HAMIL
Pokok bahasan : perkawinan usia dini
Sub Pokok Bahasan : perkawinan usia dini
Sasaran : remaja
Hari / tanggal : kamis / 27 anuari 2022
Waktu : 15.00 - selesai WIB
Tempat : Aula Puskesmas Lubuk Buaya
Penyuluh : Mahasiswa PKL Tingkat III
A. Latar Belakang
Perkawinan usia dini adalah perkawinan yang terjadi pada perempuan berusia kurang
dari 16 tahun dan laki-laki berusia kurang dari 19 tahun tanpa adanya kesiapan
mental, psikis, materi.
Undang-undang Negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam
Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan
hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun. Menurut agama
pernikahan dini adalah pernikahan sebelum seorang anak baligh.
B. TUJUAN PENYULUHAN
1). Tujuan umum
Setelah diberikan penyuluhan, pada remaja di harapkan dapat menambah
pengetahuan tentang perkawinan usia dini
2). Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan Remaja dapat mengetahui tentang:
1.Menjelaskan pengertian perkawinan usia dini.
2.Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan usia dini.
3. Menerangkan dampak perkawinan usia dini.
4. Menjelaskan cara pencegahan perkawinan usia dini.
5. Menyebutkan pemecahan masalah perkawinan usia dini.
C. Pelaksanaan Kegiatan
1) Topik / judul kegiatan
Penyuluhan tentang perkawinan usia dini
2) Sasaran atau target
Seluruh remaj di Puskesmas lubuk buaya
3) Metode
Ceramah
Tanya jawab
4) Media dan alat
Leaflet
Ppt
5) Waktu dan tempat
Waktu : kamis/ 26 Januari 2022 / 15.00 - selesai WIB
Tempat : Aula Puskesmas Lubuk Buaya
6) Setting tempat
Keterangan :
: Moderator
: Penyaji
: Observer
: Fasilitator
: Audiens
7) Pelaksana
Moderator : Iza elina putri
Penyaji : fuja alya
Observer : hidamel saramei s
Fasilitator
Fuja alya
Hidamel saramei. s
Iza elina putri
8) Tugas pelaksana
1. Moderator :
o Memimpin pelaksana penyuluhan, memotivasi anggota untuk
mengikuti penyuluhan dengan tertib dan semangat.
o Sebagai katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi
dengan menciptakan suasana untuk memotivasi anggota.
o Mengarahkan proses penyuluhan ke arah pencapaian tujuan.
o Menciptakan suasana yang mendukung.
2. Penyaji :
o Menyampaikan materi penyuluhan kepada audiens.
3. Observer :
o Mengamati kegiatan penyuluhan apakah telah sesuai dengan rencana
serta segala faktor pendukung dan faktor penghambat jalannya
penyuluhan
o Mencatat dan membuat laporan penyuluhan
4. Fasilitator :
o Menyediakan sarana dan prasarana.
o Mencegah terjadinya hambatan dalam penyuluhan.
o Memotivasi audien untuk mengajukan pertanyaan.
9) Srategi pelaksanaan
No Tahap/Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan
sasaran
1. Pembukaan : Pendahuluan a. Membalas salam
10 menit 1. Menyampaikan salam b. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri c. Memberi respon
3. Menjelaskan tujuan
4. Kontrak waktu
5. Membagi leaflet.
2. Inti Inti a. Menanyakan yang
20 menit Mahasiswa menjelaskan : belum jelas
1.Pengertian perkawinan usia dini. b. Aktif bersama
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi c. Menyimpulkan
terjadinya perkawinan usia dini. d. Membalas salam
3.Dampak perkawinan usia dini.
4.Cara pencegahan perkawinan usia dini.
5.Pemecahan masalah perkawinan usia
dini. ( materi terlampir )
10) Evaluasi
1. Struktur
Peserta hadir ditempat penyuluhan
Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Aula Puskesmas lubuk
buaya
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
(SAP, leaflet)
2. Proses
Masing-masing mahasiswa bekerja sesuai dengan tugas
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan dan mahasiswa menjawab pertanyaan
secara benar
3. Hasil
Peserta dapat menjelaskan pengertian perkawinan usia dini !
Peserta dapat menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
perkawinan usia dini
Peserta dapat menJelaskan dampak perkawinan usia dini
Peserta dapat menyebutkan cara pencegahan perkawinan usia dini
Peserta dapat menyebutkan pemecahan masalah perkawinan usia dini
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, abdul bari. (2006). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.
Rukiyah, dkk. (2009). Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). CV.Trans Info
Media. Jakarta.
Arisman. (2009). Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta
Purnama, 2014, Huliana, 2007, Baity, 2015, dan Hasbihtc, 2015, Hidayah dan
Anasari 2012, Wati, 2011 )
LAMPIRAN MATERI
Perkawinan usia dini
A. Pengertian
Perkawinan usia dini adalah perkawinan yang terjadi pada perempuan berusia
kurang dari 16 tahun dan laki-laki berusia kurang dari 19 tahun tanpa adanya
kesiapan mental, psikis, materi.
Undang-undang Negara kita telah mengatur batas usia perkawinan.
Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun. Menurut
agama pernikahan dini adalah pernikahan sebelum seorang anak baligh.
2.orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial
anggapan tidak penting pendidikan bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap
status perawan tua.
3. yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam
kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal
yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis,
yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
5. sebelum nikah
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan
sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi
jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang
demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau
adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali
lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan
berusia 20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun
memiliki kemungkinan dua kali lebih besar.
b. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga
akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan
perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan, hak
bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam
diri anak. Menurut temuan Plan, sebanyak 44 persen anak perempuan yang menikah
dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi
tinggi. Sisanya, 56 persen anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi
rendah.
c. Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat
patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah
dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan
dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati
perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya
patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan. Di
bidang pendidikan, perkawinan dini mengakibatkan si anak tidak mampu mencapai
pendidikan yang lebih tinggi. Hanya 5,6 persen anak kawin dini yang masih
melanjutkan sekolah setelah kawin.
d.Menyebarluaskan NKKBS.
b.Diberi penyuluhan bahwa usia muda belum mampu dibebani ketrampilan fisik
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
c.Diberi penjelasannya bahwa sikap mental yang labil dan belum matang
emosionalnya belum siap untuk bertanggung jawab.
PENUTUP
Perkawinan usia dini adalah perkawinan yang terjadi pada perempuan berusia kurang
dari 16 tahun dan laki-laki berusia kurang dari 19 tahun tanpa adanya kesiapan
mental, psikis, materi.