Anda di halaman 1dari 50

 

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEPATUHAN


ATAS
PENGELOLAAN PENDAPATAN TAHUN 2018
PADA
PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK,
ANAK PERUSAHAAN, DAN INSTANSI TERKAIT
DI JAKARTA DAN BANTEN

AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA VII

Nomor : 35/AUDITAMA VII/PDTT/06/2019


Tanggal : 28 Juni 2019

 
 
 

DAFTAR ISI
 
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... iv
RESUME .......................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB II GAMBARAN UMUM......................................................................................... 4
BAB III HASIL PEMERIKSAAN ................................................................................. 15
1. Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-Flight Entertainment
dengan PT Mahata Aero Teknologi Tidak Sesuai Ketentuan ................................. 15
2. Pengakuan Pendapatan atas Transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi pada
Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 Tidak Sesuai
Standar Akuntansi Keuangan .................................................................................. 27
BAB IV HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN .................... 40
LAMPIRAN
 


 
 

DAFTAR TABEL
 
Tabel 2.1 Komposisi Pemegang Saham Domestik dan Internasional ............................... 5
Tabel 2.2 20 Pemegang Saham Terbesar GIA .................................................................. 5
Tabel 2.3 Komposisi Dewan Komisaris GIA Tahun 2018 ............................................... 6
Tabel 2.4 Susunan Direksi GIA Tahun 2018 .................................................................... 6
Tabel 2.5 Kinerja Keuangan GIA Tahun 2016, 2017 dan 2018 ....................................... 7
Tabel 2.6 Tingkat Kesehatan GIA dan Opini Auditor Tahun 2016, 2017 dan 2018 ........ 7
Tabel 2.7 Daftar Anak Perusahaan GIA ........................................................................... 7
Tabel 3.1 Alokasi Slot MAT kepada CI ......................................................................... 15
Tabel 3.2 Status Persetujuan Lessor atas Pesawat yang Dioperasikan CI ...................... 21
Tabel 3.3 Rincian Invoice Biaya Kompensasi ................................................................ 22
Tabel 3.4 Tren Laba/Rugi GIA ....................................................................................... 27
Tabel 3.5 Rincian Pendapatan Lain-Lain - Bersih .......................................................... 28
Tabel 3.6 Rincian Pendapatan Kompensasi Atas Hak Pemasangan Peralatan Layanan
Konektivitas Dan Hiburan dalam Pesawat dan Manajemen Konten .............................. 28
Tabel 3.7 Ringkasan Perjanjian Kerja Sama dan Amandemen Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas Tahun 2018 .............................................................. 29
Tabel 4.1 Hasil Pemantauan Tindak Lanjut LHP GIA ................................................... 40

ii 
 
 

DAFTAR GAMBAR
 
Gambar 3.1 Pesawat Citilink yang Telah Dilengkapi dengan Peralatan Layanan
Konektivitas .................................................................................................................... 33
 

iii 
 
 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kronologi Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan 


 

iv 
 
 

RESUME
`

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEPATUHAN


ATAS PENGELOLAAN PENDAPATAN TAHUN 2018 PADA PT GARUDA
INDONESIA (PERSERO) TBK, ANAK PERUSAHAN, DAN INSTANSI
TERKAIT DI JAKARTA DAN BANTEN

Pengguna Laporan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk


Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta UU Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK telah melaksanakan Pemeriksaan
Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan Tahun 2018 pada PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk (GIA). Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh keyakinan memadai dan
membuat simpulan bahwa pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-Flight Entertainment (IFE) Tahun 2018 pada
GIA telah sesuai dan memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku.
Tanggung Jawab Manajemen
GIA bertanggung jawab atas pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA agar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal GIA sehingga bebas dari kesalahan
yang material dan kecurangan.
Tanggung Jawab BPK
Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas pengelolaan pendapatan terkait
Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA
berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik
BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan
yang memadai.
Pemeriksaan dilakukan dengan menguji bukti-bukti sesuai dengan prosedur pemeriksaan
yang dipilih dengan pertimbangan pemeriksa dan penilaian risiko termasuk risiko
kecurangan. Dalam melakukan penilaian risiko, pemeriksa mempertimbangkan
pengendalian intern yang relevan untuk merancang prosedur pemeriksaan yang tepat sesuai
dengan kondisi yang ada. BPK yakin bahwa bukti pemeriksaan yang telah diperoleh adalah
cukup dan tepat sebagai dasar menyatakan kesimpulan.


 
 

Dasar Kesimpulan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja
Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA tidak sesuai
kriteria yaitu:
1. Kerja sama penyediaan layanan konektivitas dan IFE dengan PT Mahata Aero
Teknologi (MAT) tidak sesuai ketentuan;
2. Pengakuan pendapatan atas transaksi dengan MAT pada Laporan Keuangan
Konsolidasian GIA dan Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018
tidak sesuai standar akuntansi keuangan.
Kesimpulan
Dikarenakan signifikansi hal-hal yang dijelaskan pada paragraf di atas, maka BPK
menyimpulkan bahwa pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama Penyediaan
Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA dilaksanakan tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal GIA dalam semua hal yang material.

Jakarta, 28 Juni 2019


BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PENANGGUNG JAWAB PEMERIKSAAN,

Akhsanul Khaq, M.B.A., Ak., CFE., CMA. , CA.


NIP 196702051987031001

   

vi 
 
 

BAB I
PENDAHULUAN
 
1. Dasar Hukum Pemeriksaan
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Standar Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017,
khususnya Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 100 mengenai Standar Umum, PSP
200 mengenai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan PSP 300 mengenai Standar
Pelaporan Pemeriksaan.
3. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan kepatuhan bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai dan
membuat simpulan bahwa pengelolaan keuangan yang menjadi lingkup pemeriksaan
pada entitas yang diperiksa telah sesuai dan memenuhi persyaratan ketentuan yang
berlaku, dengan mengungkapkan:
a. Kelemahan pengendalian intern yang berkaitan dengan hal yang diperiksa, baik
kelemahan dalam perancangan maupun implementasi sistem pengendalian intern
yang berlaku dalam perusahaan sesuai dengan tujuan pengendalian intern yang baik;
b. Kepatuhan entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas
perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana
yang terkait dengan hal yang diperiksa.
4. Lingkup Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIA), Anak
Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya dengan cakupan kegiatan yaitu pengelolaan
pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-
Flight entertainment (IFE) Tahun 2018 antara PT Mahata Aero Teknologi (MAT) dan
PT Citilink Indonesia (CI). Adapun lingkup pemeriksaan antara lain rencana kerja dan
anggaran perusahaan, prosedur operasioanal dalam kerja sama, pelaksanaan kerja sama,
dan hasil kerja sama.
Selain itu pemeriksaan meliputi pengujian terbatas terhadap efektivitas sistem
pengendalian intern sebagaimana disyaratkan untuk praktik tata kelola perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance – GCG), serta kepatuhan perusahaan terhadap pasal-
pasal tertentu perjanjian dengan pihak ketiga maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Kriteria Pemeriksaan
Kriteria pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA, antara lain:
a. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
b. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;

BPK RI Auditama KN VII 1


 

d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara;
e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero);
g. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor KEP-
101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
Badan Usaha Milik Negara;
h. Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN;
i. Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman
Kerja Sama;
j. Perjanjian kerja sama antara MAT dan CI Nomor CITILINK/JKTDSQG/PERJ-
6248/1018 tanggal 31 Oktober 2018 tentang Penyediaan Layanan Konektivitas
dalam Penerbangan;
k. Perjanjian kerja sama antara MAT dan CI Nomor CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
I/6248/1218 tanggal 12 Desember 2018 tentang Adendum I Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan;
l. Perjanjian kerja sama antara MAT dan CI Nomor CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
II/6248/1218 tanggal 26 Desember 2018 tentang Adendum II Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan;
m. Perjanjian kerja sama antara GIA dan CI Nomor IG/PERJ/DZ-3044/2019 dan
CITILINK/JKTDSQG/PERJ-6039/0219 tentang Back-to-back terkait Penyediaan
Layanan Konektivitas dalam Penerbangan;
n. Perjanjian kerja sama antara GIA dan PT Sriwijaya Air (SA) Nomor IG/PERJ/DZ-
3716/2018 tentang Pemasangan dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat
Sriwijaya;
o. Standar Akutansi Keuangan (SAK);
p. Ketentuan-ketentuan terkait lainnya.
6. Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan Tahun 2018 GIA
meliputi:
a. Metode Uji Petik
Prosedur pemeriksaan dilakukan melalui uji petik untuk mengidentifikasi
ketidakpatuhan yang terjadi. Metode uji petik didasarkan pada pemahaman
mengenai risiko bisnis, struktur pengendalian intern, dan pertimbangan profesional
(professional judgement) pemeriksa.
b. Metode Pengumpulan Bukti
Pengumpulan bukti dilakukan melalui permintaan keterangan kepada GIA, CI, SA,
MAT, dan KAP; pengamatan atas konektivitas pada pesawat Citilink (PK-QGR);
konfirmasi eksternal kepada Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI dan Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan; dan pengujian substantif
serta prosedur analitis atas pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018.

BPK RI Auditama KN VII 2


 

c. Metode Penarikan Kesimpulan


Proses penarikan kesimpulan pemeriksaan kepatuhan adalah sebagai berikut:
a. Merangkum semua temuan pemeriksaan yang telah dikomunikasikan dengan
entitas yang diperiksa dan menganalisisnya dalam proses pengambilan
keputusan;
b. Menentukan material atau tidaknya penyimpangan yang terjadi;
c. Menentukan bentuk kesimpulan yang sesuai setelah mempertimbangkan
materialitas;
d. Menuangkan kesimpulan dalam bentuk draft dan berkomunikasi dengan pihak
yang bertanggung jawab jika terdapat modifikasi dalam kesimpulan; dan
e. Menuangkan kesimpulan secara terinci dalam LHP sesudah melalui proses
pembahasan.
7. Jangka Waktu Pemeriksaan
Jangka waktu pemeriksaan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 13 Mei 2019 dan
berakhir tanggal 24 Juni 2019 sesuai Surat Tugas Nomor 20/ST/IX-XX.2/05/2019
tanggal 10 Mei 2019. 
   

BPK RI Auditama KN VII 3


 

BAB II
GAMBARAN UMUM

1. Sejarah Perusahaan
GIA didirikan berdasarkan akta Nomor 137 tanggal 31 Maret 1950 dari notaris Raden
Kadiman. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dalam surat keputusannya Nomor J.A.5/12/10 tanggal 31 Maret 1950 serta
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Serikat Nomor 30 tanggal 12 Mei
1950, tambahan Nomor 136.
Berdasarkan Akta Nomor 8 tanggal 4 Maret 1975 dari Notaris Soeleman Ardjasasmita,
S.H., PT Garuda Indonesia berubah menjadi Persero dari Perusahaan yang awalnya
merupakan Perusahaan Negara. Hal tersebut merupakan realisasi Peraturan Pemerintah
Nomor 67 tahun 1971. Perubahan ini telah diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 68 tanggal 26 Agustus 1975, tambahan Nomor 434.
Anggaran Dasar tersebut beberapa kali mengalami perubahan dan kemudian diubah
seluruhnya berdasarkan Akta Nomor 35 tanggal 17 Mei 2018 dari Aulia Taufani, S.H.,
notaris di Jakarta, sehubungan harmonisasi dan sinkronisasi anggaran dasar di
Kementerian BUMN. Kementerian Hukum dan Asasi Manusia Republik Indonesia
menerima perubahan tersebut melalui Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar Nomor AHU.AH.01.03-0214641 tanggal 8 Juni 2018.
Pada Tahun 2008, Garuda Indonesia berhasil menjadi satu-satunya maskapai Indonesia
yang memperoleh sertifikasi IATA Operational Safety Audit (IOSA) Operator. Pada
tanggal 11 Februari 2011, GIA berhasil membawa perseroan menuju ke langkah baru
dengan menjadi perusahaan publik setelah melakukan penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) atas 6.335.738.000 saham GIA kepada masyarakat. Saham
tersebut telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia pada 11 Februari 2011 dengan kode
GIAA.
Untuk mendukung kegiatan operasionalnya, GIA memiliki tujuh entitas anak yang
fokus pada produk/jasa pendukung bisnis perusahaan induk, yaitu PT Abacus
Distribution Systems Indonesia, PT Aero Wisata, PT Garuda Maintenance Facility Aero
Asia, PT Aero Systems Indonesia, CI, PT Gapura Angkasa, dan Garuda Indonesia
Holiday France.
2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
Visi dan Misi GIA adalah sebagai berikut:
a. Visi
“Value-Driven Aviation Group, Bringing Indonesian Hospitality to the World
(US$3.5 Billion).”
b. Misi
“ - Shareholder : Maximize group value for better shareholder return
among regional airlines;
- Customer : by delivering excellent Indonesian hospitality and world
best experiences to customers;

BPK RI Auditama KN VII 4


 

- Process : while implementing cost leadership & synergy within


group;
- Employee : and by engaging passionate & proud employee in one
of the most admired company to work for in Indonesia.”
3. Kegiatan Usaha Perusahaan
Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan
terutama adalah sebagai berikut:
a. Angkutan udara niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam negeri
dan luar negeri;
b. Angkutan udara niaga tidak berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam
negeri dan luar negeri;
c. Reparasi dan pemeliharaan pesawat udara, baik untuk keperluan sendiri maupun
pihak ketiga;
d. Jasa penunjang operasional angkutan udara niaga, meliputi katering dan ground
handling baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
e. Jasa layanan sistem informasi yang berkaitan dengan industri penerbangan, baik
untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
f. Jasa layanan konsultasi yang berkaitan dengan industri penerbangan;
g. Jasa layanan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan industri penerbangan,
baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
h. Jasa layanan kesehatan personil penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun
pihak ketiga.
4. Struktur Kepemilikan dan Organisasi Perusahaan
a. Komposisi Pemegang Saham
Tabel 2.1 Komposisi Pemegang Saham Domestik dan Internasional
Jumlah Saham/Total Persentase Saham (%)/Share
Pemilik Saham/Shareholders
Shares Percentage (%)
Domestik/Domestic
Pemerintah Republik Indonesia/
15.670.777.621 60,54
Government of the Republic of Indonesia
Perorangan/Retail 1.523.058.824 5,88
Karyawan/Employees 65.935.070 0,25
Institusi Domestik/Domestic Institution
PT Trans Airways 6.630.958.172 25,62
Lain-lain (<5%)/Others (<5%) 745.805.827 2,88
Total Domestik/Total Domestic 24.636.535.514 95,17
Internasional/International
Perorangan/Retail 17.913.080 0,07
Institusi Asing (<5%)/Foreign Institution
1.232.127.660 4,76
(<5%)
Total Internasional/Total International 1.250.040.740 4,83

Tabel 2.2 20 Pemegang Saham Terbesar GIA


Jumlah Saham Persentase
No. Nama Pemegang Saham Status
(lembar saham) Kepemilikan
Pemerintah Negara
1 Negara Republik Indonesia 15.670.777.621 60,54
Republik Indonesia
2 PT Trans Airways 6.630.958.172 25,62 Perseroan Terbatas
Credit Suisse AG SG Trust A/C Cl-Finegold Res
3 635.739.990 2,46 Badan Usaha Asing
Ltd-2023904224
4 Talent Center Limited 298.036.000 1,15 Badan Usaha Asing

BPK RI Auditama KN VII 5


 

Jumlah Saham Persentase


No. Nama Pemegang Saham Status
(lembar saham) Kepemilikan
5 DJS Ketenagakerjaan Program JHT 295.088.500 1,14 Perseroan Terbatas
Perorangan
6 Gunawan Hardjasasmita 54.911.063 0,21
Indonesia
7 PT Barbizone Bali Resort 54.207.900 0,21 Perseroan Terbatas
Perorangan
8 Susy Angkawijaya 53.750.000 0,21
Indonesia
Citibank New York S/A Emerging Markets Core
9 49.048.953 0,19 Badan Usaha Asing
Equity Portfolio Of Dfa Inv Dimension
Citibank New York S/A Dimensional Emerging
10 45.666.781 0,18 Badan Usaha Asing
Markets Value Fund
Citibank New York S/A The Emerging Markets
11 44.799.949 0,17 Badan Usaha Asing
Small Cap Series Of The Dfa Investmen
RD Premier ETF Indo State- Owned Companies-
12 36.083.196 0,14 Reksadana
88906400
Credit Suisse AG Singapore Trust A/C Clients-
13 33.406.085 0,13 Badan Usaha Asing
2023904000
14 Dana Pensiun Bank Mandiri Satu 29.258.000 0,11 Dana Pensiun
PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya - Car Link
15 28.595.400 0,11 Asuransi
Promixed
Perorangan
16 Sumitro 23.337.800 0,09
Indonesia
Perorangan
17 Tan Tik Khoen 22.600.000 0,09
Indonesia
UBS AG Singapore Non-Treaty Omnibus Account
18 22.375.308 0,09 Badan Usaha Asing
- 2091144090
Perorangan
19 Sumitro 20.000.000 0,08
Indonesia
20 PT Indolife Pensiontama 19.952.702 0,08 Asuransi

b. Susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi


Perseroan juga telah membentuk organ-organ pendukung GCG di bawah Komisaris,
yaitu Komite Audit, Komite Pengembangan Usaha dan Pemantauan Risiko, dan
Sekretaris Dewan Komisaris serta organ pendukung GCG di bawah Direksi yang
terdiri dari Sekretaris Perusahaan dan Satuan Pengawas Internal (SPI). Adapun
komposisi Dewan Komisaris hingga 31 Desember 2018 sebagaimana ditunjukan
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Dewan Komisaris GIA Tahun 2018
Nama Jabatan
Agus Santoso Komisaris Utama/Independen
Chairal Tanjung Komisaris
Dony Oskaria Komisaris
Herbert Timbo Parluhutan Siahaan Komisaris Independen
Insmerda Lebang Komisaris Independen
Luky Alfirman Komisaris
Muzaffar Ismail Komisaris

Berikut susunan Direksi GIA hingga akhir Tahun 2018 yang ditunjukkan pada Tabel
2.4.
Tabel 2.4 Susunan Direksi GIA Tahun 2018
Nama Jabatan
I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra Direktur Utama
Bambang Adisurya Angkasa Direktur Operasi
Fuad Rizal Direktur Keuangan & Manajemen Risiko
Heri Akhyar Direktur Human Capital
I Wayan Susena Direktur Teknik

BPK RI Auditama KN VII 6


 

Nama Jabatan
Mohammad Iqbal Direktur Kargo & Pengembangan Usaha
Nicodemus Panarung Lampe Direktur Layanan
Pikri Ilham Kurniansyah Direktur Niaga

5. Kondisi Keuangan Perusahaan


Berdasarkan data yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan, perkembangan
keuangan GIA Tahun 2016, 2017 dan 2018 sebagai berikut.
a. Kinerja Keuangan
Pada laporan Laba Rugi GIA tiga tahun terakhir (2016, 2017 dan 2018) mengalami
fluktuasi keuangan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kinerja Keuangan GIA Tahun 2016, 2017 dan 2018
Dalam USD penuh
Keterangan 2016 2017 2018
Jumlah Pendapatan Usaha /Total Operating Revenues 3.863.921.565 4.177.325.781 4.373.177.070
Jumlah Beban Usaha / Total Operating Expenses 3.795.927.643 4.237.773.332 4.579.259.674
Beban (Pendapatan) Usaha Lainnya /Other Operating
(31.110.017) 15.733.627 (306.883.930)
(Income) Charges Net
Laba (Rugi) Usaha /Profit (Loss) From Operations 99.103.939 (76.181.178) 100.801.326
Laba (Rugi) Sebelum Pajak /Profit (Loss) Before Tax 17.790.700 (158.180.637) 19.009.608
Manfaat (Beban) Pajak /Tax Benefits (Expense) (8.425.842) (55.209.041) (13.991.300)
Laba (Rugi) Bersih Tahun Berjalan /Net Profit (Loss)
9.364.858 (213.389.678) 5.018.308
for the Current Year

Membaiknya kinerja keuangan perseroan dikarenakan peningkatan pendapatan


usaha sebesar 4,69% menjadi USD4.37 miliar dengan kontribusi terbesar berasal
dari penerbangan berjadwal sebesar USD3.54 miliar. Pendapatan usaha juga
diperoleh dari penerbangan tidak berjadwal sebesar USD266.87 juta dan pendapatan
lainnya sebesar USD567.93 juta. Dari tabel di atas diketahui juga bahwa pada Tahun
2018, perseroan telah berhasil meningkatkan pendapatan usaha sebesar 4,69%
menjadi USD4.37 miliar dan membukukan laba sebesar USD5.02 juta atau
meningkat sebesar 102,35% dari tahun sebelumnya rugi sebesar USD213.39 juta.
b. Tingkat Kesehatan Perusahaan dan Opini Auditor Independen
Tingkat kesehatan perusahaan, KAP, dan opini auditor independen atas laporan
keuangan tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut.
Tabel 2.6 Tingkat Kesehatan GIA dan Opini Auditor Tahun 2016, 2017 dan 2018
Uraian 2016 2017 2018
Osman Bing Satrio Osman Bing Satrio & Tanubrata Sutanto Fahmi
KAP
& Eny Eny Bambang & Rekan
Tingkat Kesehatan Sehat “AAA” Sehat “AAA” Sehat “AAA”

Opini Auditor Independen WTP WTP WTP

c. Penyertaan pada Anak Perusahaan


Tabel 2.7 Daftar Anak Perusahaan GIA
Kepemilikan
No. Nama Kegiatan usaha Saham Per
2018 (%)
1 PT Aero Wisata Layanan yang diberikan oleh Aerowisata terbagi ke
dalam 5 (lima) Lini Bisnis yaitu food service, hotel, travel, 99,99
transportasi dan logistik.
2 PT Sabre Travel Network layanan sistem reservasi yang terkomputerisasi,
Indonesia 95
penyewaan peralatan komputer yang digunakan oleh

BPK RI Auditama KN VII 7


 

Kepemilikan
No. Nama Kegiatan usaha Saham Per
2018 (%)
agen-agen perjalanan, menyediakan fasilitas latihan
pegawai untuk agen-agen perjalanan serta menyediakan
bantuan teknis dalam sistem pemesanan tiket
terkomputerisasi (computerized reservation
systems/CRS) untuk agen-agen perjalanan
3 PT Garuda Maintenance Di bidang jasa perawatan pesawat terbang, perawatan
Facility Aero Asia Tbk komponen dan kalibrasi, perawatan mesin untuk
pesawat dan industri, pembuatan dan perawatan sarana
pendukung, jasa engineering, jasa layanan material, 89,1
logistik, pergudangan dan konsinyasi serta jasa
konsultan, pelatihan dan penyediaan tenaga ahli di
bidang perawatan pesawat, komponen dan mesin.
4 PT Aero Systems konsultasi dan sistem teknik teknologi informasi serta
Indonesia 51
layanan pemeliharaan penerbangan dan industri lainnya.
5 PT Citilink Indonesia usaha/jasa penerbangan 99,99
6 PT Gapura Angkasa jasa ground handling 58,75
7 PT Garuda Indonesia Agen wisata (tour & travel), penjualan tiket pesawat, serta
100
Holiday France sewa menyewa pesawat.

6. Reviu Pemahaman Sistem Pengendalian Intern (SPI)


Berdasarkan hasil pemeriksaan, diperoleh pemahaman SPI GIA, menurut unsur-
unsurnya sebagai berikut.
a. Lingkungan Pengendalian
1) Integritas dan Nilai Etika
Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja GIA diresmikan pertama kali pada 10
Februari 2011 ditandai dengan penandatanganan Komitmen oleh Direksi, Dewan
Komisaris, Pejabat Vice President, dan GM Kantor Cabang. Pedoman Etika
Bisnis dan Etika Kerja Perseroan telah disahkan dengan Surat Keputusan
Direktur Utama Perseroan 11 Maret 2011, diperbaharui pada tanggal 7 Oktober
2015 dan terakhir kali diperbaharui pada tanggal 11 Agustus 2017.
Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja memuat di antaranya sebagai berikut.
a) Jati diri perusahaan, yang berisi mengenai Visi dan Misi Perseroan, Tata Nilai
Perseroan serta Perilaku Utama yang harus ditampilkan oleh pegawai
perseroan;
b) Perilaku terpuji yang menjelaskan mengenai hubungan dengan perseroan,
hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan mitra kerja, hubungan dengan
pemegang saham, hubungan dengan kreditur, dan hubungan dengan pesaing;
c) Kepatuhan dalam bekerja yang menjelaskan mengenai bagaimana
transparansi komunikasi dan informasi keuangan, penanganan benturan
kepentingan, pengendalian gratifikasi, perlindungan terhadap aset perseroan
dan perlindungan terhadap rahasia perseroan;
d) Tanggung jawab insan perseroan yang menjelaskan mengenai tanggung jawab
kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pemerintah, dan tanggung jawab
kepada lingkungan;
e) Penegakan etika bisnis dan etika kerja yang menjelaskan mengenai pelaporan
pelanggaran whistleblowing system (WBS), sanksi atas pelanggaran,
sosialisasi etika bisnis dan etika kerja, penandatanganan pakta integritas oleh
seluruh insan perseroan.

BPK RI Auditama KN VII 8


 

2) Komitmen Terhadap Kompetensi


GIA melaksanakan program pengelolaan SDM dengan berorientasi pada tiga
fokus strategi utama (strategic focus), yakni: pengelolaan talenta berskala global
(global talent management), pengembangan SDM yang terintegrasi (integrated
people development), serta optimalisasi kinerja, produktivitas, dan rewards.
Hingga akhir Desember 2018, perseroan memiliki 7.946 pegawai yang memiliki
latar pendidikan, gender, usia, dan pengalaman yang beragam. Selain melalui
pemberian penugasan yang menantang, kerja praktik di lapangan, mentoring dan
coaching oleh atasannya, serta pembelajaran yang disampaikan melalui pelatihan
formal, pengembangan kompetensi SDM Perseroan dilaksanakan dengan
pendekatan model Corporate University sejak Tahun 2012.
3) Kepemimpinan yang kondusif
Dalam upaya mempertahankan talent terbaik perseroan serta menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, perseroan melakukan survei tingkat kepuasan
karyawan untuk mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan perseroan dalam
memenuhi kebutuhan/kepuasan karyawannya. Pelaksanaan survei ini juga
merupakan bagian dari upaya perseroan dalam menjalankan program Quick Wins
GIA dalam hal “Corporate Culture Transformation through the Development of
People, Process, and Technology”. Dengan mengusung konsep ini, perseroan
berupaya untuk meningkatkan tingkat kepuasan pegawai terhadap lingkungan
kerja sehingga diharapkan produktivitas, loyalitas, dan efektivitas kerja karyawan
semakin meningkat.
4) Struktur Organisasi
Struktur organisasi GIA per tanggal 7 November 2018. Struktur ini disahkan
melalui Surat Keputusan Nomor JKTDZ/SKEP/50062/2018 tentang Organisasi
Induk GIA tanggal 7 November 2018.
Selaras dengan pelaksanaan strategi Sky Beyond 3.5, perseroan juga semakin aktif
menginternalisasi dan mendorong penerapan budaya baru perusahaan
“SINCERITY” yang resmi diluncurkan pada tanggal 20 Januari 2017 yang lalu
setelah melalui tahap redefine value serta workshop BOD dan workshop Level
Vice President (VP). Strategi perancangan organisasi Tahun 2018 secara
konsisten mengacu pada strategi jangka panjang Perusahaan Sky Beyond 3.5.
Namun demikian pada tanggal 12 September 2018 telah terjadi RUPSLB yang
salah satu agendanya adalah menetapkan perubahan susunan direksi perusahaan.
Dengan terjadinya perubahan susunan direksi perusahaan, maka terjadi
penyesuaian pada struktur organisasi induk perusahaan.
5) Tanggung Jawab dan Wewenang
Dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi pengadaan, perseroan telah
melakukan penyesuaian organisasi pengadaan dengan lebih berfokus pada
pembagian tanggung jawab dan wewenang sesuai aktivitasi fungsi pengadaan di
antaranya IT, pelayanan, operasional, komersial, dan fungsi lainnya. Di samping
itu, terdapat pula fungsi strategi yang bertanggung jawab dalam penyelarasan
strategi pengadaan di lingkungan GIA dan entitas anak.

BPK RI Auditama KN VII 9


 

6) Kebijakan dan Praktek Sumber Daya Manusia


Pengelolaan SDM pada Tahun 2019 diarahkan untuk mendukung tema perseroan,
yaitu pembaharuan model bisnis (new business model) dengan memperkuat dan
mengembangkan jaringan dan jalur distribusi perseroan di pasar domestik dengan
dukungan yang kuat dari CI dan anak perseroan lainnya. Pengembangan SDM
akan lebih fokus pada peningkatan business acumen pada seluruh pegawai, baik
melalui program-program corporate culture maupun dengan mengoptimalkan
Performance Management System (PMS), khususnya pada fungsi sales.
Selain itu pengelolaan SDM diarahkan agar pola pikir dan pola tindak pegawai
dalam melakukan aktivitas selalu dihubungkan dengan manfaat bagi perseroan.
Perseroan akan terus mengkaji model kompetensi dan menyiapkan para senior,
mid level manager untuk proses regenerasi dan juga agar menjadi global talent.
Dalam hal pengembangan organisasi secara korporasi, perseroan menyiapkan
pembentukan holding company yang akan menjadi induk seluruh lini usaha.
Pembentukan tersebut diharapkan akan menciptakan sinergi usaha yang optimal.
7) Kegiatan Pengawasan
Sepanjang Tahun 2018, terdapat sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian
Dewan Komisaris untuk mengakselerasi kinerja perusahaan, terutama memitigasi
potensi kerugian akibat terjadinya kenaikan harga bahan bakar dan fluktuasi nilai
tukar rupiah yang cenderung melemah. Sebagai langkah mengantisipasi kerugian
kurs agar tidak terlalu dalam, kami merekomendasikan peningkatan pendapatan
dari anak perusahaan yaitu GMF Aero Asia yang memiliki pasar asing lebih
banyak dan salah satu perusahaan perawatan terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Apalagi kepiawaian GMF di industri perawatan pesawat sudah diakui regulator
internasional sekelas Amerika dan Eropa.
8) Peran Komite Audit
Komite Audit Perseroan telah mendorong penerapan prinsip-prinsip GCG secara
konsisten. Prinsip-prinsip yang membuat perseroan menjadi kian transparan,
akuntabel, patuh pada perundang-undangan, independen dalam mempertahankan
sustainability, dan secara setara memperlakukan para pemangku kepentingan.
b. Penilaian Risiko
1) Penetapan Tujuan Perusahaan
Perseroan menetapkan tujuan utama penerapan GCG adalah sebagai berikut:
a) Mengoptimalkan nilai perseroan agar perseroan memiliki daya saing yang
kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu
mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai
maksud dan tujuan perseroan;
b) Mendorong pengelolaan perseroan secara profesional, efisien, dan efektif
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ perseroan;
c) Mendorong agar organ perseroan dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial
perseroan terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar BUMN;
d) Meningkatkan kontribusi perseroan dalam perekonomian nasional; dan

BPK RI Auditama KN VII 10


 

e) Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.


2) Penetapan Tujuan Operasional Entitas
Program utama dalam mendukung pencapaian tujuan perseroan tersebut di
antaranya:
a) Melakukan optimalisasi pengadaan terpusat untuk seluruh GIA dan entitas
anak dan melakukan penyelarasan kebijakan pengadaan untuk mendorong
efektivitas proses dan pencapaian efisiensi yang optimal;
b) Penguatan sourcing strategy, penyempurnaan pengelolaan vendor, dan
melakukan reviu atas skema kerja sama dengan pihak ketiga yang dimiliki
perseroan saat ini, guna memperoleh skema kerja sama dan benefit yang lebih
baik di lingkup GIA dan entitas anak;
c) Mengembangkan serta mengoptimalkan IT-Based Procurement System yang
memfokuskan pada kemampuan analisa guna mendukung strategi dan
pengambilan keputusan perseroan, sekaligus melakukan pengembangan
platform digital procurement sebagai sarana kolaborasi digital untuk
meningkatkan efisiensi serta transparansi dalam proses pengadaan di
lingkungan GIA dan entitas anak.
3) Identifikasi Risiko
Perseroan secara rutin dan berkelanjutan melalui Unit Enterprise Risk
Management (ERM) melakukan implementasi dan peningkatan sistem
manajemen risiko. Proses tersebut dilakukan untuk mengelola dan menangani
risiko dengan baik, cepat, dan tepat sehingga dapat mencapai target dan tujuan
perseroan. Adapun proses tersebut meliputi:
a) Mengidentifikasi risiko dari setiap unit kerja perseroan (bottom-up approach)
dan dari setiap inisiatif strategis perseroan (top-down approach) serta
melakukan keselarasan di antara keduanya;
b) Mengukur risiko atas dampak dan kemungkinannya berdasarkan matriks
kriteria pengukuran risiko (Risk Assessment Criteria Matrix);
c) Penanganan/pengolahan risiko melalui mitigasi yang tepat berdasarkan
prioritasnya; dan
d) Pengendalian risiko secara periodik untuk dilaporkan kepada pimpinan
perseroan.
Tahapan proses manajemen risiko tersebut maka hasilnya diperoleh risiko
seluruh unit kerja sehingga akan menciptakan profil risiko secara korporat
(Corporate Risk Profile) yang dikelompokkan kedalam beberapa kategori yaitu
risiko keuangan (financial risk), risiko inisiatif strategis (strategic risk), risiko
kepatuhan (compliance risk), risiko operasional (operational risk), dan risiko
keselamatan dan keamanan (safety and security risk).
4) Analisis Risiko
Perseroan memiliki lima risiko utama korporat dengan didasarkan pada tingkat
prioritas risiko yang dinilai berdasarkan besarnya eksposur risiko yaitu:
a) Tekanan likuiditas terhadap kemampuan perseroan (liquidity and market
risk);
b) Rute-rute yang tidak menguntungkan (on going profitable route);
c) Penguatan sumber daya manusia (SDM) air crew (crew strength);
d) Anak perusahaan di bawah performa (subsidiaries underperformed); dan

BPK RI Auditama KN VII 11


 

e) Pemberdayaan Informasi dan Teknologi (IT enablement).


5) Pengelolaan Risiko Akibat Perubahan
Kebijakan dasar Sistem Manajemen Risiko GIA telah mempertimbangkan
menangani risiko yang dihadapi oleh perseroan secara efektif dan efisien selama
ini adalah dengan menempatkan risiko korporat berdasarkan nature-nya:
a) External risk, risiko yang timbul dari peristiwa pengaruh dan kontrol
perseroan yang dapat diatasi dengan menerapkan contigency plan berupa
business continuity management system;
b) Preventable risk, risiko yang timbul dari dalam organisasi yang dapat dicegah
melalui penguatan kebijakan dan prosedur, pengawasan secara berkala serta
sosialisasi;
c) Strategy risk, risiko yang diambil sebagai peluang usaha melalui berbagai
insiatif strategis dari perseroan untuk menciptakan dan memaksimalkan nilai
perseroan.
Dengan menempatkan risiko korporat 2018 dan risiko-risiko lain di luar risiko
korporat berdasarkan nature-nya, untuk kecenderungan risiko yang bersifat
strategis, hal ini ditindaklanjuti perseroan dengan mengoptimalkan penciptaan
nilai (peluang usaha), preventable, serta penerapan pengendalian internal secara
tepat. Sedangkan dari sisi eksternal, perseroan melakukan tindakan antisipatif
terhadap pengaruh dari luar.
c. Aktivitas Pengendalian
1) Pelaksanaan Reviu oleh Manajemen pada Tingkat Atas
Dewan Komisaris dan Direksi secara berkala melakukan reviu performa
keuangan GIA dan entitas anak. Sebagai bagian dari reviu ini, Dewan Komisaris
dan Direksi mempertimbangkan eksposur risiko keuangan.
2) Pengelolaan Informasi untuk Memastikan Tingkat Keakuratan dan
Kelengkapan Informasi
Strategi, kebutuhan bisnis, dan operasional perseroan didukung oleh
pemberdayaan serta peningkatan Informasi dan Teknologi secara efektif dan
efisien. Pemberdayaan dan peningkatan informasi dan teknologi yang tidak
optimal dapat menyebabkan terganggunya kegiatan bisnis baik secara finansial
maupun reputasi perseroan. Evaluasi terhadap penerapan, pemberdayaan
informasi dan teknologi yang ada, peningkatan sistem informasi dan teknologi
yang belum optimal, serta tuntutan perkembangan informasi dan teknologi saat
ini mengharuskan perseroan melakukan percepatan untuk menunjang seluruh
aspek kegiatan bisnis perseroan.
3) Penetapan dan Pemantauan Indikator dan Ukuran Kinerja
Indikator kinerja yang dipakai sebagai tolak ukur kinerja Dewan Komisaris
mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengawasan dan pemberian
nasihat Dewan Komisaris sesuai Anggaran Dasar Perseroan, pelaksanaan
pengawasan oleh Komite Audit, pengawasan oleh KPU-PR serta pendidikan dan
pelatihan.

BPK RI Auditama KN VII 12


 

4) Pemisahan Tugas dan Fungsi


Sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan, dalam hal pembagian tugas dan fungsi
Direksi tidak ditentukan oleh RUPS, maka pembagian tugas dan fungsi Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. Oleh karenanya setiap anggota
Direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsinya tersebut
masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya yang berkaitan dengan pengurusan
Perseroan, maka Direksi juga bertindak mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian dengan
pembatasan sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Direksi
berwenang untuk menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang
dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan/atau Anggaran Dasar Perseroan.
5) Reviu Otorisasi Kepada Personil Tertentu dalam Melakukan Suatu
Transaksi
Transaksi yang diakui oleh GIA adalah transaksi-transaksi yang valid sesuai
dengan ketentuan manajemen, dan hanya dilakukan oleh orang yang memiliki
wewenang. Prosedur otorisasi telah dikomunikasikan kepada seluruh pegawai
termasuk kapan prosedur tersebut dapat digunakan.
d. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran
informasi yang memungkinkan setiap orang dapat melaksanakan tanggung jawab
mereka. Sistem informasi menghasilkan laporan atas hal-hal yang terkait dengan
operasional, keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan. Informasi harus dicatat
dan dilaporkan kepada pimpinan dan pihak lain yang ditentukan.
Tanggung jawab komunikasi internal adalah memastikan pesan manajemen
tersampaikan kepada karyawan dan optimalisasi media internal untuk kepentingan
perseroan, sehingga pemahaman karyawan dan produktivitas karyawan diharapkan
akan meningkat.
Media komunikasi internal tersedia dalam berbagai format:
1) Internal Portal “Tell Us About Us” Portal internal bersifat komunikasi dua arah
yang mengandung unsur partisipatif dan keterlibatan karyawan;
2) E-mail Blast “Corporate Information” Broadcast message melalui e-mail kepada
seluruh karyawan Perseroan berisi informasi terkait pesan manajemen,
pengumuman penting termasuk pada situasi krisis, peristiwa, program dan
pencapaian perseroan;
3) Internal Magazine “View” Majalah khusus internal yang terbit secara periodik
memuat artikel bersifat indepth, mengangkat ‘suara’ karyawan, destinasi hingga
artikel lepas yang menambah wawasan karyawan; dan
4) Poster Pesan visual yang ditempatkan di area kerja karyawan dan dimuat di media
komunikasi internal.

BPK RI Auditama KN VII 13


 

e. Monitoring
Dalam melakukan fungsi pengawasan Dewan Komisaris dibantu oleh salah satu
komite yaitu Komite Pengembangan Usaha dan Pemantauan Risiko. Komite ini juga
telah mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris untuk menjalankan fungsi pengembangan usaha dan pemantauan risiko
yang diperlukan atas pelaksanaan tugas Direksi terkait pengelolaan perseroan dan
penerapan GCG.
 

BPK RI Auditama KN VII 14


 

BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

BPK telah melaksanakan pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan


terkait Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada
GIA, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut.
1. Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-Flight Entertainment
dengan PT Mahata Aero Teknologi Tidak Sesuai Ketentuan
Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan fasilitas kepada penumpang, CI
melakukan kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan melalui
Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan Nomor
Citilink/JKTDSQG/Perj-6248/1019 dengan MAT tanggal 31 Oktober 2018 dengan
jangka waktu kerja sama selama 10 tahun. Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani
oleh Direktur Utama CI dan Direktur Utama MAT.
Perjanjian tersebut mengatur mengenai kompensasi hak pemasangan peralatan layanan
konektivitas dan alokasi slot atas setiap pesawat terhubung dengan rincian sebagai
berikut.
a. Kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas, terdiri dari:
1) Biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar
USD58,500,000 atas 50 pesawat tipe A320 series yang telah dioperasikan CI dan
25 pesawat tipe A320 family yang mengacu kepada kontrak pengadaan pesawat
CI “A320 Purchase Agreement between Airbus SAS and CI”, yang
ditandatangani tanggal 20 Desember 2012;
2) Biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar
USD64,140,000 atas enam pesawat tipe A330–300 series (all economy class) dan
73 pesawat tipe B737–800 NG yang dioperasikan oleh GIA.
b. Alokasi slot kepada CI secara tahunan, terhitung sejak penerbangan perdana dengan
rincian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Alokasi Slot MAT kepada CI
Tahun Alokasi slot
Tahun ke–1 5% dari total pendapatan aktual yang diperoleh atas upaya MAT,
atau 95% dari total pendapatan aktual yang diperoleh dari upaya
CI
Tahun ke–2 6% dari pendapatan aktual yang diperoleh atas upaya MAT, atau
94% dari total pendapatan aktual yang diperoleh dari upaya CI
Tahun ke–3 sampai Tahun ke–10 7,5% dari pendapatan aktual yang diperoleh atas upaya MAT, atau
92,5% dari total pendapatan aktual yang diperoleh dari upaya CI

Kronologi kerja sama CI dengan MAT bermula dari surat minat dan persetujuan kerja
sama Wi-Fi di pesawat Citilink (Letter of Intent) MAT pada tanggal 19 Oktober 2017,
kemudian dilanjutkan dengan pernyataan minat bersama (Memorandum of
Understanding) pada tanggal 15 November 2017 untuk kerja sama pemasangan dan
pengoperasian fasilitas jaringan koneksi nirkabel (Wi-Fi) di pesawat Citilink. Rincian
kronologi kerja sama pada Lampiran 1.
Keikutsertaan GIA dalam perjanjian kerja sama CI dengan MAT diawali dari rapat
koordinasi internal GIA–CI tanggal 15 September 2018 yang membahas program yang
akan dilakukan CI, yang antara lain membahas mengenai rencana pemasangan layanan
konektivitas pada pesawat CI. Direktur Utama GIA yang juga merupakan Komisaris CI
menyampaikan ketertertarikan dan menyatakan akan memberikan kuasa kepada

BPK RI Auditama KN VII 15


 

Direktur Utama CI untuk keikutsertaan dalam perjanjian penyediaan layanan


konektivitas tersebut. Selanjutnya, Direktur Utama GIA memberikan kuasa kepada
Direktur Utama CI melalui surat kuasa Nomor JKTDZ/SKU/00059/2018 tanggal 28
Oktober 2018.
Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan
mengalami perubahan yang dituangkan dalam Adendum I dan Adendum II dengan
rincian sebagai berikut.
a. Adendum I Nomor Citilink/JKTDSQG/Amand-I/6248/1218 tanggal 12
Desember 2018
Adendum I perjanjian penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan
ditandatangani oleh Direktur Utama CI dan Direktur Utama MAT. Adendum
tersebut menyatakan bahwa para pihak sepakat mengubah biaya kompensasi dan
jumlah pesawat serta keikutsertaan SA, dengan rincian sebagai berikut.
1) Biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar
USD39,000,000 atas 50 pesawat tipe A320 series yang dioperasikan CI.
Sedangkan atas 25 pesawat tipe A320 family yang mengacu pada kontrak
pengadaan pesawat CI “A320 Purchase Agreement between Airbus SAS and CI”,
yang ditandatangani tanggal 20 Desember 2012, akan diatur kemudian;
2) Biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar
USD92,940,000 atas 20 pesawat tipe A330 series, 73 pesawat tipe B737–800 NG
dan 10 pesawat tipe B777 yang dioperasikan oleh GIA;
3) Biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar
USD30,000,000 atas 50 pesawat tipe B737 series yang dioperasikan SA.
Keikutsertaan SA dalam perjanjian kerja sama CI dengan MAT berdasarkan surat
dari Vice President SBU Loyalty dan Ancilary GIA kepada Direktur Utama SA
nomor Garuda/JKTNL/20062/2008 tentang penawaran pemasangan dan
pengelolaan bisnis Wi-Fi on board tanggal 10 Desember 2018. Menindaklanjuti
penawaran tersebut, Direktur Utama SA mengirimkan surat kepada Direktur Utama
CI Nomor 01/DZ/Ext/SJY/XII/2018 perihal Penyataan Minat dan Pernyataan Ganti
Rugi (indemnity) tanggal 11 Desember 2018. Selanjutnya Direktur Utama SA
memberikan kuasa kepada Direktur Utama CI melalui surat kuasa tanggal 11
Desember 2018.
b. Adendum II Nomor Citilink/JKTDSQD/Amand-II/6248/1218 tanggal 26
Desember 2018
Adendum II perjanjian penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan
ditandatangani oleh Direktur Utama CI dan Direktur Utama MAT. Adendum
tersebut menyatakan bahwa para pihak sepakat mengubah jangka waktu perjanjian
yang semula 10 tahun menjadi 15 tahun dan menambah biaya kompensasi hak
pengelolaan layanan IFE sebesar USD80,000,000 atas 18 pesawat tipe A330 series,
70 pesawat tipe B737–800 NG, satu pesawat tipe B737–800 Max dan 10 pesawat
tipe B777 yang dioperasikan oleh GIA.
Setelah ditantanganinya perjanjian, GIA dengan SA dan GIA dengan CI masing-masing
membuat perjanjian sebagai berikut.
a. Perjanjian Kerja Sama Pemasangan dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat SA
antara GIA dengan SA Nomor IG/Perj/DZ-3716/2018 tanggal 28 Desember 2018
dengan jangka waktu selama 10 tahun. Lingkup kerja sama dalam perjanjian GIA
dengan SA sejumlah 50 pesawat yang terdiri dari 47 unit pesawat tipe B737–series

BPK RI Auditama KN VII 16


 

yang telah dioperasikan oleh SA, dua unit pesawat tipe B737–series yang akan di–
deliver pada Tahun 2019 dan satu unit pesawat tipe B737–series yang akan di–
deliver pada Tahun 2020. Dalam perjanjian tersebut juga mengatur mengenai
pembagian atas biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas
atas pesawat yang dioperasikan SA sejumlah USD30,000,000 yaitu SA
mendapatkan sharing revenue sebesar USD2,000,000 dan GIA mendapatkan
sharing revenue sebesar USD28,000,000.
b. Perjanjian back–to–back antara GIA dengan CI Nomor IG/Perj/DZ-3044/2019 &
Citilink/JKTDSQG/Perj-6039/0219 tanggal 28 Februari 2019.
GIA dan CI sepakat untuk mengatur skema kerja sama terkait dengan penyediaan
layanan konektivitas berdasarkan perjanjian MAT untuk mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian back-to-back antara GIA dengan
CI diatur bahwa MAT akan membayar kompensasi kepada GIA sesuai dengan
kesepakatan yang akan dituangkan dalam perjanjian tersendiri antara GIA dan MAT.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelemahan dalam kerja sama penyediaan
layanan konektivitas dalam penerbangan sebagai berikut.
a. Pemilihan mitra kerja sama antara CI dengan MAT tidak sesuai ketentuan
1) CI dan GIA belum memiliki pedoman atau prosedur yang mengatur tentang kerja
sama.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa walaupun CI dan GIA telah beberapa
kali melakukan kerja sama dengan mekanisme kemitraan (partnership), namun,
CI dan GIA belum memiliki prosedur yang mengatur kerja sama dengan
mekanisme kemitraan. Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko GIA telah
membuat surat Nomor Garuda/JKTDF/20539/17 tentang Pedoman Kerja Sama
tanggal 3 November 2017 kepada anak perusahaan, termasuk di dalamnya CI,
untuk membuat SOP Kerja Sama mengacu pada Peraturan Menteri BUMN
Nomor Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri BUMN Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman Kerja Sama.
Sementara itu, GIA juga baru memiliki prosedur yang mengatur tentang kerja
sama pada tanggal 14 Maret 2019 berupa Peraturan Direksi Nomor
JKTDZ/SKEP/50027/2019.
2) MAT ditunjuk secara langsung sebagai mitra kerja sama tanpa adanya
pembanding dan tidak didukung dengan kajian atas kemampuan mitra kerja sama
secara teknis maupun finansial yang memadai.
Kajian yang dilakukan hanya meliputi mekanisme kerja sama dan mitigasi risiko
yang mungkin terjadi, tanpa melihat kemampuan teknis dan finansial mitra kerja
sama secara memadai. Hasil pemeriksaan terhadap kompetensi MAT diketahui
bahwa:
a) MAT belum layak secara teknis untuk ditunjuk sebagai mitra kerja sama:
(1) MAT merupakan perusahaan start up yang baru berdiri dan baru
berbadan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Nomor AHU-0050256.AH.01.01.Tahun 2017 tanggal 8
November 2017 yang didasarkan akta notaris tentang pendirian MAT
Nomor 3 tanggal 3 November 2017. Dengan demikian, pada saat
pernyataan minat dan persetujuan kerja sama disampaikan MAT melalui
surat MAT kepada CI tanggal 19 Oktober 2017 tentang Surat Minat dan

BPK RI Auditama KN VII 17


 

Persetujuan Kerja Sama Wi-Fi di Pesawat CI, MAT masih belum menjadi
badan hukum.
Selain itu pada saat penandatanganan Pernyataan Minat Bersama (MoU)
untuk Kerja Sama Pemasangan dan Pengoperasian Fasilitas Jaringan
Koneksi Nirkabel (Wi-Fi) di Pesawat CI dilakukan pada tanggal 15
November 2017, MAT belum menjalin kerja sama dengan Lufthansa
Technic, Lufthansa System, Inmarsat dan CBN.
Kerja sama MAT dengan Lufthansa Technic dan Lufthansa System baru
ditandatangani pada tanggal 8 Juni 2018, dengan Inmarsat baru
ditandatangani pada tanggal 11 Juli 2018, dan dengan CBN baru
ditandatangani pada tanggal 24 Oktober 2018.
(2) Sebelum perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT diketahui bahwa
MAT belum memiliki izin dari Kementerian Komunikasi dan Informasi.
MAT tidak memiliki sertifikasi atas pemasangan peralatan konektivitas
penerbangan dan tidak memiliki personil yang mempunyai pengalaman,
kualifikasi, dan sertifikasi untuk melakukan pemasangan peralatan di
pesawat komersial. Dalam rangka pemasangan peralatan Wi-Fi, MAT
melakukan kerja sama dengan Garuda Maintenance Facility (GMF)
terkait pemasangan hanya berdasarkan purchase order (PO), belum ada
kontrak yang disepakati antara MAT dan GMF. Kemudian pada tanggal
23 April 2019, pihak MAT dan GMF menandatangani proposal to
perform GXAviation Installation on Citilink Tahun 2019 dengan Nomor
GMF/TP/PROP-2060/19. Pemasangan peralatan konektivitas dilakukan
oleh tenaga teknisi yang disediakan oleh GMF dengan supervisi dari
Lufthansa Technic.
(3) MAT belum memiliki sertifikasi pemasangan peralatan tambahan.
Hasil pemeriksaan diketahui bahwa Lufthansa Technic baru memiliki
izin dari European Aviation Safety Agency (EASA), sebuah badan yang
bertanggung jawab memastikan keselamatan dan perlindungan
lingkungan transportasi udara di wilayah Eropa, atas pemasangan pada
pesawat tipe A330-200. Sedangkan atas izin pemasangan pada pesawat
Boeing masih dilakukan proses perizinan kepada Federal Aviation
Adminstrastion (FAA), lembaga regulator penerbangan sipil di Amerika
Serikat, yang memakan waktu kurang lebih selama 6 bulan dan
diperkirakan selesai pada bulan September 2019.
b) MAT tidak mempunyai kemampuan finansial untuk melakukan kerja sama
(1) MAT memiliki modal dasar perusahaan sebesar Rp10.500.000.000,
sedangkan nilai kerja sama dengan GIA, CI dan SA mencapai
USD241,940,000. Dengan demikian, nilai perjanjian kerja sama jauh
melebihi nilai aset sehingga tidak dapat menjadikan jaminan atas nilai
kerja sama dengan GIA, CI dan SA.
(2) MAT menandatangani kerja sama dengan Well Vintage Enterprises
sebagai penyedia modal (financial support) pada tanggal 28 Februari
2019 atau setelah penandatanganan perjanjian kerja sama dengan CI.
(3) MAT belum menerbitkan laporan keuangan untuk Tahun 2017 dan 2018.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan diketahui bahwa MAT masih
melalukan proses pembuatan laporan keuangan.

BPK RI Auditama KN VII 18


 

b. Perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT Belum sesuai Ketentuan


1) Perjanjian kerja sama CI dengan MAT tidak memenuhi syarat sah perjanjian.
a) Kedudukan para pihak
Dalam Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam
Penerbangan nomor CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 beserta seluruh
perubahannya, Direktur Utama CI hanya bertindak untuk dan atas nama
perusahaannya yaitu CI dan tidak dinyatakan bahwa Direktur Utama CI
mendapat kuasa dari GIA maupun SA sehingga yang mengikatkan diri dalam
perjanjian kerja sama ini hanya pihak CI dengan MAT. Oleh karena itu GIA
dan SA tidak memiliki kedudukan hukum, termasuk tidak memiliki hak dan
kewajiban dalam Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas
dalam Penerbangan Nomor CITILINK/JKTDSQG/PERJ-6248/1018.
b) Objek perjanjian
Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan
adalah sebuah perjanjian antara MAT dengan CI. CI selaku pihak yang terikat
dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan dan kuasa atas sebagian objek
perjanjian yang merupakan milik GIA maupun milik SA.
Selain itu, dalam surat kuasa, Direktur Utama SA memberikan kuasa atas 47
pesawat yang dimiliki, namun, yang diperjanjikan sebanyak 50 pesawat. Tiga
pesawat yang ada dalam perjanjian masih dalam proses perjanjian dan belum
dimiliki SA.
Dengan memperjanjikan barang yang merupakan milik pihak lain yang tidak
ikut menjadi pihak dalam suatu perjanjian berarti bahwa objek perjanjian yang
diperjanjikan tidak memenuhi syarat sebab yang halal. CI yang terikat dalam
perjanjian tidak memiliki kewenangan atas sejumlah objek perjanjian tersebut,
dan hal ini bertentangan dengan hukum.
2) Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE belum bersifat
final.
Perjanjian masih akan dilakukan adendum dan belum mengatur detail terkait:
a) Hak dan Kewajiban GIA/SA dan MAT;
Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE antara CI
dengan MAT menyatakan bahwa dalam hal pesawat yang diperjanjikan
melibatkan pesawat yang dioperasikan oleh GIA dan/atau SA, maka masing-
masing GIA dan/atau SA akan menyepakati ketentuan kerja sama tersebut
dalam perjanjian terpisah dengan MAT atau dalam bentuk amandemen
terhadap perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT. Sesuai dengan Berita
Acara Pemberian Keterangan (BAPK) Nomor 08/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 17 Mei 2019 dan Nomor 13/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 21 Mei 2019, Direktur Utama MAT dan Direktur Niaga
CI menyatakan bahwa masih banyak klausul yang perlu dibahas terutama
terkait pembayaran biaya kompensasi. Dalam Pasal 3 ayat (2) perjanjian back-
to-back antara GIA dengan CI kembali ditegaskan bahwa GIA dan MAT akan
membuat perjanjian tersendiri yang mengatur hak dan kewajiban masing-
masing pihak. Sesuai dengan BAPK Nomor 07/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 28 Mei 2019, Direktur Utama GIA menyatakan
mengambil keputusan yang cepat untuk menyelamatkan keuangan GIA
karena kondisi GIA yang saat itu tidak bagus.

BPK RI Auditama KN VII 19


 

b) Jaminan pelaksanaan dan denda keterlambatan;


Klausul-klausul dalam perjanjian kerja sama yang tidak tegas mengatur hak
dan kewajiban para pihak. Pada klausul terkait jaminan pelaksanaan, jaminan
pendapatan alokasi slot, dan denda keterlambatan masih akan diatur lebih
lanjut dalam bentuk adendum perjanjian paling lambat dua bulan setelah
penandatanganan perjanjian. Namun dalam Adendum I, Adendum II, dan
sampai dengan berakhirnya pemeriksaan belum ditemukan pengaturan lebih
lanjut mengenai jaminan pelaksanaan, jaminan pendapatan alokasi slot, dan
denda keterlambatan.
c) Mekanisme pelaksanaan dan pembayaran;
Dalam perjanjian kerja sama juga belum ditemukan pengaturan mengenai
mekanisme pelaksanaan, pembayaran, dan pelaporan pekerjaan, termasuk di
dalamnya terkait jadwal rencana pemasangan peralatan, denda keterlambatan
pembayaran, tanggung jawab, biaya-biaya lain yang mungkin akan timbul
selama pelaksanaan pekerjaan serta hak dan kewajiban masing-masing pihak
dalam hal perjanjian kerja sama berakhir atau diakhiri oleh salah satu atau pun
para pihak.
d) Alokasi slot atau bagi hasil pada tahun ke 11 s.d. tahun ke 15;
Perubahan perjanjian kerja sama yang dituangkan dalam Adendum II, salah
satunya mengenai penambahan jangka waktu perjanjian kerja sama dari 10
tahun menjadi 15 tahun, namun dalam adendum tersebut belum mengatur
mengenai besarnya alokasi slot yang harus dibayarkan oleh MAT pada tahun
ke 11 sampai dengan tahun ke 15.
3) Biaya kompensasi sebesar USD239,940,000 tidak dapat dirinci dan tanpa kajian.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa biaya kompensasi hak pemasangan
layanan dan hak pengelolaan IFE yang disepakati dalam perjanjian merupakan
penawaran yang diajukan MAT melalui CI dan disetujui oleh pihak GIA. Namun
demikian GIA, CI, maupun SA tidak mengetahui rincian perhitungan atau
formula penentuan biaya kompensasi hak yang disepakati dalam perjanjian dan
tidak melakukan kajian untuk mengetahui nilai yang layak atas nilai kerja sama
tersebut. Sesuai dengan BAPK Nomor 15/BAPK/Tim-BPK/PDTT-GI/05/2019
tanggal 22 Mei 2019, Direktur Utama MAT menyatakan pengajuan biaya
kompensasi mempertimbangkan jumlah pesawat dan/atau jumlah penumpang,
namun tidak didukung dengan kertas kerja perhitungan atas biaya kompensasi
tersebut.
4) Penambahan jangka waktu tidak menambah besarnya biaya kompensasi.
Adendum II menambah jangka waktu kerja sama dari 10 tahun menjadi 15 tahun
namun tidak ada penambahan besarnya biaya kompensasi yang harus dibayarkan
MAT kepada GIA, CI, dan SA.
c. Pelaksanaan kerja sama tidak sesuai perjanjian
Pelaksanaan kerja sama layanan konektivitas tidak sesuai perjanjian terutama:
1) Tidak ada jaminan pelaksanaan dari MAT;
Klausul tentang Jaminan Pelaksanaan menyebutkan bahwa Jaminan Pelaksanaan
termasuk mengenai besarannya akan disepakati kemudian oleh para pihak dan
dituangkan dalam bentuk adendum dari perjanjian kerja sama ini dalam waktu
paling lambat dua bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian kerja sama
ini. Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan pada tanggal 24 Juni 2019, tidak

BPK RI Auditama KN VII 20


 

ada jaminan pelaksanaan dari MAT. Kantor Akuntan Publik Tanubrata Sutanto
Fahmi Bambang & Rekan (KAP) juga mengirimkan surat Nomor
128/KS/GIAA/VI/19 tanggal 18 Juni 2019 kepada GIA untuk mengkonfirmasi
apakah jaminan pelaksanaan sudah diterima dari MAT.
2) Pemasangan peralatan mendahului Berita Acara Serah Terima Hak terkait;
Berita Acara Serah Terima Hak Pemasangan Peralatan Layanan In-Flight
Connectivity, Hak Pengelolaan Layanan IFE dan Content Management antara CI
dengan MAT ditandatangani pada tanggal 23 Januari 2019. Hal ini menunjukkan
bahwa pemasangan peralatan pada pesawat dengan nomor registrasi PK-GQR
pada bulan Desember 2018 mendahului penyerahan hak pemasangan peralatan.
3) Hanya 9 pesawat dari 203 pesawat yang telah memperoleh izin pemasangan dari
lessor;
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari 203 pesawat yang diperjanjikan,
hanya 9 pesawat yang telah mendapat izin pemasangan peralatan dari lessor
sebagaimana diuraikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Status Persetujuan Lessor atas Pesawat yang Dioperasikan CI
Lessor Registration Number Status of Wi-Fi Permision
CCB GLC Given
Infinity GQI, GQK Given
ICBC GLZ, GQC, GQD, GQE, GQH, GQO, GQP, Given for GQR, side letter for other
GQR, GQU, GTG, GTH, GTI
JSA GQL, GQM Given, with re-skin at redelivery
request
BOC GLJ Given, with side letter
Orix GLR, GTF Given, with side letter
SMBC GLP, GLS, GLT, GLX, GLY Not given
ACG GLE, GLF, GQA, GQF On review
Avolon GLL, GLM, GLO, GTA, GTC, GTD, GTE On review
CALC 30 GLLN On review
Alafco GLU, GLV, GLW On review
Mitsui GQJ On review
BOCOMM GQN, GQQ, GQS, GQT On review
Apollo GLG, GLI
DVB GLK

Tabel di atas menunjukkan bahwa salah satu lessor yaitu SMBC (Sumitomo
Mitsui Banking Corporation) tidak memberikan izin pemasangan peralatan pada
pesawat dengan nomor registrasi PK-GLP, PK-GLS, PK-GLT, PK-GLX, dan
PK-GLY.
4) Belum ada kesepakatan jadwal instalasi peralatan konektivitas pada pesawat GIA
dan SA;
Proses pemasangan peralatan konektivitas membutuhkan waktu kurang lebih 12
hari dan dilaksanakan pada saat pesawat dijadwalkan maintenance di GMF.
Jadwal pemasangan peralatan pada pesawat yang dioperasikan oleh GIA belum
selesai dilakukan. Sedangkan atas pesawat yang dioperasikan oleh SA belum
dilakukan pembahasan.
Sesuai dengan BAPK Nomor 08/BAPK/Tim-BPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 17
Mei 2019, Direktur Utama MAT menyatakan bahwa pihak MAT juga
menginginkan pesawat yang akan dipasang memiliki sisa umur sewa minimal
enam tahun.
5) Objek perjanjian (IFE) yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat
perjanjian antara GIA dengan pihak lain;

BPK RI Auditama KN VII 21


 

GIA masih melakukan kerja sama IFE dengan Global Eagle Entertainment Inc
(GEE) dan Inflight Production, Ltd (IFP) berdasarkan perjanjian nomor
DS/Perj/DC-3266/2014 tanggal 19 Juni 2014 dengan jangka waktu perjanjian
selama lima tahun. Perjanjian tersebut telah diubah berdasarkan Amendment I to
Term, Service, and Conditions Agreement Nomor DS/Perj/Amand-
I/DC3266/2014/17 tanggal 1 Juni 2017 dengan jangka waktu berakhirnya kerja
sama sampai dengan tanggal 31 Mei 2019. Dengan demikian, objek perjanjian
(IFE) yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat perjanjian antara GIA
dengan GEE dan IFP.
6) Perjanjian Kerja Sama Pemasangan dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat
SA antara GIA dengan SA tidak selaras dengan Adendum II;
Adendum II telah merubah jangka waktu perjanjian kerja sama antara MAT dan
CI dari 10 tahun menjadi 15 tahun, namun Perjanjian Kerja Sama Pemasangan
dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat SA antara GIA dengan SA hanya
mengatur jangka waktu perjanjian selama 10 tahun.
7) MAT belum melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dalam perjanjian
kerja sama segera setelah tanggal efektif.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan pada tanggal 24 Juni 2019, MAT baru
memasang Peralatan Layanan Konektivitas di satu pesawat yang dioperasikan
oleh CI (registrasi PK-GQR) dari total 203 pesawat yang menjadi lingkup
pekerjaan. MAT juga belum melakukan pembayaran atas tagihan biaya
kompensasi sebesar USD241,940,000, dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3.3 Rincian Invoice Biaya Kompensasi
No. Nomor dan Tanggal Invoice Penerbit Nilai (USD) Due Date Keterangan
1 Invoice Nomor CT2018122818 14 hari setelah
tanggal 17 Desember 2018 CI 3,000,000 invoice diterima
2 Invoice tanpa nomor tanggal
31 Desember 2018 CI 36,000,000 -
3 Invoice No. WAA2.18.12.0790
tanggal 31 Desember 2018 GIA 80,000,000 30 hari
4 Invoice No. WAA2.18.12.0791
tanggal 31 Desember 2018 GIA 92,940,000 30 hari
5 Invoice tanpa nomor tanggal SA 30,000,000 - SA akan memberikan bagi
31 Desember 2018 hasil kepada GIA sebesar
USD28,000,000 berdasarkan
perjanjian antara GIA dengan
SA.
Total 241,940,000

Dari total tagihan sebesar USD241,940,000 di atas, diantaranya sebesar


USD239,940,000 (USD39,000,000 + USD172,940,000 + USD28,000,000)
merupakan hak GIA dan CI.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:


a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada:
1) Pasal 1320, yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat yaitu:
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c) Suatu hal tertentu; dan
d) Suatu sebab yang halal.

BPK RI Auditama KN VII 22


 

2) Pasal 1335, yang menyatakan bahwa ketentuan bahwa suatu persetujuan atau
perjanjian tanpa sebab yang halal atau yang dibuat karena suatu sebab yang palsu
atau terlarang maka tidak akan mempunyai kekuatan hukum.
b. Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman
Kerja Sama pada:
1) Pasal 2 huruf (a), yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan kerja sama antara lain adalah kerja sama
dilakukan dengan memperhatikan asas, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, kemanfaatan, dan kewajaran, serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Pasal 6 pada:
a) Ayat (1), yang menyatakan bahwa kerja sama di mana BUMN sebagai pihak
yang mencari mitra dilakukan berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh Direksi;
b) Ayat (2), yang menyatakan bahwa SOP tersebut harus mendapat persetujuan
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN yang bersangkutan dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri ini;
c) Ayat (3), yang menyatakan bahwa SOP ditetapkan oleh Direksi dalam waktu
paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Menteri ini
diundangkan;
d) Ayat (4), yang menyatakan bahwa SOP tersebut paling sedikit mengatur
mengenai:
(1) Mekanisme pemilihan mitra, termasuk mekanisme penunjukan langsung;
(2) Dokumen yang diperlukan, antara lain studi kelayakan (mencakup
manfaat paling optimal yang diperoleh BUMN), rencana bisnis (meliputi
aspek operasional, finansial, hukum dan pasar), kajian manajemen resiko
dan mitigasi risiko;
(3) Persyaratan/kualifikasi mitra;
(4) Tata waktu proses pemilihan mitra paling lama 90 hari kerja, sejak
dokumen permohonan diajukan calon mitra diterima secara lengkap;
(5) Mekanisme perpanjangan kerja sama, baik terhadap perjanjian yang telah
berakhir, perjanjian yang sedang berjalan, maupun perjanjian yang akan
datang; dan/atau
(6) Materi perjanjian kerja sama yang melindungi kepentingan BUMN.
e) Ayat (5) yang menyatakan bahwa SOP tersebut harus pula mengatur tata cara
penunjukan mitra di mana proses kerja sama tersebut dilakukan atas inisiatif
calon mitra.
3) Pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa perjanjian kerja sama harus melindungi
kepentingan BUMN paling sedikit memuat mengenai:
a) Jenis dan nilai kompensasi/imbalan, cara pembayaran dan/atau penyerahan,
waktu pembayaran dan penyerahan kompensasi/imbalan;
b) Hak dan kewajiban para pihak;
c) Cidera janji dan sanksi dalam hal mitra tidak memenuhi kewajiban
kontraktualnya;
d) Penyelesaian sengketa yang mengutamakan penyelesaian melalui cara
musyawarah dan mufakat, serta alternatif penyelesaian sengketa beserta
domisili/yurisdiksi hukum;

BPK RI Auditama KN VII 23


 

e) Pembebasan (indemnity) BUMN oleh mitra dari tanggung jawab pada saat
perjanjian kerja sama berakhir;
f) Alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari mitra ke BUMN (jika ada);
g) Berakhirnya perjanjian dan konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk
mengenai penyerahan kembali objek perjanjian kerja sama; dan
h) Tidak adanya ketentuan yang mengikat dan/atau mewajibkan BUMN untuk
memperpanjang perjanjian kerja sama.
c. Perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT Nomor CITILINK/JKTDSGQ/PERJ-
6248/1018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Adendum II Nomor
Citilink/JKTDSQD/Amand-II/6248/1218 tanggal 26 Desember 2018 pada:
1) Pasal 2 ayat (1) terkait Ruang Lingkup Kerja Sama yang menyatakan bahwa
ruang lingkup dan tanggung jawab Mahata dalam pelaksanaan kerja sama
berdasarkan perjanjian kerja sama ini adalah penyediaan, pelaksanaan,
pemasangan, pengoperasian dan perawatan peralatan layanan konektivitas pada
pesawat, serta in-flight connectivity services, layanan in-flight entertainment, dan
Content Management pada pesawat terhubung (“lingkup pekerjaan").
2) Pasal 3 huruf (a) terkait Ketentuan Umum Tanggung Jawab Mahata yang
menyatakan Mahata setuju untuk melaksanakan lingkup Pekerjaan segera setelah
tanggal efektif dan melaksanakannya dengan penuh ketekunan, dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan dan penyediaan seluruh aspek yang dipersyaratkan
berdasarkan perjanjian kerja sama ini;
3) Pasal 4 huruf (g) terkait ketentuan umum tanggung jawab Citilink yang
menyatakan bahwa Citilink setuju untuk melakukan evaluasi setiap dua bulan
sekali atas pelaksanaan perjanjian kerja sama;
4) Pasal 6 angka (3) terkait Jaminan Pelaksanaan yang menyatakan bahwa
pengaturan lebih lanjut mengenai Jaminan Pelaksanaan, termasuk mengenai
besarannya, akan disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam
bentuk adendum dari perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat dua
bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini;
5) Pasal 7 terkait Jaminan Pendapatan Alokasi Slot yang menyatakan bahwa
pengaturan lebih lanjut mengenai Jaminan Pendapatan, termasuk mengenai
besarannya, akan disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam
bentuk Adendum dari perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat dua
bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini; dan
6) Pasal 9 terkait Denda Keterlambatan yang menyatakan bahwa pengaturan lebih
lanjut mengenai denda keterlambatan, termasuk mengenai besarannya, akan
disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam bentuk Adendum dari
perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat tiga bulan sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini.

Hal tersebut mengakibatkan:


a. MAT tidak mampu melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dalam
Perjanjian Kerja Sama Nomor CITILINK/JKTDSGQ/PERJ-6248/1018;
b. MAT tidak mampu untuk membayar biaya kompensasi sebesar USD239,940,000
sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam invoice;
c. Status perjanjian kerja sama antara GIA dan SA dengan MAT tidak jelas dan
berpotensi tidak memiliki kekuatan hukum; dan

BPK RI Auditama KN VII 24


 

d. Risiko operasional yang akan dihadapi GIA, CI, dan SA dalam pelaksanaan
perjanjian kerja sama.

Hal di atas disebabkan oleh:


a. Direksi GIA dan Direksi CI tidak mempedomani Peraturan Menteri BUMN Nomor
Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri BUMN
Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN;
b. Direksi GIA dan Direksi CI tidak melakukan evaluasi atas pelaksanaan perjanjian
kerja sama sesuai dengan Pasal 4 huruf g perjanjian kerja sama, yaitu terkait dengan
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab oleh MAT yang dapat dijadikan
pertimbangan untuk mengakhiri perjanjian kerja sama dengan MAT.

Atas permasalahan tersebut, Direksi GIA menjelaskan sebagai berikut:


a. Pedoman yang digunakan oleh GIA dan CI adalah Permen BUMN Nomor Per-
04/MBU/09/2017 tentang Pedoman Kerja Sama.
Mengacu kepada Permen tersebut, GIA telah mengajukan SOP kepada Dewan
Komisaris pada 3 Juli 2018. Namun demikian, persetujuan belum juga diperoleh
sampai dengan perjanjian kerja sama ditandatangani sehingga pedoman yang
berlaku saat itu adalah Permen BUMN tersebut dan GIA telah tunduk pada ketentuan
tersebut.
b. Kajian teknis sudah dilakukan oleh tim CI dengan mempertimbangkan bahwa MAT
akan melakukan kerja sama dengan perusahaan yang mempunyai kompetensi dalam
bidang konektivitas penerbangan (Lufthansa Technik, Lufthansa System, Inmarsat
dan CBN). Karena business model yang ditawarkan cukup baik, maka terdapat
petensi untuk pengembangan kerja sama dengan pihak lain yang lebih capable.
c. GIA telah memberikan kuasanya kepada CI untuk ikut serta dalam perjanjian melalui
surat kuasa nomor JKTDZ/SKU/00059/2018, JKTDZ/SKU/00072/2018 dan
JKTDZ/SKU/00075/2018. Dengan diberikannya surat kuasa tersebut kepada CI
serta disebutkannya pesawat GIA sebagai objek dalam perjanjian tersebut, memiliki
arti bahwa GIA telah menundukkan diri untuk menjadi pihak dalam perjanjian
tersebut.
GIA dan SA walaupun tidak dinyatakan secara tegas menjadi pihak dalam
perjanjian, namun objek perjanjian meliputi pesawat yang dioperasikan GIA dan SA.
Sehingga dalam hal ini GIA dan SA merupakan pihak yang menerima manfaat dari
perjanjian tersebut.
d. Model kerja sama ini merupakan pertama kalinya di Indonesia sehingga diperlukan
penyempurnaan untuk mendapatkan kondisi yang lebih baik. Atas hal-hal yang
belum diatur sedang dalam proses pembahasan.
e. Perhitungan biaya kompensasi mempertimbangkan minimum potensi pendapatan
dari jumlah penumpang yang diangkut oleh GIA, CI, dan SA. Detail rincian akan
ditentukan bersamaan dengan denda.
f. GIA telah memperoleh surat persetujuan, berdasarkan surat MAT nomor
A.030/Dir/MAT/IV/2019 tanggal 16 April 2019, untuk memperpanjang kerja sama
pengelolaan IFE dengan pihak penyedia content service provider yang saat ini masih
berjalan. Namun demikian, atas perpanjangan ini tidak akan mengurangi komitmen
MAT sebagaimana yang telah tertuang dalam perjanjian kerja sama, yaitu MAT akan
menanggung seluruh biaya yang terjadi atas pengelolaan IFE. Berkenaan dengan hal

BPK RI Auditama KN VII 25


 

tersebut, setiap biaya yang timbul terkait GEE selama periode ini menjadi tanggung
jawab MAT dan akan tetap ditagihkan kepada MAT.
g. Berdasarkan hasil evaluasi atas kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan
dengan MAT, GIA telah melakukan langkah-langkah perbaikan yaitu dengan
menandatangani Perjanjian Pengalihan Lingkup Penyediaan Layanan Konektivitas
dan IFE dalam Penerbangan yang dibuat di hadapan Notaris Aileen, S.H., M.Kn,
Notaris di Tangerang pada tanggal 21 Juni 2019 antara GIA, PT Wicell Technologies
(Wicell), CI, MAT, dan SA untuk mengalihkan sebagian lingkup kerja sama
penyediaan layanan konektivitas dan IFE berdasarkan Perjanjian Induk. Perjanjian
tersebut mengatur bahwa setiap dan seluruh hak dan kewajiban MAT kepada CI dan
sebaliknya, yang berkaitan dengan keikutsertaan pesawat-pesawat yang
dioperasikan GIA berdasarkan Perjanjian Induk dialihkan menjadi hak dan
kewajiban Wicell kepada GIA dan sebaliknya, terhitung sejak tanggal efektif
termasuk di dalamnya seluruh tanggungjawab hukum.
h. Di luar Perjanjian Pengalihan, Wicell menyanggupi untuk melakukan:
1) Pemenuhan Biaya Kompensasi Hak Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas
senilai USD92,940,000 dan Biaya Kompensasi Hak Pengelolaan IFE
USD80,000,000 dalam jangka waktu tiga tahun sejak ditandatanganinya
Perjanjian Pengalihan, dengan detil pelaksanaan pembayaran sebagaimana akan
disepakati oleh para pihak terkait secara tertulis;
2) Pemenuhan Biaya Kompensasi senilai USD 30,000,000 yang akan diselesaikan
selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juli 2019 atau tanggal lain yang disepakati
oleh para pihak secara tertulis dan untuk sisa pemenuhan komitmen pembayaran
Biaya Kompensasi untuk tahun-tahun berikutnya akan dijaminkan dengan suatu
jaminan pembayaran dalam bentuk yang akan disepakati oleh para pihak terkait.

Atas tanggapan tersebut di atas, BPK menjelaskan sebagai berikut.


a. Surat kuasa tersebut memberikan Direktur Utama CI kuasa untuk memperjanjikan
pesawat GIA dan SA. Namun, dalam perjanjian kerja sama antara MAT dan CI,
Direktur Utama CI hanya bertindak untuk dan atas nama CI dan bukan bertindak atas
kuasa GIA dan SA. Hal tersebut menyebabkan objek perjanjian yang sah hanya
pesawat milik CI;
b. Pada saat penandatangan perjanjian hak pengelolaan, IFE yang menjadi objek
perjanjian telah dikerjasamakan dengan pihak lain;
c. Tanggapan Direksi GIA pada butir g justru memperkuat hasil pemeriksaan mengenai
ketidakmampuan MAT baik secara teknis maupun keuangan. Kondisi tersebut
seharusnya dapat diidentifikasikan lebih dini oleh GIA dan CI pada saat pemilihan
mitra kerja sama melalui uji tuntas atas MAT. Selain itu setelah berjalannya
perjanjian seharusnya permasalahan ketidakmampuan teknis dan keuangan dapat
diidentifikasikan melalui evaluasi sesuai dengan Pasal 4 huruf g Perjanjian Kerja
Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan dan IFE yang
menyatakan bahwa CI setuju untuk melakukan evaluasi setiap dua bulan sekali atas
pelaksanaan perjanjian kerja sama. Namun demikian, uji tuntas dan evaluasi tidak
dilakukan oleh GIA dan CI sehingga berimplikasi pada pengambilan keputusan
terkait kerja sama yang tidak tepat, MAT tidak mampu melaksanakan perjanjian dan
pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain yang tidak sesuai dengan
SAK.

BPK RI Auditama KN VII 26


 

Peristiwa tersebut lebih merupakan mitigasi risiko atas ketidakmampuan MAT


secara teknis dan finansial dalam melaksanakan perjanjian kerja sama. Namun
demikian, tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, terutama terkait jaminan
pelaksanaan, denda keterlambatan, mekanisme pelaksanaan dan pembayaran, serta
perjanjian terpisah atas pesawat yang dioperasikan oleh GIA dan/atau SA.
Wicell sebagai sebagai mitra yang akan bekerjasama dengan GIA dan SA untuk
menjalankan Perjanjian Pengalihan, sesuai dengan Akta Notaris Aileen, S.H., M.Kn,
Nomor 541 tanggal 21 Juni 2019, beralamat di Jalan Tekno Widya Ruko Boulevard
Tekno Blok F Nomor 8 yang juga merupakan alamat awal MAT sebelum pindah ke
lokasi lain. Selain itu, sesuai dengan Akta Notaris Yeldi Anwar, S.H. Nomor 3
tanggal 3 November 2017, Wicell merupakan salah satu pemegang 33,50% saham
MAT. Yugo Budianto adalah salah satu Direktur Wicell (Akta Notaris Nomor 541
tanggal 21 Juni 2019) dan juga adalah salah satu Direktur MAT (Akta Notaris Nomor
3 tanggal 3 November 2017).
d. Nilai Biaya Kompensasi Hak Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas sebesar
USD92,940,000 pada tanggapan Direksi GIA pada butir g, tidak sesuai dengan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pemenuhan Komitmen Pembayaran yang menyebutkan
bahwa Wicell menyanggupi untuk melakukan pemenuhan Biaya Kompensasi Hak
Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas sebesar USD122,940,000. Tidak ada
penjelasan atas perbedaan besarnya biaya kompensasi tersebut.

BPK merekomendasikan Menteri BUMN, Direksi GIA dan Direksi CI agar


membatalkan Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun
2018 dengan MAT, dan dilaksanakan mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

2. Pengakuan Pendapatan atas Transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi pada


Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 Tidak Sesuai
Standar Akuntansi Keuangan
Sejak Tahun 2015 laba GIA terus menurun hingga membukukan kerugian sebesar
USD213,389,678 di Tahun 2017. Sampai dengan Triwulan III Tahun 2018 GIA masih
mengalami kerugian sebesar USD110,231,730. Namun, pada akhir Tahun 2018 GIA
berhasil memperoleh laba sebesar USD5,018,308 atau berubah sebesar 102,35%
dibandingkan tahun sebelumnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Tren Laba/Rugi GIA
(dalam USD)
Naik (Turun)
Tahun
%
Uraian
2015 2016 2017 2018 2018

1 2 3 4 6 7=(6-4)/4

Pendapatan Usaha 3,814,989,745 3,863,921,565 4,177,325,781 4,373,177,070 4.69

Beban Usaha (3,731,785,485) (3,795,927,643) (4,237,773,332) (4,579,259,674) 8.06

Pendapatan (Beban) Usaha Lainnya 85,541,181 31,110,017 (15,733,627) 306,883,930 (2,050.50)

Laba (Rugi) Usaha 168,745,441 99,103,939 (76,181,178) 100,801,326 (232.32)

Bagian laba (rugi) bersih asosiasi (98,259) (215,172) 192,617 204,241 6.03

Pendapatan keuangan 6,597,482 7,180,597 6,196,164 3,695,161 (40.36)

BPK RI Auditama KN VII 27


 

Naik (Turun)
Tahun
%
Uraian
2015 2016 2017 2018 2018

Beban keuangan (68,584,517) (88,278,664) (88,388,240) (85,691,120) (3.05)

Laba (Rugi) Sebelum Pajak 106,660,147 17,790,700 (158,180,637) 19,009,608 (112.02)

Manfaat (Beban) Pajak (28,685,986) (8,425,842) (55,209,041) (13,991,300) (74.66)

Laba (Rugi) Bersih Tahun Berjalan 77,974,161 9,364,858 (213,389,678) 5,018,308 (102.35)

Faktor utama yang berhasil membuat GIA meraih laba pada Tahun 2018 adalah
peningkatan signifikan Pendapatan Usaha Lainnya menjadi USD306,883,930.
Pendapatan (Beban) Usaha Lainnya terdiri dari Keuntungan Selisih Kurs sebesar
USD28,073,775 dan Pendapatan Lain-Lain–Bersih sebesar USD278,810,155.
Berdasarkan informasi dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), diketahui
bahwa komponen terbesar dari Pendapatan Lain-Lain–Bersih sebesar USD278,810,155
tersebut merupakan biaya kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan
konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten yang akan dibayar oleh
vendor atas hak yang diterima untuk 10 hingga 15 tahun ke depan dengan rincian
ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rincian Pendapatan Lain-Lain - Bersih
Akun Saldo (USD)
Pendapatan Lain-lain:
- Pendapatan kompensasi atas hak pemasangan
peralatan layanan konektivitas dan hiburan
dalam pesawat dan manajemen konten 239,940,000
- Keuntungan revaluasi properti investasi 15,186,712
- Keuntungan (kerugian) pelepasan aset tetap dan
aset tidak produktif 7,258,255
- Keuntungan jual dan sewa balik 4,983,785
- Pemulihan dari nilai aset 2,869,004
- Klaim asuransi 2,316,918
- Lain-lain – bersih 6,255,481
Total Pendapatan Lain-Lain – Bersih 278,810,155

Pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan


hiburan dalam pesawat dan manajemen konten sebesar USD239,940,000 merupakan
pengakuan pendapatan atas transaksi kerja sama dengan MAT, dengan rincian
ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Rincian Pendapatan Kompensasi
Atas Hak Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas
Dan Hiburan dalam Pesawat dan Manajemen Konten
Akun Saldo (USD)
Rincian Pendapatan kompensasi atas hak pemasangan
peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat
dan manajemen konten:
- Kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan 39,000,000
konektivitas di Pesawat Citilink
- Kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan 92,940,000
konektivitas di Pesawat Garuda Indonesia
- Kompensasi atas manajemen konten (IFE) di Pesawat 80,000,000
Garuda Indonesia
- Bagi hasil dari Kompensasi atas hak pemasangan 28,000,000
peralatan layanan konektivitas di Pesawat Sriwijaya

BPK RI Auditama KN VII 28


 

Akun Saldo (USD)


Total Pendapatan kompensasi atas hak pemasangan 239,940,000
peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam
pesawat dan manajemen konten

Transaksi kerja sama dengan MAT untuk Penyediaan Layanan Konektivitas dalam
Penerbangan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara MAT dan CI Nomor
CITILINK/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 tanggal 31 Oktober 2018 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Adendum II Nomor CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
II/6248/1218 tanggal 26 Desember 2018. Kerja sama tersebut juga melibatkan pesawat
yang dioperasikan oleh GIA, CI, dan SA dengan rincian sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Ringkasan Perjanjian Kerja Sama dan Amandemen
Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Tahun 2018
Perjanjian Kerja Sama
No. Item Adendum I Adendum II
Awal
1. Nomor dan Nilai Perjanjian CITILINK/JKTDSQG/PERJ- CITILINK/JKTDSQG/AMAND- CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
Kerja Sama 6248/1018 tanggal 31 I/6248/1218 tanggal 12 II/6248/1218 tanggal 26
OKTOBER 2018 DESEMBER 2018 DESEMBER 2018
CITILINK : USD58,500,000 CITILINK : USD39,000,000 CITILINK : USD39,000,000
GARUDA : USD64,140,000 GARUDA : USD92,940,000 GARUDA : USD92,940,000
SRIWIJAYA : USD30,000,000 SRIWIJAYA : USD30,000,000
GARUDA : USD80,000,000
(In-Flight Ent.)
2. Jangka Waktu 10 TAHUN 10 TAHUN 15 TAHUN
3. Jumlah Pesawat CITILINK : 75 Pesawat CITILINK : 50 Pesawat CITILINK : 50 Pesawat
Garuda: 14 milik 131 sewa GARUDA : 79 Pesawat GARUDA : 103 Pesawat GARUDA : 103 Pesawat
Citilink : 8 milik 51 sewa SRIWIJAYA : 50 Pesawat SRIWIJAYA : 50 Pesawat
Sriwijaya: 28 milik 25 GARUDA : 99 Pesawat (In-
sewa Flight Ent.)
4. Lingkup Pekerjaan Konektivitas Konektivitas dan IFE Konektivitas dan IFE
5. Revenue Sharing Alokasi MAT : (5%, 6%, 7,5%) MAT : (5%, 6%, 7,5%) MAT : (5%, 6%, 7,5%)
Slot
(TAHUN KE 1, 2, 3-10) CITILINK : (95%, 94%, CITILINK : (95%, 94%, 92,5%) CITILINK : (95%, 94%, 92,5%)
92,5%)

GIA menggunakan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 23 dalam


memperlakukan transaksi kerja sama dengan MAT yaitu sebagai transaksi penjualan
barang atau penggunaan aset oleh pihak lain yang menimbulkan royalti sehingga GIA
mengakui seluruh pendapatan kompensasi tersebut sebesar USD239,940,000 di Tahun
2018. Dasar pengakuan pendapatan secara keseluruhan di Tahun 2018 yang digunakan
oleh GIA adalah sebagai berikut:
a. Dalam perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani, MAT menyetujui membayar
biaya kompensasi kepada GIA, CI, dan SA setelah ditandatangani perjanjian kerja
sama;
b. CI akan mengevaluasi setiap dua bulan pelaksanaan perjanjian kerja sama, dan jika
hasil evaluasi menunjukkan bahwa perjanjian kerja sama tidak menguntungkan, atau
dalam hal MAT tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, CI berhak
untuk mengakhiri perjanjian kerja sama dan semua hak dan kewajiban yang belum
diselesaikan dan/atau telah timbul sebagai akibat penerapan perjanjian kerja sama
dan harus diselesaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah perjanjian kerja sama
berakhir;

BPK RI Auditama KN VII 29


 

c. Secara substansial imbalan yang diterima atas penyerahan hak pemasangan dan hak
pengelolaan tersebut di atas merupakan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat
dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan
pemegang hak untuk mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi hak
tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan.
Hasil pemeriksaan atas perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT menunjukkan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
a. Transaksi kerja sama tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai penggunaan
aset oleh pihak lain yang menimbulkan royalti atau pendapatan atas penjualan
barang
1) Transaksi kerja sama dengan MAT belum memenuhi kriteria penggunaan
aset oleh pihak lain yang menimbulkan pendapatan dalam bentuk royalti
a) Transaksi tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan atas penggunaan aset
entitas oleh pihak lain yang menimbulkan pendapatan dalam bentuk royalti,
dengan penjelasan sebagai berikut.
(1) Tidak ada aset kekayakan intelektual dalam bentuk royalti yang
diperjualbelikan;
Hak konektivitas dan IFE yang diperjualbelikan tidak tercatat dalam
neraca GIA dan entitas anak.
(2) Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut belum akan mengalir ke entitas;
GIA, CI, dan SA belum menerima pembayaran kompensasi dari MAT
dan belum ada jaminan atas kewajiban pembayaran kompensasi. GIA,
CI, dan SA telah mengeluarkan invoice yang jatuh tempo pada tanggal
31 Januari 2019 namun sampai dengan Maret 2019 belum ada
pembayaran. Selain itu, MAT hanya memberikan jaminan berupa surat
akan melakukan pembayaran tanpa adanya jaminan aset atau bank
garansi untuk memastikan bahwa MAT akan melaksanakan kewajiban
pembayarannya.
(3) Jumlah pendapatan belum dapat diukur secara andal;
Hasil pemeriksaan menujukkan bahwa nilai kontrak dan lingkup kontrak
dapat berubah hal ini ditunjukkan dengan hal sebagai berikut.
(a) Pesawat dan nilai kontrak pada kontrak awal dan Adendum berubah.
Pada kontrak awal nilai kontrak adalah 79 pesawat GIA senilai
USD64,140,000 dan 75 pesawat CI senilai USD58,500,000 pada
Adendum I berubah menjadi 103 pesawat GIA senilai
USD92,940,000, 50 pesawat CI senilai USD39,000,000 dan 50
pesawat SA senilai USD30,000,000 yang kemudian pada Adendum
II berubah kembali menjadi 103 pesawat dan IFE GIA senilai
USD92,940,000, 50 pesawat CI senilai USD39,000,000 dan 50
pesawat SA senilai USD30,000,000;
(b) Dalam perjanjian kerja sama Lampiran F Angka 3 disebutkan bahwa
untuk pesawat yang dioperasikan oleh SA yaitu 50 Pesawat B737
series, dengan ketentuan akan mengacu pada hasil assessment dari
MAT.

BPK RI Auditama KN VII 30


 

Hasil konfirmasi dengan beberapa pihak dan diperoleh infomasi sebagai


berikut.
(a) Sesuai dengan BAPK Nomor 06/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 16 Mei 2019, Project Manager MAT (per Juni
2018) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman, untuk Pesawat
tipe 737 Classic (Pesawat yang dioperasikan oleh SA), pemasangan
Peralatan Layanan Konektivitas akan mempengaruhi kinerja mesin
pesawat sehinga perlu diteliti lebih lanjut agar tidak bermasalah.
(b) Sesuai dengan BAPK Nomor 15/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 22 Mei 2019, Direktur Utama MAT menyatakan
bahwa nilai perjanjian kerja sama dan ruang lingkup kerja sama
dapat berubah sesuai dengan hasil diskusi/kesepakatan kedua belah
pihak.
(c) Sesuai dengan BAPK Nomor 13/BAPK/Tim-BPK/PDTT-
GI/05/2019 tanggal 21 Mei 2019, Direktur Niaga CI menyatakan
bahwa kontrak dengan MAT merupakan kontrak payung di mana
nilai dan ruang lingkup masih dapat dinegosiasikan. Nilai kontrak
dan ruang lingkup yang ada di dalam kontrak akan dilakukan reviu
setiap dua bulan dan dapat dilakukan adendum maupun pemutusan
kontrak sesuai dengan hasil reviu. Reviu yang dilakukan setiap dua
bulan tersebut dalam rangka untuk melakukan negosiasi ulang nilai
dan ruang lingkup apabila kontrak tersebut belum memberikan
manfaat optimal atau merugikan untuk CI.
(d) Sesuai dengan BAPK No.17/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 28
Mei 2019, VP Corporate Secretary & CSR (yang menjabat s.d. 7
Januari 2019) menyatakan bahwa kontrak yang ada sebenarnya
hanya perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT. Hal ini dapat
dilihat dari klausul perjanjian kerja sama yang menyebutkan bahwa
perjanjian kerja sama dengan GIA dan SA akan diatur dalam
perjanjian terpisah atau adendum perjanjian. Direksi CI meminta
legal untuk memasukan GIA dan SA dalam kontrak dengan surat
kuasa dari Direksi GIA dan surat kuasa SA kepada Direktur Utama
CI.
Klausul-klausul dalam perjanjian kerja sama dan hasil konfirmasi
tersebut menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan besar biaya
kompensasi yang akan dibayarkan MAT kepada GIA, CI dan SA dapat
berubah.
b) Pada Ilustratif PSAK 23 Paragraf 20 disebutkan bahwa penyerahan hak
dengan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat dikembalikan dalam suatu
kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan pemegang lisensi
untuk mengekspolitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi lisensi tidak
memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan, secara substansi, merupakan
penjualan.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, transaksi penjualan royalti merupakan suatu
kontrak yang tidak dapat dibatalkan sedangkan Transaksi Kerja Sama
Penyedian Layanan Konektivitas CI dan MAT dapat dibatalkan di mana pada
klausul perjanjian kerja sama menyebutkan perjanjian akan dilakukan reviu

BPK RI Auditama KN VII 31


 

setiap dua bulan dan dapat dilakukan adendum maupun pemutusan perjanjian
sesuai dengan hasil reviu. Dalam ilustrasi disebutkan bahwa pemberi lisensi
tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan sedangkan dalam Transaksi
Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas CI dan MAT masih terdapat
kewajiban sisa dari CI yaitu mendapatkan izin dari lessor untuk pemasangan
alat konektivitas. Selain itu, dalam klausul perjanjian kerja sama tidak ada
pasal yang menyebutkan bahwa MAT wajib membayar keseluruhan biaya
kompensasi walaupun perjanjian berakhir sebelum waktu.
Berdasarkan uraian di atas, transaksi kerja sama dengan MAT tidak memenuhi
kriteria untuk dapat diakui sebagai pendapatan dalam bentuk royalti atas
penggunaan aset oleh pihak lain sepenuhnya di Tahun 2018.
2) Pendapatan atas penjualan barang
Transaksi tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan atas penjualan barang
dikarenakan:
a) Tidak ada fisik yang diperjualbelikan;
Tidak ada produk fisik yang diperdagangkan dalam transaksi kerja sama
antara MAT dan CI.
b) Entitas belum memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan hak secara
signifikan kepada MAT serta MAT belum dapat memanfaatkan hak tersebut
secara penuh;
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas, CI akan
memberikan hak kepada MAT untuk menyediakan, melaksanakan,
memasang, mengoperasikan, dan merawat Peralatan Layanan Konektivitas
serta In-Flight Connectivity Services pada 50 pesawat yang dioperasikan oleh
CI senilai USD39,000,000, 103 pesawat yang dioperasikan oleh GIA senilai
USD92,940,000, dan In-Flight Connectivity Services pada pesawat Garuda
senilai USD80,000,000 serta 50 pesawat yang dioperasikan oleh SA senilai
USD30,000,000. Hasil pemeriksaan menujukkan kondisi sebagai berikut.
(1) Berita Acara Serah Terima Hak Pemasangan Peralatan Layanan In-Flight
Connectivity, Hak Pengelolaan Layanan IFE, dan Content Management
baru ditandatangani Direktur Utama CI pada tanggal 23 Januari 2019.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2018 baru terdapat satu Peralatan
Layanan Konektivitas yang terpasang di pesawat yaitu pesawat yang
dioperasikan oleh CI dengan registrasi PK-GQR;
(2) Pesawat yang disewa oleh GIA, CI dan SA yang sudah mendapatkan izin
dari lessor untuk dipasangkan alat untuk konektivitas hanya sebanyak 9
pesawat dari 203 pesawat yang rencana dipasangkan;
(3) Pesawat GIA, CI dan SA yang akan dipasang adalah pesawat tipe A320,
A330 dan B737 series, B737-800NG, B737-800Max dan pesawat B777.
Sampai tanggal 31 Mei 2019, pesawat yang sudah memiliki
Supplemental Type Certificate (STC) untuk dipasangkan alat untuk
konektivitas hanya Airbus A320 sedangkan pesawat lain masih dalam
pengurusan;

BPK RI Auditama KN VII 32


 

Gambar 3.1 Pesawat Citilink yang Telah Dilengkapi


dengan Peralatan Layanan Konektivitas
(4) GIA masih terikat kerja sama untuk pengelolaan IFE berdasarkan
perjanjian Nomor DS/Perj/DC-3266/2014 tanggal 19 Juni 2014 dengan
GEE dan IFP s.d. tanggal 31 Mei 2019. Dengan demikian, pada saat
penandatanganan perjanjian kerja sama dengan MAT, objek yang
diperjanjikan dengan MAT masih dikerjasamakan dengan GEE dan IFP.
c) Jumlah pendapatan belum dapat diukur secara andal;
Nilai kontrak dapat berubah apabila disepakati kedua belah pihak.
d) Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut
belum akan mengalir ke entitas.
GIA, CI dan SA belum menerima pembayaran kompensasi dari MAT dan
belum ada jaminan atas kewajiban pembayaran kompensasi.
b. GIA tidak dapat mengakui seluruh pendapatan di Laporan Laba Rugi pada
tanggal awal transaksi
Pengakuan pendapatan di awal transaksi tidak dapat dilakukan dengan penjelasan
sebagai berikut.
1) Terdapat ketidakpastian yang signifikan terhadap kolektibilitas imbalan tersebut;
GIA sampai dengan tanggal 24 Juni 2019 belum menerima pembayaran dan tidak
ada jaminan yang memastikan bahwa MAT akan melaksanakan kewajibannya.
KAP mengirimkan surat Nomor 128/KS/GIAA/VI/19 tanggal 18 Juni 2019
kepada GIA untuk mengkonfirmasi apakah informasi dalam laporan keuangan
konsolidasi GIA Tahun 2018 terkait perjanjian kerja sama dengan MAT masih
dapat diandalkan atau memerlukan penyajian kembali.
2) GIA masih memiliki tambahan kewajiban untuk memberikan MAT akses secara
berkelanjutan atas pesawat yang dicakup dalam ALS (Aircraft List Service);
3) Pengakuan Pendapatan atas Transaksi kerja sama dengan MAT secara Penuh di
Awal Perjanjian Kerja Sama Tidak disepakati Komite Audit;
Berdasarkan Hasil Risalah Rapat Internal Komite Audit tanggal 11 Maret 2019
diketahui bahwa:
a) Hasil Kajian Komite Audit terhadap tanggapan Manajemen atas Surat Dewan
Komisaris Nomor GARUDA/DEKOM-006/2019 tanggal 18 Februari 2019,
disimpulkan bahwa penjelasan beserta dokumen pendukung yang
disampaikan Manajemen belum sepenuhnya mendukung pendapat
Manajemen yang mengakui pendapatan atas seluruh biaya kompensasi hak
pemasangan peralatan layanan konektivitas atau In-Flight Connectivity
Services (IFC) dan biaya kompensasi hak pengelolaan layanan atau IFE atas

BPK RI Auditama KN VII 33


 

setiap pesawat terhubung kepada CI atau disebut biaya kompensasi di Tahun


2018;
b) Komite Audit berpendapat bahwa pendapatan atas biaya kompensasi atas
kerja sama antara CI dengan MAT, tidak dapat diakui seluruhnya di Tahun
2018.
c. Potensi Konflik Kepentingan atas Audit Laporan Keuangan Konsolidasian
GIA dan Entitas Anak oleh KAP
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat permasalahan terkait KAP atas pengakuan
pendapatan atas Transaksi Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dengan
rincian sebagai berikut.
1) Manajemen GIA menyajikan Transaksi Kerja Sama Penyedian Layanan
Konektivitas pada akun Pendapatan Usaha-Lainnya. Kemudian berdasarkan
saran dari KAP, dilakukan reklasifikasi ke Pendapatan Lain-lain. Reklasifikasi
tersebut dilakukan sebelum closing Laporan Keuangan Unaudited Tahun 2018
yaitu pada tanggal 7 Januari 2019.
2) GIA, CI, dan SA telah berkomunikasi terkait pengakuan pendapatan atas
transaksi CI dan MAT dengan KAP sebelum penandatanganan perjanjian.
Sesuai dengan BAPK Nomor 03/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 15 Mei 2019
dan Nomor 11/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 21 Mei 2019, Pjs. VP Financial
Accounting GIA (per 31 Januari 2019) dan Advisor Direktur Keuangan GIA (per
13 September 2018) menyatakan:
a) Pada tanggal 31 Oktober 2018, VP Financial Accounting, SM Head Office
Accounting, dan SM Financial Statement melakukan diskusi secara informal
terkait dengan pengakuan atas transaksi kerja sama penyedian layanan
konektivitas sebagai pendapatan yang dapat diakui secara penuh pada Tahun
2018. Selain itu diskusi juga dilakukan antara VP Financial Accounting dan
Direktur Keuangan karena transaksi tersebut merupakan transaksi yang
material.
b) Adanya diskusi secara informal yang juga melibatkan auditor dari KAP.
Diskusi dengan KAP tersebut dilakukan untuk menghindari perbedaan
persepsi atas pencatatan akutansi transaksi tersebut. Diskusi informal
dilakukan sebanyak dua kali sebelum KAP ditetapkan untuk melakukan audit
Laporan Keuangan GIA, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Dewan
Komisaris GIA Nomor JKTDW/SKEP/104/2018 tanggal 12 November
tentang Penetapan KAP atas Laporan Keuangan Perseroan dan Laporan
Keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Tahun Buku 2018 GIA.
Diskusi awal dengan KAP dilakukan menggunakan contoh transaksi yang
sejenis dengan Transaksi Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas.
Diskusi dengan KAP dilakukan dengan menggunakan data/dokumen terkait
Transaksi Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas setelah
ditandatanganinya Perjanjian Jasa Akuntan Publik antara GIA dengan KAP
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan Nomor IG/PERJ/DF-3690/2018
tanggal 18 Desember. Sehingga KAP turut serta dalam pencatatan akuntansi
sebelum masa audit dan sekaligus melakukan audit pada GIA.
c) Sesuai dengan BAPK Nomor BAPK Nomor 03/BAPK/PDTT-GI/05/2019
tanggal 15 Mei 2019, Pjs. VP Financial Accounting menyatakan bahwa pihak
GIA melakukan diskusi dengan pihak CI dan SA untuk menyeragamkan

BPK RI Auditama KN VII 34


 

pengakuan pendapatan atas Transaksi Kerja Sama Penyedian Layanan


Konektivitas. CI dan SA akan mengikuti pengakuan pendapatan yang
dilakukan oleh GIA. Sesuai dengan BAPK Nomor BAPK Nomor
18/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 29 Mei 2019, Direktur Utama SA dan
Direktur Keuangan SA menyatakan bahwa Laporan Keuangan SA Tahun
2018 unaudited tidak mencatat pendapatan atas transaksi kerja sama tersebut,
dikarenakan ada keraguan untuk mengakui dan mencatatnya. Kemudian KAP
memberikan usulan jurnal penyesuaian pada Bulan Maret 2019 untuk
mengakui dan mencatat transaksi kerja sama tersebut sebagai pendapatan lain-
lain. Selain itu keikutsertaan SA dalam kerja sama antara CI dengan MAT
melibatkan 11 unit pesawat PT NAM Air, di mana PT NAM Air merupakan
subsidiary dari SA. Hasil konfirmasi dengan Direktur Keuangan PT NAM Air
diketahui bahwa PT NAM Air tidak mengakui pendapatan atas 11 unit
pesawatnya pada Laporan Keuangan Tahun 2018.
Hasil konfirmasi dengan SM Revenue Accounting, SM Financial Statement, dan
Manager Cash Bank & Financial Reporting CI berdasarkan BAPK Nomor
03/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 15 Mei 2019, menunjukkan bahwa
perlakukan akuntansi CI atas transaksi kerja sama tersebut serupa dengan
perlakukan akuntansi GIA.
3) KAP belum memiliki kompetensi untuk melakukan audit di perusahaan
penerbangan
Berdasarkan Risalah Rapat Diskusi antara Komite Audit dan KAP tanggal 18
Desember 2018 diketahui bahwa dari hasil pengecekan data pendukung personel
dan konfirmasikan kepada KAP oleh Internal Audit GIA, disimpulkan bahwa:
a) KAP belum memiliki pengalaman audit yang cukup pada perusahaan
penerbangan;
b) Tidak cukup tersedianya auditor yang memiliki kualifikasi berpengalaman
dalam audit perusahaan penerbangan, beberapa di antaranya bahkan belum
memiliki pengalaman bekerja sebagai auditor.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:


a. SAK PSAK 23 pada:
1) Paragraf 14 yang menyatakan bahwa pendapatan dari penjualan barang diakui
jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
a) Huruf a, entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang
secara signifikan kepada pembeli;
b) Huruf b, entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait
dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual;
c) Huruf c, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
d) Huruf d, kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait dengan transaksi
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
e) Huruf e, biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan
tersebut dapat diukur secara andal.
2) Paragraf 29 yang menyatakan bahwa pendapatan yang timbul dari penggunaan
aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui
dengan dasar yang dijelaskan di Paragraf 30, jika:

BPK RI Auditama KN VII 35


 

a) Huruf a, kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi


tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b) Huruf b, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
3) Ilustratif PSAK 23 Paragraf 20 yang menyatakan bahwa penyerahan hak dengan
imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat dikembalikan dalam suatu kontrak
yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan pemegan lisensi untuk
mengekspolitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi lisensi tidak memiliki sisa
kewajiban untuk dilaksanakan, secara substansi, merupakan penjualan.
b. Peraturan BPK Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara pada Kerangka Konseptual Paragraf 45 yang
menyatakan bahwa Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam
melaksanakan Pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak
dipengaruhi oleh siapapun. Pemeriksa harus objektif dan bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dalam melaksanakan tanggung jawab
profesionalnya. Pemeriksa juga harus bertanggung jawab untuk terus-menerus
mempertahankan independensi dalam pemikiran (independence of mind) dan
independensi dalam penampilan (independence in appearance).
c. Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.03/2017 tentang
Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa
Keuangan yang menyatakan bahwa dalam menyusun tim audit dan pihak yang turut
serta secara langsung dalam pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis
tahunan, KAP mengacu pada kode etik profesi Akuntan Publik.

Hal tersebut mengakibatkan lebih saji akun pendapatan lain-lain sebesar


USD239,940,000 dan lebih saji akun piutang sebesar USD263,934,000 (termasuk PPN)
pada Laporan Keuangan Konsolidasian GIA Tahun 2018.

Hal tersebut disebabkan oleh:


a. Direksi GIA tidak cermat dalam mengakui pendapatan atas transaksi konektivitas
dan IFE;
b. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan tidak sepenuhnya mempedomani
SPKN.

Atas permasalahan tersebut, Direksi GIA menjelaskan sebagai berikut:


a. PSAK 23 yang digunakan sebagai referensi pengakuan pendapatan transaksi MAT
tidak dapat menggambarkan perlakuan transaksi secara terang dan jelas karena tidak
terdapat paragraf yang menjelaskan dan/atau memberikan gambaran atas perlakuan
akuntansi yang sama pada transaksi MAT. Manajemen telah melakukan kajian
subtansi atas transaksi MAT dengan kriteria pengakuan pendapatan yang paling
relevan sesuai dengan PSAK 23 yaitu pengakuan pendapatan atas penggunaan aset
entitas oleh pihak yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen. Mengingat
transaksi MAT merupakan penjualan hak, di mana bukan termasuk penjualan barang
ataupun intangible asset ataupun royalty maka dalam penerapan PSAK 23 dalam
transaksi ini adalah subtansi transaksi yang relevan. Hal ini dapat dilakukan karena
PSAK 23 merupakan principle based pengakuan pendapatan dan bukan tata cara dan
atau aturan baku (rules based) dalam pengakuan pendapatan.

BPK RI Auditama KN VII 36


 

Konsep utama dalam pengakuan pendapatan atas penggunaan aset entitas oleh pihak
lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen adalah sebagai berikut:
1) Jika manfaat ekonomi akan mengalir kepada entitas
Suatu transaksi dapat diakui sebagai pendapatan jika terdapat manfaat ekonomi
akan mengalir kepada entitas. Maksud dari “akan mengalir kepada entitas” tidak
didefinisikan dalam batasan waktu spesifik namun memerlukan estimasi dan
justifikasi.
Sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 1, entitas dapat mengklasifikasikan sebagai
aset lancar jika entitas mengharapkan akan merealisasikan aset dalam waktu dua
belas bulan setelah periode pelaporan. Berkenaan dengan hal ini, maksimal
Perusahaan mengubah harapannya atas realiasi aset lancar adalah 1 tahun sejak
tanggal pelaporan. Sehingga kemungkinan manfaat ekonomi akan mengalir
kepada entitas dapat diukur dan direviu kembali oleh entitas maksimum 1 tahun
sejak tanggal pelaporan. Jika terdapat bukti yang memadai bahwa manfaat
ekonomi akan mengalir kapada entitas, maka atas transaksi tersebut dapat diakui
sebagai Pendapatan.
Menggunakan referensi di atas, manajemen mempunyai keyakinan pada saat
penyusunan laporan keuangan per 31 Desember 2018 bahwa, transaksi MAT
dapat diakui sebagai pendapatan per 31 Desember 2018. Selanjutnya manajemen
akan melakukan kajian nilai yang akan terealisasi di sepanjang Tahun 2019 untuk
memberikan keyakinan yang cukup atas nilai aset yang telah dicatat sebagai aset
lancar.
2) Dapat diukur secara handal.
Sering kali suatu transaksi dipengaruhi oleh syarat tertentu (kontigensi) sehingga
dalam pengakuan pendapatannya tergantung dari pemenuhan transaksi atas
kontigensi yang berlaku. Jika dalam suatu kontrak yang relevan telah dinyatakan
secara jelas mengenai nilai suatu transaksi, maka transaksi tersebut telah diukur
secara handal tanpa diperlukan estimasi dan justifikasi.
b. Proses pengakuan pendapatan atas transaksi penggunaan aset entitas oleh pihak lain
yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen dicatat sesuai dengan subtansi
perjanjian yang relevan. Dalam hal suatu perjanjian telah memuat secara terang dan
jelas mengenai kewajiban para pihak dan kepada kewajiban tersebut mulai berlaku,
sewajarnya proses pengakuan pendapatan sesuai dengan pernyataan dalam
perjanjian tersebut, kecuali dapat dinyatakan lain.
c. Pada saat penyusunan laporan keuangan per 31 Desember 2018 kami tidak
menemukan bukti ketidakpastian kolektibilitas atas transaski MAT karena tidak
terdapat peristiwa yang mendukung kami untuk melakukan penyesuaian atas
transaksi dalam laporan keuangan dan/atau pengungkapan tambahan.
Dalam hal kolektibilitas apabila BPK menemukan adanya bukti baru atas transaksi
MAT terutama terkait dengan faktor kolektibilitas piutang, maka manajemen akan
melakukan evaluasi kolektibilitas pada tahun berjalan sesuai dengan PSAK yang
relevan.
d. Komunikasi antara GIA dengan KAP dilakukan setelah adanya penetapan oleh
Dewan Komisaris namun sebelum Perjanjian Jasa Audit Tahun Buku 2018. Terdapat
dua kali pertemuan antara GIA dan KAP yaitu pada tanggal 15 November 2018 dan
setelah kick-off meeting pelaksanaan audit laporan keuangan tahun buku 2018 yang
dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2018. Dalam pertemuan tersebut, GIA dan

BPK RI Auditama KN VII 37


 

SA diminta oleh KAP untuk melakukan kajian kesesuaian dengan PSAK yang
relevan.
e. GIA telah menandatangani Perjanjian Pengalihan Lingkup Penyediaan Layanan
Konektivitas dan IFE dalam Penerbangan yang dibuat di hadapan Notaris Aileen,
S.H., M.Kn, Notaris di Tangerang pada tanggal 21 Juni 2019 antara GIA, Wicell, CI,
MAT, dan SA untuk mengalihkan sebagian lingkup kerja sama penyediaan layanan
konektivitas dan IFE berdasarkan Perjanjian Induk. Dalam proses pengalihan,
Wicell menyampaikan Surat Pernyataan Kesanggupan pemenuhan komitmen
pembayaran biaya kompensasi sebesar USD202,940,000 dengan termin sebagai
berikut:
1) Sebesar minimal USD30,000,000 akan diselesaikan selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Juli 2019;
2) Sebesar sisanya akan diselesaikan selambat-lambatnya tiga tahun sejak
ditandatanganinya Perjanjian Pengalihan.
Guna memberikan keyakinan atas realisasi komitmen pembayaran biaya
kompensasi, GIA meminta Wicell untuk menerbitkan Bank Reference untuk rencana
pembayaran USD30,000,000 yang akan diselesaikan selambat-lambatnya tanggal 30
Juli 2019 dan selanjutnya untuk menjamin terlaksananya pembayaran sisa piutang
Wicell atas biaya kompensasi, Wicell akan menerbitkan Bank Garansi Tahunan
dan/atau Stand by Letter of Credit (SBLC) sebesar jumlah yang jatuh tempo pada
tahun tersebut.
f. Pada Tahun 2019 GIA harus melakukan kajian penurunan nilai atas piutang sesuai
standar akuntansi keuangan untuk memberikan keyakinan yang cukup atas nilai
bersih piutang yang dapat direalisasikan.

Atas tanggapan tersebut, BPK menjelaskan sebagai berikut:


a. PSAK 23 telah mengatur pengakuan tentang pendapatan terkait dengan transaksi
Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE dengan MAT. Dalam pengakuan
pendapatan harus memastikan kemungkinan besar manfaat ekonomi yang akan
mengalir ke entitas dan jumlahnya dapat diukur secara andal. Transaksi MAT
memiliki ketidakpastian kolektibilitas yang signifikan dan nilai pendapatan tidak
dapat diukur secara andal karena dengan perjanjian kerja sama tersebut masih
terdapat kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Dengan
demikian, GIA juga tidak dapat mengakui seluruh pendapatan di Laporan Laba Rugi
pada tanggal awal transaksi. Hal ini juga diperkuat dengan Surat KAP Nomor
128/KS/GIAA/VI/19 tanggal 18 Juni 2019 kepada GIA yang mengkonfirmasi
apakah informasi dalam laporan keuangan konsolidasi GIA Tahun 2018 terkait
perjanjian kerja sama dengan MAT masih dapat diandalkan atau memerlukan
penyajian kembali.
b. Terkait tanggapan GIA bahwa komunikasi dengan KAP dilakukan setelah adanya
penetapan oleh Dewan Komisaris namun sebelum Perjanjian Jasa Audit Tahun Buku
2018, yaitu pada tanggal 15 November 2018 dan 4 Desember 2018, BPK
menjelaskan bahwa sesuai BAPK, Pjs. VP Financial Accounting dan SM Financial
Statement GIA menyatakan pada tanggal 31 Oktober 2018 telah dilakukan diskusi
informal dengan KAP terkait transaksi MAT. Komunikasi tersebut dilakukan
sebelum tanggal SK Dewan Komisaris tentang Penetapan KAP atas Laporan
Keuangan Perseroaan Tahun 2018.

BPK RI Auditama KN VII 38


 

c. Tanggapan Direksi GIA pada butir e justru memperkuat hasil pemeriksaan mengenai
ketidakmampuan MAT baik secara teknis maupun keuangan. Kondisi tersebut
seharusnya dapat diidentifikasikan lebih dini oleh GIA dan CI pada saat pemilihan
mitra kerja sama melalui uji tuntas atas MAT. Selain itu setelah berjalannya
perjanjian seharusnya permasalahan ketidakmampuan teknis dan keuangan dapat
diidentifikasikan melalui evaluasi sesuai dengan Pasal 4 huruf g Perjanjian Kerja
Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan dan IFE yang
menyatakan bahwa CI setuju untuk melakukan evaluasi setiap dua bulan sekali atas
pelaksanaan perjanjian kerja sama. Namun demikian, uji tuntas dan evaluasi tidak
dilakukan oleh GIA dan CI sehingga berimplikasi pada pengambilan keputusan
terkait kerja sama yang tidak tepat, MAT tidak mampu melaksanakan perjanjian dan
pengakuan Pendapatan Lain-lain dan Piutang Lain-Lain yang tidak sesuai dengan
SAK.
Penjelasan pada butir e tidak relevan dengan pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan
Piutang Lain-Lain, karena bukan merupakan peristiwa setelah tanggal laporan
keuangan yang dapat dipertimbangkan dalam keputusan pengakuan Pendapatan
Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain. Peristiwa tersebut lebih merupakan mitigasi risiko
atas ketidakmampuan MAT secara teknis dan finansial dalam melaksanakan
perjanjian kerja sama. Perjanjian Pengalihan justru menimbulkan ketidakpastian
baru atas pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain, antara lain terkait
ketidakpastian pemenuhan Biaya Kompensasi senilai USD30,000,000 yang akan
diselesaikan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juli 2019, namun terdapat klausul
bahwa pemenuhan biaya kompensasi tersebut dapat berubah sesuai dengan tanggal
lain yang disepakati oleh para pihak secara tertulis. Selain itu, penjelasan pada butir
f justru memperkuat bahwa pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain
tidak tepat.

BPK merekomendasikan:
a. Direksi GIA agar melakukan restatement atas Pendapatan Lain-Lain dan Piutang
Lain-Lain dalam Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk dan Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018, karena adanya
misstatement atas akun-akun tersebut;
b. Menteri BUMN agar memberikan sanksi kepada KAP sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

BPK RI Auditama KN VII 39


 

BAB IV
HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Ayat (4) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang


Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK memantau
pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya. BPK telah melakukan
pemeriksaan pada GIA dalam Pengelolaan Pendapatan, dan Investasi pada GIA Tahun
Anggaran 2013 dan 2014 di Jakarta, Cengkareng, Surabaya, Denpasar, Seattle (USA),
Amsterdam (Belanda) dan Tokyo (Jepang); Kinerja Atas Pengelolaan Kegiatan Pelayanan
Penerbangan Haji Tahun 1437H/2016M pada GIA; dan Kinerja Pemasaran Luar Negeri
dan Pemeliharaan Pesawat Tahun 2015 dan Triwulan I 2016 GIA, Anak Perusahaan dan
Instansi Terkait.
Hasil pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan
tersebut per Oktober 2018 menunjukkan bahwa dari 149 rekomendasi atas 53 temuan
pemeriksaan menunjukkan bahwa sebanyak 87 rekomendasi telah sesuai (TS), 40
rekomendasi belum sesuai (BS), dan 22 rekomendasi belum ditindaklanjuti (BD)
sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.1 Hasil Pemantauan Tindak Lanjut LHP GIA
Jumlah Jumlah Status Tindak Lanjut
No. Laporan Hasil Pemeriksaan
Temuan Rekomendasi TS BS BD TDD
1. Pengelolaan Pendapatan, dan Investasi
pada GIA Tahun Anggaran 2013 dan
2014 di Jakarta, Cengkareng, Surabaya, 15 39 36 3 - -
Denpasar, Seattle (USA), Amsterdam
(Belanda) dan Tokyo (Jepang)
2. Kinerja Atas Pengelolaan Kegiatan
Pelayanan Penerbangan Haji Tahun 11 35 24 11 - -
1437H/2016M Pada pada GIA
3. Kinerja Pemasaran Luar Negeri dan
Pemeliharaan Pesawat Tahun 2015 dan
27 75 27 26 22 -
Triwulan I 2016 GIA, Anak Perusahaan
dan Instansi Terkait
Jumlah 53 149 87 40 22 -

GIA telah menindaklanjuti rekomendasi yang diajukan BPK, antara lain sebagai berikut:
1. Membuat prosedur Penyusunan Rencana Armada/Fleet Plan (Prosedur DB. 1-01)
berdasarkan BPD-1.2.1-V0 tentang Fleet Planning and Fullfillment tanggal 31 Januari
2016;
2. Melakukan perubahan organisasi yang baru dengan melakukan penggantian VP yang
membawahi Network Management dan Business Strategic and Development;
3. Membentuk Tim Pengembangan Pengelolaan Dokumen GIA dengan unit
Documentation and Record Management (IBD) sebagai koordinator berdasarkan
Keputusan JKTDI/SKEP/50022/15 tanggal 15 Oktober 2016;
4. Menetapkan service level agreement untuk kegiatan ground handling yang
dilaksanakan di Jeddah dan Medinah antara GIA dengan Saudi Ground Services (SGS)
yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 2016;
5. Menyusun dan menyempurnakan SOP terkait penentuan standar harga dan pengelolaan
inventory seat serta menyempurnakan prosedur perubahan harga.
Adapun rekomendasi yang masih dalam proses tindak lanjut dan belum ditindaklanjuti oleh
GIA antara lain:
1. Memperbaiki prosedur penyusunan RJPP dan RKAP di antaranya:

BPK RI Auditama KN VII 40


 

a. Mencantumkan adanya perubahan asumsi dan jumlah fleet dalam RJPP serta
penjelasan perbedaan tersebut;
b. Mendokumentasikan kertas kerja dan pendukung secara memadai;
2. Mengevaluasi kembali pengeluaran sebesar USD6,515,099 sebagai biaya PSS Service
Assistance kepada Asyst serta memperlakukan pengeluaran tersebut sesuai ketentuan;
3. Menginstruksikan VP SBU Umrah, Hajj & Charter pada pelaksanaan haji mendatang
agar membuat analisa kebutuhan SDM mengacu pada kerangka acuan kerja dalam
pengadaan layanan pengumpulan bagasi serta merencanakan dan menempatkan petugas
darat dalam hal monitoring dan pengendalian bagasi;
4. Memerintahkan SM Hajj Planning, Control & Support memasukkan survey kepuasan
pelanggan atas pelayanan dan menyusun laporan monitoring dan evaluasi secara
keseluruhan yang di dalamnya terdapat ulasan mengenai pelaksanaan pelayanan
transportasi darat;
5. Melakukan kajian penerapan mekanisme rewards and punishment yang memadai
sebagai dasar pengawasan pelaksanaan kegiatan marketing dalam rangka meningkatkan
motivasi personil pemasaran.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

BPK RI Auditama KN VII 41


 

Lampiran 1. Kronologi Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan 


 

 
 

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA
Jalan Gatot Subroto Nomor 31 Jakarta 10210
Telepon (021) 2554 9000 Pesawat 167 Faksimile (021) 5700 380
www.bpk.go.id 

 
 

Anda mungkin juga menyukai