Anda di halaman 1dari 46

UNIEQPHARM

Sabtu, 07 April 2012


Polaritas

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Polaritas adalah suatu kemampuan senyawa untuk membuat/membentuk dipol. Polaritas ini dari
suatu senyawa dijelaskan dalam istilah momer dipole polaritas suatu senyawa juga dihubungkan
dengan konstanta dielektriknya ( E) dimana jika nilai E meningkat, maka kepolaran dari suatu
senyawa juga meningkat.

Dipol adalah dua muatan yang berbeda yang terdapat pada molekul suatu zat gaya tarik
menarik antar molekull yaitu gaya-gaya yang mengikat molekul-molekul dalam zat yang terdiri
atas molekul-molekul. Gaya tarik- menarik berkaitan dengan sifat fisis zat yaitu titik cair, titik
didih, rapatan, dan kelarutan.
Polaritas dari suatu senyawa dijelaskan dalam suatu istilah moment dipole.Polaritas dari suatu
senyawa juga dihubungkan dengan konstanta dielektrik dimana jika nilai konstanta dielektrik
meningkat maka kepolaran dari suati senyawa juga menngkat. Senyawa konstanta dielektrik yang
tinggi umumnya larut dalam air, sedangkan senyawa dengan konstanta dielektrik yang rendah
cenderung idak larut dalam air.
I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui sifat kelarutan dari beberapa senyawa.
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk memepelajari pengaruh struktur teradap kelarutan suatu senyawa
2. Untuk membedakan pelarut polar, semipolar, dan polar.
I.3 Prinsip Percobaan
Mengidentifikasi kelarutan suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan beberapa pelarut,
yaitu air, dietil eter, etanol dan kloroform.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Toeri
Kelarutan dalam air dari suatu persenyawaan ditentukan oleh perbandingan antara gugus
hidrofob (C – H). Misalnya, alcohol yang mengandung satu sampai tiga buah atom karbon
bercampur dengan air (membentuk ikatan hydrogen). Dalam molekul yang kecil ini gugus –OH
dapat mengatasi sifat hidrofob dari gugus C – H.
Alkohol yang mengandung lebih dari tiga atom karbon larut sebagai atau tidak larut dalam
karena mempunyai jumlah gugusan hidrofob C – H yang cukup untuk mengatasi efek hidrofil
dari gugus –OH (kepolaran berkurang).
Dalam molekul aseton ikatan intermolekulnya lemah, ini disebabkan karena bagian dari
positif dari molekul ini tersebar dan tidak terletak pada atom hydrogen. Jadi ikatan hydrogen tidak
mungkin terbentuk dalam molekul aseton.
Dalam molekul air adanya efek indutif oleh sudut/bentuk dari molekul air menjadikan air
memilki dipole yang sangat unik.
Polaritas dari suatu senyawa dijelaskan dalam suatu istilah moment dipole.Polaritas dari
suatu senyawa juga dihubungkan dengan konstanta dielektrik dimana jika nilai konstanta
dielektrik meningkat maka kepolaran dari suati senyawa juga menngkat. Senyawa konstanta
dielektrik yang tinggi umumnya larut dalam air, sedangkan senyawa dengan konstanta dielektrik
yang rendah cenderung idak larut dalam air.

II.2 Uraian Bahan


1. Air suling
Nama resmi :Aqua destillata
Nama lain :Air suling
Pemerian :cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Khasiat :Pelarut
2. Asam asetat
Nama resmi : Acidum Aceticum
Nama lain : Asam asetat, cuka
Pemerian : Cairan jenuh, tidak berwarana, bau menusuk, rasa asam, tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol dan dengan gliserol.
R. Molekul :CH3COOH
3. . Etanol
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain :Etanol, alkohol
Pemerian :Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap
Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan dalam eter.

4. Aseton
Nama lain : Metanal
Nama lain : formol, metal aldehida, oksigen metilana, propanon,
Pemerian : berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar.
Kelarutan : larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol,
Khasiat : Pereaksi/ pelarut
5. Gliserol
Nama resmi : Glycerolum
Nama lain : Gliserin
Pemerian ; Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,
Khasiat : zat uji
6. Kloroform
Nama resmi : Chloroformum
Nama lain : Kloroforom
Pemerian : Caran, mudah menguap, tdak berwarna, bau khas, rasa manis
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, larut dalam etanol.
Khasiat : Zat tambahan
7. Propilenglikol
Nama resmi : Propylenglycolum
Nama lain : Propilenglicol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelartan : Dapat bercampur dengan air, etanol dan dengan kloroform
Khasiat : Zat uji

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
Ø Alat
a. Tabung reaksi f. Masker
b. Pipet tetes g. Lap
c. Rak tabung h. Label
d. Batang pengaduk i. Beaker glass
e. Tissue

Ø Bahan
a. Air suling h. Kloroform
b. Aseton i. Metanol
c. Asam asetat j. Propanol-2
d. Dietil eter k. Propilenglikol
e. Etanol l. Aquadest
f. Gliserol
g. Heksan
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan 10 tabung reaksi yang bersih dan kering, beri label sesuai dengan nama sampel
uji.
2. Kedalam masing-masing tabung reaksi diisi dengan sampel uji yang tertera pada lembar
kerja.
3. Ke dalam masing-masing reaksi, ditambahkan 1 ml air suling. Campuran diisi hingga
homogeny.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Data Pengamatan
NO
Nama
Senyawa
Kelarutan dalam
Struktur
Golongan
H2O
diletileter
Etanol
Kloroform
1.
Heksan
C6H14
Alkana
≠larut
larut
Larut
Larut
2.
Aseton
CH3-C-CH3
O
Keton
Larut
Larut
Larut
larut
3.
Dietieter
C2H5-O-C2H5
Eter
≠larut

Larut
Larut
4.
Etanol
CH3-CH2-OH
Alkohol
Larut
Lart

Larut
5.
Metanol
CH3-OH
Alkohol
Larut
Larut
Larut
Larut
6.
Propanol-2
OH
CH3-C-CH3
Alkohol
Larut
Larut
Larut
larut
7.
Propilenglokol
CH3-CH-CH2
OH OH
Alkohol
Larut
≠Larut
Larut
≠larut
8.
Gliserol
CH3-CH2
OH OH
Alkohol
Larut
≠larut
larut
≠Larut
9.
Kloroform
CHCl3
Halo alkana
Larut
≠larut
Larut

10
As. Asetat
CH3-C-OH
O
As. karboksilat
larut
larut
Larut
larut

IV.2 Reaksi kimia


a. Heksan
C6H14 + H2O →
C6H14 + C2H5 – O – C2H5 → C5H11 – O – C5H11 + H2O
C6H14 + C2H5OH → C8H18 + H2O
C6H14 + CHCl3 → C7H13 + H2Cl3
b. Aseton
OH O
CH3-C-CH3 + H2O → CH3 – CH – CH3 → C2H5 – C – OH
O
CH3 C2H5
CH3-C-CH3 + C2H5 – O – C2H5 → O O + H2O
O
CH3 C2H5

OH
CH3-C-CH3 + C2H5OH → CH3 – CH – C2H5OCH3
O

CH3-C-CH3 + CHCl3 → CH3 – CH – Cl3CH3


O OCH
c. Dietileter
C2H5-O-C2H5 + H2O →
C2H5-O-C2H5 + C2H5OH → C2H5 – O – HO. C2H5
C2H5-O-C2H5 + CHCl3 →C2H5Cl3 + CH – O – C2H5
d. Etanol
CH3-CH2-OH + H2O → C2H5O- + H3O+
CH3-CH2-OH + C2H5 – O – C2H5 → C2H5 – O – C2H5 . C2H5
CH3-CH2-OH + CHCl3 →3C2H5Cl + H3CHO3
e. Metanol
CH3-OH+ H2O → CH2O- + H2O+
CH3-OH+ C2H5 – O – C2H5 → CH3OH – O – C2H5 – C2H5
CH3-OH+ C2H5OH → CH3 – O – C2H5 + H2O
CH3-OH+ CHCl3 → 3CH3Cl + H3CHO3
f. Propanol – 2

OH O
CH3-C-CH3 + H2O → CH3 – C – CH3 + H3O+

OH
CH3-C-CH3 + C2H5 – O – C2H5 → CH3 – CH – CH3
OH.C2H5 – O – C2H5
OH
CH3-C-CH3 + C2H5OH → C3H7 – O – C2H5 + H2O
OH Cl
CH3-C-CH3 + CHCl3 →3CH3 – CH – CH3 + H3CHO3
g. Propilenglikol
CH3-CH-CH2 + H2O → CH3 – CH – CH2OH + H3O+
OH OH OH

CH3-CH-CH2 + C2H5 – O – C2H5 →


OH OH
CH3-CH-CH2+ C2H5OH →C3H7 – C – C2H5 + H2O
OH OH O
CH3-CH-CH2+ CHCl3 →
OH OH
h. Gliserol
CH3-CH2 + H2O → CH2OH – CH – CH2OH + H3O+
OH OH OH
CH3-CH2 + C2H5 – O – C2H5 →
OH OH
CH3-CH2+ C2H5OH → CH2OH – CH – CH – C2H5OH
OH OH OH OH
CH3-CH2+ CHCl3 →
OH OH
i. Kloroform
CHCl3+ H2O →
CHCl3+ C2H5 – O – C2H5 →
CHCl3+ C2H5OH → 3C2H5Cl + H3CHO3

j. Asam asetat
CH3COOH + H2O →
CH3COOH + C2H5 – O – C2H5 →
CH3COOH + C2H5OH →
CH3COOH+ CHCl3 →
VI.3 Pembahasan
Aturan yang terkenal yaitu like dissolves like berdasarkan pada observasi bahwa molekul molekul
dengan distribusi muatan yang sama dapat larut timbal balik, yaitu molekul polar, akan larut
dalam media yang serupa yaitu polar, sedangkan molekul nonpolar akan larut dalam media
nonpolar. Konsep polaritas kurang jelas apabila diterapkan pada kelarutan yang rendah
Berbicara mengenai kelarutan perlu kita ketahui bahwa kelarutan suatu senyawa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain sifat kepolaran suatu senyawa dan massa jenis atau densitas .
Untuk senyawa golongan alcohol, ternyata dapat larut dalam air, hal ini disebabkan karena
golongan alcohol mempunyai bobot molekul yang lebih rendah dari pada air sehingga mudah
menggantikan molekul air dalam jejaring ikatan-ikatan hydrogen. Sehingga menyebabkan
senyawa alcohol dapat bercampur dengan air namun kelarutan ini hanya berlaku dalam alcohol
berantai pendek.sebab semakin panjang rantai organiknya alcohol makin bersifat hidrokarbon
sehingga kelarutannya menurun (rendah).
Gliserol tidak dapat larut dalam dietil eter dan kloroform, serta membentuk dua lapisan dengan
gliserol pada lapisan bawah pelarutnya. Kloroform hanya dapat larut pada etanol, dan asam asetat
dapat larut pada semua pelarut. Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi struktur – struktur
dan kelarutan atau uji polaritas senyawa. Pada percobaan tersebut beberapa senyawa dapat larut
dalam air (H2O), dietil eter (C2H5-O-C2H5), etanol C2H5-OH dan kloroform (CHCL3) namun
beberapa senyawa laiinya tidak dapat larut dalam pelarut tersebut.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dalam pengamatan yang telah dilakukan dan dari hasil pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Heksan, dietil eter, dan kloroform, tidak larut dalam air
2. Semua golongan alcohol dapat larut dalam air
3. Propilenglikol, gliserol, dan kloroform tidak dapat larut dalam dietileter
4. Semua senyawa dapat larut dalam etanol
5. Propilenglikol dan gliserol, tidak dapat larut dalam kloroform
6. Aseton, etanol, methanol, propanol-2, dan asam asetat dapat larut dalam air, dietileter, etanol,
dan kloroform.
VI.2 Saran
Sebelum bekerja, pastikan alat-alat yang digunakan selama praktikum harus lengkap dan bersih.
Selama proses praktikum berjalan sebaiknya para pembimbing senantiasa mendampingi dan
membimbing para praktikan.
yusni mardiana di 21.30
Berbagi

1 komentar:

Sastra25 Mei 2014 19.10


terima kasih postingannya sangat membantu
Balas


Beranda
Lihat versi web
about me
yusni mardiana
aq perempuan biasa yang bercita-cita untuk dapat membahagiakan kedua orang tua saya!
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

pharmacist blog

Jumat, 29 Mei 2015
Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas Sediaan Farmasi
Mini review Farmasi Fisika
Pengaruh Konstanta Dielektrika terhadap Stabilitas Sediaan Farmasi

Dosen:
Andi Sri Suriati Amal, S.Si, M.Med.Sc

Kelompok 3
Anugerah Suciati
Anggun Mahirotun
Khamidah Fajri Ma’muroh
Lely Syeilawati
Rizqy Fajri Ramadhani
Wafa Aufia

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
MANTINGAN-NGAWI-JAWA TIMUR-INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Stabilitas suatu sediaan farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk mempertahankan
spesifikasi yang telah ditentukan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurniannya.
Data stabilitas suatu obat merupakan hal penting dalam pembuatan sediaan farmasi. Jika obat
tidak stabil maka potensinya akan menurun.
Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis yaitu :
1. Stabilitas dipercepat
2. Stabilitas jangka panjang
Sediaan obat atau kosmetika yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut. Selain itu,
juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, dan untuk jumlah yang kecil bergantung
pada terbaginya zat terlarut. Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta
dielektrik pelarut.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara kapasitas
elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta dielektrik dapat dirumuskan sebagai
berikut :
ᵋ= Cx
Cy

II. TUJUAN
1. Memenuhi tugas mata kuliah farmasi fisika program studi farmasi fakultas ilmu kesehatan
universitas Darussalam gontor.
2. Mengetahui pengertian stabilitas obat dalam sediaan farmasi
3. Mengetahui pengertian konstanta dielektrika dan hubungannya dengan laju reaksi ionic
4. Mengetahui pengaruh konstanta dielektriki terhadap stabilitas sediaan farmasi

III. TINJAUAN PUSTAKA


Dalam sebuah kuliah yang disampaikan oleh Dr. Joshinta D.,MS dosen Universitas Indonesia
(2008) mengenai kestabilan obat; dikatakan bahwa stabilitas obat adalah kemampuan suatu
produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada
saat dibuat (identitas, kekuataan, kualitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (shelf-life). Sedangkan yang dimaksud dengan
shelf-life atau waktu simpan adalah periode penggunaan dan penyimpana yaitu waktu dimana
suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan
kondisi penjualan di pasar. [1]
Kestabilan sediaan farmasi seperti obat atau kosmetik perlu diuji karena hal inilah yang nantinya
akan menjamin kelayakan penggunaan daripada sediaan tersebut. Stabilitas sendiri terbagi
menjadi beberapa jenis antar lain: kimia, fisika, mikrobiologi, terapi dan tosikologi. Stabilitas
kimia berfungsi mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yanng tertera pada etiket
dalam batasan spesifikasi. Dalam stabilitas kimia terdapat pengaruh kekuatan ion yang bekerja
pada sediaan. Reaksi antar ion ini menyebabkan reaktan A dan reaktan B yang direaksikan
menghasilkan produk, dengan pengecualian reaktan tidak netral dan semua reaktan bermuatan.
Efek konstanta dilektrik terhadap kontanta laju reaksi ionik yang diekstrapolasikan sampai
penngenceran tidak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya adalah nol, sering menjadi informasi
yang diperlukan dalam pengembangan obat baru. Untuk reaksi antar ion dengan muatan
berlawanan, efek konstanta dielektrik daari pelarut mengakibatkan penurunan konstanta laju
reaksi. Ssedangkan ion-ion dengan muatan yang sama terjadi sebaliknya, kenaikan konstanta
dilektrik mengakibatkan kenaikan laju reaksi.
Menurut Dadang (2012) Konstanta dielektrik menggambarkan tingkat kepolaran media. Konstanta
dilektrik dapat diketahui dengan mengukur kemampuan media untuk mengahantarkan listrik.
Konstanta dielektrik air paling besar karena air sangat baik menghantarkan listrik. [2]
Jika diplot pada grafik, menurut persamaan, molekul-molekul ion dengan muatan yang
berlawanan akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan positif dan molekul-molekul ion
dengan muatan sama akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan negatif.[3]
Reaksi antar ion dengan muatan belawanan, peningkatan konstanta dilektrik pelarut akan
menurunkan konstanta kecepatan reaksi. Sebaliknya, reaksi antar ion dengan muatan yang sama,
peningkatan konstanta dilektrik pelarut akan menaikkan konstanta kecepatan reaksi (Martin dkk.,
1993)

IV. PEMBAHASAN

A. Konstanta Dielektrika

Konstanta dielektrik adalah sebuah konstanta dalam ilmu fisika. Konstanta ini melambangkan
rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik . Konstanta dielektrik
merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah
potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa).

Dalam ilmu kimia, konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu
pelarut. Misalnya air yang merupakan pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 80,10 pada 20
°C sedangkan n-heksana (sangat non-polar]] memiliki nilai 1,89 pada 20 °C.

Besarnya konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut
lain. Tetapan dielektrika suatu campuran bahan pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan
dielektrik masing-masing sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.

Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut
tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-selvency. Bahan pelarut didalam pelarut
campur yang mampu menigkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan propilen
glikol merupakan contoh dari co-solvent yang umum digunakan dalam farmasi khususnya dalam
pembuatan eliksir.

B. Uji Konstanta Dielektrika

Konstanta dielektrik berhubungan dengan suatu zat. Zat yang memiliki konstanta dielektrik
dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta
dielektriknya rendah merupakan senyawa nonpolar. Senyawa yang digunakan dalam percobaan ini
adalah asetosal. Sedangkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur sebanyak 100 ml
yang terdiri dari air, alkohol, dan propilen glikol.

Pelarut campur dibuat dalam tujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut.

Air
Alkohol 95%
Propilen glikol
60
0
40
60
20
20
60
40
0

Cairan propilien glikol memiliki sifat yang lebih kental cairannya dibandingkan air dan alkohol.
Pada saat pencampuran ketiga cairan, propilen glikol tidak bisa cepat larut, diperlukan
pengocokkan untuk menghomogenkan cairan tersebut.
Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan, semakin besar konsentrasi
asetosal yang dapat larut didalamnya. Hal ini disebabkan karena asetosol sukar larut dalam air,
namun mudah larut dalam etanol. Sehingga, semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur,
semakin besar konsentrasi asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah
sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin rendah konstanta dielektrik
dan pelarut campuran.
Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasil penjumlahan tetapan
dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikan dengan % volume setiap kompenen
pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarut yang digunakan dalam pelarut campur, konstanta
dielektrik dari pelarut campur dapat ditentukan.
Konstanta dielektrik dari suatu sistem pelarut campur adalah merupakan jumlah hasil perkalian
fraksi pelarut dengan konstanta dielektrik masing-masing pelarut dari sistem pelarut campur
tersebut.
C. Stabilitas Obat

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat
diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et al.,1986).

Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya.

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan
obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika
dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya,
kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan.

Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan
aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri.

Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.
Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak
10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah
yang besar dan juga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang
membutuhkannya.
Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan
suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari formulasi
yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta
mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan.(Ansel,1989)
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan
mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman,1994).
D. Uji Stabilitas Obat

Formulasi dan uji stabilitas dispersi solida meloksikam dalam sediaan gel. Penelitian ini dilakukan
oleh Budipratiwi Wisudyaningsih, S.Farm., M.Sc., Apt yaitu pada tahun 2013.

Meloksikam merupakan salah satu obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat digunakan
dalam pengobatan arthritis, rheumatic, osteoarthritis, dan penyakit sendi lainnya. Meloksikam
dalam penggunaannya secara oral dapat menyebabkan atau memiliki efek samping yang tentunya
tidak diinginkan, maka dari itu untuk mencegah beberapa efek negatif tersebut Meloksikam
dibentuk dalam sediaan topikal.

Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang sering dipilih dalam formulasi obat AINS.
Pelepasan obat yang baik dalam bentuk sediaan gel dapat terjadi karena komponen utama gel
adalah air yang memiliki aktivitas sebagai penetrating enhancer yang sangat baik.

Pemilihan jenis dan jumlah pembawa dispersi solida didasarkan atas kemampuannya untuk
melarutkan obat dalam keadaan padat dan kemampuan meningkatkan kecepatan disolusi obat.
Dari penelitian yang dia lakukan diperoleh kesimpulan bahwa Perbandingan meloksikam PVP
yang digunakan adalah 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:9. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
perbandingan meloksikam PVP 1:4 memiliki kecepatan disolusi yang paling tinggi.

Peningkatan komposisi dispersi padat meloksikam PVP memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel, antara lain: dapat menurunkan viskositas, dan
meningkatkan laju pelepasan meloksikan dalam sediaan gel secara in vitro. Peningkatan
komposisi dispersi padat meloksikam PEG 6000 tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap karakteristik fisika kimia gel, akan tetapi dapat meningkatkan laju pelepasan meloksikam
dalam sediaan gel secara in vitro.

Uji stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan yang
signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat meloksikam PVP 1:1; 1:5,
dan 1:7, serta tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada laju pelepasan meloksikam
secara in vitro.

Uji stabilitas pada suhu 25ºC dan 50ºC selama 30 hari tidak menyebabkan perubahan yang
signifikan terhadap karakteristik fisika kimia sediaan gel dispersi padat meloksikam PEG 6000
1:1; 1:5, dan 1:8, serta tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada laju pelepasan
meloksikam secara in vitro.

V. KESIMPULAN
Seperti yang telah kita bahas bahwa stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuataan, kualitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (shelf-life).

Dimana harus adanya konstanta dielektrika yang sesuai agar tidak berpengaruh pada kestabilan
obat atau sediaan farmasi lainnya karena dapat menurunkan viskositas, dan meningkatkan laju
pelepasan

Karena dapat kita ketahui bahwa zat yang memiliki konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi
merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah
merupakan senyawa nonpolar. Dengan keadaan yang berbeda ini kita harus menyesuaikan
konstanta pada sediaan tersebut agar tidak berpengaruh lebih pada sediaan obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes Goeswin, 2014, Peracikan dan Penyaluran Obat (SFI-8), Bandung, Penerbit ITB
Ansel Howard, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Penerbit UI
http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/bab-v-kelarutan
www.academia.edu/9941927/LAPORAN_PRAKTIKUM_FARMASI_FISIKA_PENGARUH_PE
LARUT_CAMPUR_TERHADAP_KELARUTAN_BAHAN_OBAT_PRODI_D_III_PROGSUS_
FARMASI_INSTITUT_ILMU_KESEHATAN_KEDIRI_BHAKTI_WIYATA_KEDIRI_2014
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58900/budipratiwi
%20wisudyaningsih_pemula_boptn_181.pdf?sequence=1
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabilanobatkuliahs2.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:13
https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/stabilitas-obat-compatibility-mode.pdf pada tanggal
25 April 2015 pukul 22:20
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-ginatriana-27561-2-2007ta-1.pdf pada tanggal
25 April 2015 pukul 22:10

[1] Diakses dari


http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabilanobatkuliahs2.pdf
pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:13
[2] Diakses dari https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/09/stabilitas-obat-compatibility-
mode.pdf pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:20
[3] Diakses dari http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/552/jbptitbpp-gdl-ginatriana-27561-2-2007ta-
1.pdf pada tanggal 25 April 2015 pukul 22:10
Aufia Wafa di 08.04
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web
Diberdayakan oleh Blogger.
Perfil

Foto saya
Aufia Wafa

Lihat profil lengkapku


私のノート.. SEBUAH CORETAN DARI SEGALA PROSES YANG DILALUI

telusuri
MAR
9
Kelarutan

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk
larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol
di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Melarut tidaknya
suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada sifat
serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarut-
pelarut.
Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari
dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau
hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi
yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh
adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat.
Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut
yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang
dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih mudah larut daripada kristal besar,
sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu
dipengaruhi pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada terbaginya zat terlarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat
yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut
seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada
sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil. Proses pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan
solut, solven dengan solven, dan solut dengan solven terdiri dari tiga tahap, yaitu
Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada temperatur
tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehingga dapat
lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar molekul-molekul berdekatan. Proses
pelepasan ini melibatkan energi sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang
berdekatan dalam kristal. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang
yang ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi diterima kembali, maka total energi dari
proses pertama adalah W22.
Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima
molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini adalah W11. Bilangan 11
menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven.
Tahap ketiga penempatan molekul zat terlarut dalam lubang pelarut. Lubang dalam pelarut yang
terbentuk pada gambar 2, sekarang tertutup. Pada keadaan ini, terjadi penurunan energi,
selanjutnya akan terjadi penutupan rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi
potensial.

Kelarutan zat di dalam pelarut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

Pelarut
Bila suatu zat melarut, kekuatan tarik-menarik antar molekul dari zat terlarut harus diatasi oleh
kekuatan tarik-menarik antara zat terlarut dengan pelarut. Ini menyebabkan pemecahan kekuatan
ikatan antar zat terlarut dan pelarut untuk mencapai tarik-menarik zat pelarut.
1.) Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya.
Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur
dengan alkohol dengan segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain.
Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang mengandung oksigen
dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidroksi dalam air.
2.) Pelarut Non Polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar
tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan
dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit
dan berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar
dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada dalam
larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals-london lemah. Maka, minyak dan lemak larut
dalam karbon tetraklorida, benzen dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut
dalam pelarut non polar.
3.) Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu
dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contoh : benzen
yang mudah dipolarisasikan, kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut
perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan non polar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan


1.) Interaksi solut dan solven
Pada kondisi tertentu, zat mempunyai kelarutan tertentu pula. Kemampuan berinteraksi antara
solut dan solven sangat tergantung pada sifat solut maupun sifat solven, yang dipengaruhi efek
kimia, elektrik maupun struktur. Kelarutan suatu zat juga bergantung pada struktur molekulnya
seperti perbandingan gugus polar dan gugus non polar dari molekul. Semakin panjang rantai non
polar dari alkohol alifatis, semakin kecil kelarutannya dalam air. Kelarutan zat terlarut dalam
pelarut juga dipengaruhi oleh polaritas atau momen dipol pelarut. Pelarut-pelarut polar dapat
melarutkan senyawa-senyawa ionik serta senyawa-senyawa polar lainnya.
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar
dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila
kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu
yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya :
Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida.
2.) pH
Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH
pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan
bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan
basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam
air. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
3.) Tekanan
Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat
dalam pelarut zat cair. Namun apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan prinsip
Le Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif larutan dan penyusun zat. Pada umumnya
perubahan volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan
sangat besar untuk mengubah kelarutan zat.
4.) Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya dengan panas
kelarutan dari zat tersebut. Panas kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang
dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada
temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat
dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul
zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah
terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh
kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena
gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
5.) Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, Konfigurasi
molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang
bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya
simetris.
6.) Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula
sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan
pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan
dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen
pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut
tunggalny. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk
campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin dan propilen
glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.

Cara Meningkatkan Kelarutan


Kelarutan suatu zat (solut) dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, antara lain:
1.) Pembentukan Kompleks
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari
dispersi, dipolar dan tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna
dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat penting dalam beberapa kompleks
logam. Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kompleks molekuler adalah
persyaratan ruang. Jika pendekatan dan asosiasi yang dekat dari molekul donor dan molekul
akseptor dihalangi oleh faktor ruang, kompleks akan atau mungkin berbentuk ikatan hidrogen dan
pengaruh lain harus dipertimbangkan. Polietilen glikol, polistirena, karboksimetil-selulosa dan
polimer sejenis yang mengandung oksigen nukleofilik dapat berbentuk kompleks dengan berbagai
obat. Semakin stabil kompleks organik molekuler yang terbentuk, makin besar reservoir obat yang
tersedia untuk pelepasan. Suatu kompleks yang stabil menghasilkan laju pelepasan awal yang
lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk pelepasan sempurna.
Cara ini membuat pentingnya pembuatan kompleks molekuler. Dibawah kompleks ini diartikan
senyawa yang antara lain terbentuk melalui jembatan hidrogen atau gaya dipol-dipol, juga melalui
antar aksi hidrofob antar bahan obat yang berlainan seperti juga bahan obat dan bahan pembantu
yang dipilih. Pembentukan kompleks sering dikaitkan dengan suatu perubahan sifat yang lebih
penting dari bahan obat, seperti ketetapan dan daya resorbsinya, sehingga dalam setiap kasus
diperlukan suatu pengujian yang cermat dan cocok. Pembentukan kompleks sekarang banyak
dijumpai penggunaannya untuk perbaikan kelarutan, akan tetapi dalam kasus lain juga dapat
menyebabkan suatu perlambatan kelarutan.
2.) Penambahan Kosolven
Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem untuk membantu melarutkan atau
meningkatkan stabilitas dari suatu zat, cara ini disebut kosolvensi. Cara ini cukup potensial dan
sederhana dibanding beberapa cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan
stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat mempengaruhi polaritas sistem, yang dapat
ditunjukkan dengan pengubahan tetapan dielektrikanya.
Kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan
sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Pada beberapa
kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali
lipat, namun bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus
penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan solut dalam larutan berair. Efek peningkatan
kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan
sistem kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan semua komponen dalam formulasi dan
meminimalkan resiko pengendapan karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah.
Akibatnya, hal ini akan mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat.
3.) Penambahan Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya terdiri dari dua bagian
dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai pelarut yaitu bagian hidrofobik dan
hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau
teroksigenasi, bagian ini mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan
bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh
karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu baik terhadap
pelarut polar maupun non polar. Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau
berada di antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan zat
terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan terpusat pada
antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang larut air dan minyak. Bila molekul
terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi
molekul surfaktan di permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di
antara cairan akan menurunkan tegangan antarmuka.
Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang
disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle
Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu
selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena
surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama. Sifat terpenting misel
adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut atau sedikit
larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul
zat yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang jernih dan stabil secara
termodinamika.
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar dengan
permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan antarmuka adalah gaya
persatuan panjang yang terdapat antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti
tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada
tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk suatu antarmuka
adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Apabila
dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan
terbagi menjadi :
a. surfaktan anionik
Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion negatif
bertindak sebagai surfaktan misalnya Natrium lauril sulfat.
b. surfaktan kationik
Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion postif bertindak
sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil morfolium etosulfat.
c. surfaktan amfoter
Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil aminopropiona, Imidazolinum
betaine.
d. surfaktan nonionik
Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak berionisasi, misalnya :
tween dan span.
Diposting 9th March 2012 oleh Boggy RS

1 Lihat komentar

Anonymous1 Mei 2013 10.24


thank ane dah kelar tugas ya

Balas

Memuat

MUTTAQIN
Senin, 13 Januari 2014

MAKALAH ANORGANIK “PELARUT”

MAKALAH ANORGANIK
“PELARUT”

M.MIFTAHUL MUTTAQIN
REGULER PAGI
NIM. 1205025016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pelarut

Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak kekurangan. Karena
itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi
tercapainya makalah yang lebih baik.
Samarinda ,11 November 2013
Penyusun

M.MIFTAHUL MUTTAQIN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... 2


Daftar Isi .......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 4...........
1.2 Rumusan
Masalah..............................................................................................................5
1.3 Tujuan
Penulisan…………………………………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN :
2.1 Kelarutan suatu senyawa ……………………………………..6
2.1.a Mekanisme pelarutan senyawa ionic dalam medium air……………….11
2.1.b Pengaruh temperaturan pada kelarutan………………………………………13
2.1.c Peran air sebagai solven ……………………………………………………………….14
2.1.d Kelarutan senyawa organic rantai panjang dengan ujung polar……………16
2.1.e Struktur Kimia dan Kelarutan……………………………………………….24
2.1.f Kelarutan yang Disebabkan oleh reaksi kimia……………………………...25
2.2. Perubahan energy dalam pembentukan larutan…………………………………….31
2.2.a kelarutan yang menyebabkan pembentukan komplek………………………………38
2.3. Perilaku umum pelarut…………………………………………………………………
2.4. Pelarut ber proton dan pelarut tidak berproton………………………………………..

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….41


3.1 Kasimpulan
………………………………………………………………………………….41

BAB IV DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................42

1.1 Latar Belakang


Kelarutan senyawa atau proses melarut adalah suatu proses perubahan dari zat awal
kedalam medium, sedangkan larutan adalah suatu sistem campuran homogeny dari dua zat atau
lebih dan partikel di dalam larutan memiliki ukuran/dimensi molecular.
Komponen kimia yang ada dalam jumlah kecil dinyatakan sebagai zat terlarut atau solut,
sedangkan komponen yang ada dalam jumlah yang lebih besar dinyatakan sebagai pelarut solven.
Bedasarkan pengertian diatas kami selaku penulis ingin mencari dan juga mendalami segala
sesuatu yang menyangkut dengan materi pelarut tersebut.
seperti :
1. Pengertian kelarutan suatu senyawa
a. Mekanisme pelarutan senyawa ionic dalam medium air
b. Pengaruh temperaturan pada kelarutan
c. Peran air sebagai solven
d. Kelarutan senyawa organic rantai panjang dengan ujung polar
e. Struktur Kimia dan Kelarutan
f. Kelarutan yang Disebabkan oleh reaksi kimia
2. Perubahan energi dalam pembentukan larutan
a. kelarutan yang menyebabkan pembentukan komplek
3. Perilaku umum pelarut
4. Pelarut ber proton dan pelarut tidak berproton

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari kelarutan suatu senyawa ?


2. Perubahan energi apa yang terjadi dalam pelarutan?
3. Pelarut apakah yang menyebabkan pembentukan komleks?
4. Bagaimana perilaku umum pada pelarut ?
5. Apa itu pelarut berproton dan pelarut tidak berproton?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu kelarutan suatu senyawa
2. Untuk mengetahui perubahan energi dalam pelarutan
3. Untuk mengetahui pelarutan apa yang menyebabkan pembentukan kompleks
4. Untuk mengetahui perilaku umum pada pelarut
5. Untuk mengetahui apa itu pelarut berproton dan pelarut tidak berproton
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KELARUTAN SUATU SENYAWA


Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk
larut dalam suatu pelarut (solvent) [1]. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol
di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Komponen yang ada dalam jumlah kecil dinyatakan sebagai zat terlarut atau solute, sedangkan
komponen yang ada dalam lebih besar dinyatakan sebagai pelarut atau solven. Pernyataan sebagai
pelarut dan zat terlarut dapat dipertukarkan misalnya: dalam campuran 10% aseton, 90% air,
aseton adalah zat terlarut dan air adalah pelarut, tetapi dalam campuran 10% air dan 90% aseton,
aseton bertindak sebagai pelarut sedangkan air bertindak sebagai zat terlarut. Secara umum ada
batas kelarutan solute dalam solven. Jika batas tersebut terpenuhi, penambahan solute lebih lanjut
akan mencapai kesetimbangan antara solut yang larut dan yang tidak larut. Larutan dalam
tingkatan ini disebut larutan jenuh. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut disebut sebagai
larutan berair (aquous solution)

Istilah Kelarutan
NO
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut di perlukan
untuk malarutkan 1 bagian air
1
Sangat mudah larut
kurang Dari 1
2
Mudah larut
1 – 10
3
Larut
10 – 30
4
Agak sukar larut
30-100
5
Sukar Larut
100-1.000
6
Sanagat Sukar Larut
1.000-10.000
7
Praktis Tidak larut
lebih dari 10.000

2.1.a Mekanisme pelarutan senyawa ionik dalam medium air


Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di
Bumi,[1][2][3] tetapi tidak di planet lain.[4] Air menutupi hampir 71% permukaan Bumi. Terdapat
1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di Bumi.[5] Air sebagian besar terdapat di laut
(air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat
hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-
obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air
di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting
bagi kehidupan manusia.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur
273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas
dan banyak macam molekul organik.
Keadaan air yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam kondisi
normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain yang mirip
dalam kolom oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air seharusnya berbentuk
gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel periodik, terlihat bahwa unsur-
unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor, dan fosfor, sulfur dan klor. Semua elemen-
elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan
normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan dengan oksigen membentuk fase berkeadaan cair,
adalah karena oksigen lebih bersifat elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut
(kecuali flor).
Tarikan atom oksigen pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh
atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom hidrogen, dan jumlah
muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom tersebut membuat molekul
air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik antar molekul-molekul air akibat
adanya dipol ini membuat masing-masing molekul saling berdekatan, membuatnya sulit untuk
dipisahkan dan yang pada akhirnya menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut
sebagai ikatan hidrogen.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada
dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar.
Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).

0o
20o
50o
100o
Massa jenis (g/cm3)
0.99987
0.99823
0.9981
0.9584
Panas jenis (kal/g•oC)
1.0074
0.9988
0.9985
1.0069
Kalor uap (kal/g)
597.3
586.0
569.0
539.0
Konduktivitas termal (kal/cm•s•oC)
1.39 × 10-3
1.40 × 10-3
1.52 × 10-3
1.63 × 10-3
Tegangan permukaan (dyne/cm)
75.64
72.75
67.91
58.80
Laju viskositas (g/cm•s)
178.34 × 10-4
100.9 × 10-4
54.9 × 10-4
28.4 × 10-4
Tetapan dielektrik
87.825
80.8
69.725
55.355
Jumlah molekul air yang diikat tidak harus sama, tetapi bergantung pada:
1. Ukuran ion, makin kecil kemampuan gerak makin besar, daya hantar makin besar,
kemempuan mengikat makin besar
2. Muatan ion, makin besar muatan ion, kemampuan mengikat H2O semakin besar

2.1.b Pengaruh temperature pada kelarutan


Kelarutan suatu zat berwujud padat semakin tinggi, jika suhunya dinaikkan. Dengan naiknya suhu
larutan, jarak antarmolekul zat padat menjadi renggang. Hal ini menyebabkan ikatan antarzat
padat mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut.
Hubungan kelarutan dan suhu untuk beberapa jenis garam.
2.1.c Peran air sebagai solven
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada
dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar.
Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Jika suatu padatan ionic dimasikkan kedalam air,
karena interaksi ion dipole, molekul air mengarahkan molekul airnya sendiri pada permukaan
padatan dengan jalan ujung negatifnya kearah kation dan ujung pogatifnya mengarah ke anion.
Pada permukaan padatan daya tarik antar ion lemah karena adanya daya tarik solute-solven.
Permukaan ion dapat tertarik ke dalam larutan sebagai ion terhidrat. Solute ionic mempunyai
kelarutan lebih tinggi dalam solven yang mempunyai konstanta dielektrik lebih tinggi, karena
adanya penurunan daya tarik antar ion yang lebih besar.
2.1.b Kelarutan senyawa organic rantai panjang dengan ujung polar
Senyawa seperti amina alifatik rantai panjang, alcohol atau asam karboksilat mempunyai rantai
karbon hidrofobik nonpolar yang terikat dengan ujung polar yang dapat membentuk ikatan
hydrogen kuat dengan air.jika senyawa tersebut dimasukkan dalam air, senyawa tersebut akan
meluas kepermukaan dimana ujung polarnya diatar permukaan. Dengan cara tersebut suatu film
unimolekuler teramati diatas permukaan.padatan seperti ini aplikasinya ditemukan pada pelapisan
permukaan liquid dengan lapisan unimolekuler.
2.1.e Struktur kimia dan kelarutannya
“like dissolves like” adalah aturan yang biasa digunakan untuk kelarutan solute selaku dengan
sehubungan dengan karakter kimia yaitu sifat alamiah zat terlarut dan pelarut. Karakter kimia
disini terutama dalam polaritas dan komposisi. Sebagai contoh, paraffin larut dengan cepat dalam
benzene, tetapi gula polihidroksil larut dalam air dan tidak larut dalam benzene.
Aturan pasti untuk menentukan kelarutan suatu senyawa tidak dapat disusun sebagai ukuran,
muatan dan struktur electron dari suatu senyawa, tetapi secara umum dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a) Karena memiliki energy kisi yang lebih rendah, ion besar membentuk senyawa yang lebih
larut. Sesium iodioda sepuluh kali lebih larut disbanding natrium iluorida.
b) Padatan yang mempunyai rapat muatan ionic lebih tinggi, kelarutan lebihrendah dalam
solven berair dan polar. Barium oksida 2000 kali lebih larut disbanding magnesium oksida.
c) Jika salah satu senyawa adalah garam ionic yang mempunyai ukuran sangat kecil jika
dibandingkan dengan yang lain, tidak akan terbentuk kisi yang rapat, dengan kata ;lain energy
kisinya rendah. Magnesium sulfat dan barium sulfat menurut kesimpulan kedua di atas BaSO4
harusnya lebih larut sebab Ba2+ mempunyai rapat muatan yang lebih rendah. Fakta menunjukkan
bahwa MgSO4 lebih mudah larut. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan dari kecilnya ukuran
ion Mg2+ untuk membentuk kisi yang rapat maka akan membentuk hidrat untuk menata kisi
dalam matrik sulfat.
d) Polarisasi ion dlam Kristal. Polarisari kation oleh anion menunjukkan bahwaadanya ikatan
kovalen, sehingga kelarutan senyawa menurun.
2.1.f Kelarutan yang disebabkan oleh reaksi kimia
Pelarut paraffin dalam minyak, zat terlarut paraffin mempertahankan karakter molekulnya,
sedagkan pelarutan seng (II) fluoride dal;am HCL terjadi karena reaksi kimia:3
ZnF2 + HCL → Zn2+ + 2CL- + H2F2
Dari kedua perbedaan yang mendasar tersebut, kemungkinan pelarutan suatu zat tersebut
melibatkan transisi bertahap dari proses fisika ke proses kimia tanpa batas yang jelas.
Reaksi-reaksi yang membantu pelarutan kemungkinan adalah reaksi asam-basa dan reaksi redoks.
Reaksi asam-basa:
Na2O + H2O → 2NaOH
Na2O +H2O → 2Na+ + 2OH-
Al(OH)3 + NaOH → AlCl3 + 3H2O
Al(OH)3 + 2H+ → NaAlO2 + 2H2O
CaC2O4 + H+ → Ca2+ + HC2O4-
Reaksi redoks:
Al + H2O + OH- → AlO2- + H2
Proses ini tidak dapat diklasifikasi sebagai kelarutan seperti pada kristalisasi atau evaporasi solven
karena senyawa kimia asli tidak dapat ditemukan.

2.2.PERUBBAHAN ENERGI DALAM PEMBENTUKAN LARUTAN


Efek hidrasi dan energy kisi
Perbedaan antara larutan dari solute nonpolar dalam solven nonpolar (menggambarkan larutan
ideal) dan campuran gas ideal adalah kemampuannya untuk melemahkan interaksi solute-solven
dan solven-solven. Dalam kasus ini, perubahan energy bebas ∆G untuk pelarutan hanya
dipengaruhi oleh perubahan entropi (∆S).
∆G = ∆H - T∆S = -T∆S jika ∆H = 0
Untuk gas idel campuran :
∆S = -R (x1lnx1 + x2lnx2)
X1 dan x2 adalah fraksi mol untuk solute dan solven
∆G = +RT (x1lnx1 + x2lnx2)
2.2.a Kelarutan yang menyebabkan pembentukan kompleks
Beberapa senyawa mengalami pelarutan dalam solven yang menyebabkan pembentukan
kompleks. Contohnya adalah ekstraksi slven dari kompleks logam ke dalam solven organic,
seperti pelarutan nikel (II) dalam larutan dimetilglioksim dari kloroform:
Ni2+ +2 HDMG → [Ni (DMG)2] + 2H+
Dan pelarutan timah (II) dalam asam ditioalat dari karbon tetraklorida:
Sn2+ + 2C6H4(SH)2 → 4H+ + [Sn(S2C6H4)2]2-
Jika garam tak larut dilarutkan dalam air menghasilkan energi hidrasi (CaI2 =-512 Kkal /mol dan
CaF2 =-1620 Kkal /mol), dan energy hidrasi kecil ( KI =-146 Kkal /mol dan LiF =-240 Kkal/mol)
diketahui, menunjukkan bahwa energy hidrasi sendiri tidak menentukan kelarutan senyawa.
Energi kisi juga harus dipertimbangkan untuk meramalkan kelarutan. Baik U maupun Hsol
tergantung pada ukuran ion, U berbanding terbalik dengan jumlah dari jari-jari kation (rc) dan
anion (ra); sedangkan Hsol adalah jumlah dari dua pernyataan yang masing-masing berbanding
terbalik dengan jari-jari ion secara individu (Za dan Zc adalah muatan kation dan anion ).
Dari persamaan di atas , untuk ion dengan ukuran sama energy kisi U mempunyai harga lebih
tinggi daripada enersi solvasi. Jika ukuran salah satu ion sangat besar akan mengalami penurunan.
Di sisi lain, energy solvasi murupakan jumlah dari dua pernyataan , jika salah satunya sangat besar
menyebabkan ukuran ion lebih kecil, tetapi kemungkinan jumlah totalnya masih besar meskipun
ukuran ion yang lain besar. Sebagai contoh adalah kelarutan alkali halida (CsI paling sukar larut
sebagai Cs+ halida dan akali iodide , sedangkan LiF adalah logam alkali fluoride yang paling
sukar larut pada litium halida).
Kasus dalam logam alkali energy hidrasi dari ion-ion utamanya.
Pertimbangan praktis dari hubungan kelarutan dan ukuran ion adalah isolasi dengan suatu
pasangan ion yang sama besar. Maka meskipun ion [Ni(CN)5]3- ada dalam larutan, tetapi
terbentuk juga kristalisasi garam kalium K2[Ni(CN)4]H2O, dan ion yang lebih besar terkristalisasi
membentuk [Cr(H2NCH2NH2)3][Ni(CN)5].1,5H2O. halida tersebut menunjukkan bahwa
kelarutan garam meningkat dengan adanya peningkatan perbedaan
Dalam solven non polar,energy solvasi ion sangat lemah sehingga menyebabkan interaksi ion
dipol terinduksi sangat lemah, oleh karena itu tingginya energy kisi kristal ionik lebih besar
dibanding interraksi antara ion dengan solven sehingga padatan tiodak larut dalam solven non
polar.

Asosiasi ion
Dalam larutan pekat, larutan elektrostatik dapat cukup besar, dimana interaksi ini bergantung pada
konstanta dielektrik solven. Jika ion-ion sangat dekat interaksi elektrostatik kemungkinan menjadi
besar disbanding gerakan termal yang cenderung mengacaukannya, oleh karena itu, dua ion
dengan muatan berlawanan membentuk spesies netral yang dikenal dengan pasangan electron. Hal
ini berbeda dari pembentukan ikatan kovalen karena gaya tarik yang bekerja murni elektrostatik di
alam. Pasangan ion tersebut secara sistematik ditunjukkan sebagai berikut :
A+ + B+ → (A+B-)0
Dalam pasangar berair, pembentukan pasangan ion menjadi signifikan hanya pada konsentrasi
tinggi, tetapi dalam solven dengan € rendah, pembentukan pasangan ion agak berbeda dari
kebiasaan.

2.3 PERILAKU UMUM PELARUT


Air adalah molekul polar non ionic, sehingga akan melarutkan sesuatu yang akan melarutkan
dengan itu. Sebenarnya molekul air terbuat dari atom oksigen dan dua atom hydrogen. Dari kedua
atom hydrogen membawa ion positif dana atom oksigen membawa ion negative. Hal ini
merupakan alas an yang sama kenapa air bias melarutkan semua zat yang hidup dari jenis yang
sama. Dengan demikian air melarutkan lebih zat daripada zat cair yang lain.air telah lama dikenal
sebagai solven universal karena keadaan yang berlimpah dan mudah dimurnikan. Tidak ada solven
lain yang menggantikannya. Sifat-sifat yang menyebabkan air banyak berguna sebagai pelarut
adalah ketersediaannya melimpah, kemurnian, tingkat ranah cairan yang luas, kecenderungan
pelarut yang tinggi, konstanta dielektrik yang tinggi, sifat alamlah di polar, perilaku amfoter dan
sifat-sifatfisikokimiannya yang lain. Banyak cairan lain yamg memiliki sifat yang mirip, dan
biasanya dibedakan dengan air dalam hal perilakunya.
Sifat-sifat solven pengion
Solven pengion adalah solven atau pelarut dimana spesies ionic menjadi stabil, yang mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Pelarut pengion memisahkan diri ke dalam ion-ion murni sehingga memmpunyai konduktor
elektrisitas lemah.
2. Pelarut pengion biasanya adalah molekul polar yang dapat mensolvasi ion-ion menjadi
interaksi ion dipole dan melemahkan, daya tarik antar ion yang ada dalam Kristal padatan.
3. Pelarut pengion mempunyai konstanta dielektrik tinggi (momen dipole tergantung pada jarak
antara ujung muatan yang berlawanan dalam suatu molekul, sedangkan konstanta dielektrik
tergantung pada tingkat orientasi antar molekul itu sendiri dalam medan listrik untuk merusak
medan)
4. Pelarut polat cenderung untuk berasosiasi karena adanya interaksi dipo-dipol. Asosiasi ini
lebih banyak dalam so;lven protonik karena adanya ikatan hydrogen dan mengarah ke titik didih
yang lebih tinggi sehingga meningkatkan ranah larutan
5. Pelarut seharusnya tersedia dengan mudah dan harus mempunyai ranah (range) cairan yang
cukup baik.
Klasifikasi solven
Solven dapat diklasifikasikan dalam berbagi cara tergantung pada sifat-sifat fisika dan kimianya.
Pelarut protonik dan aprotik. Solven protonik dapat mengalami autoionisasi untuk menghasilkan
proton tersolvasi, sedangkan solven aprotik mengautoionisasi proton. Lebih lanjut solven protonik
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Asam mempunyai kecendrungan yang kuat untuk mendonorkan proton
b. Basa mempunyai afinitas kuat terhadap proton seperti amoniak
c. Amfoter yang dapat bereaksi baik sebagai donor proton maupun akseptor proton, sepeti air
dan alcohol.
Sifat aprotik adalah sebagai berikut:
a. Nonpolar tidak terionisasi dan tidak tersolvasi seperti benzene, diklorometana, karbon
tetraklorida
b. Polar tinggi dan melepaskan agen koordinasi yang baik seperti, asetonitril, dimetil
sulfoksida, dan dimetil asetamida
c. Polar tinggi solven autoionisasi yang sangat reaktif dan sulit untuk menjaga kemurniannya
.
2.4. Pelarut ber proton dan pelarut tidak berproton
Tabel sifat-sifat pelarut umum
Solvent
Rumus kimia
Titik didih
Konstanta Dielektrik
Massa jenis
Pelarut Non-Polar
Heksana
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3
69 °C
2.0
0.655 g/ml
Benzena
C6H6
80 °C
2.3
0.879 g/ml
Toluena
C6H5-CH3
111 °C
2.4
0.867 g/ml
Dietil eter
CH3CH2-O-CH2-CH3
35 °C
4.3
0.713 g/ml
Kloroform
CHCl3
61 °C
4.8
1.498 g/ml
Etil asetat
CH3-C(=O)-O-CH2-CH3
77 °C
6.0
0.894 g/ml
Pelarut Polar Aprotic

1,4-Dioksana
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\
101 °C
2.3
1.033 g/ml

Tetrahidrofuran (THF)
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\
66 °C
7.5
0.886 g/ml

Diklorometana (DCM)
CH2Cl2
40 °C
9.1
1.326 g/ml

Asetona
CH3-C(=O)-CH3
56 °C
21
0.786 g/ml

Asetonitril (MeCN)
CH3-C≡N
82 °C
37
0.786 g/ml

Dimetilformamida (DMF)
H-C(=O)N(CH3)2
153 °C
38
0.944 g/ml

Dimetil sulfoksida (DMSO)


CH3-S(=O)-CH3
189 °C
47
1.092

Pelarut Polar Protic

Asam asetat
CH3-C(=O)OH
118 °C
6.2
1.049 g/ml

n-Butanol
CH3-CH2-CH2-CH2-OH
118 °C
18
0.810 g/ml

Isopropanol (IPA)
CH3-CH(-OH)-CH3
82 °C
18
0.785 g/ml

n-Propanol
CH3-CH2-CH2-OH
97 °C
20
0.803 g/ml

Etanol
CH3-CH2-OH
79 °C
30
0.789 g/ml

Metanol
CH3-OH
65 °C
33
0.791 g/ml

Asam format
H-C(=O)OH
100 °C
58
1.21 g/ml

Air
H-O-H
100 °C
80
1.000 g/ml

Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu :


1. Konstanta dielektrikum, /0.
2. Kemampuan pelarut untuk autoionisasi.
3. Sifat keasaman dan kebasaan.
4. Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi.
5. Kemampuan pelarut untuk mengalami redoks.
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri. Pelarut yang
mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar, sebaliknya
pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan senyawa yang
polar. Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan
PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :
2 HF → H2F+ + HF2
H2F+ disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2- disebut sebagai basa konjugat
dari HF.
Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi tergantung dari
sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang digunakan. Solut ataupun solven yang kurang
asam akan berperan sebagai basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO akan berperan sebagai
asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada pelarut air sedangkan pada
pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut untuk berperan sebagai asam atau
sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu pelarut yang memiliki harga DN besar
sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak dan
asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena
pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril
karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H2O dapat
mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan. Contoh
pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O → 2Xe + O2 + 4 H+
PELARUT
DN
AN

HARNESS/SOFTNESS
Asam asetat

52,9
6,2
Hard
Aseton
17
12,5
20,7
Hard
Benzene
0,7
8,2
2,3
Hard
CCl4

8,6
2,2
Hard
Dietileter
19,2
3,9
4,3
Hard
DMSO
29,8
19,3
45
Soft
Etanol
19,0
37,1
24,3
Hard
Piridin
33,1
14,2
12,3
Sedang
Tetrahidrofuran
20,0
8,0
7,3
Sedang
Air
18
54,8
81,7
Hard

Keterangan : DN = Donor Number


AN = Aseptor Number
 = Konstanta Dielektrum

Reaksi Anorganik dalam Medium Non Air


Reaksi dalam media amoniak
Perbedaan pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah :
1. Amoniak memiliki harga b.p yang lebih rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang
lebih pendek dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif terbatas.
2. Amoniak memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan
senyawa ionik. Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak sedangkan pada
pelarut air 100% terdisosiasi.
3. Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki kemampuan
lebih rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan air.

Reaksi dalam media HF


Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah :


: HF  H2O > NH3
b.p.
: HF < H2O > NH3
rentang fase cair
: HF  H2O > NH3

Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga
sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat atau
basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam
dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka
pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga
spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada
pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF → MnO3F + H3O+ + 2HF2-
Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas (SiO2)
melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi antara
pelarut dengan wadah sebagai berikut:
SiO2 + 8HF → SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-

Reaksi dalam media asetonitril


Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta
dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan
meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih rendah
daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang menghendaki
pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan pendonoran
dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2.
HgI2 + I- → [HgI3] - (asetonitril)
Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta kebasaan)
dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb NH3 pada pelarut
air.
Pelarut
H2O
CH3CN
PKb
4,7
16,5
Kb
10-4,7
10-16,5

Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.

Reaksi dalam media lelehan logam


Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk suatu
reaksi yaitu:
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi
oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l) → Na+(l) + Cl-(l)
Pelarut ionik
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1 AsCl3(l) → AsCl2+
(l) + AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.

Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa
gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan
penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat
merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat
memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm
volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai
gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan
pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini
menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C,
cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun
begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di
dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air.
Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia
berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat
amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10
persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak
sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).
UMUM
Nama Sistematis
Amonia
Nama Lain
Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
Rumus Molekul
NH3
Massa Molar
17.0306 g/mol
Penampilan
Gas tak berwarna
Berbau tajam

SIFAT-SIFAT
Massa Jenis dan Fase
0.6942 g/L, gas
Kelarutan dalam Air
89.9 g/100 ml pada 0 °C
Titik Lebur
-77.73 °C (195.42 K)
Temperatur
651 °C
Titik Didih
-33.34 °C (239.81 K)
Keasaman (pka)
9.25
Kebasaan (pkb)
4.75

STRUKTUR
Bentuk Molekul
Piramida segitiga
Momen Dipol
1.42 D
Sudut Ikatan
107.5°

Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C) dengan
bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus sebagai larutan
amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut
non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia
di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan
digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen. Amonia juga
digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan pelarut non-
aqueous lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta dielektriknya yang lebih
kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan turunnya kemampuan secara umum
untuk melarutkan senyawa ion, terutama mengandung ion yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat,
dan pospat yang dapat larut). Dalam beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada
konstanta dielektrik basa dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan
interaksi antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam seperti
Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan yang
prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta dielektrik. Hal ini
tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga menaikkan pembentukan sepasang
ion dan sekelompok ion.

Reaksi larutan ammonia


Selain air, amonia juga sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan bahwa
pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan dengan air.
Ada beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu :

Reaksi asam dan basa.


NH3 + NH → NH4+ (ammonium) + NH2- (amida)
(asam) (basa konjugasi) (asam konjugasi) (basa)
Dari reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa ion amonium sebagai asam dan ion hamida sebagai
basa dalam larutan amonia.
Reaksi Redoks
Reaksi redoks Adalah reaksi oksidasi-reduksi larutan amonia yang terdapat didalam air. Ketika gas
oksigen bergerak lambat melarutkan larutan logam sodium di dalam cairan amonia, produk
pertama yang dihasilkan adalah hidroksida dan amida, selanjutnya diikuti oleh oksidasi yang
terdapat dalam amida yang diubah ke dalam nitrat.
2Na + 1/2O2 → NaOH +NaNH2 + NH3
4NaNH2 + 3O2 → 2NaOH + 2NaNO2+ 2NH3
Reaksi Pembentukan/mempercepat reaksi
Reaksi pembentukan adalah ionisasi zat yang terkandung dalam amonia diproses sama dengan
perubahan yang terjadi dalam larutan air. Larutan amonia dapat mengubah suatu larutan yang
tidak dapat dipecahkan dalam air secara baik. Larutan ammonia yang dilarutkan dengan
potassium iodida dan ammonium klorida dapat dilihat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
KI + NH4Cl → KCl +NH4I
Reaksi Penguraian
Reaksi ini biasanya lebih tertuju pada penguraian ammonia atau reaksi ammonolitik dan
didefinisikan sebagai metathetical (pengganti) reaksi di dalam ammonia sebagai reaktan.
Hg2Cl2 + 2NH2 → Hg + HgNH2Cl + NH4+ + Cl-
Bromin Trifluorida (BrF3)
Bromin Trifluorida adalah pelarut anorganik pengion yang kuat dan merupakan padatan berwarna
kuning yang memiliki titik beku pada suhu 90C serta titik didih 1260C. BrF3 hanya terdapat pada
pelarut aprotik untuk dipostulasikan secara ionisasi pada BrF3 yang didukung oleh isolasi dan
karakterisasi dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan menggunakan titrasi konduktimetrik
pada BrF3. Konduktifitas tertentu dari BrF3 adalah 8 x 10-3 ohm-1 cm-1 pada 250C. Permitivitas
relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi sesuai dengan persamaan sebagai berikut :
2BrF3 → BrF2+ + BrF4-
Dari proses ionisasi tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF2+ yang bertindak sebagai asam
dan BrF4- sebagai basa. Walaupun tidak seperti air, banyak garam fluorida mudah larut dalam
larutan bromin trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi (solvobase). Jadi, di
dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang menyediakan ion F-, yaitu seperti kalium fluorida
(KF) yang bertindak sebagai basa dalam larutan BrF3, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
KF + BrF3 → KBrF4 (basa konjugasi)
Selain itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi pelarut untuk
membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF4- seperti KBrF4, Ba[BrF4]2, AgBrF4.
Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF3, hasil dari
antimonium pentafluorida ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-, dengan kation dan anion
oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa yang dibentuk dari halida lain yang
dirumuskan (BrF2+)2 [SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-. Pengukuran konduktifitas larutan yang
terdiri dari (BrF2)[SbF6] dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan KBrF4 yang menunjukkan nilai
minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2. Dari perbandingan molar tersebut dengan demikian dapat
mendukung rumus reaksi netralisasi sebagai berikut :
(BrF2)+[SbF6]- + Ag+BrF4- → Ag+[SbF6]- +2BrF3
(BrF2)2+[SnF6]2- + 2K+BrF4- → K2+[SnF6]2- + 4BrF3

Dinitrogen Tetroksida (N2O4)


Pelarut N2O4 adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur -120C-210C dan
permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan pelarut yang buruk untuk sebagian besar
senyawa anorganik). Reaksi persamaan asam-basa dari pelarut N2O4 adalah :
N2O4 → NO+ (nitrosonium) + NO3- (nitrat)
(asam) (basa)
Dari reaksi asam-basa di atas, dapat dijelaskan bahwa asam adalah senyawa yang
meningkatkan konsentrasi (positif) ion solvonium, dan basa adalah senyawa yang menghasilkan
peningkatan (negatif) ion solvate, di mana solvonium dan solvate adalah ion yang ditemukan
dalam pelarut murni dalam kesetimbangan dengan molekul netralnya. Ionisasi dinitrogen
tetroksida menurut persamaan di atas juga sangat kecil, yaitu hanya 2 x 10-13 ohm-1 cm-1
pada 170C. Kehadiran ion nitrat dalam pelarut cair ditandai dengan pertukaran nitrat antara
dinitrogen tetroksida cair dan nitrat tetraetilamonium (yang larut karena energi kisi yang sangat
rendah). Logam seperti lithium dan natrium bereaksi dengan cairan untuk membebaskan oksida
nitrat, misalnya :
Li + N2O4 → LiNO3 + NO
Logam yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat
tetraetilamonium, atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran etil asetat. Nitrosyl
klorida dapat dianggap sebagai asam yang sangat lemah dalam N2O4 cair yang didasarkan oleh
Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan aluminium yang muncul dari pembentukan
kompleks nitrat dengan reaksi sebagai berikut :
Zn + 2Et4NNO3 + 2N2O4 → (Et4N)2 [Zn(NO3)4] + 2NO
Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan derajat ionisasi dirinya
sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO+. Jadi asetonitril atau etil asetat-dinitrogen
tetroksida mudah melarutkan tembaga, besi dan seng dengan pembentukan asam NO[Cu(NO3)3].
Cu + 3N2O4 → NO[Cu(NO3)3] + 2NO
Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh karakteristik penyerapan inframerah
sekitar 2300 cm-1. Analogi turunan logam lainnya yang diperoleh melalui kerja tetroksida
dinitrogen pada karbonil logam, seperti :
Mn2(CO)10 + 8N2O4 → 2(NO)2[Mn(NO3)4] + 4NO + 10CO

Hidrogen Fluorida (HF)


Hidrogen fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih rendah (mp -83o
C dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini biasa digunakan untuk mempreparasi
senyawa anorganik dan organik yang mengandung fluor. Karena permitivi-tasnya yang tinggi,
senyawa ini dapat digunakan sebagai pelarut non-air yang khusus. Larutan dalam air gas ini
disebut asam fluorat dan disimpan dalam wadah polietilen karena asam ini menyerang gelas.
Hidrogen fluorida berbentuk kaca dan telah diaplikasikan bukan hanya sebagai bahan
pelarut mengandung air secara komparatif, hal ini dapat diatasi dengan mengurangi gangguan
yang banyak mengandung fluor (seperti polytetrafluorethylene), jika fluor dalam keadaan kering,
pada tembaga dan stainless steel memiliki ruang hampa. HF padat yaitu dari -890C-19,50C dan
memiliki permitivitas relatif dari 84 pada 00C, serta konduktivitas spesifik pada suhunya adalah
sekitar 10-6ohm -1 cm-1. Tetapan kesetimbangan untuk ionisasi HF sesuai dengan
persamaan berikut :
3HF → H2F+ + HF2-
(asam) (basa)
Konstanta keseimbangan HF kira-kira 10-12-0oC. Hidrogen fluorida adalah ikatan hidrogen yang
sangat kuat, tetapi HF hanya memiliki 1H per molekul, membentuk rantai dan cincin dari berbagai
ukuran dalam siklus tertentu (HF)6, bertahan dalam uap, sehingga nilai untuk titik didihnya relatif
rendah (perlu dicatat bahwa hidrogen halida lainnya yang tidak terikat hidrogen, jauh lebih mudah
menguap).
Kebanyakan garam diubah menjadi fluorida oleh cairan fluorida hidrogen dan hanya beberapa
yang larut diantaranya adalah alkali tanah, alkali, perak, dan thalium. Fluorida larut untuk
membentuk asam fluorida misalnya K[HF2], K[H2F3]; fluor pertama kali diisolasi oleh
elektrolisis dan menyatu dengan K[HF2]. Asam anorganik dan organik biasanya terprotonasi
seperti asam asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2- beberapa molekul fluorida. Namun, bertindak
sebagai akseptor ion fluorida yang mengarah pada pembentukan kation H2F+ dan mengandung
larutan asam yang sangat kuat, misalnya :
2HF + SbF5 → H2F+[SbF6]-
2HF + AsF5 → H2F+[AsF6]-
Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]- dan boron trifluorida H2F+[BF4]- hanya untuk ukuran kecil
sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam cairan fluorida hidrogen merupakan jalur
penting untuk persiapan senyawa fluor baik secara organik dan anorganik. Jadi, oksidasi anodik
hasil fluorida amonium NFH2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O menghasilkan OF2 dan dari
CH3COOH, (C2H5)2O, dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH, (C2F5)2O, dan (CF3)3N.

Superasam
Ada sejumlah zat cair yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 106-1010 kali dibandingkan larutan
pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang dikenal dengan nama asam super
(superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted, asam kuat Lewis, atau kombinasi dari asam
kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen dan pH hanya dapat dilihat dalam larutan encer asam
dalam pelarut air. Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut non-air diukur dengan menggunakan
fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan pengukuran keasaman berbagai asam dalam
pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + → BH+
Ho = pKBH+ - Log [BH+]
B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B Dalam larutan encer :
KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] – log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+] [B]
Asam dengan -H0 lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 106 kali lebih kuat dari larutan asam
kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah 12.1, 21.1 untuk larutan HF dalam SbF5, dan
26.5 untuk kombinasi HSO3F dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan untuk mengambil
H- dari hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan ikatan C-C, dsb. Berikut
adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada campuran HSO3F dan SbF5 (asam
lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F → FSO3SbF5- + H2SO3F+ (magic acid)
Selain itu, reaksi superacid terkuat diketahui terdapat dalam larutan asam fluoroantimon (H0=
-31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen fluorida
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF → H2F+ + SbF6-

Fungsi Keasaman Hammet


Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang digunakan untuk
larutan asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti itu, pendekatan
yang sederhana seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi berlaku oleh karena variasi
koefisien keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi keasaman Hammet digunakan di bidang-
bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian reaksi yang dikatalisasi oleh asam karena beberapa
reaksi ini menggunakan asam yang sangat pekat, atau bahkan asam murni. Fungsi keasaman
Hammett, H0, digunakan sebagai pengganti pH. Ia didefinisikan sebagai:

dengan a adalah keaktifan, dan γ adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat asamnya BH+.
H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan Henderson-
Hasselbalch:

dengan pKBH+ adalah −log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki
nilai pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang negatif.
Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam pirosulfat
mempunyai nilai H0 ~ −15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman Hammet menghindari
air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan (generalization) skala pH. Dalam larutan yang
encer, nilai pH hampir sama dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif
keasaman yang tidak bergantung pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan,
sehingga adalah mungkin untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-senyawa
yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan
menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl
karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam pekat :
Asam fluoroantimonat: −31.3
Asam ajaib: −19.2
Superasam karborana: −18.0
Asam florosulfat: −15.1
Asam triflat: −14.9
Asam sulfat −12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman bergantung
pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H0 vs fraksi mol dapat
ditemukan pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsi-fungsi
keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan Stevens.
Asam sulfat
Lebih tingginya konstanta dielektrik asam sulfat (€r = 100 ± 10) seharusnya menyebabkan asam
sulfat lebih baik dari pada air untuk melarutkan solute ionic, tetapi tingginya visikositas (245,4
milipoise, kira-kira 25 x dibanding air) menyebabkan kelarutan dan kristalisasi solute merupakan
proses yang lambat. Demikian juga adanya kesulitan untuk memindahkan solven yang menempel
pada kristal.
Halnya karakter asam-basa dari solute dalam medium ini yang kelihatannya menjadi penting,
karena terautoionisasi menjadi:
2H2SO4 → H3SO4 + HSO4-
Semua spesies yang bersifat basa dalam air juga dapat bersifat basa dalam asam sulfat
OH- + H2SO4 → HSO4- + H3O+
NH3 + H2SO4 → HSO4- + NH4+
Asam Fluorida
Tingginya konstanta dielektrik, kuatnya ikatan hydrogen dan sifat-sifat fisik yang lain dari
asam fluoride membuat solven ini mirip dengan air, HF mempunyai kekuatan solvasi yang
rendahdan hanya melarutkan sedikit garam yang tidak bereaksi dengan reaktivitas kimianya yang
ekstrem, membatasi kegunaannya sebagai solven disbanding air dan amoniak.
Solute larut dalam HF karena:
1. Disosiani ionic
2. Reaksi kimia
Hanya fluoride, fluoborat dan perklorat larut dalam HF tetapi tidak bereaksi. Kebanyakan
halide tidak larut dan tidak terpengaruh dan bereaksi dengan pelepasan hydrogen dalam solven.
Oksida dan hidroksida bereaksi hebat membentuk air dan fluoride, sulfat dari Na atau K ( yang
lainya tidak larut) pertama menghasilkan asam sulfat yang kemudian bereaksi lambat memberikan
f;uorofosfat.

Asam Asetat
Meskipun asam asetat tidak seperti air, dengan titik lebur 289.8 K, titik didih 391 K, stabilitas
dan sifat alamiah yang nontoksik menjadikan asam asetat solven yang baik. Asam asetat
anhydrous sulit dijaga dari sifat higroskopisnya yang tinggi. Meskipun berasosiasi, momem dipole
asam asetat adalah nol sebab terjadinyadimerisasi dalam keadaan cairan. Karena konstanta
dielektriknya rendah (€r:7,14) asam asetat diramalkan merupakan agen yang kurang mensolvasi
dan beberapa garam pelarut dalam medium ini.

Asam sianida
HCN mempunyai titik didih rendah (299 K) dengan berat molekul rendah, konstanta
dielektriknya tinggi dan momen dipole tinggi dan ikatan hydrogen yang luas, seharusnya
menjadikannya sebagai agen pensolvasi yang baik seperti air. Tetpai ternyata HCN kurang baik
untuk melarutkan senyawa ionic, tetapi dapat melarutkan sebagian besar senyawa kovalen.

Asam Sulfida
Sulfur merupakan unsure sesudah oksigen dalam susunan periodic, dan sifat-sifat solvenya
sudah dipelajari. Ranah cairan dari asam sulfide beracun (188-212 K) merupakan keterbatasan
untuk mempelajari sifat-sifat solvennya secara nyata. Rendahnya momen dipole dan konstanta
dielektrik menyebabkan rendahnya kelarutan garam ionic. Solute dapat larut dalam asam sulfide
karena solvasi sederhana, protonasi, solvolisis atau reaksi kimia.

Leburan Garam
Leburan garam juga merupakan solven non air. Perbedaannya adalah diperlukan terperatur
yang lebih tinggi untuk menjaganya tetap pada fase cairan.perbedaan yang sangat nyata dari kimia
larutan dengan leburan garam adalah:
a. Struktur leburnya terikat kuat
b. Secara alamiah bersifat stabil
c. Konsentrasi ion solven lebih tinggi dalamleburan
d. Mempunyai ketahanan bersama untuk destruksi
Secara umum leburan garam diklasifikasikan menjadi:
a. Logam alkali halide ionic
b. Halide yang terikat kovalen (terutama merkuri halida) yang mempunyai beberapa
autoionisasi dalam keadaan melebur.
c. Larutan logam yang lebih baik dipelajari sebagai system fase

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kelarutan senyawa atau proses melarut adalah suatu proses perubahan dari zat awal
kedalam medium, sedangkan larutan adalah suatu sistem campuran homogeny dari dua zat atau
lebih dan partikel di dalam larutan memiliki ukuran/dimensi molecular.
Komponen kimia yang ada dalam jumlah kecil dinyatakan sebagai zat terlarut atau solut,
sedangkan komponen yang ada dalam jumlah yang lebih besar dinyatakan sebagai pelarut solven.

DAFTAR PUSTAKA
Sriyanti, Taslimah.2002.Buku Ajar Reaksi Anorganik. Semarang; Universitas Diponegoro
Manku, G.S., 1980, “Theoritical Principles of Inoganic Chemistry, Mc Graw Hill, Singapore
Gilreath, S.E, 1988, “Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry, Mc Graw Hill Book
Company, Singapore
Sharpe, A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical. Singapore. 196-208
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2. Harper and
Row Publishers. New York. 291-295.

miftahul muttaqinn di 22.01


Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link



Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto saya
miftahul muttaqinn

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai