DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... iv
RESUME .......................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB II GAMBARAN UMUM......................................................................................... 4
BAB III HASIL PEMERIKSAAN ................................................................................. 15
1. Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-Flight Entertainment
dengan PT Mahata Aero Teknologi Tidak Sesuai Ketentuan ................................. 15
2. Pengakuan Pendapatan atas Transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi pada
Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 Tidak Sesuai
Standar Akuntansi Keuangan .................................................................................. 27
BAB IV HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN .................... 40
LAMPIRAN
i
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Pemegang Saham Domestik dan Internasional ............................... 5
Tabel 2.2 20 Pemegang Saham Terbesar GIA .................................................................. 5
Tabel 2.3 Komposisi Dewan Komisaris GIA Tahun 2018 ............................................... 6
Tabel 2.4 Susunan Direksi GIA Tahun 2018 .................................................................... 6
Tabel 2.5 Kinerja Keuangan GIA Tahun 2016, 2017 dan 2018 ....................................... 7
Tabel 2.6 Tingkat Kesehatan GIA dan Opini Auditor Tahun 2016, 2017 dan 2018 ........ 7
Tabel 2.7 Daftar Anak Perusahaan GIA ........................................................................... 7
Tabel 3.1 Alokasi Slot MAT kepada CI ......................................................................... 15
Tabel 3.2 Status Persetujuan Lessor atas Pesawat yang Dioperasikan CI ...................... 21
Tabel 3.3 Rincian Invoice Biaya Kompensasi ................................................................ 22
Tabel 3.4 Tren Laba/Rugi GIA ....................................................................................... 27
Tabel 3.5 Rincian Pendapatan Lain-Lain - Bersih .......................................................... 28
Tabel 3.6 Rincian Pendapatan Kompensasi Atas Hak Pemasangan Peralatan Layanan
Konektivitas Dan Hiburan dalam Pesawat dan Manajemen Konten .............................. 28
Tabel 3.7 Ringkasan Perjanjian Kerja Sama dan Amandemen Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas Tahun 2018 .............................................................. 29
Tabel 4.1 Hasil Pemantauan Tindak Lanjut LHP GIA ................................................... 40
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Pesawat Citilink yang Telah Dilengkapi dengan Peralatan Layanan
Konektivitas .................................................................................................................... 33
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
RESUME
`
v
Dasar Kesimpulan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja
Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA tidak sesuai
kriteria yaitu:
1. Kerja sama penyediaan layanan konektivitas dan IFE dengan PT Mahata Aero
Teknologi (MAT) tidak sesuai ketentuan;
2. Pengakuan pendapatan atas transaksi dengan MAT pada Laporan Keuangan
Konsolidasian GIA dan Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018
tidak sesuai standar akuntansi keuangan.
Kesimpulan
Dikarenakan signifikansi hal-hal yang dijelaskan pada paragraf di atas, maka BPK
menyimpulkan bahwa pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama Penyediaan
Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA dilaksanakan tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan internal GIA dalam semua hal yang material.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1. Dasar Hukum Pemeriksaan
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Standar Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017,
khususnya Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 100 mengenai Standar Umum, PSP
200 mengenai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan PSP 300 mengenai Standar
Pelaporan Pemeriksaan.
3. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan kepatuhan bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai dan
membuat simpulan bahwa pengelolaan keuangan yang menjadi lingkup pemeriksaan
pada entitas yang diperiksa telah sesuai dan memenuhi persyaratan ketentuan yang
berlaku, dengan mengungkapkan:
a. Kelemahan pengendalian intern yang berkaitan dengan hal yang diperiksa, baik
kelemahan dalam perancangan maupun implementasi sistem pengendalian intern
yang berlaku dalam perusahaan sesuai dengan tujuan pengendalian intern yang baik;
b. Kepatuhan entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas
perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana
yang terkait dengan hal yang diperiksa.
4. Lingkup Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIA), Anak
Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya dengan cakupan kegiatan yaitu pengelolaan
pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan In-
Flight entertainment (IFE) Tahun 2018 antara PT Mahata Aero Teknologi (MAT) dan
PT Citilink Indonesia (CI). Adapun lingkup pemeriksaan antara lain rencana kerja dan
anggaran perusahaan, prosedur operasioanal dalam kerja sama, pelaksanaan kerja sama,
dan hasil kerja sama.
Selain itu pemeriksaan meliputi pengujian terbatas terhadap efektivitas sistem
pengendalian intern sebagaimana disyaratkan untuk praktik tata kelola perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance – GCG), serta kepatuhan perusahaan terhadap pasal-
pasal tertentu perjanjian dengan pihak ketiga maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Kriteria Pemeriksaan
Kriteria pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan terkait Perjanjian Kerja Sama
Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE Tahun 2018 pada GIA, antara lain:
a. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
b. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
BAB II
GAMBARAN UMUM
1. Sejarah Perusahaan
GIA didirikan berdasarkan akta Nomor 137 tanggal 31 Maret 1950 dari notaris Raden
Kadiman. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dalam surat keputusannya Nomor J.A.5/12/10 tanggal 31 Maret 1950 serta
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Serikat Nomor 30 tanggal 12 Mei
1950, tambahan Nomor 136.
Berdasarkan Akta Nomor 8 tanggal 4 Maret 1975 dari Notaris Soeleman Ardjasasmita,
S.H., PT Garuda Indonesia berubah menjadi Persero dari Perusahaan yang awalnya
merupakan Perusahaan Negara. Hal tersebut merupakan realisasi Peraturan Pemerintah
Nomor 67 tahun 1971. Perubahan ini telah diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 68 tanggal 26 Agustus 1975, tambahan Nomor 434.
Anggaran Dasar tersebut beberapa kali mengalami perubahan dan kemudian diubah
seluruhnya berdasarkan Akta Nomor 35 tanggal 17 Mei 2018 dari Aulia Taufani, S.H.,
notaris di Jakarta, sehubungan harmonisasi dan sinkronisasi anggaran dasar di
Kementerian BUMN. Kementerian Hukum dan Asasi Manusia Republik Indonesia
menerima perubahan tersebut melalui Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar Nomor AHU.AH.01.03-0214641 tanggal 8 Juni 2018.
Pada Tahun 2008, Garuda Indonesia berhasil menjadi satu-satunya maskapai Indonesia
yang memperoleh sertifikasi IATA Operational Safety Audit (IOSA) Operator. Pada
tanggal 11 Februari 2011, GIA berhasil membawa perseroan menuju ke langkah baru
dengan menjadi perusahaan publik setelah melakukan penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) atas 6.335.738.000 saham GIA kepada masyarakat. Saham
tersebut telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia pada 11 Februari 2011 dengan kode
GIAA.
Untuk mendukung kegiatan operasionalnya, GIA memiliki tujuh entitas anak yang
fokus pada produk/jasa pendukung bisnis perusahaan induk, yaitu PT Abacus
Distribution Systems Indonesia, PT Aero Wisata, PT Garuda Maintenance Facility Aero
Asia, PT Aero Systems Indonesia, CI, PT Gapura Angkasa, dan Garuda Indonesia
Holiday France.
2. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
Visi dan Misi GIA adalah sebagai berikut:
a. Visi
“Value-Driven Aviation Group, Bringing Indonesian Hospitality to the World
(US$3.5 Billion).”
b. Misi
“ - Shareholder : Maximize group value for better shareholder return
among regional airlines;
- Customer : by delivering excellent Indonesian hospitality and world
best experiences to customers;
Berikut susunan Direksi GIA hingga akhir Tahun 2018 yang ditunjukkan pada Tabel
2.4.
Tabel 2.4 Susunan Direksi GIA Tahun 2018
Nama Jabatan
I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra Direktur Utama
Bambang Adisurya Angkasa Direktur Operasi
Fuad Rizal Direktur Keuangan & Manajemen Risiko
Heri Akhyar Direktur Human Capital
I Wayan Susena Direktur Teknik
Nama Jabatan
Mohammad Iqbal Direktur Kargo & Pengembangan Usaha
Nicodemus Panarung Lampe Direktur Layanan
Pikri Ilham Kurniansyah Direktur Niaga
Kepemilikan
No. Nama Kegiatan usaha Saham Per
2018 (%)
agen-agen perjalanan, menyediakan fasilitas latihan
pegawai untuk agen-agen perjalanan serta menyediakan
bantuan teknis dalam sistem pemesanan tiket
terkomputerisasi (computerized reservation
systems/CRS) untuk agen-agen perjalanan
3 PT Garuda Maintenance Di bidang jasa perawatan pesawat terbang, perawatan
Facility Aero Asia Tbk komponen dan kalibrasi, perawatan mesin untuk
pesawat dan industri, pembuatan dan perawatan sarana
pendukung, jasa engineering, jasa layanan material, 89,1
logistik, pergudangan dan konsinyasi serta jasa
konsultan, pelatihan dan penyediaan tenaga ahli di
bidang perawatan pesawat, komponen dan mesin.
4 PT Aero Systems konsultasi dan sistem teknik teknologi informasi serta
Indonesia 51
layanan pemeliharaan penerbangan dan industri lainnya.
5 PT Citilink Indonesia usaha/jasa penerbangan 99,99
6 PT Gapura Angkasa jasa ground handling 58,75
7 PT Garuda Indonesia Agen wisata (tour & travel), penjualan tiket pesawat, serta
100
Holiday France sewa menyewa pesawat.
e. Monitoring
Dalam melakukan fungsi pengawasan Dewan Komisaris dibantu oleh salah satu
komite yaitu Komite Pengembangan Usaha dan Pemantauan Risiko. Komite ini juga
telah mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris untuk menjalankan fungsi pengembangan usaha dan pemantauan risiko
yang diperlukan atas pelaksanaan tugas Direksi terkait pengelolaan perseroan dan
penerapan GCG.
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN
Kronologi kerja sama CI dengan MAT bermula dari surat minat dan persetujuan kerja
sama Wi-Fi di pesawat Citilink (Letter of Intent) MAT pada tanggal 19 Oktober 2017,
kemudian dilanjutkan dengan pernyataan minat bersama (Memorandum of
Understanding) pada tanggal 15 November 2017 untuk kerja sama pemasangan dan
pengoperasian fasilitas jaringan koneksi nirkabel (Wi-Fi) di pesawat Citilink. Rincian
kronologi kerja sama pada Lampiran 1.
Keikutsertaan GIA dalam perjanjian kerja sama CI dengan MAT diawali dari rapat
koordinasi internal GIA–CI tanggal 15 September 2018 yang membahas program yang
akan dilakukan CI, yang antara lain membahas mengenai rencana pemasangan layanan
konektivitas pada pesawat CI. Direktur Utama GIA yang juga merupakan Komisaris CI
menyampaikan ketertertarikan dan menyatakan akan memberikan kuasa kepada
yang telah dioperasikan oleh SA, dua unit pesawat tipe B737–series yang akan di–
deliver pada Tahun 2019 dan satu unit pesawat tipe B737–series yang akan di–
deliver pada Tahun 2020. Dalam perjanjian tersebut juga mengatur mengenai
pembagian atas biaya kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas
atas pesawat yang dioperasikan SA sejumlah USD30,000,000 yaitu SA
mendapatkan sharing revenue sebesar USD2,000,000 dan GIA mendapatkan
sharing revenue sebesar USD28,000,000.
b. Perjanjian back–to–back antara GIA dengan CI Nomor IG/Perj/DZ-3044/2019 &
Citilink/JKTDSQG/Perj-6039/0219 tanggal 28 Februari 2019.
GIA dan CI sepakat untuk mengatur skema kerja sama terkait dengan penyediaan
layanan konektivitas berdasarkan perjanjian MAT untuk mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian back-to-back antara GIA dengan
CI diatur bahwa MAT akan membayar kompensasi kepada GIA sesuai dengan
kesepakatan yang akan dituangkan dalam perjanjian tersendiri antara GIA dan MAT.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelemahan dalam kerja sama penyediaan
layanan konektivitas dalam penerbangan sebagai berikut.
a. Pemilihan mitra kerja sama antara CI dengan MAT tidak sesuai ketentuan
1) CI dan GIA belum memiliki pedoman atau prosedur yang mengatur tentang kerja
sama.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa walaupun CI dan GIA telah beberapa
kali melakukan kerja sama dengan mekanisme kemitraan (partnership), namun,
CI dan GIA belum memiliki prosedur yang mengatur kerja sama dengan
mekanisme kemitraan. Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko GIA telah
membuat surat Nomor Garuda/JKTDF/20539/17 tentang Pedoman Kerja Sama
tanggal 3 November 2017 kepada anak perusahaan, termasuk di dalamnya CI,
untuk membuat SOP Kerja Sama mengacu pada Peraturan Menteri BUMN
Nomor Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri BUMN Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman Kerja Sama.
Sementara itu, GIA juga baru memiliki prosedur yang mengatur tentang kerja
sama pada tanggal 14 Maret 2019 berupa Peraturan Direksi Nomor
JKTDZ/SKEP/50027/2019.
2) MAT ditunjuk secara langsung sebagai mitra kerja sama tanpa adanya
pembanding dan tidak didukung dengan kajian atas kemampuan mitra kerja sama
secara teknis maupun finansial yang memadai.
Kajian yang dilakukan hanya meliputi mekanisme kerja sama dan mitigasi risiko
yang mungkin terjadi, tanpa melihat kemampuan teknis dan finansial mitra kerja
sama secara memadai. Hasil pemeriksaan terhadap kompetensi MAT diketahui
bahwa:
a) MAT belum layak secara teknis untuk ditunjuk sebagai mitra kerja sama:
(1) MAT merupakan perusahaan start up yang baru berdiri dan baru
berbadan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Nomor AHU-0050256.AH.01.01.Tahun 2017 tanggal 8
November 2017 yang didasarkan akta notaris tentang pendirian MAT
Nomor 3 tanggal 3 November 2017. Dengan demikian, pada saat
pernyataan minat dan persetujuan kerja sama disampaikan MAT melalui
surat MAT kepada CI tanggal 19 Oktober 2017 tentang Surat Minat dan
Persetujuan Kerja Sama Wi-Fi di Pesawat CI, MAT masih belum menjadi
badan hukum.
Selain itu pada saat penandatanganan Pernyataan Minat Bersama (MoU)
untuk Kerja Sama Pemasangan dan Pengoperasian Fasilitas Jaringan
Koneksi Nirkabel (Wi-Fi) di Pesawat CI dilakukan pada tanggal 15
November 2017, MAT belum menjalin kerja sama dengan Lufthansa
Technic, Lufthansa System, Inmarsat dan CBN.
Kerja sama MAT dengan Lufthansa Technic dan Lufthansa System baru
ditandatangani pada tanggal 8 Juni 2018, dengan Inmarsat baru
ditandatangani pada tanggal 11 Juli 2018, dan dengan CBN baru
ditandatangani pada tanggal 24 Oktober 2018.
(2) Sebelum perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT diketahui bahwa
MAT belum memiliki izin dari Kementerian Komunikasi dan Informasi.
MAT tidak memiliki sertifikasi atas pemasangan peralatan konektivitas
penerbangan dan tidak memiliki personil yang mempunyai pengalaman,
kualifikasi, dan sertifikasi untuk melakukan pemasangan peralatan di
pesawat komersial. Dalam rangka pemasangan peralatan Wi-Fi, MAT
melakukan kerja sama dengan Garuda Maintenance Facility (GMF)
terkait pemasangan hanya berdasarkan purchase order (PO), belum ada
kontrak yang disepakati antara MAT dan GMF. Kemudian pada tanggal
23 April 2019, pihak MAT dan GMF menandatangani proposal to
perform GXAviation Installation on Citilink Tahun 2019 dengan Nomor
GMF/TP/PROP-2060/19. Pemasangan peralatan konektivitas dilakukan
oleh tenaga teknisi yang disediakan oleh GMF dengan supervisi dari
Lufthansa Technic.
(3) MAT belum memiliki sertifikasi pemasangan peralatan tambahan.
Hasil pemeriksaan diketahui bahwa Lufthansa Technic baru memiliki
izin dari European Aviation Safety Agency (EASA), sebuah badan yang
bertanggung jawab memastikan keselamatan dan perlindungan
lingkungan transportasi udara di wilayah Eropa, atas pemasangan pada
pesawat tipe A330-200. Sedangkan atas izin pemasangan pada pesawat
Boeing masih dilakukan proses perizinan kepada Federal Aviation
Adminstrastion (FAA), lembaga regulator penerbangan sipil di Amerika
Serikat, yang memakan waktu kurang lebih selama 6 bulan dan
diperkirakan selesai pada bulan September 2019.
b) MAT tidak mempunyai kemampuan finansial untuk melakukan kerja sama
(1) MAT memiliki modal dasar perusahaan sebesar Rp10.500.000.000,
sedangkan nilai kerja sama dengan GIA, CI dan SA mencapai
USD241,940,000. Dengan demikian, nilai perjanjian kerja sama jauh
melebihi nilai aset sehingga tidak dapat menjadikan jaminan atas nilai
kerja sama dengan GIA, CI dan SA.
(2) MAT menandatangani kerja sama dengan Well Vintage Enterprises
sebagai penyedia modal (financial support) pada tanggal 28 Februari
2019 atau setelah penandatanganan perjanjian kerja sama dengan CI.
(3) MAT belum menerbitkan laporan keuangan untuk Tahun 2017 dan 2018.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan diketahui bahwa MAT masih
melalukan proses pembuatan laporan keuangan.
ada jaminan pelaksanaan dari MAT. Kantor Akuntan Publik Tanubrata Sutanto
Fahmi Bambang & Rekan (KAP) juga mengirimkan surat Nomor
128/KS/GIAA/VI/19 tanggal 18 Juni 2019 kepada GIA untuk mengkonfirmasi
apakah jaminan pelaksanaan sudah diterima dari MAT.
2) Pemasangan peralatan mendahului Berita Acara Serah Terima Hak terkait;
Berita Acara Serah Terima Hak Pemasangan Peralatan Layanan In-Flight
Connectivity, Hak Pengelolaan Layanan IFE dan Content Management antara CI
dengan MAT ditandatangani pada tanggal 23 Januari 2019. Hal ini menunjukkan
bahwa pemasangan peralatan pada pesawat dengan nomor registrasi PK-GQR
pada bulan Desember 2018 mendahului penyerahan hak pemasangan peralatan.
3) Hanya 9 pesawat dari 203 pesawat yang telah memperoleh izin pemasangan dari
lessor;
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari 203 pesawat yang diperjanjikan,
hanya 9 pesawat yang telah mendapat izin pemasangan peralatan dari lessor
sebagaimana diuraikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Status Persetujuan Lessor atas Pesawat yang Dioperasikan CI
Lessor Registration Number Status of Wi-Fi Permision
CCB GLC Given
Infinity GQI, GQK Given
ICBC GLZ, GQC, GQD, GQE, GQH, GQO, GQP, Given for GQR, side letter for other
GQR, GQU, GTG, GTH, GTI
JSA GQL, GQM Given, with re-skin at redelivery
request
BOC GLJ Given, with side letter
Orix GLR, GTF Given, with side letter
SMBC GLP, GLS, GLT, GLX, GLY Not given
ACG GLE, GLF, GQA, GQF On review
Avolon GLL, GLM, GLO, GTA, GTC, GTD, GTE On review
CALC 30 GLLN On review
Alafco GLU, GLV, GLW On review
Mitsui GQJ On review
BOCOMM GQN, GQQ, GQS, GQT On review
Apollo GLG, GLI
DVB GLK
Tabel di atas menunjukkan bahwa salah satu lessor yaitu SMBC (Sumitomo
Mitsui Banking Corporation) tidak memberikan izin pemasangan peralatan pada
pesawat dengan nomor registrasi PK-GLP, PK-GLS, PK-GLT, PK-GLX, dan
PK-GLY.
4) Belum ada kesepakatan jadwal instalasi peralatan konektivitas pada pesawat GIA
dan SA;
Proses pemasangan peralatan konektivitas membutuhkan waktu kurang lebih 12
hari dan dilaksanakan pada saat pesawat dijadwalkan maintenance di GMF.
Jadwal pemasangan peralatan pada pesawat yang dioperasikan oleh GIA belum
selesai dilakukan. Sedangkan atas pesawat yang dioperasikan oleh SA belum
dilakukan pembahasan.
Sesuai dengan BAPK Nomor 08/BAPK/Tim-BPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 17
Mei 2019, Direktur Utama MAT menyatakan bahwa pihak MAT juga
menginginkan pesawat yang akan dipasang memiliki sisa umur sewa minimal
enam tahun.
5) Objek perjanjian (IFE) yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat
perjanjian antara GIA dengan pihak lain;
GIA masih melakukan kerja sama IFE dengan Global Eagle Entertainment Inc
(GEE) dan Inflight Production, Ltd (IFP) berdasarkan perjanjian nomor
DS/Perj/DC-3266/2014 tanggal 19 Juni 2014 dengan jangka waktu perjanjian
selama lima tahun. Perjanjian tersebut telah diubah berdasarkan Amendment I to
Term, Service, and Conditions Agreement Nomor DS/Perj/Amand-
I/DC3266/2014/17 tanggal 1 Juni 2017 dengan jangka waktu berakhirnya kerja
sama sampai dengan tanggal 31 Mei 2019. Dengan demikian, objek perjanjian
(IFE) yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat perjanjian antara GIA
dengan GEE dan IFP.
6) Perjanjian Kerja Sama Pemasangan dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat
SA antara GIA dengan SA tidak selaras dengan Adendum II;
Adendum II telah merubah jangka waktu perjanjian kerja sama antara MAT dan
CI dari 10 tahun menjadi 15 tahun, namun Perjanjian Kerja Sama Pemasangan
dan Pengelolaan Wi-Fi on Board di Pesawat SA antara GIA dengan SA hanya
mengatur jangka waktu perjanjian selama 10 tahun.
7) MAT belum melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dalam perjanjian
kerja sama segera setelah tanggal efektif.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan pada tanggal 24 Juni 2019, MAT baru
memasang Peralatan Layanan Konektivitas di satu pesawat yang dioperasikan
oleh CI (registrasi PK-GQR) dari total 203 pesawat yang menjadi lingkup
pekerjaan. MAT juga belum melakukan pembayaran atas tagihan biaya
kompensasi sebesar USD241,940,000, dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3.3 Rincian Invoice Biaya Kompensasi
No. Nomor dan Tanggal Invoice Penerbit Nilai (USD) Due Date Keterangan
1 Invoice Nomor CT2018122818 14 hari setelah
tanggal 17 Desember 2018 CI 3,000,000 invoice diterima
2 Invoice tanpa nomor tanggal
31 Desember 2018 CI 36,000,000 -
3 Invoice No. WAA2.18.12.0790
tanggal 31 Desember 2018 GIA 80,000,000 30 hari
4 Invoice No. WAA2.18.12.0791
tanggal 31 Desember 2018 GIA 92,940,000 30 hari
5 Invoice tanpa nomor tanggal SA 30,000,000 - SA akan memberikan bagi
31 Desember 2018 hasil kepada GIA sebesar
USD28,000,000 berdasarkan
perjanjian antara GIA dengan
SA.
Total 241,940,000
2) Pasal 1335, yang menyatakan bahwa ketentuan bahwa suatu persetujuan atau
perjanjian tanpa sebab yang halal atau yang dibuat karena suatu sebab yang palsu
atau terlarang maka tidak akan mempunyai kekuatan hukum.
b. Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-03/MBU/08/2017 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-04/MBU/09/2017 tentang Pedoman
Kerja Sama pada:
1) Pasal 2 huruf (a), yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan kerja sama antara lain adalah kerja sama
dilakukan dengan memperhatikan asas, transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, kemanfaatan, dan kewajaran, serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Pasal 6 pada:
a) Ayat (1), yang menyatakan bahwa kerja sama di mana BUMN sebagai pihak
yang mencari mitra dilakukan berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh Direksi;
b) Ayat (2), yang menyatakan bahwa SOP tersebut harus mendapat persetujuan
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN yang bersangkutan dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri ini;
c) Ayat (3), yang menyatakan bahwa SOP ditetapkan oleh Direksi dalam waktu
paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Menteri ini
diundangkan;
d) Ayat (4), yang menyatakan bahwa SOP tersebut paling sedikit mengatur
mengenai:
(1) Mekanisme pemilihan mitra, termasuk mekanisme penunjukan langsung;
(2) Dokumen yang diperlukan, antara lain studi kelayakan (mencakup
manfaat paling optimal yang diperoleh BUMN), rencana bisnis (meliputi
aspek operasional, finansial, hukum dan pasar), kajian manajemen resiko
dan mitigasi risiko;
(3) Persyaratan/kualifikasi mitra;
(4) Tata waktu proses pemilihan mitra paling lama 90 hari kerja, sejak
dokumen permohonan diajukan calon mitra diterima secara lengkap;
(5) Mekanisme perpanjangan kerja sama, baik terhadap perjanjian yang telah
berakhir, perjanjian yang sedang berjalan, maupun perjanjian yang akan
datang; dan/atau
(6) Materi perjanjian kerja sama yang melindungi kepentingan BUMN.
e) Ayat (5) yang menyatakan bahwa SOP tersebut harus pula mengatur tata cara
penunjukan mitra di mana proses kerja sama tersebut dilakukan atas inisiatif
calon mitra.
3) Pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa perjanjian kerja sama harus melindungi
kepentingan BUMN paling sedikit memuat mengenai:
a) Jenis dan nilai kompensasi/imbalan, cara pembayaran dan/atau penyerahan,
waktu pembayaran dan penyerahan kompensasi/imbalan;
b) Hak dan kewajiban para pihak;
c) Cidera janji dan sanksi dalam hal mitra tidak memenuhi kewajiban
kontraktualnya;
d) Penyelesaian sengketa yang mengutamakan penyelesaian melalui cara
musyawarah dan mufakat, serta alternatif penyelesaian sengketa beserta
domisili/yurisdiksi hukum;
e) Pembebasan (indemnity) BUMN oleh mitra dari tanggung jawab pada saat
perjanjian kerja sama berakhir;
f) Alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari mitra ke BUMN (jika ada);
g) Berakhirnya perjanjian dan konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk
mengenai penyerahan kembali objek perjanjian kerja sama; dan
h) Tidak adanya ketentuan yang mengikat dan/atau mewajibkan BUMN untuk
memperpanjang perjanjian kerja sama.
c. Perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT Nomor CITILINK/JKTDSGQ/PERJ-
6248/1018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Adendum II Nomor
Citilink/JKTDSQD/Amand-II/6248/1218 tanggal 26 Desember 2018 pada:
1) Pasal 2 ayat (1) terkait Ruang Lingkup Kerja Sama yang menyatakan bahwa
ruang lingkup dan tanggung jawab Mahata dalam pelaksanaan kerja sama
berdasarkan perjanjian kerja sama ini adalah penyediaan, pelaksanaan,
pemasangan, pengoperasian dan perawatan peralatan layanan konektivitas pada
pesawat, serta in-flight connectivity services, layanan in-flight entertainment, dan
Content Management pada pesawat terhubung (“lingkup pekerjaan").
2) Pasal 3 huruf (a) terkait Ketentuan Umum Tanggung Jawab Mahata yang
menyatakan Mahata setuju untuk melaksanakan lingkup Pekerjaan segera setelah
tanggal efektif dan melaksanakannya dengan penuh ketekunan, dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan dan penyediaan seluruh aspek yang dipersyaratkan
berdasarkan perjanjian kerja sama ini;
3) Pasal 4 huruf (g) terkait ketentuan umum tanggung jawab Citilink yang
menyatakan bahwa Citilink setuju untuk melakukan evaluasi setiap dua bulan
sekali atas pelaksanaan perjanjian kerja sama;
4) Pasal 6 angka (3) terkait Jaminan Pelaksanaan yang menyatakan bahwa
pengaturan lebih lanjut mengenai Jaminan Pelaksanaan, termasuk mengenai
besarannya, akan disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam
bentuk adendum dari perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat dua
bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini;
5) Pasal 7 terkait Jaminan Pendapatan Alokasi Slot yang menyatakan bahwa
pengaturan lebih lanjut mengenai Jaminan Pendapatan, termasuk mengenai
besarannya, akan disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam
bentuk Adendum dari perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat dua
bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini; dan
6) Pasal 9 terkait Denda Keterlambatan yang menyatakan bahwa pengaturan lebih
lanjut mengenai denda keterlambatan, termasuk mengenai besarannya, akan
disepakati kemudian oleh para pihak dan dituangkan dalam bentuk Adendum dari
perjanjian kerja sama ini dalam waktu paling lambat tiga bulan sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian kerja sama ini.
d. Risiko operasional yang akan dihadapi GIA, CI, dan SA dalam pelaksanaan
perjanjian kerja sama.
tersebut, setiap biaya yang timbul terkait GEE selama periode ini menjadi tanggung
jawab MAT dan akan tetap ditagihkan kepada MAT.
g. Berdasarkan hasil evaluasi atas kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan
dengan MAT, GIA telah melakukan langkah-langkah perbaikan yaitu dengan
menandatangani Perjanjian Pengalihan Lingkup Penyediaan Layanan Konektivitas
dan IFE dalam Penerbangan yang dibuat di hadapan Notaris Aileen, S.H., M.Kn,
Notaris di Tangerang pada tanggal 21 Juni 2019 antara GIA, PT Wicell Technologies
(Wicell), CI, MAT, dan SA untuk mengalihkan sebagian lingkup kerja sama
penyediaan layanan konektivitas dan IFE berdasarkan Perjanjian Induk. Perjanjian
tersebut mengatur bahwa setiap dan seluruh hak dan kewajiban MAT kepada CI dan
sebaliknya, yang berkaitan dengan keikutsertaan pesawat-pesawat yang
dioperasikan GIA berdasarkan Perjanjian Induk dialihkan menjadi hak dan
kewajiban Wicell kepada GIA dan sebaliknya, terhitung sejak tanggal efektif
termasuk di dalamnya seluruh tanggungjawab hukum.
h. Di luar Perjanjian Pengalihan, Wicell menyanggupi untuk melakukan:
1) Pemenuhan Biaya Kompensasi Hak Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas
senilai USD92,940,000 dan Biaya Kompensasi Hak Pengelolaan IFE
USD80,000,000 dalam jangka waktu tiga tahun sejak ditandatanganinya
Perjanjian Pengalihan, dengan detil pelaksanaan pembayaran sebagaimana akan
disepakati oleh para pihak terkait secara tertulis;
2) Pemenuhan Biaya Kompensasi senilai USD 30,000,000 yang akan diselesaikan
selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juli 2019 atau tanggal lain yang disepakati
oleh para pihak secara tertulis dan untuk sisa pemenuhan komitmen pembayaran
Biaya Kompensasi untuk tahun-tahun berikutnya akan dijaminkan dengan suatu
jaminan pembayaran dalam bentuk yang akan disepakati oleh para pihak terkait.
1 2 3 4 6 7=(6-4)/4
Bagian laba (rugi) bersih asosiasi (98,259) (215,172) 192,617 204,241 6.03
Naik (Turun)
Tahun
%
Uraian
2015 2016 2017 2018 2018
Laba (Rugi) Bersih Tahun Berjalan 77,974,161 9,364,858 (213,389,678) 5,018,308 (102.35)
Faktor utama yang berhasil membuat GIA meraih laba pada Tahun 2018 adalah
peningkatan signifikan Pendapatan Usaha Lainnya menjadi USD306,883,930.
Pendapatan (Beban) Usaha Lainnya terdiri dari Keuntungan Selisih Kurs sebesar
USD28,073,775 dan Pendapatan Lain-Lain–Bersih sebesar USD278,810,155.
Berdasarkan informasi dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), diketahui
bahwa komponen terbesar dari Pendapatan Lain-Lain–Bersih sebesar USD278,810,155
tersebut merupakan biaya kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan
konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten yang akan dibayar oleh
vendor atas hak yang diterima untuk 10 hingga 15 tahun ke depan dengan rincian
ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rincian Pendapatan Lain-Lain - Bersih
Akun Saldo (USD)
Pendapatan Lain-lain:
- Pendapatan kompensasi atas hak pemasangan
peralatan layanan konektivitas dan hiburan
dalam pesawat dan manajemen konten 239,940,000
- Keuntungan revaluasi properti investasi 15,186,712
- Keuntungan (kerugian) pelepasan aset tetap dan
aset tidak produktif 7,258,255
- Keuntungan jual dan sewa balik 4,983,785
- Pemulihan dari nilai aset 2,869,004
- Klaim asuransi 2,316,918
- Lain-lain – bersih 6,255,481
Total Pendapatan Lain-Lain – Bersih 278,810,155
Transaksi kerja sama dengan MAT untuk Penyediaan Layanan Konektivitas dalam
Penerbangan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara MAT dan CI Nomor
CITILINK/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 tanggal 31 Oktober 2018 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Adendum II Nomor CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
II/6248/1218 tanggal 26 Desember 2018. Kerja sama tersebut juga melibatkan pesawat
yang dioperasikan oleh GIA, CI, dan SA dengan rincian sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Ringkasan Perjanjian Kerja Sama dan Amandemen
Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Tahun 2018
Perjanjian Kerja Sama
No. Item Adendum I Adendum II
Awal
1. Nomor dan Nilai Perjanjian CITILINK/JKTDSQG/PERJ- CITILINK/JKTDSQG/AMAND- CITILINK/JKTDSQG/AMAND-
Kerja Sama 6248/1018 tanggal 31 I/6248/1218 tanggal 12 II/6248/1218 tanggal 26
OKTOBER 2018 DESEMBER 2018 DESEMBER 2018
CITILINK : USD58,500,000 CITILINK : USD39,000,000 CITILINK : USD39,000,000
GARUDA : USD64,140,000 GARUDA : USD92,940,000 GARUDA : USD92,940,000
SRIWIJAYA : USD30,000,000 SRIWIJAYA : USD30,000,000
GARUDA : USD80,000,000
(In-Flight Ent.)
2. Jangka Waktu 10 TAHUN 10 TAHUN 15 TAHUN
3. Jumlah Pesawat CITILINK : 75 Pesawat CITILINK : 50 Pesawat CITILINK : 50 Pesawat
Garuda: 14 milik 131 sewa GARUDA : 79 Pesawat GARUDA : 103 Pesawat GARUDA : 103 Pesawat
Citilink : 8 milik 51 sewa SRIWIJAYA : 50 Pesawat SRIWIJAYA : 50 Pesawat
Sriwijaya: 28 milik 25 GARUDA : 99 Pesawat (In-
sewa Flight Ent.)
4. Lingkup Pekerjaan Konektivitas Konektivitas dan IFE Konektivitas dan IFE
5. Revenue Sharing Alokasi MAT : (5%, 6%, 7,5%) MAT : (5%, 6%, 7,5%) MAT : (5%, 6%, 7,5%)
Slot
(TAHUN KE 1, 2, 3-10) CITILINK : (95%, 94%, CITILINK : (95%, 94%, 92,5%) CITILINK : (95%, 94%, 92,5%)
92,5%)
c. Secara substansial imbalan yang diterima atas penyerahan hak pemasangan dan hak
pengelolaan tersebut di atas merupakan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat
dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan
pemegang hak untuk mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi hak
tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan.
Hasil pemeriksaan atas perjanjian kerja sama antara CI dengan MAT menunjukkan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
a. Transaksi kerja sama tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai penggunaan
aset oleh pihak lain yang menimbulkan royalti atau pendapatan atas penjualan
barang
1) Transaksi kerja sama dengan MAT belum memenuhi kriteria penggunaan
aset oleh pihak lain yang menimbulkan pendapatan dalam bentuk royalti
a) Transaksi tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan atas penggunaan aset
entitas oleh pihak lain yang menimbulkan pendapatan dalam bentuk royalti,
dengan penjelasan sebagai berikut.
(1) Tidak ada aset kekayakan intelektual dalam bentuk royalti yang
diperjualbelikan;
Hak konektivitas dan IFE yang diperjualbelikan tidak tercatat dalam
neraca GIA dan entitas anak.
(2) Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut belum akan mengalir ke entitas;
GIA, CI, dan SA belum menerima pembayaran kompensasi dari MAT
dan belum ada jaminan atas kewajiban pembayaran kompensasi. GIA,
CI, dan SA telah mengeluarkan invoice yang jatuh tempo pada tanggal
31 Januari 2019 namun sampai dengan Maret 2019 belum ada
pembayaran. Selain itu, MAT hanya memberikan jaminan berupa surat
akan melakukan pembayaran tanpa adanya jaminan aset atau bank
garansi untuk memastikan bahwa MAT akan melaksanakan kewajiban
pembayarannya.
(3) Jumlah pendapatan belum dapat diukur secara andal;
Hasil pemeriksaan menujukkan bahwa nilai kontrak dan lingkup kontrak
dapat berubah hal ini ditunjukkan dengan hal sebagai berikut.
(a) Pesawat dan nilai kontrak pada kontrak awal dan Adendum berubah.
Pada kontrak awal nilai kontrak adalah 79 pesawat GIA senilai
USD64,140,000 dan 75 pesawat CI senilai USD58,500,000 pada
Adendum I berubah menjadi 103 pesawat GIA senilai
USD92,940,000, 50 pesawat CI senilai USD39,000,000 dan 50
pesawat SA senilai USD30,000,000 yang kemudian pada Adendum
II berubah kembali menjadi 103 pesawat dan IFE GIA senilai
USD92,940,000, 50 pesawat CI senilai USD39,000,000 dan 50
pesawat SA senilai USD30,000,000;
(b) Dalam perjanjian kerja sama Lampiran F Angka 3 disebutkan bahwa
untuk pesawat yang dioperasikan oleh SA yaitu 50 Pesawat B737
series, dengan ketentuan akan mengacu pada hasil assessment dari
MAT.
setiap dua bulan dan dapat dilakukan adendum maupun pemutusan perjanjian
sesuai dengan hasil reviu. Dalam ilustrasi disebutkan bahwa pemberi lisensi
tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan sedangkan dalam Transaksi
Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas CI dan MAT masih terdapat
kewajiban sisa dari CI yaitu mendapatkan izin dari lessor untuk pemasangan
alat konektivitas. Selain itu, dalam klausul perjanjian kerja sama tidak ada
pasal yang menyebutkan bahwa MAT wajib membayar keseluruhan biaya
kompensasi walaupun perjanjian berakhir sebelum waktu.
Berdasarkan uraian di atas, transaksi kerja sama dengan MAT tidak memenuhi
kriteria untuk dapat diakui sebagai pendapatan dalam bentuk royalti atas
penggunaan aset oleh pihak lain sepenuhnya di Tahun 2018.
2) Pendapatan atas penjualan barang
Transaksi tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan atas penjualan barang
dikarenakan:
a) Tidak ada fisik yang diperjualbelikan;
Tidak ada produk fisik yang diperdagangkan dalam transaksi kerja sama
antara MAT dan CI.
b) Entitas belum memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan hak secara
signifikan kepada MAT serta MAT belum dapat memanfaatkan hak tersebut
secara penuh;
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Penyedian Layanan Konektivitas, CI akan
memberikan hak kepada MAT untuk menyediakan, melaksanakan,
memasang, mengoperasikan, dan merawat Peralatan Layanan Konektivitas
serta In-Flight Connectivity Services pada 50 pesawat yang dioperasikan oleh
CI senilai USD39,000,000, 103 pesawat yang dioperasikan oleh GIA senilai
USD92,940,000, dan In-Flight Connectivity Services pada pesawat Garuda
senilai USD80,000,000 serta 50 pesawat yang dioperasikan oleh SA senilai
USD30,000,000. Hasil pemeriksaan menujukkan kondisi sebagai berikut.
(1) Berita Acara Serah Terima Hak Pemasangan Peralatan Layanan In-Flight
Connectivity, Hak Pengelolaan Layanan IFE, dan Content Management
baru ditandatangani Direktur Utama CI pada tanggal 23 Januari 2019.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2018 baru terdapat satu Peralatan
Layanan Konektivitas yang terpasang di pesawat yaitu pesawat yang
dioperasikan oleh CI dengan registrasi PK-GQR;
(2) Pesawat yang disewa oleh GIA, CI dan SA yang sudah mendapatkan izin
dari lessor untuk dipasangkan alat untuk konektivitas hanya sebanyak 9
pesawat dari 203 pesawat yang rencana dipasangkan;
(3) Pesawat GIA, CI dan SA yang akan dipasang adalah pesawat tipe A320,
A330 dan B737 series, B737-800NG, B737-800Max dan pesawat B777.
Sampai tanggal 31 Mei 2019, pesawat yang sudah memiliki
Supplemental Type Certificate (STC) untuk dipasangkan alat untuk
konektivitas hanya Airbus A320 sedangkan pesawat lain masih dalam
pengurusan;
Konsep utama dalam pengakuan pendapatan atas penggunaan aset entitas oleh pihak
lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen adalah sebagai berikut:
1) Jika manfaat ekonomi akan mengalir kepada entitas
Suatu transaksi dapat diakui sebagai pendapatan jika terdapat manfaat ekonomi
akan mengalir kepada entitas. Maksud dari “akan mengalir kepada entitas” tidak
didefinisikan dalam batasan waktu spesifik namun memerlukan estimasi dan
justifikasi.
Sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 1, entitas dapat mengklasifikasikan sebagai
aset lancar jika entitas mengharapkan akan merealisasikan aset dalam waktu dua
belas bulan setelah periode pelaporan. Berkenaan dengan hal ini, maksimal
Perusahaan mengubah harapannya atas realiasi aset lancar adalah 1 tahun sejak
tanggal pelaporan. Sehingga kemungkinan manfaat ekonomi akan mengalir
kepada entitas dapat diukur dan direviu kembali oleh entitas maksimum 1 tahun
sejak tanggal pelaporan. Jika terdapat bukti yang memadai bahwa manfaat
ekonomi akan mengalir kapada entitas, maka atas transaksi tersebut dapat diakui
sebagai Pendapatan.
Menggunakan referensi di atas, manajemen mempunyai keyakinan pada saat
penyusunan laporan keuangan per 31 Desember 2018 bahwa, transaksi MAT
dapat diakui sebagai pendapatan per 31 Desember 2018. Selanjutnya manajemen
akan melakukan kajian nilai yang akan terealisasi di sepanjang Tahun 2019 untuk
memberikan keyakinan yang cukup atas nilai aset yang telah dicatat sebagai aset
lancar.
2) Dapat diukur secara handal.
Sering kali suatu transaksi dipengaruhi oleh syarat tertentu (kontigensi) sehingga
dalam pengakuan pendapatannya tergantung dari pemenuhan transaksi atas
kontigensi yang berlaku. Jika dalam suatu kontrak yang relevan telah dinyatakan
secara jelas mengenai nilai suatu transaksi, maka transaksi tersebut telah diukur
secara handal tanpa diperlukan estimasi dan justifikasi.
b. Proses pengakuan pendapatan atas transaksi penggunaan aset entitas oleh pihak lain
yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen dicatat sesuai dengan subtansi
perjanjian yang relevan. Dalam hal suatu perjanjian telah memuat secara terang dan
jelas mengenai kewajiban para pihak dan kepada kewajiban tersebut mulai berlaku,
sewajarnya proses pengakuan pendapatan sesuai dengan pernyataan dalam
perjanjian tersebut, kecuali dapat dinyatakan lain.
c. Pada saat penyusunan laporan keuangan per 31 Desember 2018 kami tidak
menemukan bukti ketidakpastian kolektibilitas atas transaski MAT karena tidak
terdapat peristiwa yang mendukung kami untuk melakukan penyesuaian atas
transaksi dalam laporan keuangan dan/atau pengungkapan tambahan.
Dalam hal kolektibilitas apabila BPK menemukan adanya bukti baru atas transaksi
MAT terutama terkait dengan faktor kolektibilitas piutang, maka manajemen akan
melakukan evaluasi kolektibilitas pada tahun berjalan sesuai dengan PSAK yang
relevan.
d. Komunikasi antara GIA dengan KAP dilakukan setelah adanya penetapan oleh
Dewan Komisaris namun sebelum Perjanjian Jasa Audit Tahun Buku 2018. Terdapat
dua kali pertemuan antara GIA dan KAP yaitu pada tanggal 15 November 2018 dan
setelah kick-off meeting pelaksanaan audit laporan keuangan tahun buku 2018 yang
dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2018. Dalam pertemuan tersebut, GIA dan
SA diminta oleh KAP untuk melakukan kajian kesesuaian dengan PSAK yang
relevan.
e. GIA telah menandatangani Perjanjian Pengalihan Lingkup Penyediaan Layanan
Konektivitas dan IFE dalam Penerbangan yang dibuat di hadapan Notaris Aileen,
S.H., M.Kn, Notaris di Tangerang pada tanggal 21 Juni 2019 antara GIA, Wicell, CI,
MAT, dan SA untuk mengalihkan sebagian lingkup kerja sama penyediaan layanan
konektivitas dan IFE berdasarkan Perjanjian Induk. Dalam proses pengalihan,
Wicell menyampaikan Surat Pernyataan Kesanggupan pemenuhan komitmen
pembayaran biaya kompensasi sebesar USD202,940,000 dengan termin sebagai
berikut:
1) Sebesar minimal USD30,000,000 akan diselesaikan selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Juli 2019;
2) Sebesar sisanya akan diselesaikan selambat-lambatnya tiga tahun sejak
ditandatanganinya Perjanjian Pengalihan.
Guna memberikan keyakinan atas realisasi komitmen pembayaran biaya
kompensasi, GIA meminta Wicell untuk menerbitkan Bank Reference untuk rencana
pembayaran USD30,000,000 yang akan diselesaikan selambat-lambatnya tanggal 30
Juli 2019 dan selanjutnya untuk menjamin terlaksananya pembayaran sisa piutang
Wicell atas biaya kompensasi, Wicell akan menerbitkan Bank Garansi Tahunan
dan/atau Stand by Letter of Credit (SBLC) sebesar jumlah yang jatuh tempo pada
tahun tersebut.
f. Pada Tahun 2019 GIA harus melakukan kajian penurunan nilai atas piutang sesuai
standar akuntansi keuangan untuk memberikan keyakinan yang cukup atas nilai
bersih piutang yang dapat direalisasikan.
c. Tanggapan Direksi GIA pada butir e justru memperkuat hasil pemeriksaan mengenai
ketidakmampuan MAT baik secara teknis maupun keuangan. Kondisi tersebut
seharusnya dapat diidentifikasikan lebih dini oleh GIA dan CI pada saat pemilihan
mitra kerja sama melalui uji tuntas atas MAT. Selain itu setelah berjalannya
perjanjian seharusnya permasalahan ketidakmampuan teknis dan keuangan dapat
diidentifikasikan melalui evaluasi sesuai dengan Pasal 4 huruf g Perjanjian Kerja
Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan dan IFE yang
menyatakan bahwa CI setuju untuk melakukan evaluasi setiap dua bulan sekali atas
pelaksanaan perjanjian kerja sama. Namun demikian, uji tuntas dan evaluasi tidak
dilakukan oleh GIA dan CI sehingga berimplikasi pada pengambilan keputusan
terkait kerja sama yang tidak tepat, MAT tidak mampu melaksanakan perjanjian dan
pengakuan Pendapatan Lain-lain dan Piutang Lain-Lain yang tidak sesuai dengan
SAK.
Penjelasan pada butir e tidak relevan dengan pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan
Piutang Lain-Lain, karena bukan merupakan peristiwa setelah tanggal laporan
keuangan yang dapat dipertimbangkan dalam keputusan pengakuan Pendapatan
Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain. Peristiwa tersebut lebih merupakan mitigasi risiko
atas ketidakmampuan MAT secara teknis dan finansial dalam melaksanakan
perjanjian kerja sama. Perjanjian Pengalihan justru menimbulkan ketidakpastian
baru atas pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain, antara lain terkait
ketidakpastian pemenuhan Biaya Kompensasi senilai USD30,000,000 yang akan
diselesaikan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juli 2019, namun terdapat klausul
bahwa pemenuhan biaya kompensasi tersebut dapat berubah sesuai dengan tanggal
lain yang disepakati oleh para pihak secara tertulis. Selain itu, penjelasan pada butir
f justru memperkuat bahwa pengakuan Pendapatan Lain-Lain dan Piutang Lain-Lain
tidak tepat.
BPK merekomendasikan:
a. Direksi GIA agar melakukan restatement atas Pendapatan Lain-Lain dan Piutang
Lain-Lain dalam Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk dan Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018, karena adanya
misstatement atas akun-akun tersebut;
b. Menteri BUMN agar memberikan sanksi kepada KAP sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB IV
HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN
GIA telah menindaklanjuti rekomendasi yang diajukan BPK, antara lain sebagai berikut:
1. Membuat prosedur Penyusunan Rencana Armada/Fleet Plan (Prosedur DB. 1-01)
berdasarkan BPD-1.2.1-V0 tentang Fleet Planning and Fullfillment tanggal 31 Januari
2016;
2. Melakukan perubahan organisasi yang baru dengan melakukan penggantian VP yang
membawahi Network Management dan Business Strategic and Development;
3. Membentuk Tim Pengembangan Pengelolaan Dokumen GIA dengan unit
Documentation and Record Management (IBD) sebagai koordinator berdasarkan
Keputusan JKTDI/SKEP/50022/15 tanggal 15 Oktober 2016;
4. Menetapkan service level agreement untuk kegiatan ground handling yang
dilaksanakan di Jeddah dan Medinah antara GIA dengan Saudi Ground Services (SGS)
yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 2016;
5. Menyusun dan menyempurnakan SOP terkait penentuan standar harga dan pengelolaan
inventory seat serta menyempurnakan prosedur perubahan harga.
Adapun rekomendasi yang masih dalam proses tindak lanjut dan belum ditindaklanjuti oleh
GIA antara lain:
1. Memperbaiki prosedur penyusunan RJPP dan RKAP di antaranya:
a. Mencantumkan adanya perubahan asumsi dan jumlah fleet dalam RJPP serta
penjelasan perbedaan tersebut;
b. Mendokumentasikan kertas kerja dan pendukung secara memadai;
2. Mengevaluasi kembali pengeluaran sebesar USD6,515,099 sebagai biaya PSS Service
Assistance kepada Asyst serta memperlakukan pengeluaran tersebut sesuai ketentuan;
3. Menginstruksikan VP SBU Umrah, Hajj & Charter pada pelaksanaan haji mendatang
agar membuat analisa kebutuhan SDM mengacu pada kerangka acuan kerja dalam
pengadaan layanan pengumpulan bagasi serta merencanakan dan menempatkan petugas
darat dalam hal monitoring dan pengendalian bagasi;
4. Memerintahkan SM Hajj Planning, Control & Support memasukkan survey kepuasan
pelanggan atas pelayanan dan menyusun laporan monitoring dan evaluasi secara
keseluruhan yang di dalamnya terdapat ulasan mengenai pelaksanaan pelayanan
transportasi darat;
5. Melakukan kajian penerapan mekanisme rewards and punishment yang memadai
sebagai dasar pengawasan pelaksanaan kegiatan marketing dalam rangka meningkatkan
motivasi personil pemasaran.