Laporan Praktikum Peledakan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Latar belakang penyusunan laporan praktikum Teknik Peledakan adalah
sebagai sarana untuk mengaplikasikan atau mempraktekan dilapangan semua cara
kerja yang telah diberi dalam perkuliahan, dan untuk bekal suatu hari kelak, maka
dari itu bagi setiap praktikan diharuskan menguasai dan memahami semua teknik
kerja dari peledakan (Blasting).
Latar belakang penyusunan laporan ini ialah sebagai bentuk pertanggung
jawaban kepada pihak pengajar khususnya pada asisten dosen yang selama ini
membimbing kegiatan praktikum Teknik Peledakan yang kami laksanakan
dilaboratorium Teknik Peledakan. Agar pihak pengajar dapat mengevaluasi
kegiatan yang telah para mahasiswa laksanakan dan sejauh mana kemampuan para
mahasiswa.
Juga sebagai syarat keluklusan matam kuliah Teknik Peledakan, juga
sebagai bahan pelajaran, bacaan dan reperensi untu mata kuliah Berikutnya.

1.2.Maksud dan Tujuan


Maksud dilaksanakannya praktikum Teknik Peledakan untuk menambah
pengetahuan dan ketrampilan para mahasiswa agar dapat mengimplementasikan
teori yang telah dipelajari dengan kodisi sebenarnya dilapangan.
Adapun tujuan pelaksanaan praktikum ini ialah untuk dapat menghasilkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, unggul dan mampu bersaing
dalam dunia kerja.

1
1.3.Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian
Daerah telitian berada pada areal PIT PT. Alamjaya Bara Pratama, di Desa
Jembayan Kecamatn Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur. Perjalanan yang di tempuh dari fakultas teknik universitas kutai
kartanegara + 34 menit, dan untuk menuju lokasi peledakan, jarak yang harus di
tempuh sekitar 1 jam dari kantor PT. Alamjaya Bara Pratama.

1.4.Waktu dan Tempat pelaksanaan


Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan praktikum Teknik Peledakan adalah pada semester V tepatnya
setiap hari sabtu, dimulai pukul 02.00 sampai pukul 03.00 WITA.
Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan praktikum Teknik Peledakan adalah laboratorium
Teknik Peledakan Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara dan Areal PIT
PT. ALAMJAYA BARA PRATAMA
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Pengetahuan Umum Peledakan


Tujuan pekerjaan peledakan dalam dunia pertambangan itu sendiri yaitu
memecah atau membongkar batuan padat atau material berharga atau endapan
bijih yang bersifat kompak atau masive dari batuan induknya menjadi material
yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi berikutnya dalam suatu
operasi peledakan pada pertambangan didahului oleh pemboran yang bertujuan
untuk membuat lubang tembak.
Lubang tembak sendiri akan diisi oleh bahan peledak yang terlebih dahulu
di isi oleh material atau pasir yang disebut Sub-drilling bertujuan agar hasil
peledakan tidak terjadi toes atau tonjolan-tonojolan pada lantai tambang yang
mengakibatkan alat berat sulit bergerak saat pemuatan dan pengangkutan hasil
peledakan. setelah disi oleh rangkaian bahan peledak seperti TNT atau ANFO
yang dilengkapi dengan nonel, maka selanjutnya diisi material penutup
yangdisebut stemming berfungsi menahan tekanan keatas agar energi yang
dihasilkan oleh bahan peledak tersebar kesegala arah dan menghancurkan batuan
disampingnya.
Tujuan perencanaan pemboran dan peledakan pada batuan: menghasilkan
batuan lepas, yang dinyatakan dalam derajat fragmentasi sesuai dengan tujuan
yang akan capai. Hasil peledakan ini sangat mempengaruhi produktivitas dan
biaya operasi berikutnya. Fragmentasi batuan dapat dikontrol dengan merubah
pola pemboran atau mengatur powder faktor atau menggunakan kombinasi kedua
faktor tersebut. Hal yg perlu diperhatikan dalam peledakan yaitu Sifat-sifat batuan
yang penting:
 Kekerasan: Tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap abrasi.
 Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan.
 Abrasiveness: Parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata bor.
Abrasiveness tergantung pada komposisi batuan. Keausan mata bor
sebanding dengan komposisi batuan tersebut. Kandungan kuarsa dalam
batuan biasanya dianggap sebagai petunjuk yang dapat dipercaya untuk
mengukur keausan mata bor (drill bit).
 Tekstur: Struktur butiran dari batuan dan dapat diklasifikasikan
berdasarkan sifat-sifat porositas, looseness density dan ukuran butir.
Tekstur juga mempengaruhi kecepatan pemboran.
 Struktur: Rekahan, patahan, bidang perlapisan schistosity dan jenis batuan,
dip, strike.
 Breaking characteristic: menggambarkan sifat batuan apabila dipukul
dengan palu. Setiap jenis batuan mempunyai sifat khusus dan derajat
kerusakan yang berhubungan dengan dengan tekstur, komposisi mineral
dan strukturnya dalam kegiatan pemboran dan peledakan terdapat 2
ketahanan batuan :

1. Rock Drillability yaitu Kecepatan penetrasi dari mata bor ke dalam batuan.
Rock drillability adalah fungsi dari beberapa sifat batuan, seperti: komposisi
mineral, tekstur, ukuran butiran, derajat pelapukan dan lain sebagainya.
2. Rock Blastability yaitu Tahanan batuan terhadap peledakan dan ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan batuan. Dalam batuan yang keras dan padat
peledakan dapat dikontrol dengan baik. Sedangkan dalam batuan yang banyak
celahnya sebagian energi dari bahan peledak hilang ke dalam rekahan dan
peledakan susah untuk dikontrol. Sebelum sampai pada rancang bangun
peledakan, banyak hal yang harus diketahui terlebih dahulu, yaitu yang
berkaitan dengan :
a. Parameter batuan.
b. Parameter bahan peledak.
c. Parameter pengisian.
d. Sasaran produksi.
e. Fragmentasi yang dikehendaki.
f. Kondisi lapangan (curah hujan, bangunan sekitar, kebisingan, dll).
Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai hasil optimal apabila perlengkapan
dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode peledakan yang diterapkan.
2.1.1. Metode Peledakan
 Metode sumbu api (cap dan fuse method)
 Metode sumbu ledak
 Metode listrik
 Metode non listrik

2.1.2. Energi hasil Peledakan


Bahan peledak kimia adalah senyawa kimia atau campuran senyawa kimia
yang apabila dikenakan panas, benturan, gesekan, atau kejutan (shock) secara
cepat dengan sendirinya akan bereaksi dan terurai (exothermic decomposition).
Penguraian ini menghasilkan produk yang lebih stabil, umumnya berupa gas-
gas bertekanan tinggi yang mengembang pada suhu tinggi akibat panas yang
dihasilkan dari reaksi exothermic. Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan
peledak terutama tergantung pada jumlah panas yang dihasilkan selama
peledakan.
Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis pada
saat terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak menjadi
gas-gas dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh suatu inisiator
(primer). Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi
sepenuhnya untuk menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi),
tetapi terbagi dalam beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian
besar, yaitu energi terpakai (work energy) dan energi tak terpakai (waste
energy). Energi terpakai maksudnya adalah energi yang menimbulkan tenaga
untuk menghancurkan batuan pada proses peledakan, sedangkan energi tak
terpakai adalah energi yang tidak berperan secara langsung dalam proses
penghancuran batuan, bahkan dalam kondisi tertentu terkonversi menjadi energi
yang merugikan operasional peledakan serta lingkungan di sekitar peledakan.

1. Work Energy
Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan energi
gas. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang memiliki energi
kejut yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan bongkah batu
(boulder) dengan metode mud capping boulders yang disebut juga plaster
shooting atau untuk proses peruntuhan bangunan (demolition). Dengan demikian
energi kejut secara efektif akan terlihat pada peledakan dengan menggunakan
metode external charge atau muatan di luar lubang tembak. Sedangkan pada
kolom lubang ledak dengan bahan peledak di dalamnya disumbat atau dikurung
rapat oleh material penyumbat (stemming), maka digunakan bahan peledak yang
memiliki energi gas yang tinggi.

Ditinjau dari aspek reaksinya, dapat dilihati dari sifat reaksi bahan peledak
lemah (low explosives) dan bahan peledak kuat (high explosives). Reaksi bahan
peledak lemah adalah deflagrasi atau rambatan pembakaran secara cepat dengan
kecepatan rambat antara 600 - 1200 m/s (2000 - 4000 f/s). Bahan peledak ini tidak
menghasilkan energi kejut, tetapi hanya menghasilkan tenaga dari rambatan
ekspansi gas, contohnya adalah black powder yang merupakan campuran antara
potasium nitrat atau sodium bitrat, sulfur, dan charcoal. Sementara reaksi bahan
peledak kuat adalah detonasi atau meledak dan menghasilkan tenaga dalam bentuk
tekanan kejut maupun tekanan dari ekspansi gas.

a. Energi Kejut (Shock Energy)

Energi kejut adalah energi yang ditransmisikan terhadap batuan sebagai


akibat dari tekanan detonasi bahan peledak. Tekanan detonasi adalah fungsi dari
densitas bahan peledak kali kuadrat kecepatan reaksi bahan peledak yang hasilnya
merupakan energi kinetik. Tekanan detonasi atau tekanan ledak dibentuk oleh
rambatan atau propagasi gelombang detonasi sepanjang kolom bahan peledak.
Tekanan detonasi maksimum terjadi pada arah aliran gelombang kejut dan pada
bahan peledak cartridge dimana posisi tekanannya berlawan arah dengan arah
inisiasi peledakan. Pada bagian sisi cartridge, tekanan detonasi mendekati nol
sepanjang gelombang detonasi tidak melebihi baguan ujung cartridge. Untuk
mendapatkan efek tekanan detonasi maksimum dari bahan peledak (cartridge),
maka inisiasi bahan peledak sebaiknya dilakukan pada salah satu ujung yang
berlawanan arah terhadap bagian ujung lain yang kontak dengan material atau
batuan. Permukaan material yang sejajar dengan bagian sisi cartridge akan
menerima efek tekanan detonasi kecil, namun demikian, material akan hancur
karena dampak yang disebabkan oleh ekspansi gas secara radial setelah
gelombang detonasi berlangsung.

Energi Kejut

b. Energi Gas (Gas Energy)


Energi gas hasil proses peledakan adalah tekanan dari ekspansi gas yang
menerobos dinding lubang ledak setelah reaksi kimia peledakan selesai. Energi
gas yang dilepaskan selama proses detonasi tersebut merupakan penyebab utama
pecahnya batuan. Tekanan gas, disebut juga dengan tekanan ledak, dipengaruhi
oleh temperatur reaksi dan volume gas yang dibebaskan pada saat terjadinya
reaksi yang besarnya diperkirakan satu setengah kali tekanan detonasi. Besarnya
tekanan ledakan berhubungan langsung dengan volume gas per unit berat bahan
peledak dan besarnya jumlah panas yang dikeluarkan selama proses reaksi kimia
berlangsung. Semakin tinggi temperatur reaksinya pada keadaan volume gas yang
konstan, maka akan semakin tinggi tekanan gasnya. Semakin banyak volume gas
yang dikeluarkan pada temperatur yang sama, maka tekanannya akan semakin
meningkat. Tekanan ledak dapat diukur melalui uji ledakan bawah air atau
underwater test.

3. Energi Tak Terpakai (Waste Energy)


Reaksi peledakan disamping menghasilkan energi yang mampu
menghancurkan batuan, juga akan selalu menghasilkan energi yang tidak berkaian
langsung dengan tujuan penghancuran batuan, bahkan akan memberi dampak
negatif terhadap lingkungan. Energi yang tidak berkaitan langsung dengan proses
penghancuran batuan dikelompokkan ke dalam "energi tak terpakai" atau waste
energy. Jenis energi tak terpakai adalah energi panas, energi suara, energi
sinar/cahaya, dan energi seismik.

Kelompok energi tidak terpakai terbentuk oleh adanya deformasi elastis dan
plastis batuan dari energi peledakan. Energi peledakan yang mengakibatkan
terjadinya deformasi elastis akan menghasilkan gelombang regangan, disebut juga
stress waves atau body waves, yang bergerak melalui massa batuan dan dapat
menyebabkan retakan lanjutan akibat pantulan energi dari bidang diskontinuitas.
Deformasi elastis juga menyebabkan gelombang seismik yang cukup
mengganggu, karena gelombang seismik ini pada tingkatan tertentu akan dapat
merusak bangunan dan mengganggu manusia.

a. Energi Panas (Heat Energy)


Reaksi kimia yang terjadi pada bahan peledak bersifat eksotermis, yaitu
suatu reaksi yang menghasilkan panas. Pada peledakan dengan reaksi kimia yang
menghasilkan zero oxygen balance akan diperoleh temperatur panas sebesar 298o
K pada tekanan 760 mmHg.

b. Energi Sinar (Light Energy)


Energi sinar merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari reaksi
kimia bahan peledak pada saat inisiasi atau penyalaan (diledakkan). Kontribusi
energi untuk menimbulkan kilatan sinar ini relatif kecil dan cahaya yang
dihasilkan tidak membahayakan.

c. Energi Suara (Sound Energy)


Hampir semua peristiwa peledakan menghasilkan suara, kontribusi energi
peledakan untuk menimbulkan suara jumlahnya cukup besar. Pada keadaan
normal, suara peledakan dapat mencapai 140 dB yang merupakan batas ambang
peledakan yang tidak menimbulkan kerusakan material atau aman bagi
infrastruktur, peralatan, dan lain-lain.

Peldakan menghasilkan gelombang suara yang terdengar sebagai ledakan.


Peledakan juga menghasilkan suara bias yang tidak terdenar. Suara merupakan
energi transmisi yang merambat melalui atmosfer, bila tidak ada atmosfer maka
tidak akan ada suara. Suara tidak akan ditransmsikan pada ruang hampa udara
karena suara memerlukan media transmisi untuk menghantarkan gelombangnya.

Suara peledakan mewakili energi tak terpakai yang mirip dengan energi seismik
karena energi ini tidak dapat memecah batuan. Dari bentuk fisiknya, atmosfer
merupakan fluida yang tetap bertahan pada perubahan volume, namun tidak tahan
pada perubahan bentuk. Gelombang suara mempunyai elastisitas volume tetapi
tidak mempunyai elastisitas memotong. Karena itu semua jenis fluida, termasuk
udara, merupakan media transmisi untuk gelombang datar atau tekan
(compressional waves) dan tidak untuk gelombang tegak (shear waves) yang
bersifat naik turun.

Kecepatan suara merupakan fungsi temperatur, jika temperatur udara berkurang


maka kecepatan suara akan berkurang pula. Hal ini menjadikan beban yang
signifikan terhadap suara akan berkurang pula. Hal ini menjadikan beban yang
signifikan terhadap suara yang merambat melalui atmosfer dan terkadang
menyebabkan arah suara akan berubah serta terjadinya konsentrasi energi. Pada
kondisi normal, kecepatan suara sebesar ± 330 m/det (1.000 ft/sec). Energi suara
ini terjadi pada saat :
1. Batuan terpecah dan tekanan gas dalam lubang ledak terlepas ke udara
bebas / atmosfer.
2. Penyumbat bahan peledak terlepas.
3. Permukaan batuan bergeser.
4. Pada saat terjadi pergeseran di sekitar lubang ledak.

d. Energi Seismik (Seismic Energy)


Energi seismik menghasilkan gelombang yang merupakan transmisi energi
melalui massa batuan yang solid. Gelombang inilah yang menyebabkan getaran
peledakan yang dapat dirasakan manusia dan dapat merusak bangunan. Peledakan
yang diatur dan diperhitungkan dengan seksama dapat mengurangi efek
gelombang seismik. Oleh sebab itu sasaran peledakan tidak saja terkonsentrasi
pada fragmentasi batuan, tetapi juga perlu diasosiasikan untuk meminimalkan
energi tak terpakai, diantaranya energi seismik.
Terdapat dua jenis gelombang seismik, yaitu gelombang badan (body waves) dan
gelombang permukaan (surface waves). Disebut gelombang badan karena
gelombang ini merambat ke sepanjang batuan serta menembus massa batuan.
Gelombang badan ada dua jenis, yaitu gelombang tekan (compressional waves)
dan gelombang geser (shear waves).

1) Gelombang tekan disebut juga gelombang primer (P-waves) menghasilkan


gerakan partikel tekan-tarik secara bergantian yang akan menghasilkan kompresi,
dilatasi, dan merambat serta bergetar searah dengan perambatan gelombang.

2) Gelombang geser disebut juga gelombang sekunder (S-waves) adalah


gelombang tegak (transversal) yang menghasilkan getarak partikel naik-turun
dengan arah tegak lurus perambatan gelombang.

Gelombang permukaan merambat di luar lapisan atau dipermukaan batuan dan


tidak menembus lapisan massa batuan. Gelombang ini akan terbentuk apabila
gelombang badan menemukan permukaan bebas dan mengalami refleksi. Terdapat
dua jenis gelombang permukaan, yaitu :

1) Gelombang Reyleigh (R-waves), yaitu gerakan partikel berputar mundur


(retograde circular motion) membuat lapisan eliptis pada bidang vertikal sejajar
arah perambatan gelombang.

2) Gelombang Love (Q-waves), yaitu gerakan partikel tegak lurus dengan arah
perambatan gelombang

2.1.4 Proses pecahnya batuan pada peledakan


Dari titik pembakaran/initiation point, bahan peledak memecah dinding
lubang tembak, ini terjadi karena adanya tekanan yang sangat besar disekitar
ledakan.
Gambar 4.1. : Pemecahan Batuan 1

Tegangan (gaya) tekan (compressive stress) mengalir kesegala arah lubang


tembak dengan kecepatan sama dengan kecepatan gelombang sonic, ketika
tegangan tekan ini melewati bidang bebas (free face) memantul kembali,sehingga
timbul gaya tarik apabila kekuatan tarik batuan terlewati batuan akan pecah atau
retak

Gambar 4.2. : Pemecahan Batuan 2

Ketika timbul rekahan akibat pecahnya batuan, aliran/ ekspansi gas dari
bahan peledak mendorong batuan ke segala arah sehingga batuan terlempar

Gambar 4.3. : Pemecahan Batuan 3


Reaksi peledakan dalam lubang tembak sangat cepat, dan proses daya guna
bahan peledak diperkirakan selesai ketika ekspansi volumenya sudah lebih besar
10 kalinya dengan memakan waktu sekitar 5ms.

2.2 BAHAN PELEDAK


BAHAN PELEDAK

MEKANIS KIMIA NUKLIR

High Explosives low explosives

Primary Secondary Permissible Non Permissible


Expl. Expl. Expl. Expl.

KLASIFIKASI BAHAN PELEDAK (Mannon, 1976)

2.2.1. Bahan peledak mekanis


Senyawa dalam bahan peledak mekanis akan segera bereaksi dan berubah
menjadi gas akibat suatu elemen panas yang dimasukan dalam bahan peledak
tersebut. Sebagai contoh adalah Cardox, yaitu bahan peledak yang terdiri dari
suatu tabung atau kelongsong dengan suatu penutup yang mudah retak (repture
disk) yang berisi CO2 cair. Jika elemen pemanas yang ada didalam kelongsong
dinyalakan, maka tekanan CO2 mengembang, sehingga penutup akan pecah dan
gas yang terbentuk akan memenuhi lubang tembak kemudian terjadi ledakan.

2.2.2. Bahan peledak kimia


Berdasarkan kecepatan reaksinya dibedakan menjadi dua jenis
 Bahan peledak kuat
Bahan peledak jenis ini mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi, yaitu
5.000 – 24.000 fps ( 1 – 6 mil / detik). Tekanan yang dihasilkan juga
sangat tinggi. Yaitu 50.000 – 4.000.000 psi.
Sifat reaksinya ialah detonasi, yaitu penyebaran gelombang kejut (shock
wave).
 Bahan peledak lemah
Bahan peledak lemah (low explosives/deflagrating explosives)
kecepatanreaksinya rendah, yaitu kurang dari 5.000 fps (dari
beberapa inch sampai beberapa feet/detik). Tekanan yang dihasilkan
kurang dari kurang dari 50.000 psi. Untuk digunakan ditampat-
tempat yang mengandung gas atau berdebu, bahan peledak jenis ini harus
lulus uji sebagai “permissible explosives” (permited explosives). Bahan
peledak jenis khusus ini misalnya yang lazim dipakai ditambang-
tambang batu bara.
Bahan peledak yang tidak perlu lulus uji disebut “non permissible
explosives”.
Contoh bahan peledak lemah : black powder, propellant.

2.2.3.
Bahan peledak nuklir
Bahan peledak nuklir umumnya terbuat dari plutonium, uranium- 235,
atau bahan-bahan sejenis yang mempunyai sifat atom - aktif.
Reaksi atom dapat dikontrol sampai pada tingkat kritis tertentu. Jika
titik kritis ini terlampaui maka dekomposisi atom akan menjadi sedemikian cepat
sehingga terjadi ledakan yang sangat dasyat.

2.2.4 Karakteristik bahan peledak


 Merupakan substansi atau cairan substansi yang tidak terlalu peka agar
aman dalam penanganan dan penyimpanan, tetapi cukup peka untuk
dinyalakan apabila diperlukan.
 Setelah dinyalakan, dekomposisi kimianya harus berlangsung sangat cepat,
menghasilkan gas yang volumenya pada tekanan normal dan temperature
tinggi yang dihasilkan dari reaksi eksotermis, adalah sangat besar
dibandingkan dengan substansi aslinya.
 Reaksinya harus eksotermis agar dicapai peningkatan tekanan yang sangat
besar.
 Komposisi bahan harus sederhana dan tidak mahal biaya pembuatannya,
serta bahan bakunya mudah diperoleh.

Bahan peledak hendaknya :


 Tenaga atau kekuatanya sesuai dengan keperluannya
 Kecepatan detonasinya tinggi (kecuali tidak dikehendaki efek penghancuran
yang berlebihan)
 Memiliki bobot isi sesuai dengan penggunaannya dilapangan
 Ketahanan terhadap air cukup baik
 Karakteristik gas beracun yang dihasilkan cukup baik
 Pada temperatur kerja, tidak tidak memiliki kecendrungan untuk membeku
atau disosiasi
 Keadaan fisiknya mudah menyesuaikan dengan kemiringan lubang bor
sehingga mudah untuk diisikan
 Tidak mengalami perubahan kualitas selama penyimpanan didalam gudang

Sifat bahan peledak


 kekuatan (weight strength dan volume strength)
 kecepatan detonasi (VOD = Velocity Of Detonation)
 kepekaan (sensitivity)
 bobot isi (density)
 tekanan detonasi (detonation pressure)
 ketahanan terhadap air (water resistance)
 karateristik gas beracun (fume characteristics)

Sifat-sifat tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan apabila akan


menggunakan bahan peledak dilapangan.

2.2.6 ZERO OKSIGEN BALANCE

 Secara umum bahan peledak komersial adalah campuran dari senyawa-


senyawa yang mengandung unsure dasar, yaitu : C,H,N dan O. Untuk
menghasilkan efek kekuatan tertentu kadang-kadang ditambahkan unsure-
unsure Al,Ca,Na,Mg dsb.
 bahan peledak komersial dibuat berdasarkan pada prinsif “zero oksygen
balance” artinya jumlah oksigen yang terdapat dalam bahan peledak bila
bereaksi hanya cukup untuk untuk membentuk “smoke” yaitu N2O, CO2,
N2 bebas.
 kekurangan oksigen dalam bahan peledak akan mengakibatkan “negative
oksygen balance” terjadi “fumes” yaitu CO beracun.
 kelebihan oksigen akan mengakibatkan “positif oksygen balance” terjadi
“fumes” yaitu NO, NO2 yang beracun.
Perhitungan Oxygen Balance (OB):
OB = Oo – 2 Co – ½ Ho
Atau
OB = (Oo – ½ Nao – Cao - ….) – 2 Co – ½ Ho
Tergantung pada unsure-unsure yang terdapat didalam campuran bahan peledak
tersebut sebaiknya hanya digunakan detonator yang dibuat oleh satu pabrik.

2.3 PERLENGKAPAN DAN PERALATAN PELEDAKAN


Perlengkapan peledakan adalah bahan–bahan yang membantu peledakan
yang habis dipakai yaitu :
1. Detonator
2. Sumbu peledakan
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Terdapat dua jenis muatan bahan
peledak dalam detonator yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu:
1. Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka
(sensitive), fungsinya untuk menerima efek panas dengan sangat cepat dan
meledak sehingga menimbulkan gelombang kejut.
2. Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak
kuat dengan VoD tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan
meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut.

Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya. Jenis-
jenis detonator :
1. Detonator biasa (plain detonator)
2. Detonator listrik (electric detonator)
3. Detonator nonel (nonel detonator)
4. Detonator elektronik (electronic detonator)
Yang dimaksud dengan sumbu peledakan disini adalah sumbu api dan
sumbu ledak. Sumbu api adalah sumbu yang disambung ke detonator biasa pada
peledakan dengan menggunakan detonator biasa. Dapat dikatakan bahwa sumbu
api merupakan pasangan detonator biasa, karena detonator biasa tidak dapat
digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api adalah untuk merambatkan
api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa. Sedangkan sumbu ledak adalah
sumbu yng pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN. Fungsi sumbu
ledak adalah untuk merangkai suatu sistem peledakan tanpa menggunakan
detonator didalam lubang ledak. Sumbu ledak mempunyai sifat tidak sensitive
terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan listrik statis.

PERALATAN PELEDAKAN
Peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya
dapat dipakai berulang kali. Peralatan peledakan dapat dikelompokan menjadi :
1. Peralatan yang langsung berhubungan dengan teknik peledakan
2. Peralatan pendukung peledakan
Peralatan yang berhubungan langsung dengan peledakan adalah ;
Alat Pemicu ledak
v Pada peledakan listrik ( Blasting Machine)
v Pada peledakan nonel (shot gun / short fire)
Alat Bantu ledak listrik
v Blasting Ohmmeter (BOM)
v Pengukur kebocoran arus listrik
v Multimeter peledakan
v Pengukur kekuatan blasting machine
v Pelacak kilat (lightning detector)
Alat Bantu peledakan lain
v Kabel listrik utama (lead wire) atau sumbu nonel utama (lead in line)
v Cramper (penjepit sambungan sumbu api dengan detonator biasa )
v Meteran (50 ml) dan tongkat bambu ( ± 7 m) diberi skala
Alat pencampur dan pengisi
Peralatan pendukung peledakan antara lain :
a. Alat pendukung utama, berhubungan dengan aspek keselamatan dan
keamanan kerja, serta lingkungan, misalnya alat mengangkut dan alat pengaman
b. Alat pendukung tambahan terfokus pada penelitian peledakan yang tidak
selalu dipakai pada peledakan rutin, misalnya alat pengukur kecepatan detonasi,
pengukur getaran dan pengukur kebisingan
2.4 Pemboran (Drilling)

 Pekerjaan pertama dalam suatu kegiatan peledakan adalah menyediakan


lubang-lubang tembak dengan meggunakan alat bor.
 Dalam pemboran terdapat dua factor yang harus diperhatikan,
yaitu :
 batuan yang akan dibor
 alat bor
 Berdasarkan energi mekanik yang dipergunakan alat bor ada tiga jenis
 bor tumbuk (percussion drill)
 bor putar (rotary drill)
 bor putar dan tumbuk (rotary percuassion drill)
Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh “mutu” lobang bor.
2.4.1 Mutu lobang bor dalam hal ini ditinjau dari segi
Keteraturan Tata Letak Lobang Bor
Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi
(tempat) yang sudah direncanakan.
Setiap batuan akan memberi reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan.
Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya :
Perlapisan, Struktur geologi alamiah dan lain-lain yang selalu berobah dari titik ke
titik.
Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat
mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya, lobang-lobang
bor dirancang dengan pola yang teratur, sedemikian rupa sehingga bahan peledak
dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom bahan
peledak akan mempunyai beban yang sama.
Gambar 4.4. : Lubang ledak

Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran


Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring . Pada pemboran
miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. Walaupun tata letak lobang
bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-benar
sejajar dengan posisi alat bor pada lobang sebelumnya maka dasar (ujung) lobang
bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut
kemiringan batang bor juga tidak sama.
Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama.
Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh :
• Struktur batuan
• Keteguhan (stiff ness) batang bor
• Kesalahan collaring (awal pemboran)
• Kesalahan posisi alat bor.
Benar Salah
Gambar 4.5. : Posisi Pemboran

Kedalam dan kebersihan Lobang Bor


Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman
lobang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan dibor
sebaiknya disurvey dulu agar kedalaman masing-masing lobang bor dapat
ditentukan.

Gambar 4.6. : Jach Hammer


 komposisi system opperasi alat bor dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
 sumber penggerak (sources) : mesin bor
 penyalur tenaga (transmitter) : batang bor
 pemakai tenaga (applicator) : mata bor / bit
 sirkulasi fluida (flushing)
 untuk memperkirakan kemampuan pemboran suatu alat bor dapat
didasarkan pada :
 penampilan mesin (performent)
 laju pemboran (penetration)

2.4.2 POLA PEMBORAN


Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk menempatkan
lubang – lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2 macam, yaitu :
1. Pola pemboran sejajar ( parallel pattern)
Pola pemboran sejajar adalah pola pemboran dengan penempatan lubang
ledak dengan baris ( row ) yang berurutan dan sejajar dengan burden

2. Pola pemboran selang – seling (staggered pattern)


Pola pemboran selang – seling merupakan pola pemboran yang
penempatan lubang –lubang ledaknya selang – seling setiap kolomnya.

a. Pola pengeboran pada tambang terbuka

Terdapat tiga pola pengeboran yang ada pada tambang terbuka, yaitu :
1. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama

Free face
Keuntungan:
 Untuk menentukan lubang yang akan dibor lebih mudah karena ukuran
burden sama dengan ukuran spasing ( B = S ). Pada`baris yang sama dan
baris yang berlainan dibuat sejajar dengan lubang yang akan dibor
sehingga waktu untuk menempatkan alat bor lebih cepat.
 Pengaturan waktu tunda (delay) peledakan pada pola ini adalah berbentuk
V, sehingga hasil peledakannya terkumpul pada tempat tertentu.

Kerugian:
 Volume batuan yang tak terkena pengaruh penyebaran energi bahan
peledak lebih banyak sehingga memungkinkan terjadinya bongkahan
( boulder ) pada batuan hasil peledakan.
 Secara teoritis, makin banyak lubang ledak yang dibuat makin banyak pula
nomor delay.

2. Pola persegi panjang (rectangular system), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibanding burden

Free face
3. Pola zig-zag (staggered pattern), yaitu antara lubang bor dibuat zig zag
yang berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang

Free face

Keuntungan:
1. Dapat memberikan keseimbangan tekanan yang baik, sehingga volume
batuan yang tak terkena pengaruh penyebaran energi bahan peledak lebih
kecil
2. Secara teoritis, delay yang digunakan pada pola ini tidak terlalu banyak,
karena dalam satu baris lubang ledak nomor delay yang digunakan sama.

Kerugian:
1. Waktu untuk menempatkan alat bor pada titik yang akan dibor lebih lama,
karena ukuran burden tidak sama dengan ukuran spacing dan lubang bor
yang akan dibuat tidak sejajar dengan baris yang berlainan.
2. Batuan hasil peledakan akan menyebar karena peledakannya serentak pada
baris yang sama dan beruntun pada baris berikutnya

b. Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah


Pada pengeboran bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang
bebas, yaitu pemuka kerja atau face. Untuk itu, perlu dibuat tambahan bidang
bebas yang disebut cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yaitu :
1. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut, yaitu pola pemboran
yang merupakan variasidari wedge cut dimana ujung dari lubang ledak
mengarah pada titik pusat dari face yang berbentuk pyramid..

2. Wedge cut atau V- cut, angled cut yaitu pembuatan lubang tembak yang
membentuksudut ± 60° terhadap bidang bebas (free face).
3. Fan Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan setengah dari wedge
cut.Pola ini sangat baik digunakan pada vein yang tipis.

4. Burn cut disebut juga cylinder cut, yaitu pola peledakan dimana lubang
ledak tegak lurus terhadap bidang vertikal atau pada free face. Pola ini
sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batu pasir (sandstone)
atau batuan beku dan tidak cocok untuk struktur berlapis.
2.4.3 GEOMETRI PEMBORAN
Geometri Pemboran dan pola pemboran dirancang secara terpadu
dalam rancangan peledakan. Geometri pemboran meliputi : diameter lubang
bor, burden, spasi, kedalaman lubang bor dan kemiringan.
Geometri pemboran juga meliputi arah pemboran. Arah pemboran ada dua
yaitu : arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Lubang tembak yang
dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan menerima gelombang
tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan (toe) pada lantai jenjang,
hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang
bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.
Dan energi pada peledakan ini juga tidak cukup untuk memberikan dorongan
untuk melepas batuan dari batuan induknya. Sedangkan dalam pemakaian
lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas,
sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang
tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada
lantai jenjang lebih kecil. Kemiringan lobang tembak sebenarnya tergantung
pada lokasi peledakan dilapangan.
Gambar 2. Arah Pemboran

2.4.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN


PEMBORAN DAN PELEDAKAN :
1. Arah Pemboran
1. Pola pemboran dan Peledakan
2. Waktu daur dan jam kerja efektif alat bor
3. Geometri Peledakan

ARAH PEMBORAN
Arah lubang bor vertical :
Keuntungan:
1. Pada ketinggian jenjang yang sama, maka kedalaman lubang bor vertical
lebih pendek dari pada lubang bor miring, sehingga waktu pemboran yang
diperoleh lebih cepat.
2. Untuk menempatkan alat pada titik atau posisi batuan yang akan dibor
tidak memerlukan ketelitian yang cermat sehingga waktu untuk melakukan
manuver lebih cepat.
3. Kecepatan penetrasi alat bor akan lebih cepat karena kurangnya gesekan
yang timbul dari dinding lubang bor terhadap batang bor.
4. Pelemparan batuan hasil peledakan lebih dekat.

Kerugian:
1. Mudah terjadi kelongsoran pada jenjang
2. Kemungkinan adanya bongkahan yang besar
3. Kemungkinan terjadi tonjolan pada lantai jenjang.

Arah lubang bor miring :


Keuntungan :
1. Memperkecil bahaya longsor pada jenjang
2. Memperbaiki fragmentasi batuan
3. Hasil peledakan mempunyai permukaan yang lebih rata

Kerugian :
1. Kemungkinan terjadinya pelemparan batuan yang lebih jauh.
2. Pada ketinggian jenjang yang sama maka kedalaman lubang bor yang
dibuat lebih panjang dari pada lubang bor vertikal, sehingga membutuhkan
waktu pemboran yang lebih lama.
3. Membutuhkan ketelitian yang cermat untuk menempatkan alat bor pada
titik atau posisi dengan kemiringan tertentu, sehingga membutuhkan waktu
manuver yang agak lama.

2.1.1. Menghitung konsumsikomponen bor


 Keperluan Bit (Nb) = M/(Ab x Y1)
 Keperluan batang bor (Nr) = M/(Ar x Y1)
 Keperluan kopling (Nc) = M/(Ac x Y1)
 Keperluan Shank adaptor (Ns) = M/(Ar x Y1)

Keterangan :
N =jumlah batu yang dibongkar (m3)
Y1 =hasil batu per meter pemboran (M3/drm)
Ab =Umur layanan bit (drm)
Ar =Umur layanan batang bor (drm)
Ac =Umur layanan kopling (drm)
As =Umur layanan adaptor (drm)

2.5 POLA PELEDAKAN

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang –lubang


ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar
lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan
waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan
arah runtuhan batuan , pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Box Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk kotak.
2. “ V “ Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan.

3. Corner Cut , yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah
satu sudut dari bidang bebasnya.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan


sebagai berikut :
1. Pola peledakkan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi secara
serentak untuk semua lubang ledak.
2. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan
peledakandengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
2.5.3 GEOMETRI PELEDAKAN

Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berada
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan
yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun
mekanik. perlu diamati pula kenampakan struktur geologi (retakan, rekahan,
sisipan, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi seperti itu
mempengaruhi kemampu-ledakan. Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan
tanpa di dominasi struktur geologi, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan
lebih banyak, untuk jumlah produksi tertentu dibanding batuan yang sudah
terdapat rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan Specific Charge
atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton
produksi batuan (kg/m3 atau kg/ton). Dengan demikian makin keras suatu batuan
pada daerah tertentu memerlukan PF yang tinggi agar tegangan batuan terlampaui
oleh kekuatan (strength) bahan peledak.

Geometri Peledakan Jenjang

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang diperkenalkan


oleh para ahli, antara lain : Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963),
Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990)
dan lainnya. cara - cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan
dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan dan menghitung
geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter
lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak setempat.
Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba - coba (rule of
thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Atlas
Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lainlain.
Gambar 1 memperlihatkan geometri peledakan dan cara menghitung dimensi
geometri peledakan tersebut.

RANCANGAN MENURUT R.L. ASH

Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak dengan mempertimbangkan


konstanta KB yang tergantung pada jenis atau grup batuan dan bahan peledak.
Konstanta KB dihitung dirumuskan sbb:

KB = KB.std x AF1 x AF2

Di mana: KB = Konstanta burden

KB.std = Konstanta yang tergantung jenis batuan dan bahan peledak


Selanjutnya dimensi geometri peledakan dihitung sebagai berikut:
Burden (B), ft = K x D(in)
12
Kedalaman lubang ledak (L) = KL x B ; KL antara 1,5 – 4
Subdrilling (J) = KJ x B ; KJ antara o,2 – 0,4
Stemming (T) = KT x B ; KT antara o,7 – 1,0
Spasi (S) ; KS untuk mengukur spasi tergantung pada kondisi retakan (joints) di
sekitar lokasi yang akan diledakkan, jumlah bidang bebas dan sistem penyalaan
(firing) yang diterapkan. Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di
lapangan sebagai berikut:
a) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B
b) Bila orientasi antar retakan mendekati 60 derajat sebaiknya S = 1,15 B dan
merepkan interval waktu long - delay (lihat gambar 3)

c) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka rasio spasi dan burden
(S/B) dirancang seperti pada gambar 4 dan 5 dengan pola bujur sangkar (square
pattern)
d) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 6 dan 7.
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan di PT. Alamjaya


bara pratama, maka data yang kami peroleh adalah sebagai berikut :

3.1 Pemboran

 Kontraktor : PT. Putra Perkasa Abadi


 Jenis alat bor yang digunakan : Sandvirk D245
 Metode Pemboran : Rotary Drill Take 7,9”
 Kedalaman Rata-rata : 8,5 meter
 Diameter lubang bor : 200 mm
 Jumlah Lubang/hari : 100 lubang
 Metode Peledakan : Nonel
 Pola Pemboran : Zig-Zag
 Sebelum melakukan pemboran, yang harus dilakukan adalah :
1. Menentukan lokasi (koordinat drill)
2. Persiapan area pemboran
3. Membuat titik pemboran
4. Kegiatan Pemboran

3.2 Agen Peledakan


 Kontraktor Penyedia Bahan Peledak : PT. Multi Nitrotama Kimia
 Jenis Bahan Peledak : Amonium Nitrat dan Fuel Oil
Isian Primer :
1. Booster : 400 gr
2. Dinamit : 1 kg
 Perbandingan Bahan peledak : ANFO = 94,5 : 5,5

3.3 Kesetimbangan Oksigen


Dengan perbandingan bahan peledak Emulsi dan ANFO = 94,5 : 5,5, maka
dari perhitungan Oxygen Balance yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan
dihasilkan Zero Oxygen Balance. Sehingga mengurangi dampak pencemaran
udara akibat kegiatan pasca peledakan.

3.4 Geometri Peledakan

Geometri Peledakan

S
FF

H PC L

Floor
Keterangan :

- Burden
- Spacing (S)

,5

- Steaming (T)

- Sub drilling (J)

,5

- Kedalaman lubang ledak (H)

- Kolom isian (Pc)

- Tinggi jenjang (L)

- FF = Free face

Ukuran fargmentasi batuan yang dihasilkan maksimal 700 mm.


3.5 Sistem Penyalaan, Bentuk Rangkaian
Sistem penyalaannya menggunakan system nonel. Sehingga tidak waspada
terhadap petir yang bisa menyebabkan misfire. Pada saat hujan, pengisian bahan
peledak dihentikan dahulu, kemudian dilanjutkan setelah hujan.

Sketsa bentuk rangkaian peledak pola excelon cut

Keterangan :

 : delay 109 m/s


 : delay 42 m/s

Ada dua macam waktu tunda yang digunakan, yaitu :


 in hole delay 500 m/s dan 400 m/s
 surface delay 42 m/s dan 109 m/s
3.7 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan
1. Peralatan Peledakan
1. Blasting Machine
2. Kabel, yang berfungsi sebagai penyambung antar lubang dan dengan
blasting machine
3. Blasting Ohm Meter, berfungsi untuk mengukur ketahanan kabel terhadap
tegangan. Sehingga misfire dapat terhindari.

Jarak minimal untuk alat (shelter) adalah 300 meter dari area peledakan.
Jarak manusia dari area peledakan yaitu 500 meter. Jarak flying rocks maksimal
100 – 200 ms.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang kami lakukan dilapangan tempatnya dilaboratorium


Teknik Peledakan Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara, maka kami
mendapatkan data-data yang membentuk suatu laporan resmi.

4.2. Saran
Kami berharap agar materi Teknik Peledakan dapat lebih dikembangkan baik
mengenai teori, praktikum maupun tingkat profesionalitas dari para pengajar
sendiri.karena Teknik Peledakan adalah salah satu ilmu yang berperan penting
bagi mahasiswa tambang setelah lulus dari bangku perkuliahan nantinya. Selain
itu mereka tidak akan kaku jika berkerja sehubungan dengan Teknik Peledakan
tidak terlepas bahwa mereka adalah calon-calon geologis maupun superfeor.
Sebelum melakukan kegiatan sebaiknya lokasi yang akan di ledakan terlebih
dilakukan orentasi lapangan sehingga sehingga mempercepat proses peledakan
pada lapangan serta dapat diperoleh hasil yang lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
1. Inmarlianto & Singgih Saptono (2003). “Praktikum Teknik Peledakan”,
buku petunjuk, Laboratorium Pemboran & Peledakan, jurusan Teknik
Pertambangan, FTM-UPN “Veteran” Yogyakarta.
2. Peel, (1946), “Minning Engineer,s Handbook”, Vol.I Wiley
3. Peurifoy, RL, (1979), “Construction planning, equipment, and Methods”
Third Edition, McGraw Hill International Book Company
4. Sweet, (1984), “Quarrying”, Technical Pulications Tour, Peart, First
Published.
5. ,(1987), “Explosive and Rock Blasting” Atlas Copco Power
Company.

Anda mungkin juga menyukai