Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

DAMPAK MENIKAH USIA DINI DI KALANGAN


REMAJA BAGI KESEHATAN DAN POLA PIKIR
KELUARGA

Mata kuliah : PROMOSI KESEHATAN

Sasaran : remaja usia …….

Hari/tanggal :

Waktu : 1x30 menit

Tempat : Rumah Klien

Penyuluh :

1. Ari Susanti

2. Choirunnisa Rakasiwi

3. Evi Listiyarini

4. Luluk Muniroh

5. Pawit Tri Wahyuningsih

I. Tujuan Instruksional Umum :


Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan sasaran atau klien mampu
mengenal dan memahami mengenai bahaya pernikahan di usia dini.

II. Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan sasaran atau klien mampu :

1. Menyebutkan pengertian pernikahan dini.

2. Menjelaskan faktor penyebab pernikahan dini.

3. Menjelaskan dampak pernikahan dini.


4. Menjelaskan upaya pencegahan pernikahan dini.

III. Indikator :
Klien diharapkan dapat :

1. Menjelaskan dengan tepat dan benar pengertian pernikahan dini.

2. Menjelaskan dengan tepat dan benar faktor penyebab pernikahan


dini.

3. Menjelaskan dengan tepat dan benar dampak dari pernikahan dini.

4. Menjelaskan dengan tepat dan benar upaya pencegahan pernikahan


dini.

IV. Materi

1. Terlampir

V. Metode

1. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya jawab

4. Demonstrasi

VI. Media

1. Pamphlet

2. Power point
VII. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Klien
1. 2 menit Pembukaan :
a. Membuka kegiatan dengan a. Menjawab salam
mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Menjelaskan maksud dan tujuan c. Memperhatikan
dari penyuluhan
d. Menyebutkan materi yang akan d. Memperhatikan
diberikan
2. 15 menit Pelaksanaan :
a. Menggali pengetahuan klien tentang a. Memperhatikan
pernikahan dini
b. Menyebutkan pengertian pernikahan b. Memperhatikan
dini.
c. Menjelaskan faktor penyebab c. Memperhatikan
pernikahan dini.
d. Menjelaskan dampak dari d. Memperhatikan
pernikahan dini.
e. Menjelaskan upaya pencegahan e. Memperhatikan
pernikahan dini.
f. Memberikan kesempatan klien untuk f. Memperhatikan
bertanya
3. 10 menit Evaluasi :
a. Menanyakan pengertian dari a. Menjawab
pernikahan dini.
b. Menanyakan faktor penyebab b. Menjawab
pernikahan dini.
c. Menanyakan dampak dari pernikahan c. Menjawab
dini.
d. Menanyakan upaya pencegahan
d. Menjawab
pernikahan dini.
2 3 menit Terminasi :
a. Mengucapkan terimakasih kepada a. Mendengarkan
klien atas waktu yang telah diberikan .
b. Mengucapkan salam penutup b. Menjawab

VIII. Lembar Evaluasi


1. Apa pengertian pernikahan dini?

2. Apa faktor penyebab pernikahan dini ?

3. Apa dampak dari pernikahan dini ?

4. Upaya apa yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan


dini?
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN DAMPAK PERMIKAHAN DINI
TERHADAP KESEHATAN REMAJA DAN POLA PIKIR KELUARGA

A. Pengertian pernikahan dini


Perkawinan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri pada usia yang
masih muda/remaja. Pernikahan dini atau kawin muda sendiri adalah
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya
masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006).
Perkawinan usia muda merupakan perkawinan remaja dilihat dari segi
umur masih belum cukup atau belum matang dimana di dalam UU Nomor
1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas maksimun pernikahan di
usia muda adalah perempuan umur 16 tahun dan lakilaki berusia 19 tahun
itu baru sudah boleh menikah.
Menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa pernikahan dini
merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya
belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga
persiapan materi. Karena demikian demikian inilah maka pernikahan dini
bisa dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya
belum dipersiapkan secara matang. jika dilihat dari sudut pandang islam
bahwa dalam islam telah diberi keluasan bagi siapa saja yang sudah
memiliki kemampuan untuk segera menikah dan tidak mundur untuk
melakukan pernikahan bagaimana yang akan dapat menghantarkannya
kepada perbuatan haram (dosa) karena selain itu Rasulullah telah
memberikan panduan bagi laki-laki kapan saja untuk mencari pasangan
yang memiliki potensi kesuburan untuk memiliki keturunan
(Shaheed,2007).
B. Faktor yang mempengaruhi pernikahan dini
 Ekonomi
masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang
tua tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu
membiayai sekolah sehingga mereka memutuskan untuk
menikahkan anaknya dengan harapan sudah lepas tanggung jawab
untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan
anaknya bisa memperoleh penghidupan yang lebih baik
 Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan sekolah lagi
bagi seorang wanita dapat mendorong untuk cepat-cepat menikah.
Permasalahan yang terjadi karena mereka tidak mengetahui seluk
beluk perkawinan sehingga cenderung untuk cepat berkeluarga dan
melahirkan anak. Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga dapat
memengaruhi terjadinya perkawinan usia muda. Perkawinan usia
muda juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat secara
keseluruhan. Suatu masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah
akan cenderung untuk mengawinkan anaknya dalam usia masih
muda.
 Faktor orang tua
Orang tua khwatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan anak laki-laki yang sangat lengket sehingga segera
mengawinkan anaknya.
 Media massa
Gencarnya ekspose seks di media menyebabkan remaja modern kian
permitif seks.
 Faktor adat
Perkawinan usia muda menjadi karena orang tuanya takut anaknya di
katakana perawan tua sehingga segera dikawinkan
 Keluarga cerai (broken home)
Banyak anak-anak korban penceraian terpaksa menikah secara dini
karena berbagai alasan, misalnya membantu orang tua, mendapatkan
pekerjaan, meningkatkan taraf hidup.
 Pergaulan Bebas
Alasan terjadinya pernikahan usia dini adalah pergaulan bebas
seperti hamil diluar pernikahan.

C. Dampak pernikahan dini


1. Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2)
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
b. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1)
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
1) mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
2) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan,
bakat dan minatnya dan;
3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
c. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO Patut ditengarai adanya
penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak
yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi
anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh
dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi. Sungguh disayangkan apabila ada
orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut.
Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan
untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa
dan orang tua.
2. Dampak biologis Anak
secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju
kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks
dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian
melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan
yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah
hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak
reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan
pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Dokter spesialis obseteri dan ginekologi dr Deradjat Mucharram
Sastraikarta Sp OG yang berpraktek di klinik spesialis Tribrata Polri
mengatakan pernikahan pada anak perempuan berusia 9-12 tahun
sangat tak lazim dan tidak pada tempatnya. ”Apa alasan ia menikah?
Sebaiknya jangan dulu berhubungan seks hingga anak itu matang
fisik maupun psikologis”. Kematangan fisik seorang anak tidak sama
dengan kematangan psikologisnya sehingga meskipun anak tersebut
memiliki badan bongsor dan sudah menstruasi, secara mental ia
belum siap untuk berhubungan seks. Ia memanbahkan, kehamilan
bisa saja terjadi pada anak usia 12 tahun. Namun psikologisnya belum
siap untuk mengandung dan melahirkan.
Jika dilihat dari tinggi badan, wanita yang memiliki tinggi dibawah
150 cm kemungkinan akan berpengaruh pada bayi yang
dikandungnya. Posisi bayi tidak akan lurus di dalam perut ibunya. Sel
telur yang dimiliki anak juga diperkirakan belum matang dan belum
berkualitas sehingga bisa terjadi kelainan kromosom pada bayi.
3. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan
dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan
menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri
tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan
akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar
9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak
lainnya yang melekat dalam diri anak.
Menurut psikolog dibidang psikologi anak Rudangta Ariani
Sembiring Psi, mengatakan ”sebenarnya banyak efek negatif dari
pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk
menghadapi tanggungjawab yang harus diemban seperti orang
dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah
cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan-permasalan
baik ekonami, pasangan, maupun anak. Sementara itu mereka yang
menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan
permasalan secara matang”.
Ditambahkan Rudangta, ”Sebenarnya kalau kematangan psikologis
tidak ditentukan batasan usia, karena ada juga yang sudah berumur
tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga yang masih muda tapi
pikirannya sudah dewasa”. Kondisi kematangan psikologis ibu
menjadi hal utama karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh
anak di kemudian hari. ” yang namanya mendidik anak itu perlu
pendewasaan diri untuk dapat memahami anak. Karena kalau masik
kenak-kanakan, maka mana bisa sang ibu mengayomi anaknya. Yang
ada hanya akan merasa terbebani karena satu sisi masih ingin
menikmati masa muda dan di sisi lain dia harus mengurusi
keluarganya”.
4. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam
masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan
perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap
seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran
agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati
perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan
melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan
kekerasan terhadap perempuan.
5. Terhadap perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar
berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah
pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal
(menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan
seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81,
ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun
dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah.
Apabila tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang
menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak
ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain.
6. Terhadap anak-anaknya
Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda
atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain berdampak pada
pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia muda,
perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena
bagi wanita yang melangsungkan perkawinan di bawah umur 20
tahun, bila hamil akan mengalami gangguan pada kandungannya dan
banyak juga dari mereka yang melahirkan anak yang prematur.
7. Terhadap masing-masing keluarga
Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan anak-anaknya
perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak terhadap
masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di antara anak-anak
mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya
masing masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga
mereka tidak bahagia dan akhirnya akan terjadi perceraian. Hal ini
akan mengkibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang
paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua
belah pihak.
8. Dampak terhadap pola pikir
Pola pikir remaja yang belum matang akan dipaksa untuk memikirkan
hal-hal yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya. usia yang
belum matang disertai cara berfikir yang masih seperti anak-anak,
bisa berakibat pada tidak ditemukannya solusi atas konflik yang
terjadi. Walaupun secara agama pernikahan dini diperbolehkan,
namun alangkah lebih baik jika pernikahan itu dilakukan pada usia
yang sudah matang.
Menurut kumalasari (2012), dampak negatif yang terjadi karena
pernikahan dini adalah :
 Kesehatan perempuan
1. Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri
2. Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi
3. Beresiko kematian pada usia dini
4. Meningkatnya angka kematian ibu
5. Beresiko terkena kanker servix, karena semakin muda usia
pertama kali seseorang berhubungan seks, maka semakin besar
risiko daerah reproduksi terkontaminasi virus.
6. Resiko terkena penyakit menular seksual
 Kesehatan anak
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) tinggi, adanya kebutuhan nutrisi
yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan
pertumbuhan ibu sendiri.
2. Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu berusia kurang dari 18 tahun
rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBLR memiliki
kemungkinan 15-30 kali lebih tinggi mengalami kematian.
 Keharmonisan keluarga dan perceraian
1. Banyaknya pernikahan di usia dini berbanding lurus dengan
tingginya angka perceraian
2. Ego remaja yang masih tinggi
3. Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya
usia pasangan bercerai ketika memutuskan menikah
4. Perselingkuhan
5. Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua
6. Psikologis yang belum matang,sehingga cenderung labil dan
emosional
7. Kurang mampu beradaptasi dan bersosialisasi

D. Upaya Mencegah Pernikahan Dini


Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang
berlaku terkait pernikahan dibawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin
melakukan pernikahan dini dengan anak yang dibawah umur berfikir dua
kali terlebih dahulu melakukannya. Selain itu pemerintah harus semakin
giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak dibawah
umur beserta sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan
resiko-resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak dibawah
umur kepada masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak di bawah
umur adalah sesuatu yang salah dan harus di hindari (Husna, 2013).
Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan semakin
maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam
pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada disekitar mereka.
Strategi antra pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh
sementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur
sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak menjadi korban
akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis
dalam menetap masa depannya kelak (Alfiyah, 2010). Hal yang harus
dilakukan menurut Lenterain (2010), dalam mencegah pernikahan usia
dini yaitu :
1. Undang-Undang perkawinan.
2. Bimbingan kepada remaja dan menjelaskan tentang sex education.
3. Memberikan penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat.
4. Model desa percontohan pendewasaan usia pernikahan.
Sedangkan menurut Ahmad (2011) ada beberapa alternatif yang dapat
dilakukan untuk mencegah pernikahan usia dini yaitu :
1. Penyuluhan Hukum
Penyuluhan hukum utamanya ditujukan kepada orang tua dan anak-
anak dan kepada anak-anak bentuknya bukan seperti seminar yang
membosankan, tetapi melalui permainan yang lebih kreatif dan
komunikatif sehingga pesan dari penyuluhan hokum ini bisa sampai.
Dalam penyuluhan hukum juga bisa menggabungkan dengan aspek-
aspek kesehatan dan psikologis jika terjadi pernikahan dini. Dengan
penyuluhan maka akan tumbuh keasadaran masyarakat untuk menikah
diusia matang.
2. Pemanfatan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Berkembangnya lembaga kemasyarakatan sebagai kader dan corong
pembangunan tentu bisa turut mengembangkan kesadaran hukum
khususnya kesadaran masyarakat untuk menikah di usia matang.
lembaga-lembaga yang selama ini telah berhasil menggiatkan
masyarakat dalam berbagai sektor, juga bisa kita minta peran sertanya
untuk membangunkan akan pentingnya menikah diusia matang. Model
peran serta lembaga kemasyarakatan tentu harus disiapkan secara
matang, lagi-lagi bukan semacam pelajaran dikelas yang kurang bisa
berdampak. Tetapi mungkin berbentuk “simulasi” sehingga
memudahkan masyarakat memahami dari program tersebut.
3. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara
individu , kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri
dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002).

Anda mungkin juga menyukai