakukan fraud berdasarkan SAS No. 99. External pressure yang diukur menggunakan proksi
LEV merupakan tekanan dari pihak ketiga terhadap manajemen. LEV merupakan rasio utang
yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aset. External
pressure yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya financial statement fraud, contohnya
adalah tekanan saat pihak bank sebagai kreditor mensyaratkan bahwa rasio LEV entitas harus
rendah agar pihak bank bisa memberikan kreditnya. External pressure menurut penelitian
Tiffani dan Marfuah (2015) berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud.
Penelitian lainnya yaitu penelitian Sukirman dan Sari (2013) menyatakan external pressure
tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud.
Kondisi tekanan (pressure) selanjutnya dalam melakukan fraud menurut SAS No. 99
adalah personal financial need. Personal financial need diukur dengan dengan menggunakan
proksi OSHIP. OSHIP sendiri mengukur seberapa besar presentase kepemilikan orang dalam
terhadap entitas. Praktik financial statemen fraud akan semakin meningkat apabila presentase
kepemilikan orang dalam (personal financial need) di entitas meningkat. Norbarani (2012) dan
Molida (2011), menunjukkan personal financial need berpengaruh positif signifikan terhadap
financial statement fraud, namun penelitian Tiffani dan Marfuah (2015) serta Widarti (2015)
meneliti personal financial need tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial
statement fraud.
Financial targets menurut SAS No. 99 adalah risiko adanya tekanan (pressure)
berlebihan pada manajemen untuk mencapai target keuangan tertentu. Financial targets
merupakan tekanan (pressure) terakhir yang bisa mendorong manajemen untuk melakukan
financial statemen fraud. Financial targets diukur dengan proksi ROA, yaitu rasio yang
mengukur kemampuan entitas menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset. Financial
targets yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tingginya risiko terjadinya financial statement
fraud. Widarti (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa financial targets memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud, namun penelitian Tiffani dan
Marfuah (2015) menyatakan financial targets tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
financial statement fraud.
Nature of industry adalah bagian pertama dari tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya
fraud berdasarkan SAS No. 99. Nature of industry merupakan kondisi ideal entitas dalam suatu
industri yang diukur menggunakan rasio perubahan piutang usaha (RECEIVABLE). Nature of
industry bisa mendorong menajemen untuk melakukan financial statement fraud agar prospek
ke depan entitas terlihat baik di saat kondisi keuangan menurun. Hasil penelitian Summers dan
Sweeney (1998) nature of industry berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement
fraud, sedangkan hasil penelitian Tiffani dan Marfuah (2015) serta Sukirman dan Sari (2013)
nature of industry tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud.
Ineffective monitoring berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan untuk mengawasi
jalannya manajemen entitas. Apabila pengawasan dalam suatu entitas tidak efektif (ineffective
monitoring) maka dapat memberikan kesempatan (opportunity) bagi manajemen untuk
melakukan financial statement fraud. Ineffective monitoring diukur dengan menggunakan
perbandingan jumlah anggota komite audit independen dengan jumlah komite audit
keseluruhan di entitas. Review penelitian Norbarani (2012) dan Kusumawardhani (2012)
menyatakan ineffective monitoring berpengaruh negatif signifikan terhadap financial statement
fraud dan secara parsial memengaruhi earning management. Review penelitian Widarti (2015)
dan Molida (2011) ineffective monitoring tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap
financial statement fraud.
Rationalization adalah pembenaran atas perbuatan pihak-pihak yang melakukan fraud.
Rationalization diukur menggunakan hasil audit entitas (AUDREPORT). Rationalization
terjadi saat seseorang berada pada situasi lingkungan dengan tekanan yang besar, misalkan
tekanan untuk sejajar dengan rekan-rekan yang lainnya dan terdapat kesempatan untuk
melakukan fraud misalkan karena lemahnya pengawasn dalam suatu entitas. Oleh karena itu,
rationalization berhubungan dengan adanya financial statement fraud dalam suatu entitas.
Variabel rationalization berdasarkan penelitian Sukirman dan Sari (2013) berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Tiffani dan Marfuah (2015) serta Widarti (2015) yang menyebutkan bahwa rationalization
tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud.
Berdasarkan argumen di atas serta research gap beberapa penelitian mengenai deteksi
financial statement fraud dengan fraud triangle pada proksinya sesuai dengan SAS No. 99
menjadikan deteksi financial statement fraud masih sangat relevan untuk diteliti kembali. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk menguji kembali mengenai pengaruh analisis fraud triangle
terhadap deteksi financial statement fraud.
Penelitian ini adalah menguji kembali penelitian yang dilakukan oleh Tiffani & Marfuah
(2015). Penelitian Tiffani & Marfuah (2015) menggunakan 7 (tujuh) variabel independen untuk
diteliti pengaruhnya terhadap deteksi financial statement fraud antara lain; financial stability,
external pressure, personal financial need, financial targets, nature of industry, effective
monitoring, dan rationalization. Perbedaan dengan penelitian Tiffani & Marfuah (2015)
terletak pada pada pengukuran yang digunakan dalam variabel rationalization. Tiffani dan
Marfuah (2015) menggunakan perubahan auditor untuk pengukuran rationalization.,
sedangkan penelitian ini menggunakan hasil audit entitas sebagai pengukurannya.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan teknik analisis data menggunakan
analisis regresi logistik, dan menggunakan model Beneish M-Score untuk mengklasifikasikan
entitas yang melakukan fraud dan yang tidak melakukan fraud. Review uraian latar belakang
dan fenomena yang terjadi serta mengingat isu tentang deteksi financial statement fraud masih
menjadi masalah kruasial untuk dibahas dalam beberapa tahun terakhir,. Olleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh financial stability, external pressure,
personal financial need, financial targets, nature of industry, ineffective monitoring, dan
rationalization berpengaruh terhadap financial statement fraud.

LANDASAN TEORI
Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckeling (1976) mendeskripsikan hubungan keagenan sebagai suatu
kontrak di mana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk
melakukan berbagai jasa atas nama prinsipal serta memberikan wewenang kepada agen untuk
membuat keputusan terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak mempunyai tujuan yang
sama untuk memaksimalkan nilai entitas, maka agen akan bertindak dengan cara yang sesuai
dengan kepentingan prinsipal (Jensen & Meckling, 1976).
Namun, agency theory juga mengenal adanya asymmetric information yaitu adanya
sebuah ketidakseimbangan dalam proporsi informasi yang dikonsumsi oleh kedua belah pihak.
Asymmetric information ini dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu (Rahman, 2011):
1. Moral hazard yaitu pihak agen menyembunyikan informasi yang dimilikinya, dengan
tujuan informasi dapat digunakan untuk memaksimalkan keuntungan agen.
2. Adverse selection yaitu saat di mana pihak agen tidak mampu mengolah informasi yang
dimilikinya menjadi suatu kebijakan (Rahman, 2011).
Dua bentuk asymmetric information ini dapat mengakibatkan masalah keagenan.
Masalah keagenan juga potensial terjadi apabila proporsi kepemilikan yang dimiliki oleh
manajemen hanya sebagian. Hal ini cenderung membuat manajer bertindak untuk kepentingan
pribadi dan kelompok manajemen saja bukan untuk memaksimalkan entitas. Konflik antara
prinsipal dan manajemen dapat menyebabkan financial statement fraud yang dilakukan oleh
pihak manajemen untuk mengelabui prinsipalnya. Oleh karena itu, konflik kepentingan dalam
suatu entitas ini harus segera diminimalkan agar tidak terjadi financial statement fraud
(Rahman, 2011).
Fraud Triangle
Cressey (1950) dalam Elder et al. (2011, p. 375) mengemukakan tiga kategori yang
dapat menyebabkan kecurangan, yang dikenal dengan fraud triangle. Fraud triangle
menjelaskan tiga faktor yang menyebabkan fraud dalam hal ini terutama mengenai financial
statement fraud. Fraud triangle digambarkan sebagai berikut:

Pressure

Opportunity Rationalization
FRAUD

Gambar 1
The Fraud Triangle

Sumber: (Elder et al., 2011, p. 375)

PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengaruh Financial Stability terhadap Financial Statement Fraud
Financial stability adalah gambaran mengenai stabilnya kondisi keuangan entitas
(Anshori, 2015). SAS No. 99 menyatakan saat financial stability atau profitabilitas terancam
oleh keadaan ekonomi, industri, dan kondisi entitas yang beroperasi, maka financial stability
bisa menjadi faktor yang mengakibatkan terjadinya fraud pada suatu entitas (Skousen, Smith,
& Wright, 2008). Ketika financial stability entitas berada pada posisi yang sulit dan terancam
misalkan karena pertumbuhan entitas yang berada di bawah rata-rata industri, manajemen
dapat melakukan berbagai cara untuk mengubah outlock entitas menjadi stabil, misalkan
melakukan manipulasi terhadap aset (Molida, 2011).
Financial stability diukur dengan menggunakan proksi persentase perubahan aset
(ACHANGE) (Tiffani & Marfuah, 2015). Penelitian Tiffani dan Marfuah (2015), Widarti
(2015), Kusumawardhnani (2012), Molida (2011) serta Skousen, Smith, dan Wright (2008)
menunjukkan financial stability berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement
fraud. Penelitian Anshori (2015) dan Norbarani (2012) menyatakan financial stability tidak
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud. Review uraian ini
maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Financial stability berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
Pengaruh External Pressure terhadap Financial Statement Fraud
External pressure menurut SAS No. 99 adalah tekanan yang berlebihan bagi
manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga (Widarti, 2015)..
Manajemen entitas kemungkinan akan melakukan financial statement fraud untuk membuat
kondisi keuangan tetap stabil saat kondisi keuangan terpengaruh oleh kondisi ekonomi dan
ketika entitas mengalami tekanan eksternal (external pressure) (Lou & Wang, 2009). External
pressure yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya financial statement fraud (Widarti,
2015).
External pressure diukur menggunakan LEV (debt to assets ratio). External pressure
menurut penelitian Tiffani dan Marfuah (2015), Widarti (2015), serta Skousen, Smith, dan
Wright (2008) berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud. Penelitian
lain yaitu Sukirman dan Sari (2013) menyatakan external pressure tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Review penjelasan ini maka diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H2: External pressure berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
Pengaruh Personal Financial Need terhadap Financial Statement Fraud
Personal financial need yaitu kebutuhan keuangan untuk memenuhi kepentingan
pribadi yang menjadi tekanan bagi para eksekutif/manajemen entitas untuk melakukan fraud
(Widarti, 2015). Harapan keuangan para eksekutif untuk memenuhi kepentingan pribadi
mereka dapat menjadi tekanan bagi para eksekutif/manajemen sendiri dalam melakukan fraud
agar harapan keuangan dari para eksekutif tersebut dapat tercapai. Manajemen yang memiliki
saham di entitas berpotensi melakukan financial statement fraud di saat mereka merasa kondisi
entitas di saat tertentu dapat memberikan dampak buruk terhadap kondisi keuangan yang
mereka miliki di entitas (Norbarani, 2012).
Personal financial need diukur dengan menggunakan proksi kepemilikan saham oleh
orang dalam entitas (OSHIP) (Norbarani, 2012, p. 38). Penelitian Norbarani (2012), Molida
(2011), Skousen, Smith, dan Wright (2008) membuktikan bahwa personal financial need
berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud. Penelitian Tiffani dan
Marfuah (2015) serta Widarti (2015) membuktikan personal financial need tidak berpengaruh
positif signifikan terhadap financial statement fraud. Review hal ini, maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3: Personal financial need berpengaruh positif terhadap finanacial statement fraud
Pengaruh Financial Targets Terhadap Financial Statement Fraud
Financial targets dalam suatu entitas adalah tekanan berlebihan dari prinsipal untuk
mencapai target keuangan sesuai harapan dan keinginan prinsipal (Widarti, 2015). Manipulasi
laba mungkin akan dilakukan untuk memenuhi tolak ukur para analis atas laba entitas (Widarti,
2015). Financial targets entitas yang terlalu tinggi membuat manipulasi laba juga semakin
rentan untuk dilakukan. Financial targets entitas dapat diukur dengan menggunakan
perbandingan laba terhadap aset (Norbarani, 2012).
Widarti (2015) serta Skousen, Smith, dan Wright (2008) membuktikan bahwa financial
targets berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud. Penelitian Tiffani
dan Marfuah (2015) menyatakan financial targets tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
financial statement fraud. Maka berdasarkan uraian ini dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H4: Financial targets berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
Pengaruh Nature of Industry Terhadap Financial Statement Fraud
Nature of industry berkaitan dengan munculnya risiko bagi entitas yang berada dalam
industri yang melibatkan estimasi dan pertimbangan yang signifikan jauh lebih besar (Skousen,
Smith, & Wright, 2008). Summers dan Sweeney (1998) menyatakan saat manajer berniat untuk
melakukan financial statement fraud, manajer akan berfokus pada akun piutang tak tertagih
dan akun persediaan usang untuk dimanipulasi (Tiffani & Marfuah, 2015). Persediaan
mengandung risiko salah saji yang lebih besar bagi entitas manufaktur karena persediaannya
terdiri atas bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Salah saji persediaan akan
berisiko semakin meningkat jika persediaan usang (Kusumawardhani, 2012). Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan proksi perubahan persediaan (INVENTORY) untuk mengukur
nature of industry. Perubahan persediaan (INVENTORY) yang tinggi diduga mempengaruhi
terjadinya financial statements fraud.
Hasil penelitian Summers dan Sweeney (1998) nature of industry berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Hasil penelitian Widarti (2015) serta Sukirman
dan Sari (2013) nature of industry tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial
statement fraud. Berdasarkan uraian ini maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H5: Nature of industry berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
Pengaruh Ineffective Monitoring Terhadap Financial Statement Fraud
Ineffective monitoring adalah ketidakefektifan suatu entitas dalam mengawasi kinerja
entitasnya karena tidak terdapat unit pengawas efektif untuk melakukan pemantauan.
Pengawasan yang tidak efektif akan memicu timbulnya masalah fraud dalam entitas (Widarti,
2015). Ineffective monitoring diukur dengan menggunakan proksi efektivitas Komite Audit
(AUDCOM). Entitas yang memiliki skor efektivitas Komite Audit yang tinggi, diduga
terhindar dari financial statement fraud. Sebaliknya entitas yang memiliki skor efektivitas
Komite Audit yang rendah, diduga rentan terhadap financial statement fraud, karena Komite
Audit dianggap belum melakukan pengawasan secara maksimal (Maharani, 2012).
Penelitian Norbarani (2012), Kusumawardhani (2012), serta Skousen, Smith, dan
Wright (2008) ineffective monitoring berpengaruh negatif signifikan terhadap financial
statement fraud. Review penelitian Widarti (2015) dan Molida (2011) ineffective monitoring
tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap financial statement fraud. Review hal ini, maka
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H6: Ineffective monitoring berpengaruh negatif terhadap financial statement fraud
Pengaruh Rationalization Terhadap Financial Statement Fraud
Rationalization menurut Sukirman dan Sari (2013) merupakan jenis risiko fraud
triangle yang pengukurannya paling sulit untuk dilakukan. Rationalization menyebabkan
pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya. Rationalization dijadikan alasan,
motivasi, dan justifikasi seseorang dalam melakukan suatu tindakan (Tjakrawala & Saputra,
2011). Rationalization dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan hasil/opini audit
(AUDREPORT). AUDREPORT diduga menyebabkan rationalization terhadap financial
statement fraud. Opini audit wajar tanpa pengencualian diindikasikan diperoleh dengan
melakukan tindakan fraud, sehingga opini wajar tanpa pengencualian diduga juga dapat
meningkatkan terjadinya financial statement fraud.
Rationalization berdasarkan penelitian Sukirman dan Sari (2013) berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Widarti (2015) yang menyatakan bahwa rationalization tidak berpengaruh positif signifikan
terhadap financial statement fraud. Uraian ini digunakan untuk mengajukan hipotesis berikut
ini:
H7: Rationalization berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
Berdasarkan kajian teoritis dan hipotesis yang telah disusun sebelumnya, maka dapat
dibuat model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2
Model Penelitian

Financial Stability (X1) H1

External Pressure (X2) H2


H3
Personal Financial Need (X3)
H4
Financial Targets (X4) Financial Statement Fraud (Y)
H5
Nature of Industry (X5)
H6
Ineffective Monitoring (X6)
H7
Rationalization (X7)
Sumber: Diolah Peneliti, 2016

METODE PENELITIAN
Pemilihan dan Pengumpula Data
Populasi yang akan diteliti di sini adalah entitas manufaktur pada periode 2013 sampai
dengan 2015 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada situs resmi www.idx.co.id sebanyak
147 entitas dengan metode purposive sampling. Sampel yang dipilih adalah sampel yang
memenuhi kriteria antara lain:
1. Entitas manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2015.
2. Entitas manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan dan/atau annual report
pada periode 2013-2015 secara lengkap dan berturut-turut.
3. Entitas manufaktur yang pada periode penelitian menyajikan laporan keuangannya
dengan mata uang rupiah.
4. Entitas manufaktur yang terindikasi melakukan fraud menurut perhitungan Beneish M-
Score minimal 1 kali dalam 3 tahun pengamatan.
Tabel 1 menunjukkan proses pemilihan sampel. Hasil pemilihan sampel mendapatka
jumlah entitas manufaktur yang terindikasi melakukan fraud minimal 1 kali dalam 3 tahun
penelitian adalah sebanyak 65 entitas, sehingga sampel keseluruhan selama 3 tahun adalah 195
sampel. Sampel sebanyak 195 entitas terpilih kemudian diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
sampel berdasarkan perhitungan rasio Beneish M-Score, yaitu kelompok entitas yang
terindikasi melakukan fraud sebanyak 92 entitas dan yang tidak melakukan fraud sebanyak
103 entitas.
Tabel 1
Proses Pemilihan Sampel

No. Keterangan Total


1. Entitas manufaktur yang terdaftar secara berturut-turut di Bursa Efek Indonesia 147
pada periode 2013-2015
2. Entitas manufaktur yang tidak mempublikasikan laporan keuangan dan/atau ( 24)
annual report pada periode 2013-2015 secara lengkap dan berturut-turut.
3. Entitas manufaktur yang pada periode penelitian menyajikan laporan (26)
keuangannya selain dengan mata uang rupiah
4. Entitas manufaktur yang tidak terindikasi melakukan fraud menurut (32)
perhitungan Beneish M-Score minimal 1 kali dalam 3 tahun pengamatan
5. Entitas manufaktur yang terindikasi melakukan fraud menurut perhitungan 65
Beneish M-Score minimal 1 kali dalam 3 tahun pengamatan
Entitas manufaktur yang terindikasi melakukan fraud menurut perhitungan 195
Beneish M-Score dari tahun 2013-2015
Sumber: Diolah peneliti, 2016
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
dokumentasi.,yaitu pengambilan data berupa angka dari laporan keuangan entitas manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015. Selain data keuangan, data lain
yang relevan juga berasal dari Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015 yang diperoleh melalui
situs resminya www.idx.co.id.
Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial statement fraud. Financial
statement fraud diukur menggunakan model Beneish M-Score dengan 8 rasio (Tiffani &
Marfuah, 2015). Tabel 2 menyajikan rasio keuangan dalam model Beneish M-Score
(Skousen, Smith, & Wright, 2008).
2. Variabel independen dalam penelitian ini merupakan variabel yang dikembangkan dari
ketiga komponen fraud triangle. Pada penelitian ini pengukuran variabel independen
mengacu pada Skousen, Smith, dan Wright (2008), akan tetapi tidak memasukkan variabel
organizational structure, karena kesulitan memperoleh data. Variabel independen dan
pengukurannya disajikan pada taabel 3.
Tabel 2
Model Beneish M-Score

Rasio Keuangan Rumus


Days Sales in (𝑁𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒𝑠 𝑡/ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡)
Receivable Index DSRI =
(𝑁𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1 / 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1)
(DSRI)
Gross Margin Index [( 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1 − 𝐶𝑜𝐺𝑆 𝑡 − 1)/𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1]
(GMI) GMI =
[(𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 𝐶𝑜𝐺𝑆 𝑡)/𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡]
Assets Quality Index (𝑇𝐴 𝑡 − (𝐶𝐴 𝑡 + 𝑃𝑃𝐸 𝑡)/ 𝑇𝐴 𝑡)
(AQI) AQI =
(𝑇𝐴 𝑡 − 1 − (𝐶𝐴 𝑡 − 1 + 𝑃𝑃𝐸 𝑡 − 1)/ 𝑇𝐴 𝑡 − 1)
Sales Growth Index 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡
(SGI) SGI =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1
Depriciation Index [(𝐷𝑒𝑝𝑟𝑖𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡 − 1/( 𝑃𝑃𝐸 𝑡 − 1 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑖𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡 − 1)]
(DEPI) DEPI =
[(𝐷𝑒𝑝𝑟𝑖𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡/( 𝑃𝑃𝐸 𝑡 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑖𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡)]
Sales, General and (𝑆𝐺&𝐴 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 𝑡/ 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡)
Administrative SGAI =
(𝑆𝐺&𝐴 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 𝑡 − 1 / 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑡 − 1)
Expenses Index
(SGAI)
Leverage Index LEV
(LEV) [(𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡 + 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡)/ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝑡]
=
[(𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡 − 1 + 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡 − 1/ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝑡 − 1]
Total Accruals to TATA
Total Assets (𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑓𝑟𝑜𝑚 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑖𝑛𝑔 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡 − 𝐶𝐹𝑓𝑟𝑜𝑚 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡)
(TATA) =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝑡
Sumber: Skousen, Smith, & Wright (2008, p. 26-28)
Tabel 3
Proksi Pengukuran Variabel Independen

Variabel Fraud Proksi Pengukuran


Triangle
Tekanan Financial Stability (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑡) − (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑡 − 1)
(Pressure) (ACHANGE) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑡
External Pressure 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔
(LEV) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
Personal Financial 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑂𝑟𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚
Need (OSHIP) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
Financial Targets 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑡 − 1
(ROA) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑡
Kesempatan Nature Of Industry 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑡 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑡 − 1
(Opportunity) (INVENTORY) ( − )
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑡 𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛𝑡 𝑡 − 1
Ineffective Skor dari checklistKomite Audit (AUDCOM)
Monitoring
Rationalization AUDREPORT 1 jika opini wajar, 0 jika sebaliknya
Sumber: Skousen, Smith, & Wright (2008, p. 26-28)
Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah dan menarik simpulan dalam
penelitian ini adalah regresi logistik. Model analisis regresi logistik untuk menguji hipotesis
penelitian ini dinyatakan dengan rumus:
FRAUD = α + β1.ACHANGE + β2.LEV + β3.OSHIP + β4.ROA + β5.INVENTORY +
β6.AYDCOM + β7.AUDREPORT + €
Keterangan:.
FRAUD : variabel dummy, kode 1 (satu) untuk perusahaan yang melakukan
kecurangan laporan keuangan, kode 0 (nol) untuk yang tidak
α : konstanta
β : koefisien masing-masing variabel independen
ACHANGE : rasio perubahan aset selama dua tahun
LEV : rasio leverage (debt to assets ratio)
OSHIP : komposisi saham yang dimiliki manajemen
ROA : rasio return on asset
INVENTORY : rasio perubahan persediaan
AUDCOM : efektivitas Komite Audit
AUDREPORT : hasil opini auditor tentang laporan keuangan entitas
€ : error term

HASIL DAN DISKUSI


Tabel 4 menjelaskan deskripsi data variabel penelitian yang meliputi nilai minimum,
maksimun, dan mean.
Tabel 4
Deskriptif Statistik

N Minimum Maximum Mean


Financial Statement Fraud 195 .0000 1.0000 .471795
Financial Stability 195 -16.9135 .9453 .014232
External Pressure 195 .0372 2.6606 .488732
Personal Financial Need 195 .0000 .7391 .040153
Financial Targets 195 -.1799 .5250 .067129
Nature of Industry 195 -.6535 .6677 .004963
Ineffective Monitoring 195 14.0000 28.0000 22.164103
Rationalization 195 .0000 1.0000 .784615
Valid N (listwise) 195
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti, 2016
Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logistic. Langkah
pertama dalam melakukan analisis regresi logistik adalah menilai keseluruhan model regresi
dengan membandingkan nilai -2 Log Likelihood Block Number = 0 dan -2 Log Likelihood
Block Number = 1. Adanya penurunan nilai -2 Log Likelihood Block Number = 0 sebesar
269,707 menjadi 253,927 pada model -2 Log Likelihood Block Number = 1, menunjukkan
bahwa model regresi dengan memasukkan semua variabel independen lebih baik atau dengan
kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Langkah kedua yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi. Berdasarkan
hasil uji Hosmer and Lemeshow diperoleh nilai Chi-square sebesar 7,856 dengan sig 0,448.
Hal ini menunjukkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasi karena cocok dengan
data observasinya.
Langkah selanjutnya adalah mengetahui tingkat variabilitas variabel dependen yang
dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen dengan koefisien determinasi
Nagelkerke R Square. Penelitian ini berdasarkan output SPSS menunjukkan bahwa besarnya
nilai Cox dan Snell’s R adalah 0,078 dan nilai Nagelkerke R Square adalah 0,104. Hal ini
berarti variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen
hanya sebesar 10,4%.
Prediksi ketepatan model juga dapat menggunakan matrik klasifikasi yang
menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya kecurangan. Hasil nilai Uji klasifikasi disajikan pada tabel 5.
Tabel 5
Matriks Klasifikasi

Predicted
Financial Statement Percentage Correct
Fraud
Observed Non Fraud Fraud
Step Financial Statement Non 74 29 71,8
1 Fraud Fraud
Fraud 40 52 56,5
Overall Percentage 64,6
Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti, 2016
Tabel 5 matriks klasifikasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan 64,6% sampel
dapat diprediksikan dengan tepat oleh model regresi logistik pada penelitian ini. Persentase
ketepatan tabel klasifikasi dengan nilai 64,6% mendukung tidak adanya perbedaan yang
signifikan terhadap data hasil prediksi dan data observasinya yang menunjukkan model regresi
logistik baik.
Tabel 6 menunjukkan hasil pengujian hipotesis pengaruh pengaruh financial stability,
external pressure, personal financial need, financial targets, nature of industry, ineffective
monitoring, dan rationalization berpengaruh terhadap financial statement fraud.
Tabel 6
Pengujian Hipotesis

Keterangan B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Hasil


Financial Stability 1.909 .933 4.185 1 .041 6.746 H1 diterima
External Pressure .453 .505 .803 1 .370 1.573 H2 ditolak
Personal Financial Need .016 1.586 .000 1 .992 1.016 H3 ditolak
Financial Targets -1.461 1.780 .673 1 .412 .232 H4 ditolak
Nature of Industry 2.469 1.542 2.562 1 .109 11.805 H5 ditolak
Ineffective Monitoring -.021 .049 .1923 1 .661 .979 H6 ditolak
Rationalization .765 .388 3.875 1 .049 2.148 H7 diterima
Constata -.570 1.230 .215 1 643 .566

Sumber: Output SPSS, Diolah Peneliti, 2016

Pengaruh Financial Stability terhadap Financial Statement Fraud


Hipotesis 1 menyatakan financial stability dengan proksi perubahan total aset
(ACHANGE) berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi dari
pengujian ini adalah sebesar 1,909 dengan signifikansi 0,041. Artinya hipotesis 1 diterima,
financial stability (ACHANGE) berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement
fraud. Ini berarti semakin besar perubahan aset (ACHANGE), maka indikasi manajemen
melakukan financial statement fraud juga meningkat karena perubahan aset yang besar diduga
terjadi dengan melakukan financial statement fraud.
Penelitian ini mendukung sejumlah penelitian terdahulu misalnya penelitian Tiffani
dan Marfuah (2015), Widarti (2015), Kusumawardhani (2012), Molida (2011) serta Skousen,
Smith, dan Wright (2008). Hasil penelitian ini konsisten, searah, dan mendukung teori SAS
No. 99 yang menyatakan bahwa manajer menghadapi tekanan (pressure) terkait financial
statement fraud ketika financial stability dan/atau profitabilitas terancam oleh ekonomi,
industri ataupun kondisi operasi entitas (Tiffani dan Marfuah: 2015). Ketika financial stability
entitas berada pada kondisi yang kurang baik perumbuhan dan performa entitas di mata publik
juga akan menurun sehingga dapat menghambat aliran dana investasi di tahun-tahun
selanjutnya. Agar dapat menampilkan pertumbuhan dan performa yang meningkat, manajemen
dapat melakukan financial statement fraud. Oleh karena itu, tingginya perubahan persentase
total aset mengindikasikan terjadinya financial statement
Pengaruh External Pressure terhadap Financial Statement Fraud
Hipotesis 2 menyatakan bahwa variabel external pressure yang diproksikan dengan
rasio debt to asstes (LEV) berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien
regresi dari pengujian ini adalah sebesar 0,453 dengan signifikansi 0,370. Hal ini berarti
hipotesis 2 ditolak dan external pressure (LEV) tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
financial statement fraud.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Rahmawati
(2014) serta Sukirman dan Sari (2013). Hasil penelitian ini menunjukkan tinggi rendahnya
rasio debt to total assets (LEV) tidak akan memberikan external pressure yang berlebihan pada
manajemen untuk melakukan tindakan financial statement fraud. Hal ini membuktikan ketika
rasio leverage entitas tinggi bukan berarti akan mengurangi tingkat kepercayaan kredtitur atas
laporan keuangan dan kinerja manajemen. Faktor lain yang menyebabkan ditolaknya hipotesis
2 adalah kreditur dalam memberikan pinjaman kepada entitas memiliki pertimbangan-
pertimbangan lain, tidak hanya dari ukuran rasio leverage saja. Tingkat kepercayaan dan
hubungan baik yang terjalin antara kedua belah pihak (kreditur dan manajemen) dapat menjadi
pertimbangan bagi kreditur dalam memberikan pinjaman pendanaan. Hal ini membuat
manajemen tidak akan mendapat tekanan yang berlebihan dari pihak kreditur untuk menyajikan
laporan keuangan yang baik (rasio leverage yang rendah) agar memperoleh pinjaman/dana
(Rachmawati, 2012).
Pengaruh Personal Financial Need terhadap Financial Statement Fraud
Hipotesis 3 menyatakan bahwa variabel personal financial need yang diproksikan
dengan OSHIP berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi dari
pengujian ini adalah sebesar 0,016 dengan signifikansi 0,370. Hal ini berarti hipotesis 3 ditolak
dan personal financial need (OSHIP) tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial
statement fraud.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu dari Tiffani dan Marfuah (2015)
serta Widarti (2015) yang membuktikan personal financial need tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Penelitian ini menunjukkan tinggi rendahnya
persentase kepemilikan saham oleh orang dalam entitas (OSHIP) tidak akan berpengaruh
terhadap financial statement fraud. Hal ini karena manajemen yang memiliki saham di entitas
telah paham mengenai tanggung jawab mereka sebagai pihak yang bertugas untuk mencapai
tujuan yang diharapkan entitas dengan kepentingan mereka sebagai pemegang saham (Tiffani
dan Marfuah: 2015). Alasan lain mengapa H3 ditolak karena kepemilikan sebagian saham oleh
orang dalam dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaporan keuangan. Para eksekutif yang
memilik saham di entitas akan lebih berhati-hati dalam mengoperasikan entitas agar kondisi
keuangan mereka tetap aman. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap berbagai kebijakan
manajerial yang diterapkan dalam entitas (Skousen, Smith, & Wright, 2008). Hal ini membuat
pihak manajemen yang memiliki sebagian saham entitas merasa terikat untuk memenuhi target
keuangan mereka dengan cara-cara yang jujur tanpa melakukan kecurangan (Widarti, 2015).

Pengaruh Financial Targets Terhadap Financial Statement Fraud

Hipotesis 4 menyatakan bahwa variabel financial targets yang diproksikan dengan


ROA berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi dari pengujian
ini adalah sebesar -1,461 dengan signifikansi 0,412. Hal ini berarti hipotesis 4 ditolak dan
financial targets (ROA) tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap financial statement
fraud.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tiffani dan Marfuah (2015) serta
Rachmawati (2014) yang menyatakan financial targets tidak berpengaruh signifikan terhadap
financial statement fraud. Penelitian ini membuktikan besar kecilnya financial targets dengan
proksi return on asset (ROA) yang harus dicapai entitas tidak mempengaruhi manajemen untuk
melakukan financial statement fraud (Tiffani dan Marfuah. 2015). Tidak berpengaruhnya ROA
terhadap financial statement fraud pada penelitian ini diduga karena manajemen menilai
besarnya target ROA entitas masih wajar. Manajemen tidak menganggap target ROA tersebut
sebagai target keuangan yang sulit untuk dicapai sehingga tidak memicu terjadinya financial
statement fraud (Tiffani dan Marfuah, 2015).
Alasan lain yang membuat financial targets dengan proksi Return on Asset (ROA)
tidak berpengaruh terhadap financial statement fraud adalah adanya komitmen yang tinggi dari
manajemen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.. Kesadaran manajemen bahwa
mereka telah berusaha dan melakukan berbagai starategi untuk memenuhi financial targets
entitas, termasuk manajemen pada entitas yang mengalami kerugian membuat tidak adanya
tekanan untuk memenuhi financial targets dengan melakukan financial statement fraud.
Pengaruh Nature of Industry Terhadap Financial Statement Fraud
Hipotesis 5 menyatakan bahwa variabel nature of industry yang diproksikan dengan
INVENTORY berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi dari
pengujian ini adalah sebesar 2,469 dengan signifikansi 0,109. Hal ini berarti hipotesis 5 ditolak
dan nature of industry (INVENTORY) tidak berpengaruh positif signifikan terhadap financial
statement fraud.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Widarti
(2015) serta Sukirman dan Sari (2013) bahwa nature of industry tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Penelitian ini tidak mampu membuktikan
tingginya perubahan persediaan yang dapat membuat persediaan usang yang meningkatkan
risiko salah saji persediaan. Persediaan entitas manufaktur yang beragam membuat penyajian
nilai persediaan dalam laporan keuangan menjadi tinggi, namun tingginya nilai nominal
persediaan dalam laporan keuangan belum tentu didukung dengan fisik persediaan yang besar.
Kontrol yang kuat dari pihak internal maupun eksternal juga dapat membuat rendahnya
kesempatan untuk melakukan financial statement fraud melalui proksi INVENTORY.
Pengaruh Ineffective Monitoring Terhadap Financial Statement Fraud
Hipotesis 6 menyatakan bahwa variabel ineffective monitoring yang diproksikan
dengan AUDCOM berpengaruh negatif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi
dari pengujian ini adalah sebesar -0,021 dengan signifikansi 0,661. Hal ini berarti hipotesis 6
ditolak dan nature of industry (AUDCOM) tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap
financial statement fraud.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Widarti (2015) dan Molida (2011)
ineffective monitoring tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap financial statement fraud.
Ineffective monitoring tidak berpengaruh terhadap financial statement fraud pada penelitian ini
diduga karena manajemen entitas telah memahami mengenai tanggung jawab yang diemban
dengan atau tanpa adanya pengawasan terus menerus yang dilakukan komite audit (Putra,
Puspa, & Herawati, 2014). Perangkat-perangkat manajemen juga memiliki ketaatan yang
tinggi terhadap perundang-undangan dan peraturan yang berlaku mengenai entitas dan
panyajian laporan keuangan sehingga membuat ineffective monitoring tidak berpengaruh
terhadap financial statement fraud.
Pengaruh Rationalization Terhadap Financial Statement Fraud
Hipotesis 7 menyatakan rationalization dengan proksi opini audit (AUDREPORT)
berpengaruh positif terhadap financial statement fraud. Koefisien regresi dari pengujian ini
adalah sebesar 0,765 dengan signifikansi 0,049. Hal ini berarti hipotesis 7 diterima, yaitu
rationalization (AUDREPORT) berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement
fraud.
Hasil Penelitan ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sukirman dan
Sari (2013) di mana rationalization dengan proksi AUDREPORT berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud. Penggunaan basis akuntansi akrual yang dalam
pelaksanaannya diperbolehkan oleh standar akuntansi keuangan, diduga membuat manajemen
dapat lebih leluasa untuk memodifikasi laporan keuangan. Modifikasi laporan keuangan ini
dilakukan untuk menghasilkan jumlah laba yang diinginkan dalam penggunaan dasar akrual
agar memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan (Halim et
al., 2005). Penggunaan basis akrual ini membuat sulit untuk mengetahui apakah manajemen
melakukan manajemen laba atau tidak. Begitu pula dengan opini audit yang diperoleh, opini
audit wajar tanpa pengencualiaan tidak menjamin opini tersebut terbebas dari tindakan
manajemen laba akibat dari digunakannya basis akrual ini (Widarti, 2015). Entitas yang
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualiaan sekalipun tidak selalu dikategorikan sebagai
entitas yang bersih, karena opini tersebut hanya sebatas wajar dalam hal penyajian dan tidak
menjamin kebenaran yang absolut (Norbarani, 2015). Inilah yang kemudian membuat opini
Wajar Tanpa Pengecualiaan sekalipun diduga dapat mempengaruhi financial statement fraud,
karena hasil opini auditnya pun belum tentu diperoleh dari laporan keungan yang benar-benar
rill terhindar dari manajemen laba.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN PENELITIAN


Kesimpulan
Berdasarkan review telaah teoritis dan hasil uji statistik regresi logistik untuk model
penelitian ini, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari tujuh variabel independen yang diteliti
pengaruhnya terhadap financial statement fraud hanya variabel financial stability
(ACHANGE) dan variabel rationalization (AUDREPORT) berpengaruh positif
signifikan terhadap financial statement fraud.
2. Lima variabel dalam penelitian ini yaitu external pressure, personal financial need,
financial targets, nature of industry, dan ineffective monitoring tidak berpengaruh
signifikan terhadap financial statement fraud.
3. Proksi-proksi yang digunakan untuk pengukuran lima variabel yang tidak berpengaruh
pada penelitian ini bukanlah pengukuran yang tepat untuk membuktikan pengaruh
kelima variabel tersebut terhadap financial statement fraud.
Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa financial satbility dan rationalization
terbukti mempengaruhi terjadinya financial satetment fraud. Hal ini menunjukkan bahwa
prinsipal dan auditor eksternal harus mampu untuk melakukan pendeteksian awal terhadap
terjadinya financial statement fraud guna kelangsungan hidup entitas. Selain itu, prinsipal dan
auditor harus memperhatikan financial stability entitas dan rationalization atas semua tindakan
manajemen untuk menghindari terjadinya financial statement fraud.
Keterbatasan dan Saran
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah bukti yang disajikan dalam
penelitian ini menunjukkan hanya variabel financial stability (ACHANGE) dan variabel
rationalization (AUDREPORT) yang secara signifikan berpengaruh terhadap financial
statement fraud dari tujuh variabel yang diteliti. Nilai Nagelkerke R Square pada penelitian ini
masih sangat rendah yaitu 10,4%. Variabel independen terbatas pada variabel yang
dikembangkan dari analisis fraud triangle theory dengan beberapa proksi pengukuran saja.
Pengukuran variabel ineffective monitoring dengan menggunakan proksi efektivitas komite
audit (AUDCOM), penentuan skor untuk masing-masing karakteristiknya bisa saja bias dan
subjektif.
Saran bagi penelitian selanjutnya yaitu peneliti selanjutnya dapat menggunakan FREC,
target penjualan, 5%OWN, RECEIVABLE, dan IND untuk proksi external pressure, personal
financial need, financial targets, nature of industry, dan ineffective monitoring. Menambahkan
proksi lainnya untuk pengukuran variabel-variabel independen agar nilai Nagelkerke R Square
menjadi lebih tinggi dan mampu mencerminkan variabelitas terjadinya financial statement
fraud. Penelitian selanjutnya dapat mengkaji proksi AUDCOM untuk mengurangi unsur
subjektifitas dalam pemberian skornya, dengan cara meminta pihak entitas langsung untuk
memberikan skor mengenai efektivitas Komite Auditnya. Mengembangkan fakto-faktor dari
Diamond Theory dan Pentagonal Theory sebagai variabel independen untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap financial statement fraud. Penelitian-penelitian selanjutnya disarankan
untuk menggunakan kuesioner selain data sekunder untuk melakukan penelitian menggenai
financial statement fraud.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. L., & Loebbecke, J. K. (1997). Auditing Pendekatan Terpadu (Indonesia
ed.). (A. A. Jusuf, Penyunt.) Jakarta: Salemba Empat.
Association of Fraud Examiners (ACFE). (2014). Report to the Nations On Occupational
Fraud and Abuse -2014 Global Fraud Study-. Austin, USA: The Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE).
Elder, R. J., Beasley, M. S., Arens, A. A., & Jusuf, A. A. (2011). Jasa Audit dan Assurance.
Jakarta: Salemba Empat.
Ernst, & Young. (2009). Detecting Financial Statement Fraud What Every Manager Needs to
Know. ACFE Article.
Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete (8 ed.). Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Halim, et al. (2005). Pengaruh Manajemen Laba Pada Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Termasuk Dalam Indeks LQ-45.
Simposium Nasional Akuntansi VIII (Solo), 117-135.
Harahap, S. S. (2011). Teori Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2011). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Institut Akuntan Publik Indonesia.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics , V. 3, No. 4, 305-360.
Lou, Y.-I., & Wang, M.-L. (2009). Fraud Risk Factor of the Fraud Triangle Assessing the
Likelihood of Fraudulent Financial Reporting. Journal of Business Research , 7, No. 2,
62-66.
Maharani, D. (2012). Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Perusahaan
Terhadap Pemilihan Auditor Eksternal. Skripsi Programs Studi Akuntansi Fakultas
Molida, R. (2011). Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need dan Ineffective
Monitoring Pada Financial Statement Fraud dalam Perspektif Fraud Triangle. Skripsi
Programs Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 1-43.
Norbarani, L. (2012). Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan dengan Analisis Fraud
Triangle yang Diadopsi dalam SAS No. 99. Skripsi Programs Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, 1-60.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2014). Konferensi Pers Akhir Tahun 2014 Pasar Modal
Indonesia. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rachmawati, K.K. (2014). Pengaruh Faktor-faktor dalam Perspektif Fraud Triangle Terhadap
Fraudulent Financial Reporting. Skripsi Programs Sarjana Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, 1-56.
Rahman, F. (2011). Peran Manajemen dan Tanggaung Jawab Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Eksis/Eksis Riset, Vol. 7 No. 2, 1816-2000.
Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2008, October). Detecting and Predecting
Financial Statement Fraud the Effectiveness of the Fraud Triangle and SAS No. 99.
Corporate and Firm Performance Advances in Financial Economics, Vol. 13, 53-81.
Sukirman, & Sari, M. P. (2013). Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud Triangle (Studi
Kasus Pada Perusahaan Publik Di Indonesia). Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 9,
No. 2, 199-225.
Sulistiawan, D., Januarsi, Y., & Alvia, L. (2011). Creative Accounting Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Tiffani, L., & Marfuah. (2015). Deteksi Financial Statement Fraud dengan Analisis Fraud
Triangle pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftardi Bursa Efek Indonesia. Jurna
SNA ke-18 .
Tjakrawala, F. K., & Saputra, A. D. (2011). Model Kausalitas dari Faktor-Faktor yang
Berkontribusi Terhadap Fraud: Studi Statistikal Sebagai Suatu Alternatif Guna
Mengekstensi Elemen Fraud-Triangle. Jurnal Akuntansi , XV, No. 03, 276-290.
Tuanakotta, T. M. (2015). Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
Widarti. (2015). Pengaruh Fraud Triangle terhadap Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan
Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal
Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol. 13 No. 2, 229-244.

Anda mungkin juga menyukai