Keluarga Berencana adalah program skala nasional untuk menekan angka kelahiran dan
mengendalikan pertambahan penduduk di suatu negara. Program KB juga secara khusus
dirancang demi menciptakan kemajuan, kestabilan, dan kesejahteraan ekonomi, sosial, serta
spiritual setiap penduduknya. Program KB di Indonesia diatur dalam UU N0 10 tahun 1992,
yang dijalankan dan diawasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Wujud dari program Keluarga Berencana adalah pemakaian alat kontrasepsi
( kondom, pil Kb, IUD, suntik, KB implant, vasektomi dan tubektomi ( KB permanen ) untuk
menunda/mencegah kehamilan.
Kehamilan yang tidak direncanakan bisa terjadi pada wanita yang belum atau sudah pernah
hamil tetapi sedang tidak ingin punya anak. Kejadian ini juga bisa saja terjadi karena waktu
kehamilan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, misalnya jarak usia anak pertama dan
kedua terlalu dekat. Ada berbagai risiko komplikasi kesehatan yang mungkin terjadi akibat
kehamilan yang tidak diinginkan, baik untuk sang ibu sendiri maupun jabang bayinya.
Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan dapat meningkatkan risiko bayi lahir
prematur, berat rendah (BBLR), hingga cacat lahir. Sementara risiko pada ibu termasuk depresi
saat hamil dan setelah melahirkan (postpartum), hingga komplikasi melahirkan yang bisa
berujung fatal seperti toksemia, perdarahan berat, hingga kematian ibu.
Kehamilan tidak diinginkan sangat berisiko meningkatkan angka aborsi ilegal yang bisa
berakibat fatal. Tindak aborsi sangat diatur ketat dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Berdasarkan dua aturan negara tersebut, aborsi di Indonesia hanya boleh dilakukan di bawah
pengawasan tim dokter setelah didasari alasan medis yang kuat. Misalnya, karena kehamilan
berisiko tinggi yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, korban perkosaan, dan kasus gawat
darurat tertentu. Di luar itu, aborsi dinyatakan ilegal dan termasuk ranah hukum pidana.
Kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan dapat memperbesar peluang risiko
berbagai komplikasi kehamilan dan melahirkan, termasuk kematian ibu. Tren komplikasi
kehamilan dan melahirkan sebagian besar ditunjukkan oleh kelompok perempuan yang menikah
di usia terlalu dini. Data kolaborasi BPS dan UNICEF Indonesia melaporkan, anak perempuan
usia 10-14 tahun berisiko lima kali lebih besar untuk meninggal saat masih hamil maupun selama
persalinan akibat komplikasinya daripada perempuan yang hamil di usia 20-24 tahun. Beberapa
risiko komplikasi yang harus dihadapi oleh anak perempuan yang hamil di usia belia adalah
fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia, dan eklampsia. Hal ini bisa terjadi karena
tubuh anak perempuan belum “matang” secara fisik maupun biologis. Alhasil, mereka akan lebih
berisiko untuk menerima dampak dari kehamilan yang tidak direncanakan dengan matang.
Wanita yang hamil dan melahirkan di usia dini berisiko lebih tinggi melahirkan bayi prematur,
lahir dengan berat badan rendah, dan kekurangan gizi. Berbagai laporan bahkan mengatakan
bahwa bayi yang dilahirkan oleh perempuan berusia sangat belia memiliki risiko kematian dini
lebih tinggi daripada ibu yang berusia lebih tua. Hal ini terjadi karena janin bersaing untuk
mendapatkan asupan gizi dengan tubuh ibunya, yang notabene juga sama-sama masih dalam
tahap tumbuh kembang. Bayi yang tidak mendapatkan cukup asupan gizi dan darah bernutrisi
akan terhambat atau bahkan gagal berkembang dalam kandungan.
Salah satu metode kontrasepsi yang umum dan paling mudah ditemukan adalah kondom. Ya,
kontrasepsi ini bisa Anda temukan dengan mudah di setiap minimarket dan toko swalayan. Pada
wanita, kontrasepsi dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV dari ibu yang terinfeksi
kepada bayi. Alhasil, risiko bayi terinfeksi HIV setelah dilahirkan pun menurun.
6. Menjaga kesehatan mental keluarga
Wanita juga sangat rentan mengalami depresi saat hamil dan setelah melahirkan. Apalagi jika
kehamilan tersebut terjadi pada usia belia atau bahkan ketika Anda dan pasangan belum siap
memiliki anak. Pria pun juga sudah terbukti bisa mengalami depresi selama istrinya hamil atau
melahirkan, karena belum siap secara fisik, finansial, hingga mental untuk menjadi seorang ayah
sekaligus kepala keluarga. Melalui program Keluarga Berencana, Anda dan pasangan bisa
menentukan sendiri kapan waktu yang tepat untuk memiliki momongan. Dengan begitu, Anda
berdua bisa mempersiapkan kehamilan secara fisik, finansial, dan mental dengan lebih baik.
Program Keluarga Berencana juga bahkan dapat membantu Anda merencanakan masa depan si
kecil dengan lebih matang.
2. BANTUAN PEMERINTAH
2. Pada masa pemeriksaan ibu hamil akan mendapatkan suplemen vitamin untuk menjaga
kesehatan Bunda dan bayi kandungan.
Berkenaan dengan pentingnya peran promosi kesehatan dalam pelayanan kesehatan , telah
ditetapkan kebijakan Nasional Promosi Kesehatan sesuai dengan Surat keputusan menteri
kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/ 2004. Kebijakan dimaksud juga didukung dengan Surat
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah. Untuk melaksanakan upaya kesehatan wajib tersebut di
puskesmas diperlukan tenagan fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat untuk mengelola
promosi kesehatan di puskesmas secara professional dan mampu untuk mengelola serta
menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif dan preventif.
Referensi :
https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/program-keluarga-berencana-kb-itu-apa-sih/
http://digilib.unisayogya.ac.id › ...PDF
https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2021/01/18/cara-dapat-blt-pkh-ibu-hamil-dan-anak-usia-
dini-senilai-rp-3-juta-berikut-syaratnya?page=4