Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERNIKAHAN DINI

Disusun oleh :
MEILISA PO.62.24.2.17.369

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA PRODI SARJANA TERAPAN


KEBIDANAN REGULER IV 2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN MENGENAI PENANGGULAN PENYAKIT
MENULAR DAN TIDAK MENULAR

A. Hari/tanggal
Rabu, 04 Febuari 2020
B. Pokok Bahasan
1. Pengertian penyakit menular dan tidak menular
2. Faktor penyebab penyakit menular dan tidak menular
3. Dampak penyakit menular dan tidak menular
4. Deteksi faktor risiko penyakit menular dan tidak menular oleh masyarakat sedini
mungkin.
5. Terselenggaranya penanganan faktor risiko penyakit menular dan tidak menular oleh
masyarakat sesegera mungkin;
6. Terselenggaranya kegiatan pemantauan faktor resiko penyakit menular dan tidak
menular oleh masyarakat sebaik mungkin;
C. Sasaran
1. Orang sehat agar factor risiko tetap terjaga dalam kondisi normal;
2. Orang dengan factor risiko adalah mengembalikan kondisi berisiko ke kondisi
normal;
3. Orang dengan penyandang penyakit menular dan tidak menular untuk
mengendalikan factor risiko pada kondisi normal untuk mencegah timbulnya
komplikasi penyakit menular dan tidak menular

4. Waktu
Pukul 09.30 – 10.00 WIB
5. Tujuan
1. Mawas Diri – Faktor risiko PTM yg kurang menimbulkan gejala secara bersamaan
dpt terdeteksi & terkendali secara dini
2. Membudayakan Gaya Hidup Sehat dalam lingkungan yg kondusif
3. Mudah Dijangkau – Diselenggarakan di lingkungan tempat tinggal
masyarakat/lingkungan tempat kerja dgn jadwal yang disepakati
4. Murah Dilaksanakan – Dilakukan oleh masyarakat dgn iuran yg disepakati/sesuai
kemampuan masyarakat
5. Metodologis & Bermakna secara klinis

 Kegiatan dpt dipertanggung jawabkan secara medis


 Dilaksanakan oleh kader khusus dan bertanggung jawab yg telah mengikuti pelatihan
metode deteksi dini atau edukator P2PTM

6. Materi
1. Pengertian penyakit menular dan tidak menular
2. Faktor penyebab penyakit menular dan tidak menular
3. Dampak penyakit menular dan tidak menular
4. Deteksi faktor risiko penyakit menular dan tidak menular oleh masyarakat
sedini mungkin.
5. Terselenggaranya penanganan faktor risiko penyakit menular dan tidak
menular oleh masyarakat sesegera mungkin;
6. Terselenggaranya kegiatan pemantauan faktor resiko penyakit menular dan
tidak menular oleh masyarakat sebaik mungkin;

7. Metode
1. Melakukan wawancara untuk menggali informasif aktorresiko keturunan dan
perilaku;
2. Melakukan penimbangan dan mengukur lingkar perut, serta Indeks Massa
Tubuh termasuk analisa lemak tubuh;
3. Melakukan pengukuran tekanan darah;
4. Melakukan pemeriksaan gula darah;
5. Melakukan pengukuran kadar lemak darah (kolesterol total dan trigliserida);
6. Melakukan pemeriksaan fungsi paru sederhana (Peakflowmeter);
7. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asetat) oleh tenaga dokter dan bidan
terlatih di puskesmas;
8. Melaksanakan konseling (diet, merokok, stress, aktifitas fisik dan lain-lain)
dan penyuluhan kelompok termasuk sarasehan;
9. Melakukan olah raga/aktifitas fisik bersama dan kegiatan lainnya;
10. Melakukan rujukan kePuskesmas;

8. Media
Leaflet dan PPT
9. Uraian Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Kegiatan Metode
No Waktu Kegiatan penyuluhan
sasaran
1 Pembukaan 09.30-09.35  Mengucapkan salam, Menjawab Ceramah
WIB  Memperkenalkan diri salam, dan tanya
 Menjelaskan tujuan mendengarkan jawab
penyuluhan dan menjawab
 Kontrak waktu pertanyaan.
 Pre test
2 Inti 09.35-09.55  Menjelaskan pengertian Mendengarkan, Ceramah
WIB penyakit tidak menular memperhatikan dan tanya
dan penyakit menular ,menjawab jawab
 Menjelaskan faktor pertanyaan
penyebab penyakit
tidak menular dan
penyakit menular
 Menjelaskan dampak
penyakit tidak menular
dan penyakit menular
 Melakukan
pemeriksaan meliputi
penimbangan BB dll
 Memberikan
kesempatan audiance
untuk bertanya
3 Penutup 09.55 –  Melaksanakan evaluasi Memberikan Ceramah,
10.00 WIB dan memberikan pertanyaan, tanya
kesempatan auduiance menjawab jawab
untuk bertanya pertanyaan,
 Menyimpulkan materi menyimpulkan
bersama peserta materi,
 Mengucapkan salam menjawab
salam

10. Evaluasi (Hasil)


Melakukan post test mengenai materi yang telah disampaikan.
PERNIKAHAN DINI

A. Pengertian Pernikahan Dini


Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang
Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika
pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah
mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Menurut agama pernikahan dini adalah pernikahan sebelum seorang anak baligh.
B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Dini
1. Adanya perjodohan yang dilakukan orang tua.
2. Para orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial
anggapan tidak penting pendidikan bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap
status perawan tua.
3. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam
kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang
tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika
diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
4. Diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis
layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung
segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena
sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
5. Hamil sebelum nikah
C. Dampak Pernikahan Dini
1. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan
sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi
jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang
demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara istri dan suami atau adanya
kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak. Anak
perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih

besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia


20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar.
Kemungkinan timbulnya resiko medik sebagai berikut:
a. Keguguran
b. Preeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria)
c. Eklamsia (keracunan kehamilan)
d. Timbulnya kesulitan persalinan
e. Bayi lahir sebelum waktunya
f. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
g. Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
h. Fistula Retrovaginal ( keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)
i. Kanker leher rahim
2. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan
menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan.
Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia
sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri
anak. Menurut temuan Plan, sebanyak 44 persen anak perempuan yang menikah dini
mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi.
Sisanya, 56 persen anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi rendah.
3. Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki
yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya
dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran
agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan
lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender
yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan. Di bidang pendidikan,
perkawinan dini mengakibatkan si anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih
tinggi. Hanya 5,6 persen anak kawin dini yang masih melanjutkan sekolah setelah
kawin.

D. Pendewasaan Usia Perkawinan


1. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
PUP dalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga
mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun
bagi pria. PUP bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan
agar kehamilan pertamapun terjadi pada usia yang cukup dewasa

2. Tujuan program pendewasaan usia perkawinan


Tujuan PUP yaitu memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam
merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan
dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial,
ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.

3. Kenapa perlu Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan?


Kemungkinan timbulnya dampak fisik, psikologis, dan sosial.

4. Bagaimanakah Masa Menjarangkan kehamilan


Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode PUS berada pada umur 20-35
tahun. Secara empirik diketahui bahwa PUS sebaiknya melahirkan pada periode umur
20-35 tahun, sehingga resiko-resiko medik yang diuraikan di atas tidak terjadi.
Apakah arti Masa Mengakhiri Kehamilan ?
a. Masa mengakhiri kehamilan berada pada periode PUS berumur 30
tahun keatas. Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas
usia 30 tahun banyak mengalami resiko medik. Mengakhiri kehamilan
adalah proses yang dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi
b. Perkawinan
Perkawinan bukanlah hal yang mudah, di dalamnya terdapat banyak
konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan
baru individu dewasa dan pergantian status dari lajang menjadi seorang
istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus-menerus sepanjang
perkawinan

c. Perkawinan di usia dewasa

Perkawinan di usia dewasa akan menjamin kesehatan reproduksi ideal


bagi wanita sehingga kematian ibu melahirkan dapat dihindari. Perkawinan
di usia dewasa juga akan memberikan keuntungan dalam hal kesiapan
psikologis dan sosial ekonomi.

d. Sikap terhadap penundaan usia perkawinan


(1) keyakinan akan hasil atau manfaat yang diperoleh dari penundaan
usia perkawinan, dan
(2) evaluasi terhadap masing-masing hasil yang diperoleh dari
penundaan usia perkawinan.
e. SIKAP terhadap penundaan usia perkawinan dalam kategori tinggi
yakni sebesar 77,5%, NORMA subyektif 50,5% untuk kategori tinggi
dan 22% untuk kategori sangat tinggi, INTENSI penundaan usia
perkawinan sebesar 48,5%, untuk kategori tinggi dan 24,5% untuk
kategori sangat tinggi.
f. Faktor-faktor yang mendorong perkawinan di usia muda :
faktor ekonomi,
faktor pendidikan,
faktor orang tua,
faktor diri sendiri,
faktor adat setempat.

Anda mungkin juga menyukai