Kim Anor Fis
Kim Anor Fis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Polaritas adalah suatu kemampuan senyawa untuk membuat/membentuk dipol. Polaritas ini dari
suatu senyawa dijelaskan dalam istilah momer dipole polaritas suatu senyawa juga dihubungkan
dengan konstanta dielektriknya ( E) dimana jika nilai E meningkat, maka kepolaran dari suatu
senyawa juga meningkat.
Dipol adalah dua muatan yang berbeda yang terdapat pada molekul suatu zat gaya tarik
menarik antar molekull yaitu gaya-gaya yang mengikat molekul-molekul dalam zat yang terdiri
atas molekul-molekul. Gaya tarik- menarik berkaitan dengan sifat fisis zat yaitu titik cair, titik
didih, rapatan, dan kelarutan.
Polaritas dari suatu senyawa dijelaskan dalam suatu istilah moment dipole.Polaritas dari suatu
senyawa juga dihubungkan dengan konstanta dielektrik dimana jika nilai konstanta dielektrik
meningkat maka kepolaran dari suati senyawa juga menngkat. Senyawa konstanta dielektrik yang
tinggi umumnya larut dalam air, sedangkan senyawa dengan konstanta dielektrik yang rendah
cenderung idak larut dalam air.
I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui sifat kelarutan dari beberapa senyawa.
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk memepelajari pengaruh struktur teradap kelarutan suatu senyawa
2. Untuk membedakan pelarut polar, semipolar, dan polar.
I.3 Prinsip Percobaan
Mengidentifikasi kelarutan suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan beberapa pelarut,
yaitu air, dietil eter, etanol dan kloroform.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Toeri
Kelarutan dalam air dari suatu persenyawaan ditentukan oleh perbandingan antara gugus
hidrofob (C – H). Misalnya, alcohol yang mengandung satu sampai tiga buah atom karbon
bercampur dengan air (membentuk ikatan hydrogen). Dalam molekul yang kecil ini gugus –OH
dapat mengatasi sifat hidrofob dari gugus C – H.
Alkohol yang mengandung lebih dari tiga atom karbon larut sebagai atau tidak larut dalam
karena mempunyai jumlah gugusan hidrofob C – H yang cukup untuk mengatasi efek hidrofil
dari gugus –OH (kepolaran berkurang).
Dalam molekul aseton ikatan intermolekulnya lemah, ini disebabkan karena bagian dari
positif dari molekul ini tersebar dan tidak terletak pada atom hydrogen. Jadi ikatan hydrogen tidak
mungkin terbentuk dalam molekul aseton.
Dalam molekul air adanya efek indutif oleh sudut/bentuk dari molekul air menjadikan air
memilki dipole yang sangat unik.
Polaritas dari suatu senyawa dijelaskan dalam suatu istilah moment dipole.Polaritas dari
suatu senyawa juga dihubungkan dengan konstanta dielektrik dimana jika nilai konstanta
dielektrik meningkat maka kepolaran dari suati senyawa juga menngkat. Senyawa konstanta
dielektrik yang tinggi umumnya larut dalam air, sedangkan senyawa dengan konstanta dielektrik
yang rendah cenderung idak larut dalam air.
4. Aseton
Nama lain : Metanal
Nama lain : formol, metal aldehida, oksigen metilana, propanon,
Pemerian : berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar.
Kelarutan : larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol,
Khasiat : Pereaksi/ pelarut
5. Gliserol
Nama resmi : Glycerolum
Nama lain : Gliserin
Pemerian ; Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,
Khasiat : zat uji
6. Kloroform
Nama resmi : Chloroformum
Nama lain : Kloroforom
Pemerian : Caran, mudah menguap, tdak berwarna, bau khas, rasa manis
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, larut dalam etanol.
Khasiat : Zat tambahan
7. Propilenglikol
Nama resmi : Propylenglycolum
Nama lain : Propilenglicol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelartan : Dapat bercampur dengan air, etanol dan dengan kloroform
Khasiat : Zat uji
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
Ø Alat
a. Tabung reaksi f. Masker
b. Pipet tetes g. Lap
c. Rak tabung h. Label
d. Batang pengaduk i. Beaker glass
e. Tissue
Ø Bahan
a. Air suling h. Kloroform
b. Aseton i. Metanol
c. Asam asetat j. Propanol-2
d. Dietil eter k. Propilenglikol
e. Etanol l. Aquadest
f. Gliserol
g. Heksan
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan 10 tabung reaksi yang bersih dan kering, beri label sesuai dengan nama sampel
uji.
2. Kedalam masing-masing tabung reaksi diisi dengan sampel uji yang tertera pada lembar
kerja.
3. Ke dalam masing-masing reaksi, ditambahkan 1 ml air suling. Campuran diisi hingga
homogeny.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Data Pengamatan
NO
Nama
Senyawa
Kelarutan dalam
Struktur
Golongan
H2O
diletileter
Etanol
Kloroform
1.
Heksan
C6H14
Alkana
≠larut
larut
Larut
Larut
2.
Aseton
CH3-C-CH3
O
Keton
Larut
Larut
Larut
larut
3.
Dietieter
C2H5-O-C2H5
Eter
≠larut
Larut
Larut
4.
Etanol
CH3-CH2-OH
Alkohol
Larut
Lart
Larut
5.
Metanol
CH3-OH
Alkohol
Larut
Larut
Larut
Larut
6.
Propanol-2
OH
CH3-C-CH3
Alkohol
Larut
Larut
Larut
larut
7.
Propilenglokol
CH3-CH-CH2
OH OH
Alkohol
Larut
≠Larut
Larut
≠larut
8.
Gliserol
CH3-CH2
OH OH
Alkohol
Larut
≠larut
larut
≠Larut
9.
Kloroform
CHCl3
Halo alkana
Larut
≠larut
Larut
10
As. Asetat
CH3-C-OH
O
As. karboksilat
larut
larut
Larut
larut
OH
CH3-C-CH3 + C2H5OH → CH3 – CH – C2H5OCH3
O
OH O
CH3-C-CH3 + H2O → CH3 – C – CH3 + H3O+
OH
CH3-C-CH3 + C2H5 – O – C2H5 → CH3 – CH – CH3
OH.C2H5 – O – C2H5
OH
CH3-C-CH3 + C2H5OH → C3H7 – O – C2H5 + H2O
OH Cl
CH3-C-CH3 + CHCl3 →3CH3 – CH – CH3 + H3CHO3
g. Propilenglikol
CH3-CH-CH2 + H2O → CH3 – CH – CH2OH + H3O+
OH OH OH
j. Asam asetat
CH3COOH + H2O →
CH3COOH + C2H5 – O – C2H5 →
CH3COOH + C2H5OH →
CH3COOH+ CHCl3 →
VI.3 Pembahasan
Aturan yang terkenal yaitu like dissolves like berdasarkan pada observasi bahwa molekul molekul
dengan distribusi muatan yang sama dapat larut timbal balik, yaitu molekul polar, akan larut
dalam media yang serupa yaitu polar, sedangkan molekul nonpolar akan larut dalam media
nonpolar. Konsep polaritas kurang jelas apabila diterapkan pada kelarutan yang rendah
Berbicara mengenai kelarutan perlu kita ketahui bahwa kelarutan suatu senyawa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain sifat kepolaran suatu senyawa dan massa jenis atau densitas .
Untuk senyawa golongan alcohol, ternyata dapat larut dalam air, hal ini disebabkan karena
golongan alcohol mempunyai bobot molekul yang lebih rendah dari pada air sehingga mudah
menggantikan molekul air dalam jejaring ikatan-ikatan hydrogen. Sehingga menyebabkan
senyawa alcohol dapat bercampur dengan air namun kelarutan ini hanya berlaku dalam alcohol
berantai pendek.sebab semakin panjang rantai organiknya alcohol makin bersifat hidrokarbon
sehingga kelarutannya menurun (rendah).
Gliserol tidak dapat larut dalam dietil eter dan kloroform, serta membentuk dua lapisan dengan
gliserol pada lapisan bawah pelarutnya. Kloroform hanya dapat larut pada etanol, dan asam asetat
dapat larut pada semua pelarut. Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi struktur – struktur
dan kelarutan atau uji polaritas senyawa. Pada percobaan tersebut beberapa senyawa dapat larut
dalam air (H2O), dietil eter (C2H5-O-C2H5), etanol C2H5-OH dan kloroform (CHCL3) namun
beberapa senyawa laiinya tidak dapat larut dalam pelarut tersebut.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dalam pengamatan yang telah dilakukan dan dari hasil pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Heksan, dietil eter, dan kloroform, tidak larut dalam air
2. Semua golongan alcohol dapat larut dalam air
3. Propilenglikol, gliserol, dan kloroform tidak dapat larut dalam dietileter
4. Semua senyawa dapat larut dalam etanol
5. Propilenglikol dan gliserol, tidak dapat larut dalam kloroform
6. Aseton, etanol, methanol, propanol-2, dan asam asetat dapat larut dalam air, dietileter, etanol,
dan kloroform.
VI.2 Saran
Sebelum bekerja, pastikan alat-alat yang digunakan selama praktikum harus lengkap dan bersih.
Selama proses praktikum berjalan sebaiknya para pembimbing senantiasa mendampingi dan
membimbing para praktikan.
yusni mardiana di 21.30
Berbagi
1 komentar:
›
Beranda
Lihat versi web
about me
yusni mardiana
aq perempuan biasa yang bercita-cita untuk dapat membahagiakan kedua orang tua saya!
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
pharmacist blog
▼
Jumat, 29 Mei 2015
Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas Sediaan Farmasi
Mini review Farmasi Fisika
Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas Sediaan Farmasi
Dosen:
Andi Sri Suriati Amal, S.Si, M.Med.Sc
Kelompok 3
Anugerah Suciati
Anggun Mahirotun
Khamidah Fajri Ma’muroh
Lely Syeilawati
Rizqy Fajri Ramadhani
Wafa Aufia
I. PENDAHULUAN
Stabilitas suatu sediaan farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk mempertahankan
spesifikasi yang telah ditentukan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurniannya.
Data stabilitas suatu obat merupakan hal penting dalam pembuatan sediaan farmasi. Jika obat
tidak stabil maka potensinya akan menurun.
Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis yaitu :
1. Stabilitas dipercepat
2. Stabilitas jangka panjang
Sediaan obat atau kosmetika yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut. Selain itu,
juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, dan untuk jumlah yang kecil bergantung
pada terbaginya zat terlarut. Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta
dielektrik pelarut.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara kapasitas
elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta dielektrik dapat dirumuskan sebagai
berikut :
ᵋ= Cx
Cy
II. TUJUAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah farmasi fisika program studi farmasi fakultas ilmu kesehatan
universitas Darussalam gontor.
2. Mengetahui pengertian stabilitas obat dalam sediaan farmasi
3. Mengetahui pengertian konstanta dielektrika dan hubungannya dengan laju reaksi ionic
4. Mengetahui pengaruh konstanta dielektriki terhadap stabilitas sediaan farmasi
IV. PEMBAHASAN
A. Konstanta Dielektrika
Konstanta dielektrik adalah sebuah konstanta dalam ilmu fisika. Konstanta ini melambangkan
rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik . Konstanta dielektrik
merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah
potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa).
Dalam ilmu kimia, konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu
pelarut. Misalnya air yang merupakan pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 80,10 pada 20
°C sedangkan n-heksana (sangat non-polar]] memiliki nilai 1,89 pada 20 °C.
Besarnya konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut
lain. Tetapan dielektrika suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan
dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut
tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-selvency. Bahan pelarut didalam pelarut
campur yang mampu menigkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan propilen
glikol merupakan contoh dari co-solvent yang umum digunakan dalam farmasi khususnya dalam
pembuatan eliksir.
Konstanta dielektrik berhubungan dengan suatu zat. Zat yang memiliki konstanta dielektrik
dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta
dielektriknya rendah merupakan senyawa nonpolar. Senyawa yang digunakan dalam percobaan ini
adalah asetosal. Sedangkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur sebanyak 100 ml
yang terdiri dari air, alkohol, dan propilen glikol.
Pelarut campur dibuat dalam tujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut.
Air
Alkohol 95%
Propilen glikol
60
0
40
60
20
20
60
40
0
Cairan propilien glikol memiliki sifat yang lebih kental cairannya dibandingkan air dan alkohol.
Pada saat pencampuran ketiga cairan, propilen glikol tidak bisa cepat larut, diperlukan
pengocokkan untuk menghomogenkan cairan tersebut.
Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan, semakin besar konsentrasi
asetosal yang dapat larut didalamnya. Hal ini disebabkan karena asetosol sukar larut dalam air,
namun mudah larut dalam etanol. Sehingga, semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur,
semakin besar konsentrasi asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah
sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin rendah konstanta dielektrik
dan pelarut campuran.
Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasil penjumlahan tetapan
dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikan dengan % volume setiap kompenen
pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarut yang digunakan dalam pelarut campur, konstanta
dielektrik dari pelarut campur dapat ditentukan.
Konstanta dielektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah merupakan jumlah hasil perkalian
fraksi pelarut dengan konstanta dielektrik masing-masing pelarut dari sistem pelarut campur
tersebut.
C. Stabilitas Obat
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat
diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et al.,1986).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya.
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan
obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika
dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya,
kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan.
Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan
aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri.
Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.
Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak
10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah
yang besar dan juga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang
membutuhkannya.
Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan
suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari formulasi
yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta
mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan.(Ansel,1989)
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan
mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman,1994).
D. Uji Stabilitas Obat
Formulasi dan uji stabilitas dispersi solida meloksikam dalam sediaan gel. Penelitian ini dilakukan
oleh Budipratiwi Wisudyaningsih, S.Farm., M.Sc., Apt yaitu pada tahun 2013.
Meloksikam merupakan salah satu obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat digunakan
dalam pengobatan arthritis, rheumatic, osteoarthritis, dan penyakit sendi lainnya. Meloksikam
dalam penggunaannya secara oral dapat menyebabkan atau memiliki efek samping yang tentunya
tidak diinginkan, maka dari itu untuk mencegah beberapa efek negatif tersebut Meloksikam
dibentuk dalam sediaan topikal.
Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang sering dipilih dalam formulasi obat AINS.
Pelepasan obat yang baik dalam bentuk sediaan gel dapat terjadi karena komponen utama gel
adalah air yang memiliki aktivitas sebagai penetrating enhancer yang sangat baik.
Pemilihan jenis dan jumlah pembawa dispersi solida didasarkan atas kemampuannya untuk
melarutkan obat dalam keadaan padat dan kemampuan meningkatkan kecepatan disolusi obat.
Dari penelitian yang dia lakukan diperoleh kesimpulan bahwa Perbandingan meloksikam PVP
yang digunakan adalah 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:9. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
perbandingan meloksikam PVP 1:4 memiliki kecepatan disolusi yang paling tinggi.
Peningkatan komposisi dispersi padat meloksikam PVP memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel, antara lain: dapat menurunkan viskositas, dan
meningkatkan laju pelepasan meloksikan dalam sediaan gel secara in vitro. Peningkatan
komposisi dispersi padat meloksikam PEG 6000 tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia gel, akan tetapi dapat meningkatkan laju pelepasan meloksikam
dalam sediaan gel secara in vitro.
Uji stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan yang
signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat meloksikam PVP 1:1; 1:5,
dan 1:7, serta tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada laju pelepasan meloksikam
secara in vitro.
Uji stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan yang
signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat meloksikam PEG 6000
1:1; 1:5, dan 1:8, serta tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada laju pelepasan
meloksikam secara in vitro.
V. KESIMPULAN
Seperti yang telah kita bahas bahwa stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuataan, kualitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (shelf-life).
Dimana harus adanya konstanta dielektrika yang sesuai agar tidak berpengaruh pada kestabilan
obat atau sediaan farmasi lainnya karena dapat menurunkan viskositas, dan meningkatkan laju
pelepasan
Karena dapat kita ketahui bahwa zat yang memiliki konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi
merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah
merupakan senyawa nonpolar. Dengan keadaan yang berbeda ini kita harus menyesuaikan
konstanta pada sediaan tersebut agar tidak berpengaruh lebih pada sediaan obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Goeswin, 2014, Peracikan dan Penyaluran Obat (SFI-8), Bandung, Penerbit ITB
Ansel Howard, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Penerbit UI
http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/bab-v-kelarutan
www.academia.edu/9941927/LAPORAN_PRAKTIKUM_FARMASI_FISIKA_PENGARUH_PE
LARUT_CAMPUR_TERHADAP_KELARUTAN_BAHAN_OBAT_PRODI_D_III_PROGSUS_
FARMASI_INSTITUT_ILMU_KESEHATAN_KEDIRI_BHAKTI_WIYATA_KEDIRI_2014
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58900/budipratiwi
%20wisudyaningsih_pemula_boptn_181.pdf?sequence=1
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabilanobatkuliahs2.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:13
https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/stabilitas-obat-compatibility-mode.pdf pada tanggal
25 April 2015 pukul 22:20
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-ginatriana-27561-2-2007ta-1.pdf pada tanggal
25 April 2015 pukul 22:10
Foto saya
Aufia Wafa
telusuri
MAR
9
Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk
larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol
di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Melarut tidaknya
suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada sifat
serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarut-
pelarut.
Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari
dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau
hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi
yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh
adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat.
Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut
yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang
dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih mudah larut daripada kristal besar,
sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu
dipengaruhi pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada terbaginya zat terlarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat
yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut
seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada
sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil. Proses pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan
solut, solven dengan solven, dan solut dengan solven terdiri dari tiga tahap, yaitu
Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada temperatur
tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehingga dapat
lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar molekul-molekul berdekatan. Proses
pelepasan ini melibatkan energi sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang
berdekatan dalam kristal. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang
yang ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi diterima kembali, maka total energi dari
proses pertama adalah W22.
Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima
molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini adalah W11. Bilangan 11
menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven.
Tahap ketiga penempatan molekul zat terlarut dalam lubang pelarut. Lubang dalam pelarut yang
terbentuk pada gambar 2, sekarang tertutup. Pada keadaan ini, terjadi penurunan energi,
selanjutnya akan terjadi penutupan rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi
potensial.
Pelarut
Bila suatu zat melarut, kekuatan tarik-menarik antar molekul dari zat terlarut harus diatasi oleh
kekuatan tarik-menarik antara zat terlarut dengan pelarut. Ini menyebabkan pemecahan kekuatan
ikatan antar zat terlarut dan pelarut untuk mencapai tarik-menarik zat pelarut.
1.) Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya.
Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur
dengan alkohol dengan segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain.
Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang mengandung oksigen
dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidroksi dalam air.
2.) Pelarut Non Polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar
tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan
dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit
dan berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar
dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada dalam
larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals-london lemah. Maka, minyak dan lemak larut
dalam karbon tetraklorida, benzen dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut
dalam pelarut non polar.
3.) Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu
dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contoh : benzen
yang mudah dipolarisasikan, kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut
perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan non polar.
1 Lihat komentar
Balas
Memuat
MUTTAQIN
Senin, 13 Januari 2014
MAKALAH ANORGANIK
“PELARUT”
M.MIFTAHUL MUTTAQIN
REGULER PAGI
NIM. 1205025016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pelarut
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak kekurangan. Karena
itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi
tercapainya makalah yang lebih baik.
Samarinda ,11 November 2013
Penyusun
M.MIFTAHUL MUTTAQIN
DAFTAR ISI
BAB IV DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................42
Istilah Kelarutan
NO
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut di perlukan
untuk malarutkan 1 bagian air
1
Sangat mudah larut
kurang Dari 1
2
Mudah larut
1 – 10
3
Larut
10 – 30
4
Agak sukar larut
30-100
5
Sukar Larut
100-1.000
6
Sanagat Sukar Larut
1.000-10.000
7
Praktis Tidak larut
lebih dari 10.000
0o
20o
50o
100o
Massa jenis (g/cm3)
0.99987
0.99823
0.9981
0.9584
Panas jenis (kal/g•oC)
1.0074
0.9988
0.9985
1.0069
Kalor uap (kal/g)
597.3
586.0
569.0
539.0
Konduktivitas termal (kal/cm•s•oC)
1.39 × 10-3
1.40 × 10-3
1.52 × 10-3
1.63 × 10-3
Tegangan permukaan (dyne/cm)
75.64
72.75
67.91
58.80
Laju viskositas (g/cm•s)
178.34 × 10-4
100.9 × 10-4
54.9 × 10-4
28.4 × 10-4
Tetapan dielektrik
87.825
80.8
69.725
55.355
Jumlah molekul air yang diikat tidak harus sama, tetapi bergantung pada:
1. Ukuran ion, makin kecil kemampuan gerak makin besar, daya hantar makin besar,
kemempuan mengikat makin besar
2. Muatan ion, makin besar muatan ion, kemampuan mengikat H2O semakin besar
Asosiasi ion
Dalam larutan pekat, larutan elektrostatik dapat cukup besar, dimana interaksi ini bergantung pada
konstanta dielektrik solven. Jika ion-ion sangat dekat interaksi elektrostatik kemungkinan menjadi
besar disbanding gerakan termal yang cenderung mengacaukannya, oleh karena itu, dua ion
dengan muatan berlawanan membentuk spesies netral yang dikenal dengan pasangan electron. Hal
ini berbeda dari pembentukan ikatan kovalen karena gaya tarik yang bekerja murni elektrostatik di
alam. Pasangan ion tersebut secara sistematik ditunjukkan sebagai berikut :
A+ + B+ → (A+B-)0
Dalam pasangar berair, pembentukan pasangan ion menjadi signifikan hanya pada konsentrasi
tinggi, tetapi dalam solven dengan € rendah, pembentukan pasangan ion agak berbeda dari
kebiasaan.
1,4-Dioksana
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\
101 °C
2.3
1.033 g/ml
Tetrahidrofuran (THF)
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\
66 °C
7.5
0.886 g/ml
Diklorometana (DCM)
CH2Cl2
40 °C
9.1
1.326 g/ml
Asetona
CH3-C(=O)-CH3
56 °C
21
0.786 g/ml
Asetonitril (MeCN)
CH3-C≡N
82 °C
37
0.786 g/ml
Dimetilformamida (DMF)
H-C(=O)N(CH3)2
153 °C
38
0.944 g/ml
Asam asetat
CH3-C(=O)OH
118 °C
6.2
1.049 g/ml
n-Butanol
CH3-CH2-CH2-CH2-OH
118 °C
18
0.810 g/ml
Isopropanol (IPA)
CH3-CH(-OH)-CH3
82 °C
18
0.785 g/ml
n-Propanol
CH3-CH2-CH2-OH
97 °C
20
0.803 g/ml
Etanol
CH3-CH2-OH
79 °C
30
0.789 g/ml
Metanol
CH3-OH
65 °C
33
0.791 g/ml
Asam format
H-C(=O)OH
100 °C
58
1.21 g/ml
Air
H-O-H
100 °C
80
1.000 g/ml
52,9
6,2
Hard
Aseton
17
12,5
20,7
Hard
Benzene
0,7
8,2
2,3
Hard
CCl4
8,6
2,2
Hard
Dietileter
19,2
3,9
4,3
Hard
DMSO
29,8
19,3
45
Soft
Etanol
19,0
37,1
24,3
Hard
Piridin
33,1
14,2
12,3
Sedang
Tetrahidrofuran
20,0
8,0
7,3
Sedang
Air
18
54,8
81,7
Hard
: HF H2O > NH3
b.p.
: HF < H2O > NH3
rentang fase cair
: HF H2O > NH3
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga
sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat atau
basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam
dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka
pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga
spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada
pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF → MnO3F + H3O+ + 2HF2-
Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas (SiO2)
melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi antara
pelarut dengan wadah sebagai berikut:
SiO2 + 8HF → SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa
gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan
penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat
merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat
memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm
volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai
gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan
pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini
menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C,
cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun
begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di
dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air.
Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia
berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat
amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10
persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak
sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).
UMUM
Nama Sistematis
Amonia
Nama Lain
Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
Rumus Molekul
NH3
Massa Molar
17.0306 g/mol
Penampilan
Gas tak berwarna
Berbau tajam
SIFAT-SIFAT
Massa Jenis dan Fase
0.6942 g/L, gas
Kelarutan dalam Air
89.9 g/100 ml pada 0 °C
Titik Lebur
-77.73 °C (195.42 K)
Temperatur
651 °C
Titik Didih
-33.34 °C (239.81 K)
Keasaman (pka)
9.25
Kebasaan (pkb)
4.75
STRUKTUR
Bentuk Molekul
Piramida segitiga
Momen Dipol
1.42 D
Sudut Ikatan
107.5°
Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C) dengan
bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus sebagai larutan
amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut
non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia
di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan
digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen. Amonia juga
digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan pelarut non-
aqueous lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta dielektriknya yang lebih
kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan turunnya kemampuan secara umum
untuk melarutkan senyawa ion, terutama mengandung ion yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat,
dan pospat yang dapat larut). Dalam beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada
konstanta dielektrik basa dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan
interaksi antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam seperti
Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan yang
prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta dielektrik. Hal ini
tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga menaikkan pembentukan sepasang
ion dan sekelompok ion.
Superasam
Ada sejumlah zat cair yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 106-1010 kali dibandingkan larutan
pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang dikenal dengan nama asam super
(superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted, asam kuat Lewis, atau kombinasi dari asam
kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen dan pH hanya dapat dilihat dalam larutan encer asam
dalam pelarut air. Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut non-air diukur dengan menggunakan
fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan pengukuran keasaman berbagai asam dalam
pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + → BH+
Ho = pKBH+ - Log [BH+]
B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B Dalam larutan encer :
KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] – log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+] [B]
Asam dengan -H0 lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 106 kali lebih kuat dari larutan asam
kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah 12.1, 21.1 untuk larutan HF dalam SbF5, dan
26.5 untuk kombinasi HSO3F dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan untuk mengambil
H- dari hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan ikatan C-C, dsb. Berikut
adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada campuran HSO3F dan SbF5 (asam
lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F → FSO3SbF5- + H2SO3F+ (magic acid)
Selain itu, reaksi superacid terkuat diketahui terdapat dalam larutan asam fluoroantimon (H0=
-31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen fluorida
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF → H2F+ + SbF6-
dengan a adalah keaktifan, dan γ adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat asamnya BH+.
H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan Henderson-
Hasselbalch:
dengan pKBH+ adalah −log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki
nilai pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang negatif.
Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam pirosulfat
mempunyai nilai H0 ~ −15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman Hammet menghindari
air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan (generalization) skala pH. Dalam larutan yang
encer, nilai pH hampir sama dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif
keasaman yang tidak bergantung pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan,
sehingga adalah mungkin untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-senyawa
yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan
menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl
karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam pekat :
Asam fluoroantimonat: −31.3
Asam ajaib: −19.2
Superasam karborana: −18.0
Asam florosulfat: −15.1
Asam triflat: −14.9
Asam sulfat −12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman bergantung
pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H0 vs fraksi mol dapat
ditemukan pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsi-fungsi
keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan Stevens.
Asam sulfat
Lebih tingginya konstanta dielektrik asam sulfat (€r = 100 ± 10) seharusnya menyebabkan asam
sulfat lebih baik dari pada air untuk melarutkan solute ionic, tetapi tingginya visikositas (245,4
milipoise, kira-kira 25 x dibanding air) menyebabkan kelarutan dan kristalisasi solute merupakan
proses yang lambat. Demikian juga adanya kesulitan untuk memindahkan solven yang menempel
pada kristal.
Halnya karakter asam-basa dari solute dalam medium ini yang kelihatannya menjadi penting,
karena terautoionisasi menjadi:
2H2SO4 → H3SO4 + HSO4-
Semua spesies yang bersifat basa dalam air juga dapat bersifat basa dalam asam sulfat
OH- + H2SO4 → HSO4- + H3O+
NH3 + H2SO4 → HSO4- + NH4+
Asam Fluorida
Tingginya konstanta dielektrik, kuatnya ikatan hydrogen dan sifat-sifat fisik yang lain dari
asam fluoride membuat solven ini mirip dengan air, HF mempunyai kekuatan solvasi yang
rendahdan hanya melarutkan sedikit garam yang tidak bereaksi dengan reaktivitas kimianya yang
ekstrem, membatasi kegunaannya sebagai solven disbanding air dan amoniak.
Solute larut dalam HF karena:
1. Disosiani ionic
2. Reaksi kimia
Hanya fluoride, fluoborat dan perklorat larut dalam HF tetapi tidak bereaksi. Kebanyakan
halide tidak larut dan tidak terpengaruh dan bereaksi dengan pelepasan hydrogen dalam solven.
Oksida dan hidroksida bereaksi hebat membentuk air dan fluoride, sulfat dari Na atau K ( yang
lainya tidak larut) pertama menghasilkan asam sulfat yang kemudian bereaksi lambat memberikan
f;uorofosfat.
Asam Asetat
Meskipun asam asetat tidak seperti air, dengan titik lebur 289.8 K, titik didih 391 K, stabilitas
dan sifat alamiah yang nontoksik menjadikan asam asetat solven yang baik. Asam asetat
anhydrous sulit dijaga dari sifat higroskopisnya yang tinggi. Meskipun berasosiasi, momem dipole
asam asetat adalah nol sebab terjadinyadimerisasi dalam keadaan cairan. Karena konstanta
dielektriknya rendah (€r:7,14) asam asetat diramalkan merupakan agen yang kurang mensolvasi
dan beberapa garam pelarut dalam medium ini.
Asam sianida
HCN mempunyai titik didih rendah (299 K) dengan berat molekul rendah, konstanta
dielektriknya tinggi dan momen dipole tinggi dan ikatan hydrogen yang luas, seharusnya
menjadikannya sebagai agen pensolvasi yang baik seperti air. Tetpai ternyata HCN kurang baik
untuk melarutkan senyawa ionic, tetapi dapat melarutkan sebagian besar senyawa kovalen.
Asam Sulfida
Sulfur merupakan unsure sesudah oksigen dalam susunan periodic, dan sifat-sifat solvenya
sudah dipelajari. Ranah cairan dari asam sulfide beracun (188-212 K) merupakan keterbatasan
untuk mempelajari sifat-sifat solvennya secara nyata. Rendahnya momen dipole dan konstanta
dielektrik menyebabkan rendahnya kelarutan garam ionic. Solute dapat larut dalam asam sulfide
karena solvasi sederhana, protonasi, solvolisis atau reaksi kimia.
Leburan Garam
Leburan garam juga merupakan solven non air. Perbedaannya adalah diperlukan terperatur
yang lebih tinggi untuk menjaganya tetap pada fase cairan.perbedaan yang sangat nyata dari kimia
larutan dengan leburan garam adalah:
a. Struktur leburnya terikat kuat
b. Secara alamiah bersifat stabil
c. Konsentrasi ion solven lebih tinggi dalamleburan
d. Mempunyai ketahanan bersama untuk destruksi
Secara umum leburan garam diklasifikasikan menjadi:
a. Logam alkali halide ionic
b. Halide yang terikat kovalen (terutama merkuri halida) yang mempunyai beberapa
autoionisasi dalam keadaan melebur.
c. Larutan logam yang lebih baik dipelajari sebagai system fase
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelarutan senyawa atau proses melarut adalah suatu proses perubahan dari zat awal
kedalam medium, sedangkan larutan adalah suatu sistem campuran homogeny dari dua zat atau
lebih dan partikel di dalam larutan memiliki ukuran/dimensi molecular.
Komponen kimia yang ada dalam jumlah kecil dinyatakan sebagai zat terlarut atau solut,
sedangkan komponen yang ada dalam jumlah yang lebih besar dinyatakan sebagai pelarut solven.
DAFTAR PUSTAKA
Sriyanti, Taslimah.2002.Buku Ajar Reaksi Anorganik. Semarang; Universitas Diponegoro
Manku, G.S., 1980, “Theoritical Principles of Inoganic Chemistry, Mc Graw Hill, Singapore
Gilreath, S.E, 1988, “Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry, Mc Graw Hill Book
Company, Singapore
Sharpe, A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical. Singapore. 196-208
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2. Harper and
Row Publishers. New York. 291-295.
‹
›
Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto saya
miftahul muttaqinn