Anda di halaman 1dari 6

MODUL 5

Kesehatan Ibu, Anak Dan Kesehatan Internasional


SKENARIO 5 : Hamil Usia Muda
Sarinah, 16 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan tidak haid selama 2 bulan
terakhir. Setelah dilakukan pemeriksaan urin ternyata Sarinah positif hamil. Dokter Aini yang
menangani meminta Sarinah untuk menghubungi keluarganya, namun Sarinah menolak karena ia
mengaku belum punya suami dan ini merupakan kehamilan yang tidak diinginkannya. Dokter
Aini menjelaskan bahwa kehamilan Sarinah sangat beresiko karena usianya masih terlalu
muda.
Beranjak dari kasus Sarinah, selama setahun terakhir wilayah kerja Puskesmas dr. Aini
merupakan daerah dengan kasus kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan tertinggi.
Dalam rangka mendukung program women health dr. Aini Bersama tim akan mengevaluasi
program KIA dan program Kespro yang selama ini sudah diberlakukan. Banyaknya kasus
kehamilan pada remaja juga menuntut pihak Puskesmas untuk menyusun program pelayanan
kesehatan yang peduli remaja dan anak jalanan.
Bagaimana anda menjelaskan permasalahan diatas?

1. APA SAJA FAKTOR PENYEBAB KEHAMILAN BERISIKO?

Secara umum ada beberapa faktor yang dapat membuat seorang wanita menjalani kehamilan
berisiko, yaitu:

 Usia saat hamil di bawah 17 tahun atau di atas usia 35 tahun


 Kelebihan berat badan atau justru kekurangan berat badan
 Penyakit tertentu, seperti hipertensi, diabetes, epilepsi, gangguan tiroid, penyakit
autoimun, penyakit jantung, dan asma
 Riwayat komplikasi atau penyulit pada kehamilan sebelumnya, seperti preeklamsia
 Kebiasaan atau gaya hidup yang kurang sehat, seperti sering merokok atau menghirup
asap rokok (perokok pasif), mengonsumsi minuman beralkohol atau NAPZA, serta sering
stres.

2. BG PENANGANGAN YANG DAPAT DILAKUKAN PADA SARINAH TERHADAP


KEHAMILAN BERISIKO YANG DI ALAMI NYA?
1. Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin
Pemeriksaan kehamilan wajib dilakukan secara rutin, terlebih bila Bumil menjalani kehamilan
berisiko. Selain itu, sebisa mungkin jalani setiap pemeriksaan atau tes kesehatan yang
direkomendasikan oleh dokter atau bidan.
Bumil juga perlu mewaspadai keluhan atau gejala tertentu, seperti nyeri atau kram perut, keluar
darah dari vagina, demam, tubuh dan wajah bengkak, sakit kepala berat, serta gangguan
penglihatan. Jika mengalami gejala tersebut, segera temui dokter untuk mendapatkan
penanganan.

2. Cukupi kebutuhan nutrisi


Mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan juga merupakan salah satu hal yang sangat
penting dilakukan saat menjalani kehamilan berisiko. Beberapa jenis nutrisi yang perlu Bumil
penuhi asupannya saat hamil antara lain protein, vitamin, folat, zat besi, kalsium, zinc, selenium,
dan omega-3.
Selain itu, Bumil perlu mencukupi kebutuhan cairan tubuh dengan cara minum air putih minimal
8 gelas setiap hari. Jangan lupa untuk mengonsumsi obat atau vitamin prenatal yang diresepkan
oleh dokter, agar Bumil bisa menjalani kehamilan berisiko dengan aman dan sehat.

3. Jalani pola hidup sehat


Selama menjalani kehamilan berisiko, Bumil wajib menjalani pola hidup sehat. Hal ini bisa
dilakukan dengan menjaga pola makan bergizi seimbang dan beristirahat yang cukup.
Tidak hanya itu, Bumil juga harus menghindari kebiasaan merokok dan menghirup asap rokok,
tidak mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol, dan menjauhi obat-obatan terlarang.

4. Kelola stres dengan baik


Stres saat hamil sebenarnya adalah hal yang wajar, apalagi jika Bumil menjalani kehamilan
berisiko. Namun, jangan biarkan stres yang Bumil alami menjadi berlarut-larut, ya.
Ada beberapa cara yang bisa Bumil lakukan untuk mengelola stres, misalnya dengan melakukan
teknik relaksasi, seperti meditasi dan yoga prenatal. Selain itu, Bumil juga bisa berjalan-jalan di
sekitar pekarangan rumah, karena udara segar dan sinar matahari bisa membuat Bumil merasa
lebih rileks dan tenang.

5. Berolahraga secara rutin


Tips selanjutnya adalah berolahraga secara rutin. Ada beberapa pilihan olahraga yang umumnya
aman dilakukan ibu hamil, misalnya berenang, berjalan kaki, dan senam hamil.
Namun, sebelum mencoba olahraga tertentu, Bumil sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
terlebih dahulu mengenai jenis olahraga yang aman dan sesuai dengan kondisi kesehatan Bumil.
6. Minta bantuan orang terdekat
Menjalani kehamilan berisiko memang tidak mudah. Selain stres, Bumil bisa merasa lebih
mudah lelah. Oleh sebab itu, jika merasa kelelahan dan perlu beristirahat, Bumil bisa meminta
bantuan orang-orang terdekat, misalnya pasangan atau keluarga, untuk mengerjakan pekerjaan
rumah.
Bumil juga tidak perlu ragu untuk bercerita atau curhat kepada orang terdekat mengenai hal-hal
yang Bumil khawatirkan selama menjalani kehamilan berisiko. Ini bisa membuat Bumil merasa
lebih tenang dan terbebas dari stres.

3. APA SAJA PENYEBAB KASUS KEMATIAN IBU AKIBAT KEHAMILAN DAN


PERSALINAN TINGGI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DR AINI?
Depkes RI mengelompokkan faktor risiko kematian ibu menjadi tiga, yaitu:
1) faktor medik, yang terdiri dari: umur ibu yang terlalu muda atau tua pada waktu hamil,
jumlah anak terlalu banyak, jarak antar kehamilan terlalu dekat, adanya komplikasi yang terjadi
pada masa kehamilan, persalinan dan nifas serta beberapa keadaan yang memperberat derajat
kesehatan ibu selama hamil (kekurangan gizi dan anemia);
2) faktor non medik, terdiri dari: kurangnya akses ibu dalam mendapatkan antenatal care,
terbatasnya pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya (kehamilan, persalinan maupun nifas),
ketidakberdayaan ibu hamil dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk serta ketidakmampuan
ibu hamil untuk membayar biaya transpor dan perawatan di rumah sakit;
3) faktor pelayanan kesehatan, yang terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan, cara
persalinan, penanganan medis pada kasus rujukan, penerapan prosedur tetap penanganan kasus
gawat darurat kebidanan belum dilakukan secara konsisten, kemampuan bidan di desa yang
belum optimal dalam menangani kasus kegawadaruratan kebidanan.

4. BG UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENURUNKAN RISIKO


KEMATIAN IBU AKIBAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN TINGGI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS DR AINI?

Pada tahun 1987, kekhawatiran terkait dampak dari tingginya kasus kematian ibu mendorong
WHO dan organisasi-organisasi internasional lain untuk melahirkan The Safe Motherhood
Initiative (Women & Children First, 2015).
Konsep safe motherhood sendiri mencakup serangkaian upaya, praktik, protokol, dan panduan
pemberian pelayanan yang didesain untuk memastikan perempuan menerima layanan
ginekologis, layanan keluarga berencana, serta layanan prenatal, delivery, dan postpartum yang
berkualitas, dengan tujuan untuk menjamin kondisi kesehatan sang ibu, janin, dan anak agar
tetap optimal pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca-melahirkan (USAID, 2005). Mengacu
pada modul yang disusun oleh The Health Policy Project (2003), konsep safe
motherhood sendiri memiliki enam pilar utama, yaitu:
1. Keluarga Berencana – Memastikan bahwa baik individu maupun pasangan memiliki
akses terhadap informasi, dan layanan keluarga berencana untuk merencanakan waktu,
jumlah, dan jarak kehamilan.
2. Perawatan Antenatal – Menyediakan vitamin, imunisasi, dan memantau faktor-faktor
risiko yang dapat menyebabkan komplikasi kehamilan; serta memastikan bahwa segala
bentuk komplikasi dapat terdeteksi secara dini, dan ditangani dengan baik.
3. Perawatan Persalinan – Memastikan bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses
persalinan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan alat-alat kesehatan untuk mendukung
persalinan yang aman; serta menjamin ketersediaan perawatan darurat bagi perempuan
yang membutuhkan, terkait kasus-kasus kehamilan berisiko dan komplikasi kehamilan.
4. Perawatan Postnatal – Memastikan bahwa perawatan pasca-persalinan diberikan kepada
ibu dan bayi, seperti bantuan terkait cara menyusui, layanan keluarga berencana, serta
mengamati tanda-tanda bahaya yang terlihat pada ibu dan anak.
5. Perawatan Post-aborsi – Mencegah terjadinya komplikasi, memastikan bahwa
komplikasi aborsi terdeteksi sejak dini dan ditangani dengan baik, membahas tentang
permasalahan kesehatan reproduksi lain yang dialami oleh pasien, serta memberikan
layanan keluarga berencana jika dibutuhkan.
6. Kontrol Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS – mendeteksi, mencegah, dan
mengendalikan penularan IMS, HIV dan AIDS kepada bayi; menghitung risiko infeksi di
masa yang akan datang; menyediakan fasilitas konseling dan tes IMS, HIV dan AIDS
untuk mendorong upaya pencegahan; dan – jika memungkinkan – memperluas upaya
kontrol pada kasus-kasus transmisi IMS, HIV dan AIDS dari ibu ke bayinya.
The Safe Motherhood Initiative inilah yang kemudian digunakan sebagai basis Program Gerakan
Sayang Ibu, atau yang biasa disebut sebagai Program GSI. Program Gerakan Sayang Ibu
merupakan sebuah “gerakan” untuk mengembangkan kualitas perempuan – utamanya melalui
percepatan penurunan angka kematian ibu – yang dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah
dan. Tujuan utama dari Program GSI adalah peningkatan kesadaran masyarakat, yang kemudian
berdampak pada keterlibatan mereka secara aktif dalam program-program penurunan AKI;
seperti menghimpun dana bantuan persalinan melalui Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin),
pemetaan ibu hamil dan penugasan donor darah pendamping, serta penyediaan ambulan desa
Berbeda dengan The Safe Motherhood Initiative yang terkesan sangat struktural, program GSI
justru menekankan keterlibatan masyarakat sipil dalam upaya-upaya untuk menurunkan AKI.

5. INDIKATOR SAJA UNTUK MENGETAHUI KEBERHASILAN PROGRAM KIA?

Program KIA adalah upaya bidang kesehatan meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lair dengan komplikasi,
bayi dan balita serta anak prasekolah.
Tujuan utama dibuatnya program ini adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan
angka kematian bayi melalui pemantauan cakupan dan pelayanan KIA di Puskesmas.
Indikator untuk mengetahui keberhasilan program ini adalah dengan melihat cakupan
kunjungan K1 (kunjungan pelayanan antental yang pertama), cakupan kunjungan K4 (kunjungan
pelayanan antental ke empat), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, cakupan ibu nifas,
cakupan penjaringan ibu hamil dengan faktor resiko dan komplikasi oleh masyarakat, cakupan
penanganan ibu hamil dengan komplikasi, cakupan penanganan nifas dengan komplikasi,
cakupan kunjungan neonatus pertama, cakupan kunjungan neonatus lengkap, cakupan pelayanan
bayi, cakupan pelayanan anak balita, cakupan peserta KB aktif dan cakupan pelayanan anak
balita sakit yang dilayani dengan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

6. APA SAJA PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI?

Pelayanan Kesehatan Reproduksi35

(Pasal 71)

(1) Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi.

(2) Pelayanan kesehatan reproduksi terdiri dari pelayanan kesehatan sebelum


hamil, masa hamil, masa melahirkan dan masa sesudah melahirkan (nifas).

(3) Pelayanan kesehatan reproduksi adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang


bersifat peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.

(4) Pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan di fasilitas kesehatan perorangan


dan fasilitas kesehatan masyarakat tingkat pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga.

(5) Standar pelayanan kesehatan reproduksi berpedoman pada peraturan perundang-


undangan.

(6) Setiap orang berhak:

a) Menjalani kehidupan reproduksi dan seksual yang sehat, aman, dan bebas
paksaan dan/atau kekerasan dari siapapun sesuai dengan norma susila yang berlaku;

b) Menentukan kehidupan reproduksi dan bebas dari diskriminasi, paksaan dan/atau


kekerasan, yang sesuai nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia;

c) Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan suami dan istri;
dan

d) Memperoleh informasi, edukasi, konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi


dari petugas yang kompeten.

(7) Kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui pendekatan upaya Kesehatan Ibu,


Kesehatan Anak, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, Pencegahan
dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS serta Kesehatan
Reproduksi Lanjut Usia.
(8) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menjamin
ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi dan
kesehatan seksual.

(9) Setiap sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan reproduksi baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan/atau rehabilitatif
termasuk reproduksi dengan bantuan, harus dilakukan secara aman dan sehat dengan
memperhatikan aspek-aspek yang khas pada fungsi reproduksi perempuan dan laki-laki.

BAHAN KESPRO : http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-


content/uploads/2017/08/Kespro-dan-KB-Komprehensif.pdf

7. APA SAJA SISTEM PELAYANAN KESEHATAN ANAK JALANAN YANG DAPAT


DILAKUKAN?

- pelayanan kesehatan anak jalanan di dalam gedung yang dilakukan pada anak jalanan
yang datang langsung atau dirujuk di rumah singgah atau panti asuhan.
- pelayanan kesehatan anak jalanan di luar gedung yang dilakukan untuk anak jalanan
yang berada di lembaga kesejahteraan anak

8.

Anda mungkin juga menyukai