Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN MATERI
2.1. Sejarah perkembanagan KB

Gerakan Keluarga Berencana (KB) yang kita kenal sekarang ini dipelopori oleh
beberapa tokoh, baik dalam maupun luar negeri.Pada awal abad ke 19 di Inggris
upaya KB mula-mula timbul atas prakarsa sekelompok orang yang menaruh perhatian
pada masalah kesehatan ibu.Maria Stopes (1880-1950) menganjurkan pengaturan
kehamilan di kalangan kaum buruh Inggris. Di Amerika Serikat dikenal Margareth
sanger (1883-1996) dengan program Birth Control-nya yang merupakan pelopor
kelompok Keluarga Berencana modern. Pada 1917 didirikan National Birth Control
League dan pada November 1921 diadakan konferensi nasional Amerika tentang
pengontrolan kehamilan dengan Margareth sanger sebagai ketuanya. Pada 1925 ia
mengorganisasikan konferensi internasional di New York yang menghasilkan
pembentukan International Federation of Birth Control League. Selanjutnya pada
1927 Margareth sanger menyelenggarakan konferensi populasi dunia di Jenewa yang
melahirkan International Women for Scientific Study on Population dan International
Medical Group for the Investigationa of Contraception. Pada 1948 Margareth Sanger
ikut melopori pembentukan komite international keluarga berencana yang dalam
konferensi di New Delhi pada 1952 meresmikan berdirinya International
Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan
Rama Ran dari India sebagai pimpinannya.Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-
perkumpulan Keluarga Berencana di seluruh dunia termasuk di Indonesia yang
mendirikan perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Di Jakarta, perintisan dimulai di Bagian Kebidanan dan Kandungan FKUI/RSUP
(sekarang rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) oleh tokoh-tokoh seperti Profesor
Sarwono Prawirohardjo, Dr. M. Joedono, Dr. Hanafi Wiknjosastro, Dr. Koen S.
Martiono, Dr. R. Soeharto, dan Dr. Hurustiati Subandrio. Pelayanan keluarga
berencana dilakukan secara diam-diam di poliklinik kebidanan FKUI/RSUP. Setelah
mengadakan hubungan dengan IPPF serta mendapatkan dukungan dari para pelopor
keluarga berencana setempat, pada 23 desember 1957 perkumpulan keluarga
berencana Indonesia (PKBI).
2.2. Pengertian KB
KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan
jalan memberikan nasehat perkawinan,pengobatan kemandulan dan penjarangan
kelahiran(Depkes RI, 1999; 1).
KB merupakan tindakan membantu individu atau pasangan suami istri untuk
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran (Hartanto, 2004; 27). KB adalah
proses yang disadari oleh pasangan untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta
waktu kelahiran(Stright, 2004; 78).
Tujuan Keluarga Berencana meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
2.3. Tujuan Umum KB
Mencegah terjadinya pernikahan dini, menekan angka kematian Ibu dan bayi
akibat hamil di usia hamil yang terlalu muda dan terlalu tua atau akibat penyakit
sistem reproduksi. Merancangkan keluarga kecil dengan cukup dua anak.
2.4. Sasaran dan Ruang Lingkup KB
2.4.1. Sasaran KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasarang langsung dan sasaran
tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Yang termasuk sasaran
langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan
tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan.
Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan
tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas dan
keluarga sejahtera. (Handayani, 2010).

2..4.2. Ruang Lingkup KB

a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)


KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga
tercapai penambahan peserta baru, selain itu juga untuk meletakkan dasar bagi
mekanisme sosial-kultural yang dapat menjamin berlangsungnya proses penerimaan
KB di masyarakat.
b. Konseling

Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE. Bila seseorang telah termotivasi melalui
KIE, maka selanjutnya perlu diberikan konseling. Konseling dibutuhkan bila
seseorang menghadapi suatu masalah yang tidak dapat dipecahkannya sendiri.
c. Pelayanan kontrasepsi

Pelayanan kontrasepsi merupakan sebuah dukungan dan pemantapan penerimaan


gagasan KB yaitu untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Guna
mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase
yaitu : Fase menunda perkawinan/kesuburan, fase menjarangkan kehamilan, dan fase
menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan. Maksud kebijakan 10
tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda,
jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua.
d. Pelayanan infertilitas

Permasalahan infertilitas ini sering membuat pasangan suami isteri tidak harmonis,
oleh sebab itu penyediaan layanan infertilitas bertujuan memberikan pelayanan untuk
menangani berbagai permasalahan gangguan dan kelainan hormonal. Kesuburan
merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi tidak hanya di Indonasia tetapi
juga di seluruh dunia.
e. Pendidikan sex (sex education)

Masih banyak para remaja yang mengalami hamil di luar perkawinan dan perkawinan
yang berakhir dengan perceraian. Faktor yang mempengaruhi hal itu diantaranya
kurangnya pengetahuan tentang sek. Karena itu masalah Sex Education atau Family
Life Education sudah tidak dapat ditunda lagi pelaksanaannya.
f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan

Kebutuhan akan hal ini secara nyata telah diperlihatkan oleh masyarakat dengan
adanya masa pertunangan, serta nasihat atau khotbah perkawinan.
g. Konsultasi genetik

Adanya pogram KB, maka orang akan mempunyai anak yang relative lebih sedikit
dibandingkan dengan mereka yang hidup ratusan tahun yang lalu. Untuk itu
diperlukan jaminan bahwa anak yang dilahirkan itu bebas dari kelainan genetik yang
akan membenahi orang tuanya dan masyarakat.

2.5. Ciri- ciri yang diperlukan dan dianjurkan dalam program KB


2.5.1. Ciri-ciri yang diperlukan
a. Efektifitas yang cukup tinggi
b. Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih mengharapkan punya anak
lagi.
c. Dapat dipakai 2-4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang
direncanakan
d. Tidak menghambat air susu ibu, karena ASI adalah makanan terbaik untuk
bayi sampai 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian
anak.

2.5.2. Ciri-ciri yang dianjurkan


a. Reversibilitas yang tinggi artinya kembalinya masa kesuburan dapat terjamin
hampir 100% karena pada masa ini peserta belum mempunyai anak
b. Efektivitas yang tinggi karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya
kehamilan resiko tinggi dan kegagalan ini merupakan kegagalan program
c. Menjarangkan kehamilan. Periode usia ini antara 20-30/ 35 tahun merupakan
periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak dan jarak
antara kehamilan adalah 2-4 tahun, ini dikenal sebagai catur warga.
2.6. Organisasi dan Program KB
Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan perkumpulan
keluarga berencana pada tanggal 23 desember 1957 di Gedung ikatan Dokter
Indonesia. Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi perkumpulan
keluarga berencana indonesia (PKBI). Atau Indonesia planned paenthood
federation (IPPF). PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga yang
sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau
menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat
perkawinan
Pada tahun 1967, PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen
kehakiman. Kelahiran orde baru pada waktu itu menyebabkan perkembangan
pesat usaha penerangan dan pelayanan KB diseluruh wilayah tanah air. Dengan
lahirnya orde baru pada bulan Maret 1966 masalah kependudukan menjadi fokus
perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif. Perubahan
politik berupa kelahiran Orde baru tersebut berpengaruh kepada perkembangan
keluarga berencana di Indonesia. Setelah Simposium Kontrasepsi di Bandung
pada bulan Januari 1967 dan Kongres Nasional I PKBI di Jakarta pada tanggal 25
februari 1967.

2.7. Dampak Program KB terhadap Pencegahan Kelahiran


Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, serta
mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas. Sasaran utama
kinerja program KB adalah sebagai berikut :

a. Menurunnya pasangan usia subur (PUS) yang ingin melaksanakan KB namun


pelayanan KB tidak terlayani menjadi sekitar 6,5%
b. Meningkatnya partisipasi laki-laki dalam melaksanakan KN menjadi sekitar
8%
c. Menurunnya anggota kelahiran total (TFR) menjadi 2,4% per perempuan

2.8. Strategi dalam pelayanan KB


a. Strategi 1 : Tersedianya sistem penyediaan pelayanan KB yang adil dan
berkualitas disektor publik dan swasta untuk memungkinkan semua pihak
memenuhi tujuan reproduksi mereka.
b. Strategi 2 : Meningkatnya permintaan atas metode kontrasepsi modren yang
terpenuhi dengan penggunaan yang berkelanjutan.
c. Strategi 3 : Meningkatnya bimbingan dan pengelolaan diseluruh jenjang
pelayanan serta lingkungan yang mendukung untuk program KB yang efektif,
adil, dan berkelanjutan pada sektor publik dan swasta untuk memungkinkan
semua pihak memenuhi tujuan reproduksi mereka.
d. Strategi 4 : Berkembang dan diaplikasikannya inovasi dan bukti untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas program, dan berbagai pengalaman
melalui kerjasama selatan.

2.9. Peran Bidan dalam pelayanan KB


a. Sebagai konselor KB dan KR Kepada PUS
b. Sebagai pemberi pelayanan KB
c. Melaksanakan KIE kepada masyarakat mengenai KESPRO bagi Catin
untuk mempersiapkan kehamilan sehat dan KB
d. Mempromosikan KB terutama KB pasca persalinan pada saat ANC
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan secara optimal.

2.10. Manajemen dan kualitas dalam pelayanan KB


Pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu meliputi hal-hal
antara lain:
1. Pelayanan perlu disesuaikan dengan kebutuhan klien
2. Klien harus dilayani secara profesional dan memenuhi standar pelayanan
3. Kerahasiaan dan privasi perlu dipertahankan
4. Upayakan agar klien tidak menunggu terlalu lama untuk dilayani
5. Petugas harus memberi informasi tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia
6. Petugas harus menjelaskan kepada klien tentang kemampuan fasilitas kesehatan
dalam melayani berbagai pilihan kontrasepsi
7. Fasilitas pelayanan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
8. Fasilitas pelayanan tersedia pada waktu yang ditentukan dan nyaman bagi klien
9. Bahan dan alat kontrasepsi tersedia dalam jumlah yang cukup
10. Terdapat mekanisme supervisi yang dinamis dalam rangka membantu
menyelesaikan
masalah yang mungkin timbul dalam pelayanan.
11. Ada mekanisme umpan balik yang relatif dari klien.
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan program Keluarga Berencana
diperlukan
petugas terlatih yang:
1. Mampu memberikan informasi kepada klien dengan sabar, penuh pengertian, dan
peka
2. Mempunyai pengetahuan, sikap positif, dan ketrampilan teknis untuk memberi
pelayanan dalam bidang kesehatan reproduksi
3. Memenuhi standar pelayanan yang sudah ditentukan
4. Mempunyai kemampuan mengenal masalah
5. Mempunyai kemampuan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam
mengatasi
masalah tersebut, termasuk kapan dan kemana merujuk jika diperlukan
6. Mempunyai kemampuan penilaian klinis yang baik
7. Mempunyai kemampuan memberi saran-saran untuk perbaikan program
8. Mempunyai pemantauan dan supervisi berkala
9. Pelayanan program Keluarga Berencana yang bermutu membutuhkan:
10. Pelatihan staf dalam bidang konseling, pemberian informasi dan ketrampilan
teknis
11. Informasi yang lengkap dan akurat untuk klien agar mereka dapat memilih
sendiri
metode kontrasepsi yang akan digunakan
12. Suasana lingkungan kerja di fasilitas kesehatan berpengaruh terhadap
kemampuan
petugas dalam memberikan pelayanan yang bermutu, khususnya dalam
kemampuan
teknis dan interaksi interpersonal antara petugas dan klien
13. Petugas dan klien mempunyai visi yang sama tentang pelayanan yang bermutu

Anda mungkin juga menyukai