KB DAN GINEKOLOGI
Dosen Pengampu :
Nengah Runiari.,S.Kp.,S.Pd.,M.Kep.,Sp.Mat
Oleh :
Kelompok 1 STr.Keperawatan
2. Tujuan Program KB
Menurut Kemenkes, tujuan dari program keluarga berencana dan pelayanan
kontrasepsi adalah :
1) Mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan cara menekan Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP). Pertambahan penduduk yang tidak
terkendali akan mengakibatkan kesenjangan bahan pagan kaena
perbandingan yang tidak sesuai dengan jumlah penduduk
2) Mengatur kehamilan dengan cara menunda usia perkawinan hingga benar-
benar matang, menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan. Serta untuk
menghentikan kehamilan bila dirasakan telah memiliki cukup anak.
3) Membantu dan mengobati kemandulan atau infertilisasi bagi pasangan
yang telah menikah lebih dari satu tahun dan ingin memiliki anak tetapi
belum mendapat keturunan.
4) Sebagai married conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau
pasangan yang akan menikah. Dengan harapan nantinya pasangan tersebut
memiliki pengetahuan untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan
berkualitas
5) ercapainya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera serta
membentuk keluarga yang berkualitas.
3. Manfaat KB
Menurut WHO (2018) manfaat KB adalah sebagai berikut.
1) Mencegah Kesehatan Terkait Kehamilan
Kemampuan wanita untuk memilih untuk hamil dan kapan ingin hamil
memiliki dampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraannya. KB
memungkinkan jarak kehamilan dan penundaan kehamilan pada wanita
muda yang memiliki risiko masalah kesehatan dan kematian akibat
melahirkan anak usia dini. KB mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan, termasuk Wanita yang lebih tua dalam menghadapi
peningkatan risiko terkait kehamilan. KB memungkinkan wanita yang
ingin membatasi jumlah keluarga mereka. Bukti menunjukkan bahwa
wanita yang memiliki lebih dari 4 anak berisiko mengalami kematian ibu.
Dengan mengurangi tingkat kehamilan yang tidak diinginkan, KB juga
mengurangi kebutuhan akan aborsi yang tidak aman.
2) Mengurangi AKB
KB dapat mencegah kehamilan dan kelahiran yang berjarak dekat dan
tidak tepat waktu. Hal ini berkontribusi pada beberapa angka kematian
bayi tertinggi di dunia. Bayi dengan ibu yang meninggal akibat
melahirkan juga memiliki risiko kematian yang lebih besar dan kesehatan
yang buruk.
3) Membantu Mencegah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
KB mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan di antara wanita
yang hidup dengan HIV, mengakibatkan lebih sedikit bayi yang terinfeksi
dan anak yatim. Selain itu, kondom pria dan wanita memberikan
perlindungan ganda terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan
terhadap IMS termasuk HIV.
4) Memberdayakan Masyarakat dan Meningkatkan Pendidikan KB
memungkinkan masyarakat untuk membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang kesehatan seksual dan reproduksi. KB memberikan peluang bagi
perempuan untuk mengejar pendidikan tambahan dan berpartisipasi dalam
kehidupan publik, termasuk mendapatkan pekerjaan yang dibayar. Selain
itu, memiliki keluarga yang lebih kecil memungkinkan orang tua untuk
berinvestasi lebih banyak pada setiap anak. Anak-anak dengan lebih
sedikit saudara kandung cenderung tetap bersekolah lebih lama daripada
mereka yang memiliki banyak saudara kandung.
5) Mengurangi Kehamilan Remaja
Remaja hamil lebih cenderung memiliki bayi prematur atau bayi berat
lahir rendah (BBLR). Bayi yang dilahirkan oleh remaja memiliki angka
kematian neonatal yang lebih tinggi. Banyak gadis remaja yang hamil
harus meninggalkan sekolah. Hal ini memiliki dampak jangka panjang
bagi mereka sebagai individu, keluarga dan komunitas.
6) Perlambatan Pertumbuhan Penduduk KB adalah kunci untuk
memperlambat pertumbuhan penduduk yang tidak berkelanjutan dengan
dampak negatif yang dihasilkan pada ekonomi, lingkungan, dan upaya
pembangunan nasional dan regional.
4. Sasaran Program KB
sasaran program KB dibagi menjadi dua yaitu sasaran secara langsung dan
sasaran tidak langsung. Sasaran secara langsung adalah PUS yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara
berkelanjutan. PUS adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara
sampai dengan 49 tahun. Sedangkan sasaran secara tidak langsung adalah
pelaksana dan pengelola KB dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran hidup
melalui pendekatan kebijakan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai
keluarga yang berkualitas dan sejahtera.
6. Akseptor KB
Akseptor KB adalah pasangan usia subur dimana salah seorang
menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan
kehamilan, baik melalui program maupun non program.
Akseptor KB dapat merupakan pasangan yang mengikuti program KB
melalui penyedia layanan kesehatan maupun penggunaan alat kontrsepsi secara
mandiri. Akseptor keluarga berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS)
yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi ( BKKBN dalam Surbakti
2019).
Jenis-jenis akseptor KB :
1) Akseptor aktif
Akseptor aktif adalah akseptor KB yang saat ini menggunakan salah satu
cara/alat kontrasepsi untuk merencarakan kehamilan ataupun mencegah
kehamilan.
2) Akseptor aktif kembali
Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah
menggunakan cara/alat kotrasepsi selama ≥ 3 bulan dan tidak diselingi
kehamilan, kemudian kembali menggunakan cara/alat kontrasepsi dengan
cara/alat kontrasepsi yang sama ataupun berganti cara/alat kontrasepsi
setelah berhenti/istirahat ≥ 3 bulan berturut-turut dan bukan karena
kehamilan.
3) Akseptor KB baru
Akseptor KB baru adalah akseptor KB yang baru pertama kali
menggunakan cara/alat kontrasepsi atau Pasangan Usia Subur yang
kembali menggunakan cara/alat kontrasepsi setelah melahirkan atau
melakukan aborsi.
4) Akseptor KB dini
Akseptor KB dini adalah ibu yang menerima cara/alat kontrasepsi dalam
waktu 2 minggu pasca melahirkan atau melakukan aborsi.
5) Akseptor KB langsung
Akseptor KB langsung adalah wanita yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
6) Akseptor dropout
Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian
kontrasepsi lebih dari 3 bulan.
7. Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
konsepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan
maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yan membutuhkan kontrasepsi adalah
pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki
kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan. Kontrasepsi adalah
usaha - usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha itu dapat bersifat
sementara dapat bersifat permanen. Adapun akseptor KB menurut sasarannya,
meliputi:
1) Fase Menunda Kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh pasangan
yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun.Karena usia di bawah 20
tahun adalah usia yang sebaiknya menunda untuk mempunyai anak
dengan berbagai alasan.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu
kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya
kesuburan dapat terjamin
100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai
anak, serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang
disarankan adalah pil KB, AKDR.
2) Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri antara 20 - 30 tahun merupakan periode usia paling baik
untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran
adalah 2 – 4 tahun.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas
tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya
anak lagi.Kontrasepsi dapat dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang
direncanakan
3) Fase Mengakhiri Kesuburan
Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30
tahun tidak hamil. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan
kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi
kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko
tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak
mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang cocok dan
disarankan adalah metode kontap, AKDR, implan, suntik KB dan pil KB.
8. Macam-macam Kontrasepsi
Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis
sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat
senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu
mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa
mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk
wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom ini 5-21%
2) Coitus interruptus
atau senggama terputus adalah menghentikan senggama dengan mencabut
penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara
ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk
digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, risiko
kegagalan dari metode ini cukup tinggi
3) KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar
utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi
ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.
4) Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma
mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan
diafragma 4-8% kehamilan.
5) Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan
menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina,
sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk
tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup
efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan
diafragma.
Kontrasepsi Hormonal
Pil KB
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang
berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau
hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB
menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung
telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk
masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium. Mini pil
dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat tinggi, angka
kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk mini
pil.
Manfaat Pil KB :
a. Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir mempunyai efektifitas
tubektomi), bila digunakan tiap hari.
b. Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
c. Tidak mengganggu hubungan seksual.
d. Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah
anemia), tidak terjadi nyeri haid.
e. Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin menggunakannya
untuk mencegah kehamilan.
f. Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
g. Mudah dihentikan setiap saat.
h. Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.
i. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
j. Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium dan
endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, efek Samping.
Efek Samping :
a. Gangguan siklus haid
b. Tekanan darah tinggi
c. Kenaikan berat badan
d. Jerawat
e. Bercak bercak coklat pada wajah
Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik
KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek
sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat,
perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan
libido, dan densitas tulang.
Keuntungan Suntik KB :
Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat efektif, pencegah kehamilan
jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan seksual, tidak
mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit
jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak mempengaruhi ASI, efek
samping sangat kecil, klien tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat
digunakan oleh perempuan usia lebih 35 tahun sampai perimenopause,
membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik,
menurunkan kejadian tumor jinak payudara, dan mencegah beberapa
penyebab penyakit radang panggul
Kerugian Suntik KB :
1) Gangguan haid
2) Leukorhea atau Keputihan
3) Galaktorea/mengeluarkan ASI mesti tidak sedang menyusui
4) Jerawat
5) Rambut Rontok
6) Perubahan Berat Badan
7) Perubahan libido atau keinginan untuk berhubungan seksual
Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya
dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant mengandung
levonogestrel. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan
sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan.
Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%.
Jenis Implant :
1) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang
3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 3,6 mg levonorgestrel
dan lama kerjanya 5 tahun.
2) Implanon: terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3- Keto-desogestrel dan
lama kerjanya 3 tahun.
3) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg.
Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
Kelebihan Tubektomi :
1) Tidak mengganggu ASI
2) Jarang menimbulka keluhan sampingan
3) Angka kegagalan hampir tidak ada
4) Tidak mengganggu gairah seksual.
Kekurangan Tubektomi :
1) Tindakan operatif seringkali menakutkan
2) Kesuburan tidak dapat kembali lagi dengan cepat.
3) Nyeri setelah dioperasi
4) Pasangannya harus memakai metode kontrasepsi yang lain.
c. Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi
keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas
defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama,
efektifitasnya 99%.
Kelebihan Vasektomi :
1) Termasuk dalam kategori operasi ringan
2) Tidak perlu rawat inap di Rumah Sakit
3) Tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap,
dan waktu melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi, tetapi yang keluar
hanya semacam lendir (cairan semen) yang tidak mengandung sperma.
4) Termasuk dalam metode kontrasepsi yang sangat aman, sederhana, dan
sangat efektif. Dalam pelaksanaan operasi sangat singkat dan tidak
memerlukan anestesi umum.
5) Jarang ada keluhan sampingan untuk seterusnya
6) Pasangan terhindar dari kehamilan
Kekurangan Vasektomi :
1) Tindakan operatif seringkali menakutkan
2) Nyeri setelah dioperasi
3) Pasangannya harus memakai metode kontrasepsi yang lain
2. Penyebab
American Cancer Society (2014) menyebutkan penyebab kanker serviks adalah
virus HPV (Human Papilloma Virus) yaitu kumpulan lebih dari 150 virus yang dapat
menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit yang dapat ditularkan kontak kulit seperti
vagina, anal atau oral seks. Selain itu wanita yang melakukan hubungan seksual
pertama pada usia yang masih sangat muda yaitu kurang dari 20 tahun, berganti
pasangan seksual, penggunaan kontrasepsi dalam jangka panjang, kebiasaan merokok,
riwayat kanker serviks pada keluarga, defisiensi nutrisi, perawatan organ yang salah,
lemahnya imunitas, dan kemiskinan.
Faktor penyebab kanker serviks HPV (Human Papiloma virus) merupakan
penyebab terbanyak. HPV dapat menginfeksi serviks sehingga terjadilah kanker
serviks. Kanker serviks bisa terjadi jika terjadi infeksi yang tidak sembuh-sembuh
untuk waktu yang lama. Perjalanan infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks
memakan waktu yang cukup lama. Akan tetapi, proses penginfeksian ini sering kali
tidak disadari oleh para penderita karena proses HPV, kemudian menjadi prakanker
yang sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Penularan virus HPV bisa terjadi
melalui hubungan seksual terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan.
Penularan virus HPV bisa terjadi, baik dengan cara transmisi melalui organ genital
ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital.
3. Pohon Masalah
KANKER SERVIKS
Rektum
Fistula Rektum
Infiltrasi ke syaraf
Nyeri Akut
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi dari stadium kanker serviks yang disediakan dalam
tabel berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Histologi dan Stadium Kanker Serviks
Stadium Keterangan
IA Karsioma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang terlihat
secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan ke dalam
stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0mm kedalamannya dan 7,0 mm atau kurang pada
ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0mm dan tidak lebih dari 5,0 mm dengan penyebaran
horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik lesi lebih
besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar 4,0 cm atau kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar lebih dari 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai
1/3 bawah vagina
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar 4,0 cm atau kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0 cm
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau
fungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas keluar
panggul kecil (true pelvis)
IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari kelenjar
getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Preinvasive kanker sevriks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama ±10-15
tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrinning, namun
sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk melakukan
pemeriksaan baik melalui test pap smear maupun inspeksi visual dengan asam asetat
(IVA) (Wuriningsih, 2016).
1) Pap smear
Program skrinning sitologi serviks atau yang lebih popular dikenal dengan
sebutan Papanicolaou (pap) smear sangat membantu menurunkan insiden kanker
serviks. Pemeriksaan Pap smear tidak hanya berguna untuk deteksi kanker serviks
pada stadium rendah, tetapi juga efektif untuk mendeteksi lesi prakanker sehingga
dapat menurunkan mortalitas akibat kanker dan meningkatkan angka ketahanan
hidup. Pada lesi prakanker tersebut masih dapat diberikan terapi yang mudah dan
cukup efektif untuk mencegah perkembangan kearah keganasan serviks.
2) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Merupakan suatu upaya deteksi dini kanker serviks secara sederhana dengan
melakukan inspeksi atau melihat keadaan mulut rahum dengan mata telanjang
kemudian melakukan pengolesan serviks dengan menggunakan asam asetat 5%
dan setelah sekitar sepuluh detik dilakukan observasi terhadap perubahan yang
berupa ada atau tidak ada warna memutih pada serviks yang mencerminkan
kondisi lesi prakanker serviks. Fase ini merupakan tujuan utama dari skrinning
kanker serviks (Gondo Mastutik, 2015)
6. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Pembedahan
merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah
tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik
yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkaan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total)
ataupun salah satunya (subtotal).
2) Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II
B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metode radioterapi disesuaikan
dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul,
maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A.
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi
untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis
radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit dan melalui radiasi internal yaitu zat
radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.
3) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat
didiagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi
digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan
paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat
memberikan kualitas hidup yang baik.
Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian dari
kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yan aktif
membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang
sumsum tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat
dan aktif membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah
kerontokan rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel
normal dapat pulih Kembali dari trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi
efek samping ini biasanya terjadi dalam waktu singkat.
Macam-Macam kemoterapi :
a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obat golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di
inti sel, sehingga sel – sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari
sel – sel kanker tersebut.
7. Komplikasi
Komplikasi akibat kanker serviks terbagi menjadi dua:
1. Komplikasi karena penyebaran kanker
Semakin luas kanker serviks menyebar/melebar, artinya penderita memasuki
stadium yang lebih lanjut, maka komplikasi akan mulai terjadi. Komplikasi
biasanya dimulai ketika memasuki stadium 2 atau lebih. Berikut beberapa
komplikasi kanker yang dapat terjadi:
- Nyeri pada bagian rahim, mungkin terjadi juga pada tulang pinggul.
- Gangguan pada pembuluh darah, seperti darah lebih mudah membeku.
Pada stadium yang lanjut kanker dapat menyebabkan:
- Fistula (lubang akibat kerusakan jaringan pada kandung kemih/saluran
kotoran dan vagina) sehingga terjadi kebocoran dan dapat menyebabkan
infeksi.
- Gagal ginjal karena tersumbatnya saluran kencing.
- Sesak napas karena menyebar sampai paru.
- Terjadi kejang saat kanker menyebar ke otak.
2. Komplikasi Akibat Pengobatan
Pada umumnya penderita atau pasien datang dalam kondisi kanker serviks yang
sudah stadium dua atau lanjut. Pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan
menggunakan radiasi atau radioterapi. Komplikasi kanker serviks yang mungkin
terjadi karena perawatan radiasi ini seperti:
- Vagina menyempit sehingga menyulitkan untuk berhubungan intim.
- Terjadi kerusakan saluran kotoran seperti usus besar yang terluka sehingga
terdapat darah saat buang air besar dan kemudian menyebabkan anemia.
- Menyebabkan air kencing berdarah akibat kantung kemih terluka (Siloam,
2020)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang
berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat,
misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke rumah
sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal
yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit
infeksi.
e. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderitapenyakit seperti ini atau
penyakit menular lain.
f. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
g. Pola fungsi kesehatan Gordon
1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan.Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat-zat kimia jugadapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
2. Pola istirahat dan tidur.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas darikanker serviks ataupun karena gangguan pada saat
kehamilan.gangguan pola tidur juga dapatterjadi akibat dari depresi yang dialami
oleh ibu.
3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih.
Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga
terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal
4. Pola nutrisi dan metabolik
Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan
yang biasadimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada
Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
5. Pola kognitif-perseptual
Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada panca indra
meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah
metastase ke organ tubuh.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit
kankerserviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah
satu etiologi darikanker serviks adalah akibat dari sering berganti-ganti pasangan
seksual.
7. Pola aktivitas dan latihan.
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0=mandiri, 1=alat bantu, 2=dibantu orang lain dan
alat, 4= tergantung total)
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasienmenderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat
dari rasa nyeriyang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta
adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yan
g berbau busukdari vagina.
9. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen
koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.
10. Pola peran - hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan
sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan
hubungannya.
11. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.
h. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
a. Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
b) Mata : konjunctiva tidak anemis
c) Hidung : simetris, tidak ada sputum
d) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
e) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak terdapat
lesi
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran
kelenjer getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetrid kanan dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah
abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Inspeksi
a. Ada lesi.
b. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
c. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
d. Urine bercampur darah (hematuria).
Palpasi
Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
6. Ekstremitas dan Kulit
Tidak oedema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin.
Edukasi :
1. Memberitahukan
konsekuensi tidak
menghadapi rasa
bersalah dan
malu
2. Memberitahukan
mengungkapkan
perasaan yang
dialami (mis.
Ansietas, marah,
sedih)
3. Memberitahukan
mengungkapkan
pengalaman
emosional
sebelumnya dan
pola respons
yang biasa
digunakan
4. Memberitahukan
penggunaan
mekanisme
pertahanan yang
tepat
Kolaborasi :
1. Memberikan
kolaborasi
rujukan untuk
konseling, jika
perlu
C. KONSEP DASAR GINEKOLOGI : MIOMA UTERI
A. Konsep Dasar Mioma Uteri
1. Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma
uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif
(menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan
reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas,
abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari
hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma uteri terjadi tergantung
pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada "Cell Nest" yang selanjutnya dapat
dirangsang terus-menerus oleh homone estrogen. Namun demikian, beberapa factor yang
dapat menjadi factor pendukung terjadinya mioma adalah wanita usia 35-45 tahun, hamil
pada usia muda, genetic, zat-zat karsinogensik, sedangkan yang menjadi factor pencetus
dari terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifactorial. Dipercayai, bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatic dari sebuah sel neoplastic tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, disamping factor predisposisi
genetic, adalah estrogen, progesterone dan human growth hormone.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hyperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)menjadi estron (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada myometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu : mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor. estrogen pada tumor.
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormone pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormone
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologic serupa yaitu HPL, terlihat pada
periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomyoma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa factor yang diduga kuat
sebagai factor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu:
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
gejala klinis antara 35-45 tahun
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relative. infertile,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi
c. Factor ras dan Genetik
Menurut Manuaba, pada wanita ras tertentu, khususnya wanital berkulit
hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari factor ras, kejadian tumor
ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang menderita mioma.
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang
belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi
dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen pada
nuli para, factor keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi pseudakapsul.
Menurut Mansjoer, perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar
bersifat degenerative karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan
sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membantu,
marah, lemak
3. Pohon Masalah
4. Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis. Jenis mioma uteri yang paling sering
adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis
intraligamenter (4,4%) (Anonim, 2008).
a. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan
keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari
tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete
bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses di atas.
b. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.
c. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka
tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
5. Gejala Klinis
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi
yang terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai keluhan utama
pada umumnya adalah :
a. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi
dan dapat juga terjadi metroragia . Hal ini sering menyebabkan penderita juga
mengalami anemia dari perdarahan yang terus-menerus (Lacey.C.G., 2007).
Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan abnormal
ini disebabkan oleh abnormalitas dari endometrium (Lacey.C.G., 2007). Tetapi saat
ini pendapat yang dianut adalah bahwa perdarahan abnormal ini disebabkan karena
pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma, permukaan endometrium yang lebih luas, atrofi endometrium di
atas mioma submukosum, dan miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena
adanya sarang mioma diantara serabut miometrium . Pada Mioma Uteri
submukosum diduga terjadinya perdarahan karena kongesti, nekrosis, dan ulserasi
pada permukaan endometrium (Muzakir, 2008).
b. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang
akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore. Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri pada
kasus mioma uteri adalah karena proses degenerasi. Selain itu penekanan pada visera
oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga bisa menimbulkan keluhan nyeri.
Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga menimbulkan rasa yang
tidak nyaman pada regio pelvis (Muzakir, 2008).
c. Efek penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan oleh
mioma uteri pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus
urinarius, seperti perubahan frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin
hingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis (Lacey.C.G., 2007)..
Konstipasi dan tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma uteri yang
menekan rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada vena-vena di
regio pelvis yang bisa menimbulkan edema tungkai (Muzakir, 2008).
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan
ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi
uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa
jaringan.
b. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
c. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
d. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
e. Laboratorium : hitung darah lengkap dan asupan darah, urine lengkap, gula darah, tes
fungsi hati, ureum, kreatinin darah.
f. Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa
membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena
kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan
pembesaran uterus menyerupai kehamilan.
7. Penatalaksanan Medis
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor Penanganan
mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas:
a. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Monitor keadaan Hb
3) Pemberian zat besi
4) Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma.
b. Penanganan operatif Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri
adalah :
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
2) Nyeri pelvis yang hebat
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma
berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin)
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause
6) Infertilitas
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita
mioma uteri secara umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita
yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Chelmow,
2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut
serviks uteri (Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik
atau yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu:
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12
minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau
enterokel (Callahan, 2005). Kriteria menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
a)Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar
dan dikeluhkan oleh pasien
b) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia
akibat kehilangan darah akut atau kronis. 3. Rasa tidak nyaman di pelvis
akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung
bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika
urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005)
8. Komplikasi
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang
semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah
menopause (Lacey.C.G., 2007).
b. Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan
pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan
mengakibatkan anemia defisiensi besi (Marjono, 2008)
c. Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma
abdomen akut, mual, muntah dan syok
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
1) Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis
infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain
harus disingkirkan (Lacey.C.G., 2007).
2) Abortus
3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak
4) Inersia uteri
5) Gangguan jalan persalinan
6) Pendarahan post partum
7) Retensi plasenta
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
- GCS : kaji berapa nilai GCS pasien
- Tingkat Kesadaran : Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
- Tanda-tanda vital : kaji Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
- Kaji berat badan pasien, TB pasien, dan LILA pasien
Head to toe
1) Kepala -Wajah
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
2) Leher
raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
3) Dada
Lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada paru-paru/respirasi,
jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi.
4) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
5) Genetalia
Perhatikan kebersihan genetalia, apakah ada keputihan atau tidak
6) Perineum dan anus
Kaji perineum dan hemoroid pasien
7) Ekstremitas
Terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma), agen
pencedera fisik (prosedur operasi) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, merasa
depresi (tertekan), merasa takut mengalami cedera berulang, tampak meringis,
gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas, bersikap protektif (mis. posisi
menghindari nyeri), pola tidur berubah
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
c. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra dibuktikan dengan
sensasi penuh pada kandung kemih, dribbling, disuria/anuria, distensi kandung
kemih, inkontinensia berlebih, residu urin 150 ml atau lebih
3. Rencana Asuhan Keperawatan
NO. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
b/d agen pencedera intervensi keperawatan (I.08238) (I.08238)
fisiologis (neoplasma) selama …x… jam maka
d/d pasien mengeluh diharapkan Tingkat Nyeri Observasi : Observasi :
nyeri, tampak (L.08066) menurun 10. Identifikasi lokasi, 10. Untuk mengetahui
meringis, bersikap dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, lokasi, durasi,
protektif (mis. 28. Kemampuan frekuensi, kualitas, frekuensi,
Waspada, posisi menuntaskan aktivisan intensitas nyeri kualitas, intensitas
menghindari nyeri), meningkat 11. Indentifikasi skala nyeri
gelisah, frekuensi 29. Keluhan nyeri nyeri 11. Mengetahui
nadi meningkat, sulit menurun 12. Identifikasi respon rentang skala
tidur. 30. Meringis menurun nyeri non verbal nyeri pasien
31. Sikap protektif 13. Identifikasi faktor 12. Mengetahui
menurun yang memperberat respon rasa nyeri
32. Gelisah menurun dan memperingan pasien secara
33. Kesulitan tidur nyeri objektif
menurun 14. Identifikasi 13. Mengetahui faktor
34. Menarik diri menurun pengetahuan dan penyebab nyeri
35. Berfokus pada diri keyakinan tentang 14. Mengetahui
sendiri menurun nyeri kemampuan
36. Diaphoresis menurun 15. Identifikasi budaya pasien mengenai
37. Persaan depresi terhadap respon nyeri
(tertekan) menurun nyeri 15. Mengetahui latar
38. Perasaan takut 16. Identifikasi pengaruh belakang respon
mengalami cidera nyeri kualitas hidup nyeri
berulang menurun 17. Monitor keberhasilan 16. Mengetahui
39. Anoreksia menurun terapi komplementer dampak nyeri
40. Perinium terasa yang sudah diberikan terhadap pasien
tertekan menurun 18. Monitor efek 17. Mengetahui
41. Uterus teraba samping penggunaan tindakan
membulat menurun analgetik pendukung dalam
42. Ketegangan otot mengurangi rasa
menurun Terapeutik ; nyeri
43. Pupil dilates menurun 5. Berikan teknik non 18. Mengetahui
44. Muntah menurun farmakologis untuk dampak samping
45. Mual menurun mengurangi rasa penggunaan
46. Frekuensi nadi nyeri ( mis. TENS, analgetik terhadap
membaik hipnosis, nyeri
47. Pola napas membaik akupresure, Terapi
48. Tekanan darah musik, Terapeutik :
membaik biofeadback, terapi 5. Memberikan
49. Proses berpikir pijat, aromaterapi, tindakan
membaik teknik imajinasi pendukung dalam
50. Fokus membaik terbimbing, meredakan nyeri
51. Fungsi berkemih kompres 6. Menjaga dan
membaik hangat/dingin,terapi merawat keadaan
52. Perilaku membaik bermain) lingkungan pasien
53. Nafsu makan membaik 6. Kontrol lingkungan 7. Memberikan
54. Pola tidur membaik yang memperberat kenyamanan
rasa nyeri (mis. terhadap pasien
Suhu ruangan, 8. Mengindentifikasi
cahaya, kebisingan) kemampuan jenis
7. Fasilitasi istirahat nyeri dalam
dan tidur proses meredakan
8. Pertimbangkan nyeri
jenis dan sumber
nyeri dalam Edukasi :
pemilihan strategi 6. Memberikan
tindakan dalam
Edukasi : meredakan nyeri
6. Jelaskan strategi 7. Mengetahui
meredakan nyeri penyebab, lama
7. Jelaskan penyebab, dan pemicu
periode, pemicu respon nyeri
nyeri 8. Mengajarkan
8. Anjurkan pasien cara
memonitor nyeri mengetahui
secara mandiri respon nyeri
9. Anjurkan secara mandiri
menggunakan 9. Membantu pasien
analgetik secara mengurangi rasa
tepat nyeri
10. Anjurkan teknik 10. Memberikan
nonfarmakologis tindakan
untuk mengurangi pendukung atau
rasa nyeri (teknik latihan dalam
napas dalam) meredakan rasa
nyeri
Kolaborasi :
2. Kolaborasi Kolaborasi :
pemberian 2. Melakuakan
analgetik, jika perlu kolaborasi dengan
apoteker dalam
pemberian obat
analgetik
2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
(D.0142) keperawatan selama ..x.. (I.14539) (I.14539)
Resiko infeksi jam maka diharapkan
dibuktikan dengan Luaran Utama Tingkat Observasi : Observasi :
efek prosedur invasif Infeksi (L.14137) 1. Monitor tanda dan 1. Mengetahui tanda
menurun gejala infeksi lokal dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil: dan sistemik lokal dan sistemik
1. Kebersihan tangan
meningkat Terapeutik : Terapeutik :
2. Kebersihan badan 1. Batasi jumlah 1. Batasi jumlah
meningkat pengunjung pengunjung
3. Nafsu makan 2. Berikan perawatan 2. Memberikan
meningkat kulit pada area perawatan kulit
4. Demam menurun edema pada area edema
5. Kemerahan menurun 3. Cuci tangan 3. Mencuci tangan
6. Nyeri menurun sebelum dan sebelum dan
7. Bengkak menurun sesudah kontak sesudah kontak
8. Kadar sel darah putih dengan pasien dan dengan pasien dan
membaik lingkungan pasien lingkungan pasien
9. Kultur area luka 4. Pertahankan teknik 4. Mempertahankan
membaik aseptik pada pasien teknik aseptik
berisiko tinggi pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan Edukasi :
gejaka infeksi 1. Menelaskan tanda
2. Ajarkan cara cuci dan gejaka infeksi
tangan dengan 2. Mengjarkan cara
benar cuci tangan
3. Ajarkan etika batuk dengan benar
4. Ajarkan cara 3. Mengaajarkan
memeriksa kondisi etika batuk
luka atau luka 4. Mengajarkan cara
operasi memeriksa
5. Anjurkan kondisi luka atau
meningkatkan luka operasi
asupan nutrisi 5. Membantu
6. Anjurkan meningkatkan
meningkatkan asupan nutrisi
asupan cairan 6. Membantu
meningkatkan
Kolaborasi : asupan cairan
1. Kolaborasi
pemberian Kolaborasi :
imunisasi, jika perlu 1. Memberikan
kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
Perawatan Luka
Perawatan Luka (I.14564)
(I.14564)
Observasi : Observasi :
1. Monitor 1. Mengetahui
karakteristik luka karakteristik luka
2. Mengetahui tanda
2. Monitor tanda
infeksi
infeksi
Terapeutik :
1. Membantu
Terapeutik : melepaskan
balutan dan
1. Lepaskan balutan
plaster secara
dan plaster secara
perlahan
perlahan
2. Membantu
2. Cukur rambut di
mencukur rambut
sekitar daerah luka,
di sekitar daerah
jika perlu
luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan
3. Membantu
cairan
membersihkan
NaCl/pembersih
dengan cairan
nontoksik, sesuai
NaCl/pembersih
kebutuhan
nontoksik, sesuai
4. Bersihkan jaringan
kebutuhan
nekrotik
4. Membantu
5. Berikan salep yang
membersihkan
sesuai ke kulit/lesi,
jaringan nekrotik
jika perlu
5. Membantu
6. Pasang balutan
memberikan
sesuai jenis luka
salep yang sesuai
7. Pertahankan teknik
ke kulit/lesi, jika
steril saat
perlu
melakukan
6. Membantu
perawatan luka
memasang
8. Ganti balutan sesuai
balutan sesuai
jumlah eksudat dan
jenis luka
drainase
7. Membantu
9. Ganti perubahan
mempertahankan
posisi setiap 2 jam teknik steril saat
atau sesuai kondisi melakukan
pasien perawatan luka
8. Membantu
mengganti
balutan sesuai
Edukasi : jumlah eksudat
dan drainase
1. Jelaskan tanda dan 9. Membantu
gejala infeksi mengganti
2. Anjurkan perubahan posisi
mengkonsumsi setiap 2 jam atau
makanan tinggi sesuai kondisi
kalori dan protein pasien
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka Edukasi :
secara mandiri 1. Memberitahu
tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi : 4. Memberitahu
mengkonsumsi
1. Kolaborasi prosedur makanan tinggi
debridement, jika kalori dan protein
perlu 5. Mengajarkan
2. Kolaborasi prosedur
pemberian perawatan luka
antibiotik, jika perlu secara mandiri
Kolaborasi :
1. Memberikan
Kolaborasi
prosedur
debridement, jika
perlu
2. Memberikan
Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
V. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap kelima atau tahap terakhir dari seluruh prose
keperawatan. Tahap evaluasi keperawatan adalah tahap penilaian dari hasil proses
keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang dicapai dan seberapa besar
kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga kesehatan dapat menilai pencapaian
dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini
2018).
Definisi Pemeriksaan deteksi dini kanker leher lahimsecara langsung dengan mata
telanjang dengan cara memulas leher Rahim dan mengoleskan larutan asam asetat
3-5% untuk melihat apakah terjadi perubahan sel-sel abnormal (lesi pra kanker)
Tujuan Untuk pemeriksaan atau skrining terhadap kelainan pra kanker pada leher rahim
Indikasi Wanita usia 30 – 65 tahun, sudah berhubungan seksual
Kontra Indikasi 1. Wanita hamil sampai 6 minggu setelah melahirkan
2. Wanita menstruasi dengan pendarahan masif
Alat dan Bahan 1. Meja ginekologi
2. Selimut
3. Meja dan alat tulis
4. Kursi
5. Troli
6. Status pasien
7. Speculum cocor bebek
8. Asam asetat 3-5%
9. Lidi kapas
10. Lampu sorot
11. Handscoon steril
12. Larutan klorin 0,5%
Prosedur A. Tahap Pra-interaksi
Pelaksanaan 1. Melakukan verifikasi kebutuhan klien
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan peralatan IVA test di dekat klien dengan sistematis
B. Tahap Orientasi
1. Melakukan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan, kontrak waktu dan prosedur Tindakan pada
klien/keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum prosedur dilakukan
4. Menyiapkan ruangan dan lingkungan yang tenang
5. Mencuci tangan
C. Tahap Kerja
1. Memposisikan litotomi pasien di meja ginekologi, kemudian pakaikan
selimut
2. Menghidukan lampu sorot, arahkan pada bagian yang akan diperiksa
3. Mencuci tangan dengan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk
4. Memakai sarung tangan steril
5. Memasang speculum dan menyesuaikan sehingga seluruh leher Rahim
dapat terlihat
6. Memeriksa leher Rahim apakah kanker serviks, servisitis, tumor, ovula
naboti atau luka
7. Membersihkan cairan, darah, atau mukosa menggunakan lidi dari leher
rahim. Kemudian membuang lidi kapas ke dalam tempat sampah medis
8. Mengidentifikasi ostium uteri
9. Mencelupkan lidi kapas ke dalam larutan asam asetat, lalu mengoleskan
pada leher Rahim. Kemudian membuang lidi kapas ke dalam tempat
sampah medis
10. Tunggu minimal 1 menit agar asam asetat terserap dan tampak perubahan
warna putih yang disebut lesi white
11. Periksa apakah leher Rahim mudah berdarah, mencari apakah terdapat
plak putih yang tebal dan meninggi atau lesi white
12. Bila perlu oleskan Kembali asam asetat atau usap leher Rahim dengan lidi
kapas untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris, membuang lidi
kapas ke dalam tempat sampah medis
13. Bila pemeriksaan visual telah selesai, bersihkan sisa cairan asetat dari
leher Rahim dan vagina menggunakan lidi kapas dan membuang lidi
kapas ke dalam tempat sampah medis
14. Lepaskan speculum dam melakukan dekontaminasi dengan merendam
speculum dan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
15. Minta pasien untuk duduk, turun dari meja pemeriksaan dan berpakaian
16. Cuci tangan dengan air mengalir dan keringkan dengan handuk
17. Catat hasil tes IVA dan temuan lain dalam rekam medis pasien
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil Tindakan dan respon klien
2. Berikan pendidikan Kesehatan terkait hasil
3. Menjelaskan bahwa Tindakan sudah selesai dilakukan pada klien/keluarga
dan pamit
4. Mendokumentasikan hasil tindakan
SOP Pemasangan IUD (Intrauterine Device)
Definisi Pemasangan IUD adalah memasukkan alat atau benda ke dalam rahim untuk
mencegah terjadi kehamilan.
Tujuan Pemasangan yang dilakukan untuk mencegah kehamilan.
Alat dan Bahan 1. Spekulum vagina
2. Tenaculum
3. Sonde uterus
4. Korentang
5. Gunting
6. Kom kecil
7. Bak instrument
8. Handscoon
9. Betadine
10. Kassa steril
11. Larutan klorin
12. Tempat sampah kering dan basah
Shiska Trianziani (2018) . Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Oleh Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB) di Desa Karangjaladri . Jurnal Moderat , Volume 4
MI Pertiwi (2019) . Keluarga Berencana (KB) . Jurnal Fakultas Keperawatan Poltekes Jogja
Ratu Matahari,S.KM.,M.A.Kes , Fitriana Putri Utami,S.Km.,M.Kes , Ir.Sri Sugiharti,M.Kes
(2018) . Buku Ajar Keluarga Berencana dan Kontrasepsi . CV Pustaka Ilmu Group :
Yogyakarta
AD Ardyani (2017) . Teori Medis Kontrasepsi . Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Semarang : Jawa Tengah
Endang Puji Ati,S.ST (2019) . Modul Kader Matahariku Informasi Tambahan Kontrasepsiku .
Profesional Practice Project IV Magister Kebidanan, Universitas Aisyiyah : Yogyakarta
Amelia Putri, Anindya Eka Maharani (2022) . SOP Pemeriksaan IVA ( Infeksi Visual dengan
Asam Asetat) . Jurnal Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kementerian Riau
Tim Pokja Pedoman SPO DPP PPNI (2021) . Standar Prosedur Operasional Keperawatan
. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Anonim (2008) Biomolekuler mioma uteri. Available at: http://digilib.unsri.ac.idf. [Diakses 26
Maret 2023]
Aspiani, Y, R. (2007) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
Diagnosa and Treatment, 6th ed, Aplleten & Lange, Norwalk Connectient, California,
Los Atlas, 2007, p : 657-62.
Lacey, C.G., Benign Disorders of the Uterine Corpus, Current Obstetric and Gynecologic
Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Periode 1.
Riyasa, Irham (2022) Laporan Pendahuluan Mioma Uteri. Available at :
https://www.academia.edu/38013475/LAPORAN_PENDAHULUAN_MIOMA_UTERI
[Diakses 26 Maret 2023]
Mastutik, Gondo. 2015. Skrinning Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Tanah Kali Kedinding Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah Mojokerto. Majalah Obstetri
& Ginekologi, Vol. 23, No. 2 Mei-Agustus 2015: 54-55
Mouliza, Nurul. 2020. Pengetahuan Ibu tentang Kanker Serviks terhadap Pemeriksaan IV A.
Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia Vol. 10 No. 2, Juni 2020: 43.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.